Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Rhinitis berasal dari dua kata bahasa Greek rhin/rhino (hidung) dan itis (radang).

Demikian rhinitis berarti radang hidung atau tepatnya radang selaput lendir (membran mukosa)

hidung.

Rhinitis adalah peradangan lapisan mukosa hidung Gejala rhinitis alergi berupa bersin (5-

10 kali berturut-turut), rasa gatal (pada mata, telinga, hidung, tenggorok, dan palatum), hidung

berair, mata berair, hidung tersumbat, post nasal drip, tekanan pada sinus, dan rasa lelah. Rhinitis

alergi menjadi masalah kesehatan global yang menyerang 5-50% penduduk.1

Rhinitis tergolong infeksi saluran napas yang dapat muncul akut atau kronik. Rhinitis akut

adalah radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Selain

itu, rhinitis akut dapat juga timbul sebagai reaksi sekunder akibat iritasi lokal atau trauma.

Penyakit ini seringkali ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Yang termasuk ke dalam rhinitis

akut diantaranya adalah rhinitis simpleks, rhinitis influenza, dan rhinitis bakteri akut supuratif.
Rhinitis disebut kronik bila radang berlangsung lebih dari 1 bulan. Pembagian rhinitis

kronis berdasarkan ada tidaknya peradangan sebagai penyebabnya. Rhinitis kronis yang

disebabkan oleh peradangan dapat kita temukan pada rhinitis hipertrofi, rhinitis sika (sicca), dan

rhinitis spesifik (difteri, atrofi, sifilis, tuberkulosa, dan jamur). Rhinitis kronis yang tidak

disebabkan oleh peradangan dapat kita jumpai pada rhinitis alergi, rhinitis vasomotor, dan

rhinitis medikamentosa.2

Dari data WHO tahun 2000 mengenai epidemiologi rhinitis alergi di Amerika Utara dan

Eropa Barat, terjadi peningkatan prevalensi rhinitis alergi dari 13-16% menjadi 23-28% dalam 10

tahun terakhir. Peningkatan prevalensi rhinitis alergi pada usia anak sekolah di Eropa Barat

menjadi dua kali lipat. Prevalensi rhinitis alergi seasonal dan perennial di USA meningkat
mencapai 14,2%, tertinggi pada usia 18-34 tahun dan 35-49 tahun. Menurut International Study

of Asthma and Allergies in Children (ISAAC, 2006), Indonesia bersama-sama dengan negara

Albania, Rumania, Georgia dan Yunani memiliki prevalensi rhinitis alergi yang rendah yaitu

kurang dari 5%. 3

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Poliklinik THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah

Arifin Achmad Pekanbaru periode Januari 2006-Desember 2006. terhadap 221 kasus rhinitis

alergi menunjukkan kasus rhinitis alergi terbanyak pada umur 15-24 tahun (22,3%) dan lebih

banyak pada perempuan 128 (57,92%). Gejala klinis rhinitis alergi pada kelompok umur 2-14

tahun adalah rinore sebanyak 29 kasus (50,88%), hidung tersumbat 14 kasus (24,56%).

Sedangkan gejala klinis pada penderita dengan kelompok umur 15-24 tahun hingga kelompok

umur >65 tahun adalah hidung tersumbat.4

1. Girish VV, Cleveland MM, Raghubir KM et al. Allergic rhinitis and asthma severity.

Journal of the World Allergy Organization; Jan/Feb.2004; 16 (1): 15-9.)

2. Settipane RA, Lieberman P. Update on nonallergic rhinitis. Annals of Allergy, Asthma &

Immunology 2001; 86; 494-508

3. Nugraha BW, 2007, Validitas Pemeriksaan Sitologi Eosinofil Mukosa Hidung Metode

Sikatan untuk Diagnosis Rhinitis Alergi, Tesis, Bagian Ilmu Penyakit Telinga, Hidung

dan Tenggorok, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta


4. Syamsiyah S, 2008, Karakteristik penderita rhinitis alergi di Poliklinik THT-KL Rumah

Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru periode Januari 2006-Desember 2006,

THT FK UR , Riau , Skripsi FK UR

Anda mungkin juga menyukai