Anda di halaman 1dari 58

WRAP UP SKENARIO 2

GONDOK

KELOMPOK A - 12

Ketua : Arib Farras Wahdan 1102011043


Sekretaris : Lusy Novitasari 1102011144
Anggota : Andi Eka Steffy 1102011026
Betha Nurvia 1102010048
Choirul Akbar 1102010056
Faisal Abdul Razak 1102011093
Ferika Pratami 1102011104
Hendris Citra Wahyudin 1102011117
Jayanti Dwi Cahyani 1102011129

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2013-2014

1
SKENARIO 2

GONDOK

Nn. B, 36 tahun, mengeluh terdapat benjolan di leher sebelah kanan yang semakin
membesar sejak 6 bulan yang lalu. Tidak ada keluhan nyeri menelan, perubahan
suara ataupun gangguan pernafasan. Pasien juga tidak mengeluh berdebar-debar,
tidak banyak berkeringat dan tidak mengalami perubahan berat badan. Pada leher
sisi sebelah kanan teraba nodul berukuran 5x4 cm, berbatas tegas, tidak nyeri tekan
dan turut bergerak saat menelan. Dokter menyarankan untuk dilakukan
pemeriksaan laboratorium fungsi tiroid, USG tiroid, sidik tiroid (thyroid
scintigraphy) dan pemeriksaan aspirasi jarum halus.

Hasil sitology yang diperoleh menunjukkan tidak didapatkannya sel ganas,


sehingga pasien diberikan terapi hormone tiroksin sambil dimonitor fungsi
tiroidnya. Pasien juga diingatkan bahwa bila nodulnya semakin membesar maka
perlu dilakukan operasi tiroidektomi. Mendengar penjelasan dokter, pasien yang
merupakan seorang muslimah merasa cemas menghadapi kemungkinan akan
dilakukannya tindakan operasi.

2
SASBEL

1. MM ANATOMI KELENJAR TIROID


1.1. Makroskopis
1.2. Mikroskopis

2. MM FAAL DAN BIOKIMIA HORMON TIROID


2.1. Sintesis dan Sekresi
2.2. Regulasi
2.3. Efek dan Fungsi

3. MM KELAINAN KELENJAR TIROID


3.1. Definisi Kelainan Kelenjar Tiroid
3.2. Etiologi Kelainan Kelenjar Tiroid
3.3. Epidemiologi Kelainan Kelenjar Tiroid
3.4. Klasifikasi Kelainan Kelenjar Tiroid
3.5. Patofisiologi Kelainan Kelenjar Tiroid
3.6. Manifestasi Kelainan Kelenjar Tiroid
3.7. Diagnosis & DB, PF & PP Kelainan Kelenjar Tiroid
3.8. Tatalaksana & Pencegahan Kelainan Kelenjar Tiroid
3.9. Komplikasi Kelainan Kelenjar Tiroid
3.10. Prognosis Kelainan Kelenjar Tiroid

4. CARA MENGHADAPI CEMAS DALAM ISLAM

3
1. MM ANATOMI KELENJAR TIROID
1.1. Makroskopis

Thyroid adalah suatu kelenjar endokrin yang sangat vaskular, berwarna merah kecoklatan dengan
konsistensi yang lunak. Kelenjar thyroid terdiri dari dua buah lobus yang simetris. Berbentuk
konus dengan ujung cranial yang kecil dan ujung caudal yang besar. Antara kedua lobus
dihubungkan oleh isthmus, dan dari tepi superiornya terdapat lobus piramidalis yang bertumbuh
ke cranial, dapat mencapai os hyoideum. Pada umumnya lobus piramidalis berada di sebelah kiri
linea mediana.

Setiap lobus kelenjar thyroid mempunyai ukuran kira-kira 5 cm, dibungkus oleh fascia propria
yang disebut true capsule, dan di sebelah superficialnya terdapat fascia pretrachealis yang
membentuk false capsule.

Kelenjar thyroid berada di bagian anterior leher, di sebelah ventral bagian caudal larynx dan
bagian cranial trachea, terletak berhadapan dengan vertebra C 5-7 dan vertebra Th 1. Kedua
lobus bersama-sama dengan isthmus memberi bentuk huruf U. Ditutupi oleh m.
sternohyoideus dan m.sternothyroideus. Ujung cranial lobus (apeks) mencapai linea obliqua
cartilaginis thyreoideae, ujung inferior (basis) meluas sampai cincin trachea 5-6. Isthmus
difiksasi pada cincin trachea 2,3 dan 4. Kelenjar thyroid juga difiksasi pada trachea dan pada tepi
cranial cartilago cricoidea oleh penebalan fascia pretrachealis yang dinamakan ligament of Berry.
Fiksasi-fiksasi tersebut menyebabkan kelenjar thyroid ikut bergerak pada saat proses menelan
berlangsung.

4
Topografi kelenjar thyroid adalah sebagai berikut:

Di sebelah anterior terdapat m. infrahyoideus, yaitu m. sternohyoideus, m. sternothyroideus,


m. thyrohyoideus dan m. omohyoideus.
Di sebelah medial terdapat larynx, pharynx, trachea dan oesophagus, lebih ke bagian
profunda terdapat nervus laryngeus superior ramus externus dan di antara oesophagus dan
trachea berjalan nervus laryngeus recurrens. Nervus laryngeus superior dan nervus laryngeus
recurrens merupakan percabangan dari nervus vagus. Pada regio colli, nervus vagus
mempercabangkan ramus meningealis, ramus auricularis, ramus pharyngealis, nervus
laryngeus superior, ramus cardiacus superior, ramus cardiacus inferior, nervus laryngeus
reccurens dan ramus untuk sinus caroticus dan carotid body.
Di sebelah postero-lateral terletak carotid sheath yang membungkus a. caroticus communis,
a. caroticus internus, vena jugularis interna dan nervus vagus. Carotid sheath terbentuk dari
fascia colli media, berbentuk lembaran pada sisi arteri dan menjadi tipis pada sisi vena
jugularis interna. Carotid sheath mengadakan perlekatan pada tepi foramen caroticum,
meluas ke caudal mencapai arcus aortae. Fascia colli media juga membentuk fascia
pretrachealis yang berada di bagian profunda otot-otot infrahyoideus. Pada tepi kelenjar
thyroid, fascia itu terbelah dua dan membungkus kelenjar thyroid tetapi tidak melekat pada
kelenjar tersebut, kecuali pada bagian di antara isthmus dan cincin trachea 2, 3 dan 4.8

5
Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:

1. A. thyroidea superior (arteri utama).


2. A. thyroidea inferior (arteri utama).
3. Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari aorta atau A.
anonyma.

Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:

1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna).


2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna).
3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).

Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan:

1. Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis


2. Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis

Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli pretracheal lalu menuju ke kelenjar
limfe yang dalam sekitar V. jugularis. Dari sekitar V. jugularis ini diteruskan ke limfonoduli
mediastinum superior.

Persarafan kelenjar tiroid:

1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior


2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang N.vagus)

N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita suara terganggu
(stridor/serak).

1.2. Mikroskopis

Kelenjar tiroid memiliki kapsula tipis,terdiri dari jaringan ikat padat irregular, terutama serabut
reticular, masuk ke dalam parenkim kelenjar membentuk repta, sehingga membagi kelenjar ke
6
dalam lobulus-lobulus. Pada septa jaringan ikat kaya pembuluh darah, pembuluh limfe, dan
serabut syaraf. Tidak seperti kelenjar endokrin lain yang terdiri dari kelompokan sel, kelenjar
tiroid terdiri dari folikel-folikel yang mengandung koloid. Koloid adalah suatu glikoprotein atau
bulatan berepitel selapis dengan lumen berisikan suatu substansi gelatinosa. Dalam setiap lobulus
terdapat ribuan folikel. Setiap folikel memiliki sel folikel dan sel parafolikular. Jaringan ikat
dipisahkan oleh lapisan lamina basalis.

Sel folikel (sel prinsipal)


Sel utama pembentuk folikel tiroid
Bentuk sel kuboid rendah sampai silindris
Inti bulat sampai oval dengan 2 anak inti
Sitoplasma basofilik, banyak vesikel-vesikel kecil, terdapat granula sekretoris kecil
Sel folikel yang mengelilingi thyroid folikel ini dapat berubah sesuai dengan aktivitas
kelenjar thyroid tersebut.
Pada kelenjar thyroid yang hipoaktif, sel foikel menjadi kubis rendah, gepeng bahkan
dapat menjadi pipih dengan luman penuh berisi koloid. Tetapi bila aktivitas kelenjar ini
tinggi, sel folikel dapat berubah menjadi silindris dan kuboid, dengan lumen kosong.
Fungsi: menghasilkan hormone tiroid, yaitu tiroksin (T4) dan hormone triidotironin (T3)

Sel parafolikular (clear cell/cell c)


Terletak diantara sel folikel, atau antara sel folikel dengan membrane basalis folikel, tunggal ataupun
berkelompok dengan sel folikel
Sel parafolikuler tidak mencapai lumen
Lebih besar dari sel folikel
Inti bulat dan besar
Sitoplasma dengan granula terwarna pucat, terdapat granula sekretoris kecil
Fungsi: menghasilkan hormone kalsitonin (tirokalsitonin)

2. MM FAAL DAN BIOKIMIA HORMON TIROID


2.1. Sintesis dan Sekresi
Hormon-hormon aktif metabolisme yang disekresikan oleh kelenjar tiroid sebesar 93%
merupakan hormone tiroksin, sedangkan 7 % adalah triiodotironin. Di dalam jaringan, hampir
semua hormone tiroksin (T4) akan diubah menjadi triiodotironin. Triiodotironin empat kali lebih
kuat dibandingkan dengan tiroksin, namun jumlah di dalam darah jauh lebih sedikit dan
keberadaannya di dalam darah jauh lebih singkat daripada tiroksin.

Dalam pembentukan tiroksin dibutuhkan yodium sebesar 50 mg, yang ditelan dalam bentuk
iodide (1mg/minggu).

Mekanisme sintesis, sekresi, dan faktor yang mempengaruhi hormon tiroid

7
Ada 7 tahap, yaitu:

1. Trapping
Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada bagian basal sel folikel.
Dimana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan dengan pompa Na/K tetapi belum dalam
keadaan aktif. Pompa iodida ini bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP. Daya
pemekatan konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam serum
darah. Pompa Na/K yang menjadi perantara dalam transport aktif iodida ini dirangsang oleh
TSH.

2. Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut harus dioksidasi
terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu enzim peroksidase. Bentuk aktif ini adalah
iodium. Iodium ini kemudian akan bergabung dengan residu tirosin membentuk
monoiodotirosin yang telah ada dan terikat pada molekul tiroglobulin (proses iodinasi).
Iodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi oleh kadar iodium dalam plasma. Sehingga makin tinggi
kadar iodium intrasel maka akan makin banyak pula iodium yang terikat sebaliknya makin
sedikit iodium di intra sel, iodium yang terikat akan berkurang sehingga pembentukan T3
akan lebih banyak daripada T4.

3. Coupling
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT) yang terbentuk
dari proses iodinasi akan saling bergandengan (coupling) sehingga akan membentuk
triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini
disintesis dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang terikat pada
ikatan di dalam tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke
dalam koloid melalui proses eksositosis granula.

4. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian akan disimpan di
dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya mengandung T3 dan T4), baru akan
dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.

5. Deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu ini kemudian akan
mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan residu tirosin serta iodida. Deiodinasi ini
dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian iodium.
6. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang pembentukan vesikel yang di
dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes
koloid dan mengaktifkan enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta
deiodinasi MIT dan DIT.

8
7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal dan kemudian
ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi darah yaitu Thyroid Binding
Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin (TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total dan
0,25% dari T3 total yang berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat
daripada ikatan T4 dengan TBP. Pada keadaan normal kadar T3 dan T4 total menggambarkan
kadar hormon bebas. Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein pengikat bisa berubah.
Pada seorang lansia yang mendapatkan kortikosteroid untuk terapi suatu penyakit kronik
cenderung mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah protein pembawa
yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang menderita pemyakit ginjal dan hati
yang kronik maka kadar protein binding akan berkurang sehingga kadar T3 dan T4 bebas
akan meningkat.

Penangkap
an yodida oleh sel-sel folikel tiroid merupakan suatu proses aktif yang membutuhkan energi yang
didapat melalui metabolisme oksidatif dalam kelenjar. Yodida berasal dari bahan makanan dan
air, atau yang dilepaskan pada deyodinasi hormon tiroid atau bahan-bahan yang mengalami
yodinasi. Tiroid mengambil dan mengonsentrasikan yodida 20 hingga 30 kali kadarnya di dalam
plasma. Yodida diubah menjadi yodium, dikatalis oleh enzim yodida peroksidase. Yodium
kemudian digabungkan dengan molekul tirosin, yaitu proses yang dijelaskan sebagai organifikasi
yodium. Proses ini terjadi pada interfase sel-koloid. Senyawa yang terbentuk, monoioditirosin
dan diiodotirosin, kemudian digabungkan sebagai berikut : dua molekul diiodotirosin
membentuk tiroksin (T4), satu molekul diiodotirosin dan satu molekul monoiodotirosin
menghasilkan triyodotirosin (T3). Penggabungan senyawa ini dan penyimpanan hormon yang
dihasilkan berlangsung dalam tiroglobulin. Pelepasan hormon dari tempat penyimpanan terjadi
dengan masuknya tetes-tetes koloid ke dalam sel-sel folikel dengan proses yang disebut

9
pinositosis. Di dalam sel-sel ini tiroglobulin dihidrolisis dan hormon dilepaskan ke dalam
sirkulasi. Berbagai langkah yang dijelaskan tersebut dirangsang oleh tirotropin (throid
stimulating hormone (TSH)). Rangkuman dari berbagai langkah sintesis dan sekresi hormon
tiroid dapat dilihat dalam gambar disamping.

Fungsi tiroid dikontrol oleh hormon glikoprotein hipofisis hormon TSH, yang diatur pula oleh
thyroid releasing hormon (TRH), suatu neurohormon hipotalamus. Tiroksin menunjukkan
pengaturan timbal balik negatif dari sekresi TSH dengan bekerja langsung pada tirotropin
hipofisis. Peningkatan kadar hormon tiroid akan menimbulkan umpan balik negatif (negative
feedback) menghambat hipofisis anterior untuk melepaskan TSH yang lebih banyak dan
pelepasan TRH dari hipotalamus (gambar dibawah).

Mekanisme transport hormon tiroid dalam darah

Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik secara cepat berikatan
dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap berada
dalam bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa hanya

10
hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke sel sasaran dan mampu
menimbulkan suatu efek.

Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid:

1 TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan 65% T3
yang ada di dalam darah.

2 Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk 10% dari
T4 dan 35% dari T3.

3 TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4.

Hormon yang terikat dan yang bebas berada dalam keseimbangan yang reversibel. Hormon yang
bebas merupakan fraksi yang aktif secara metabolik, sedangkan fraksi yang lebih banyak dan
terikat pada protein tidak dapat mencapai jaringan sasaran.

Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG merupakan protein pengikat yang paling spesifik.
Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein pengikat ini
dibandingkan dengan triiodotironin. Akibatnya triiodotironin lebih mudah berpindah ke jaringan
sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa aktifitas metabolik triiodotironin lebih besar.

Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas
biologis sekitar empat kali lebih poten daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan
kemudian dirubah menjadi T3, atau diaktifkan, melalui proses pengeluaran satu yodium di hati
dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses
pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid yang
secara biologis aktif di tingkat sel.

2.2. Regulasi
Mekanisme Kerja Hormon Thyroid

Mekanisme kerja hormon thyroid ada yang bersifat genomik melalui pengaturan ekspresi gen,
dan non genomik melalui efek langsung pada sitosol sel, membran dan mitokondria.

Mekanisme kerja yang bersifat genomik dapat dijelaskan sebagai berikut, hormon thyroid yang
tidak terikat melewati membran sel, kemudian masuk ke dalam inti sel dan berikatan dengan
reseptor thyroid (TR). T3 dan T4 masing-masing berikatan dengan reseptor tersebut, tetapi
ikatannya tidak sama erat. T3 terikat lebih erat daripada T4.

11
Kompleks hormon-reseptor kemudian berikatan dengan DNA melalui jari-jari zinc dan
meningkatkan atau pada beberapa keadaan menurunkan ekspresi berbagai gen yang mengkode
enzim yang mengatur fungsi sel.

Ada dua gen TR manusia, yaitu gen reseptor pada kromosom 17 dan gen reseptor pada
kromosom 3. Dengan ikatan alternatif, setiap gen membentuk paling tidak dua mRNA yang
berbeda, sehingga akan terbentuk dua protein reseptor yang berbeda. TR2 hanya ditemukan di
otak, sedangkan TR1, TR2 dan TR1 tersebar secara luas. TR2 berbeda dari ketiga reseptor
yang lain, yaitu tidak mengikat T3 dan fungsinya belum diketahui. Reseptor thyroid (TR)
berikatan dengan DNA sebagai monomer, homodimer dan heterodimer bersama dengan reseptor
inti yang lain.

Dalam hampir semua kerjanya, T3 bekerja lebih cepat dan 3-5 kali lebih kuat daripada T4. Hal
ini disebabkan karena ikatan T3 dengan protein plasma kurang erat, tetapi terikat lebih erat pada
reseptor hormon thyroid.

Ada 3 dasar pengaturan faal tiroid yaitu:

a. Autoregulasi
Terjadi lewat terbentuknya yodolipid pada pemberian yodium banyak dan akut, dikenal
sebagai efek Wolff Chaikoff. Efek ini bersifat self limiting. Dalam beberapa keadaan
mekanisme escape ini gagal dan terjadilah hipotiroidism.

b. TSH (Thyroid Stimulating Hormone)


TSH disintesis oleh sel tirotrop hipofisis anterior. Banyak kesamaan dengan LH dan FSH.
Ketiganya terdiri dari subunit a - dan b dan ketiganya mempunya subunit a - yang sama
namun berbeda subunit b . Efek pada tiroid akan terjadi dengan ikatan TSH dengan reseptor
TSH (TSHr) di membran folikel. Sinyal selanjutnya terjadi lewat protein G (khususnya Gsa).
Dari sinilah terjadi perangsangan protein kinase A oleh cAMP untuk ekspresi gen yang
penting untuk fungsi tiroid seperti pompa yodium, Tg, pertumbuhan sel tiroid dan TPU, serta
faktor transkripsi TTF1, TTF2, dan PAX8. Efek klinisnya terlihat perubahan morfologi sel,
naiknya produksi hormon, folikel dan vaskularitasnya bertambah oleh pembentukan gondok,
dan peningkatan metabolisme.
T3 intratirotrop mengendalikan sintesis dan sekresinya (mekanisme umpan balik) sedang
TRH mengontrol glikosilasi, aktivasi dan keluarnya TSH. Beberapa obat bersifat
menghambat sekresi TSH : somatostatin, glukokorticoid, dopamine, agonis dopamine
(misalnya bromkriptin), juga berbagai penyakit kronik dan akut.
Pada morbus Graves TSHr ditempati dan dirangsang oleh immunoglobulin, antibody anti
TSH (TSAb = Thyroid Stimulating Antibody, TSI = Thyroid Stimulating Imunoglobulin),
yang secara fungsional tidak dapat dibedakan oleh TSHr dengan TSH endogen.

c. TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone)

12
Merupakan tripeptida yang dapat disintesis neuron yang korpusnya berada di nucleus
paraventrikularis Hipothalamus (PVN). TRH ini melewati median eminence, tempat ia
disimpan dan dikeluarkan lewat system hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis.
Akibatnya TSH meningkat. Meskipun tidak ikut menstimulasi keluarnya growth hormon dan
ACTH, TRH menstimulasi keluarnya prolaktin, kadang FSH dan LH. Apabila TSH naik
dengan sendirinya kelenjar tiroid mengalami hiperplasi dan hiperfungsi.
Sekresi hormon hypothalamus dihambat oleh hormon tiroid (mekanisme umpan balik), TSH,
Dopamin, Hormon korteks adrenal, dan Somatostatin, serta stress dan sakit berat (non
thyroidal illness).
Kompensasi penyesuian terhadap umpan balik ini banyak member informasi klinis.
Contohnya, naiknya TSH serum sering menggambarkan produksi hormon tiroid oleh kelenjar
tiroid yang kurang memadai, sebaliknya respon yang rata (blunted response) TSH terhadap
stimulasi TRH eksogen menggambarkan supresi kronik di tingkat TSH karena kebanyakan
hormon, dan sering merupakan tanda dini hipertiroidisme ringan atau subklinis.

Fungsi thyroid diatur terutama oleh kadar TSH hipofisis dalam darah. Efek spesifik TSH pada
kelenjar thyroid adalah:

Meningkatkan proteolisis tiroglobulin dalam folikel


Meningkatkan aktifitas pompa iodide
Meningkatkan iodinasi tirosin
Meningkatkan ukuran dan aktifitas sel-sel thyroid
Meningkatkan jumlah sel-sel thyroid.

Sekresi TSH meningkat oleh hormon hipotalamus, thyrotropin releasing hormone (TRH) yang
disekresi oleh ujung-ujung saraf pada eminensia media hipotalamus. TRH mempunyai efek
langsung pada sel kelenjar hipofisis anterior untuk meningkatkan pengeluaran TRHnya.

Salah satu rangsang yang paling dikenal untuk meningkatkan kecepatan sekresi TSH oleh
hipofisis anterior adalah pemaparan dengan hawa dingin. Berbagai reaksi emosi juga dapat
mempengaruhi pengeluaran TRH dan TSH sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi
sekresi hormon thyroid.

13
Peningkatan hormon thyroid dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH oleh hipofisis
anterior. Bila kecepatan sekresi hormon thyroid meningkat sekitar 1,75 kali dari normal, maka
kecepatan sekresi TSH akan turun sampai nol. Penekanan sekresi TSH akibat peningkatan
sekresi hormon thyroid terjadi melalui dua jalan, yaitu efek langsung pada hipofisis anterior
sendiri dan efek yang lebih lemah yang bekerja melalui hipotalamus.

Fungsi Fisiologis Hormon Tiroid

Meningkatkan transkripsi gen ketika hormon tiroid (kebanyakan T3) berikatan dengan
reseptornya di inti sel.
Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga pembentukkan ATP (adenosin trifosfat)
meningkat.
Meningkatkan transfor aktif ion melalui membran sel.
Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, terutama pada masa janin.

Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid

Mula-mula, hipotalamus sebagai pengatur mensekresikan TRH (Thyrotropin-Releasing


Hormone), yang disekresikan oleh ujung-ujung saraf di dalam eminansia mediana hipotalamus.
Dari mediana tersebut, TRH kemudian diangkut ke hipofisis anterior lewat darah porta
hipotalamus-hipofisis. TRH langsung mempengaruhi hifofisis anterior untuk meningkatkan
pengeluaran TSH.

TSH merupakan salah satu kelenjar hipofisis anterior yang mempunyai efek spesifik terhadap
kelenjar tiroid:

Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan dalam folikel, dengan hasil


akhirnya adalah terlepasnya hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi darah dan
berkurangnya subtansi folikel tersebut.

14
Meningkatkan aktifitas pompa yodium, yang meningkatkan kecepatan proses iodide
trapping di dalam sel-sel kelenjar, kadangakala meningkatkan rasio konsentrasi iodida
intrasel terhadap konsentrasi iodida ekstrasel sebanyak delapan kali normal.
Meningkatkan iodinasi tirosin untuk membentuk hormon tiroid.
Meningkatkan ukuran dan aktifitas sensorik sel-sel tiroid.
Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai dengan dengan perubahan sel kuboid
menjadi sel kolumner dan menimbulkan banyak lipatan epitel tiroid ke dalam folikel.

Efek Umpan Balik Hormon Tiroid dalam Menurunkan Sekresi TSH oleh Hipofisis Anterior

Meningkatnya hormon tiroid di dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH oleh hipofisis
anterior. Hal ini terutama dikarenakan efek langsung hormon tiroid terhadap hipofisis anterior.

2.3. Efek dan Fungsi


Secara umum efek hormon thyroid adalah meningkatkan aktifitas metabolisme pada hampir
semua jaringan dan organ tubuh, karena perangsangan konsumsi oksigen semua sel-sel tubuh.
Kecepatan tumbuh pada anak-anak meningkat, aktifitas beberapa kelenjar endokrin terangsang
dan aktifitas mental lebih cepat.

Efek Kalorigenik Hormon thyroid


T4 dan T3 meningkatkan konsumsi O2 hampir pada semua jaringan yang metabolismenya
aktif, kecuali pada jaringan otak orang dewasa, testis, uterus, kelenjar limfe, limpa dan
hipofisis anterior.
Beberapa efek kalorigenik hormon thyroid disebabkan oleh metabolisme asam lemak yang
dimobilisasi oleh hormon ini. Di samping itu hormon thyroid meningkatkan aktivitas Na+-
K+ATPase yang terikat pada membran di banyak jaringan.
Bila pada orang dewasa taraf metabolisme ditingkatkan oleh T4 dan T3, maka akan terjadi
peningkatan ekskresi nitrogen. Bila masukan makanan tidak ditingkatkan pada kondisi
tersebut, maka protein endogen dan simpanan lemak akan diuraikan yang berakibat pada
penurunan berat badan.

Efek Hormon Thyroid pada Sistem Saraf


Hormon thyroid memiliki efek yang kuat pada perkembangan otak. Bagian SSP yang paling
dipengaruhi adalah korteks serebri dan ganglia basalis. Di samping itu, kokhlea juga
dipengaruhi. Akibatnya, defisiensi hormon thyroid yang terjadi selama masa perkembangan
akan menyebabkan retardasi mental, kekakuan motorik dan ketulian.
Hormon thyroid juga menimbulkan efek pada refleks. Waktu reaksi refleks regang menjadi
lebih singkat pada hipertiroidisme dan memanjang pada hipotiroidisme.
Pada hipertiroidisme, terjadi tremor halus pada otot. Tremor tersebut mungkin disebabkan
karena peningkatan aktivitas pada daerah-daerah medula spinalis yang mengatur tonus otot.

15
Efek Hormon Thyroid pada Jantung
Hormon thyroid memberikan efek multipel pada jantung. Sebagian disebabkan karena kerja
langsung T3 pada miosit, dan sebagian melalui interaksi dengan katekolamin dan sistem saraf
simpatis.
Hormon thyroid meningkatkan jumlah dan afinitas reseptor -adrenergik pada jantung,
sehingga meningkatkan kepekaannya terhadap efek inotropik dan kronotropik katekolamin.
Hormon-hormon ini juga mempengaruhi jenis miosin yang ditemukan pada otot jantung.
Pada pengobatan dengan hormon thyroid, terjadi peningkatan kadar myosin heavy chain-
(MHC-), sehingga meningkatkan kecepatan kontraksi otot jantung.

Efek Hormon Thyroid pada Otot Rangka


Pada sebagian besar penderita hipertiroidisme terjadi kelemahan otot (miopati tirotoksisitas).
Kelemahan otot mungkin disebabkan oleh peningkatan katabolisme protein. Hormon thyroid
mempengaruhi ekspresi gen-gen myosin heavy chain (MHC) baik di otot rangka maupun otot
jantung. Namun , efek yang ditimbulkan bersifat kompleks dan kaitannya dengan miopati
masih belum jelas.

Efek Hormon Thyroid dalam Sintesis Protein


Peranan hormon thyroid dalam peningkatan sintesis protein dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Hormon thyroid memasuki inti sel, kemudian berikatan dengan reseptor hormon thyroid.
(2) Kompleks hormon-reseptor kemudian berikatan dengan DNA dan meningkatkan
transkripsi mRNA serta sintesis protein.

Efek Hormon Thyroid pada Metabolisme Karbohidrat


Hormon thyroid merangsang hampir semua aspek metabolisme karbohidrat, termasuk
ambilan glukosa yang cepat oleh sel-sel, meningkatkan glikolisis, meningkatkan
glukoneogenesis, meningkatkan kecepatan absorbsi dari traktus gastrointestinalis dan juga
meningkatkan sekresi insulin dengan efek sekunder yang dihasilkan atas metabolisme
karbohidrat.

Efek Hormon Thyroid pada Metabolisme Kolesterol


Hormon thyroid menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Kadar kolesterol plasma turun
sebelum kecepatan metabolisme meningkat, yang menunjukkan bahwa efek ini tidak
bergantung pada stimulasi konsumsi O2. Penurunan konsentrasi kolesterol plasma
disebabkan oleh peningkatan pembentukan reseptor LDL di hati, yang menyebabkan
peningkatan penyingkiran kolesterol oleh hati dari sirkulasi.

Efek Hormon Thyroid pada Pertumbuhan


Hormon thyroid penting untuk pertumbuhan dan pematangan tulang yang normal. Pada anak
dengan hipotiroid, pertumbuhan tulang melambat dan penutupan epifisis tertunda. Tanpa
adanya hormon thyroid, sekresi hormon pertumbuhan juga terhambat, dan hormon thyroid
memperkuat efek hormon pertumbuhan pada jaringan.

16
3. MM KELAINAN KELENJAR TIROID
3.1. Definisi Kelainan Kelenjar Tiroid
HIPOTIROID

17
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga sintesis dari
hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma
yang cukup dari hormon.

HIPERTIROID

Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai respon
jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormone tiroid yang berlebihan.

EUTIROID

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi
kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH
dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacam ini biasanya tidak menimbulkan
gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan
kompresi trakea.

3.2. Etiologi Kelainan Kelenjar Tiroid

HIPOTIROID
- Produksi hormone tiroid tidak adekuat, biasanya sesudah tiroidektomi atau terapi radiasi
(terutama dengan preparat I 121) atau akibat inflamasi, tiroiditis autoimun yang kronis
(penyakit hashimoto) atau keadaan seperti amyloidosis serta sarkoidosis
- Kegagalan hipofisis memproduksi TSH, kegagalan hipotalamus memproduksi TRH, kelainan
bawaan sintesis hormone tiroid, defisiensi yodium, atau pemakaian obat-obatan tiroid, seperti
propiltiourasil.

HIPERTIROID

Tiroktositosis dapat terjadi karena factor genetic dan imunologi, yang meliputi :

- Peningkatan insidensi kehamilan kembar monozigot, yang menunjukkan adanya factor


herediter
- Koeksistensi yang terjadi kadang-kadang bersamakelainan endokrin lain seperti DM tipe 1,
tiroiditis, dan hiperparatiroidisme
- Defek pada fungsi limfosit T supresor, yang memungkinkan produksi autoantibodi
(immunoglobulin yang menstimulasi tiroid dan immunoglobulin yang menghambat
pengikatan TSH)
- Tirotoksitosis klinis yang dipicu oleh asupan iodium berlebuhan dar makanan atau mungkin
pula stress (pasien dengan penyakit laten)

18
- Obat-obatan litium dan amiodaron
- Tumor atau nodul yang toksik

3.3. Epidemiologi Kelainan Kelenjar Tiroid


HIPOTIROID

Sebelum Perang Dunia II banyak penyelidik di Indonesia menemukan kretin. Abu Hanifah
menemukan di daerah Kuantan 0,15% kretin di antara 50.000 penduduk. Pfister (1928)
menemukan pada suku Alas 17 kretin, 57 kretinoid dan 11 kasus yang meragukan dari 12.000
penduduk; jumlah semuanya meliputi 0,73%. Eerland (1932) menemukan 126 kretin di Kediri
dan banyak kretinoid, sedangkan Noosten (1935) menemukan juga kretin di Bali.

HIPERTIROID

Hipertiroid adalah gangguan yang terjadi ketika kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroid lebih
dari yang dibutuhkan tubuh. Hal ini kadang-kadang disebut tirotoksikosis, istilah untuk hormon
tiroid terlalu banyak dalam darah. Sekitar 1 persen dari penduduk AS memiliki hyperthyroidism.
Perempuan lebih mungkin mengembangkan hipertiroidisme daripada pria (Anonim, 2012).
Hipertiroidisme menyerang wanita 5 kali lebih sering dibanding laki-laki dan insidennya akan
memuncak pada usia ketiga serta keempat. Penderita penyakit tyroid saat ini 2% sampai dengan
5 % adalah kebanyakan wanita, wanita tersebut 1% sampai dengan 2% adalah wanita
reproduktif.

Di Amerika Serikat, penyakit Graves adalah bentuk paling umum dari hipertiroid. Sekitar 60-
80% kasus tirotoksikosis akibat penyakit Graves. Kejadian tahunan penyakit Graves ditemukan
menjadi 0,5 kasus per 1000 orang selama periode 20-tahun, dengan terjadinya puncak pada
orang berusia 20-40 tahun. Gondok multinodular (15-20% dari tirotoksikosis) lebih banyak
terjadi di daerah defisiensi yodium. Kebanyakan orang di Amerika Serikat menerima yodium
cukup, dan kejadian gondok multinodular kurang dari kejadian di wilayah dunia dengan
defisiensi yodium. Adenoma toksik merupakan penyebab 3-5% kasus tirotoksikosis (Lee, et.al.,
2011).

Prevalensi hipertiroid berdasarkan umur dengan angka kejadian lebih kurang 10 per 100.000
wanita dibawah umur 40 tahun dan 19 per 100.000 wanita yang berusia di atas 60 tahun.
Prevalensi kasus hipertiroid di Amerika terdapat pada wanita sebesar (1 ,9%) dan pria (0,9%). Di
Eropa ditemukan bahwa prevalensi hipertiroid adalah berkisar (1-2%). Di negara lnggris kasus
hipertiroid terdapat pada 0.8 per 1000 wanita pertahun (Guyton, 1991 ).

3.4. Klasifikasi Kelainan Kelenjar Tiroid


HIPOTIROID

19
Hipotiroid dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Hipotiroidisme Kongenital
a. Hipotiroid Kongenital menetap
Primer: disgenesis (aplasia, hipoplasia, ektopik), dishormogenesis, iatrogenik (anak
lahir dari ibu yang mendapat terapi iodium radioaktif sehigga terjadi ablasia kelenjar
tiroid janin)
Sekunder: kelainan perkembangan midbrain, defisiensi TSH, GH, atau ACTH
Resistensi jaringan terhadap tiroid

b. Hipotiroid Kongenital transien


Ibu mendapat terapi obat goitrogenik, iodium antiseptik akan melalui plasenta
sehingga terjadi gangguan sintesis hormon tiroid
Adanya antibodi anti tiroid dari ibu melalui plasenta
Defisiensi iodium

2. Hipotiroidisme Didapat (Acquired)


a. Hipotiroidisme Primer (kelainan pada kelenjar tiroid)
b. Hipotiroidisme Sekunder (kelainan pada hipofisis)
c. Hipotiroidisme tersier (kelainan hipotalamus)
d. Resistensi Perifer terhadap kerja hormone tiroid

Berdasarkan pada awitan usia hipotirodisme, penyakit ini diklasifikasikan menjadi:


Hipotiroidisme dewasa atau miksedema
Hipotiroidisme juvenilis (timbulnya setelah usia 1-2 tahun)
Hipotiroidisme congenital atau kretinisme diebabkan oleh kekurangan hormone tiroid
sebelum atau sesudah lahir. Hipotoroidisme congenital atau kreatinisme dapat disebabkan oleh
hipotiroidisme maternal yang tidak diobati atau defek enzim herediter akibat kegagalan sintesis
T3 & T4 normal.

20
Penyakit Hipotiroidisme

1. Penyakit Hashimoto, juga disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat adanya otoantibodi yang
merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan
kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal, Penyebab tiroiditis otoimun
tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan genetik untuk mengidap penyakit
ini. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto.Pada tiroiditis
Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan
kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi.

2. Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik yodium


radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme.

3. Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan. Gondok
adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodiurn terjadi gondok karena sel-sel tiroid
menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalarn usaha untuk menyerap sernua iodium yang
tersisa dalam. darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi
karena minimnya umpan balik.Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan,
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa).

4. Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di


negaraterbelakang.

5. Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak selalu, menyebabkan hipotiroidisme. Namun, terapi
untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah tiroidektomi, pemberian obat
penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif untuk mengbancurkan jaringan tiroid. Semua
pengobatan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi, terutama masa anak-
anak, adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium juga dapat meningkatkan risiko
pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut merangsang proliferasi dan hiperplasia sel
tiroid.

HIPERTIROID

Penyebab hipertiroid dibedakan dalam 2 klasifikasi, dimana pembagiannya berdasarkan pusat


penyebab dari hipertiroid, yaitu organ yang paling berperan.

Hipertiroid primer: jika terjadi hipertiroid karena berasal dari kelenjar tiroid itu sendiri,
misalnya penyakit graves, functioning adenoma, toxic multinodular goiter, dan tiroiditis.
Hipertiroid sEkunder: jika penyebab dari hipertiroid berasal dari luar kelenjar tiroid,
misalnya tumor hipofisis/hypotalamus, pemberian hormon tiroid dalam jumlah banyak,
pemasukan iodium yang berlebihan, serta penyakit mola hidatidosa pada wanita.
21
a. Goiter Toksik Difusa (Graves Disease)
Kondisi yang disebabkan, oleh adanya gangguan pada sistem kekebalan tubuh dimana zat
antibodi menyerang kelenjar tiroid, sehingga menstimulasi kelenjar tiroid untuk
memproduksi hormon tiroid terus menerus.
Graves disease lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria, gejalanya dapat timbul
pada berbagai usia, terutama pada usia 20 40 tahun. Faktor keturunan juga dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem kekebalan tubuh, yaitu dimana zat antibodi
menyerang sel dalam tubuh itu sendiri.

b. Nodular Thyroid Disease


Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid membesar dan tidak disertai dengan
rasa nyeri. Penyebabnya pasti belum diketahui. Tetapi umumnya timbul seiring dengan
bertambahnya usia.

c. Subacute Thyroiditis
Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan inflamasi, dan mengakibatkan
produksi hormon tiroid dalam jumlah besar ke dalam darah. Umumnya gejala menghilang
setelah beberapa bulan, tetapi bisa timbul lagi pada beberapa orang.

d. Postpartum Thyroiditis
Timbul pada 5 10% wanita pada 3 6 bulan pertama setelah melahirkan dan terjadi selama
1 -2 bulan. Umumnya kelenjar akan kembali normal secara perlahan-lahan.

STRUMA

Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan) menurut American society for Study of Goiter
membagi :

1. Struma Non Toxic Diffusa


2. Struma Non Toxic Nodusa
3. Stuma Toxic Diffusa
4. Struma Toxic Nodus

22
a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik.
Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma
diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis
sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih
benjolan (struma multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh
dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah
penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling
banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan.
Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor
tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi
sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit ini
cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentukyna.32 Apabila gejala
gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis
tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit
berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.

b. Struma Non Toksik


Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa non
toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium
yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang
sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen
yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut
struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme
disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan
berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami
keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena
keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya
gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya
tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari
prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke
dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok
yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik
sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.

23
3.5. Patofisiologi Kelainan Kelenjar Tiroid
HIPOTIROID

Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau gangguan pada respon
jaringan terhadap hormon tiroid. Sintesis hormon tiroid diatur sebagai berikut :

Hipotalamus membuat Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) yang merangsang hipofisis


anterior.
Hipofisis anterior mensintesis thyrotropin (Thyroid Stimulating Hormone = TSH) yang
merangsang kelenjar tiroid.
Kelenjar tiroid mensintesis hormon tiroid (Triiodothyronin = T3 dan Tetraiodothyronin = T4
= Thyroxin) yang merangsang metabolisme jaringan yang meliputi: konsumsi oksigen,
produksi panas tubuh, fungsi syaraf, metabolisme protrein, karbohidrat, lemak, dan vitamin-
vitamin, serta kerja daripada hormon-hormon lain.

Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Apabila
disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan disertai oleh
peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negatif oleh HT pada
hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis,
maka kadar HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus
tinggi karena. tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroidisme yang
disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.

Kelenjar tiroid membutuhkan iodine untuk sintesis dan mensekresi hormone tiroid. Jika diet
seseorang kurang mengandung iodine atau jika produksi dari hormone tiroid tertekan untuk
alasan yang lain, tiroid akan membesar sebagai usaha untuk kompendasi dari kekurangan
hormone. Pada keadaan seperti ini, goiter merupakan adaptasi penting pada suatu defisiensi
hormone tiroid. Pembesaran dari kelenjar terjadi sebagai respon untuk meningkatkan respon
sekresi pituitary dari TSH. TSH menstimulasi tiroid untuk mensekresi T4 lebih banyak, ketika
level T4 darah rendah. Biasanya, kelenjar akan membesar dan itu akan menekan struktur di leher
dan dada menyebabkan gejala respirasi disfagia.

Penurunan tingkatan dari hormone tiroid mempengaruhi BMR secara lambat dan menyeluruh.
Perlambatan ini terjadi pada seluruh proses tubuh mengarah pada kondisi achlorhydria
(pennurunan produksi asam lambung), penurunan traktus gastrointestinal, bradikardi, fungsi
pernafasan menurun, dan suatu penurunan produksi panas tubuh.

Perubahan yang paling penting menyebabkan penurunan tingkatan hormone tiroid yang
mempengaruhi metabolisme lemak. Ada suatu peningkatan hasil kolesterol dalam serum dan
level trigliserida dan sehingga klien berpotensi mengalami arteriosclerosis dan penyakit jantung
koroner. Akumulasi proteoglikan hidrophilik di rongga interstitial seperti rongga pleural, cardiac,
dan abdominal sebagai tanda dari mixedema.

24
Hormon tiroid biasanya berperan dalam produksi sel darah merah, jadi klien dengan
hipotiroidisme biasanya menunjukkan tanda anemia karena pembentukan eritrosit yang tidak
optimal dengan kemungkinan kekurangan vitamin B12 dan asam folat.

25
HIPERTIROID

Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada kebanyakan
penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya,
disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga
jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar.
Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15
kali lebih besar daripada normal.

Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang menyerupai
TSH, Biasanya bahan bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid
Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran yang sama dengan
reseptor yang mengikat TSH. Bahan bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel,
dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi
TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan
yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya
berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya
juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.

Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid dipaksa mensekresikan hormon hingga diluar batas,
sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala
klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon
tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan
akibat proses metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme
mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai
akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi
10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang
takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem
kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai
daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar.

26
3.6. Manifestasi Kelainan Kelenjar Tiroid
HIPOTIROID

1. Gejala hipotiroidisme dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu yang bersifat umum
karena kekurangan hormon tiroid di jaringan, dan yang spesifik disebabkan karena penyakit
dasarnya.
2. Pada bayi baru lahir gejala sering belum jelas. Baru sesudah beberapa minggu gejala lebih
menonjol. Ikterus fisiologis biasanya lebih lama, kurang mau minum, sering tersedak,
aktifitas kurang, lidah yang besar dan sering menderita kesukaran pada pernafasan. Bayi
dengan kelainan ini jarang menangis, banyak tidur dan kelihatan sembab. Biasanya ada
obstipasi, abdomen besar dan ada hernia umbilikalis. Suhu tubuh rndah, nadi lambat dan
kulitnya kering dan dingin. Sering ditemukan anemia.
3. Pada umur 3-6 bulan gejala makin jelas. Sekarang mulai kelihatan pertumbuhan dan
perkembangan lambat (retardasi mental dan fisis). Sesudah melewati masa bayi, anak akan
kelihatan pendek, anggota gerak pendek dan kepala kelihatan besar. Ubun-ubun besar
terbuka lebar. Jarak antara kedua mata (hipertelorisme). Mulut sering terbuka dan tampak
lidah membesar dan menebal. Pertumbuhan gigi terlambat dan gigi lekas rusak. Tangan agak
lebar dan jari pendek. Kulit kering tanpa keringat. Warna kulit kekuning-kuningan yang
disebabkan oleh karotenemia. Miksedema tampak jelas pada kelopak mata, punggung tangan
dan genitalia eksterna. Otot-otot biasanya hipotonik. Retardasi mental makin jelas. Suara
biasanya parau dan biasanya tidak dapat berbicara.

27
4. Makin tua, anak makin terlambat dalam pertumbuhan dan perkembangan. Pematangan alat
kelamin terlambat atau sama sekali tidak terjadi.
5. Keluhan utama yaitu kurang energi, manifestasinya sebagai lesu, lamban bicara, mudah lupa,
obstipasi. Metabolisme rendah menyebabkan bradikardia, tidak tahan dingin, berat badan
naik dan anoreksia. Kelainan psikologis meliputi depresi, meskipun nervositas dan agitasi
dapat terjadi. Kelainan reproduksi yaitu oligomenorea, infertil, aterosklerosis meningkat.
Semua tanda di atas akan hilang dengan pengobatan. Ada tambahan keluhan spesifik,
terutama pada tipe sentral. Pada tumor hipofisis mungkin ada gangguan visus, sakit kepala,
dan muntah. Sedangkan dari gagalnya fungsi hormon tropiknya, misalnya karena ACTH
kurang, dapat terjadi kegagalan faal korteks adrenal dan sebagainya.

Manifestasi Klinis Umum

Kulit dan rambut


Kulit kering, pecah-pecah, bersisik dan menebal
Pembengkakan, tangan, mata dan wajah
Rambut rontok, alopeksia, kering dan pertumbuhannya buruk
Tidak tahan dingin
Pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal

Muskuloskeletal
Volume otot bertambah, glossomegali
Kejang otot, kaku, paramitoni
Artralgia dan efusi sinovial
Osteoporosis
Pertumbuhan tulang terhambat pada usia muda
Umur tulang tertinggal disbanding usia kronologis
Kadar fosfatase alkali menurun

Neurologik
Letargi dan mental menjadi lambat
Aliran darah otak menurun
Kejang, koma, dementia, psikosis (gangguan memori, perhatian kurang, penurunan
reflek tendon)
Ataksia (serebelum terkena)
Gangguan saraf ( carfal tunnel)
Tuli perseptif, rasa kecap, penciuman terganggu

Kardiorespiratorik
Bradikardi, disritmia, hipotensi

28
Curah jantung menurun, gagal jantung
Efusi pericardial (sedikit, temponade sangat jarang)
Kardiomiopati di pembuluh. EKG menunjukkan gelombang T mendatar/inverse -
Penyakit jantung iskemic
Hipotensilasi
Efusi pleural
Dispnea

Gastroitestinal
Konstipasi, anoreksia, peningkatan BB, distensi abdomen
Obstruksi usus oleh efusi peritoneal
Aklorhidria, antibody sel parietal gaster, anemia pernisiosa

Renalis
Aliran darah ginjal berkurang, GFR menurun
Retensi air (volume plasma berkurang)
Hipokalsemia

Hematologi
Anemia normokrom normositik
Anemia mikrositik/makrositik
Gangguan koagulasi ringan

Sistem endokrin
Pada perempuan terjadi perubahan menstruasi seperti amenore / masa menstruasi yang
memanjang, menoragi dan galaktore dengan hiperprolaktemi
Gangguan fertilitas
Gangguan hormone pertumbuhan dan respon ACTH, hipofisis terhadap insulin akibat
hipoglikemi
Gangguan sintesis kortison, kliren kortison menurun
Insufisiensi kelenjar adrenal autoimun
Psikologis / emosi : apatis, agitasi, depresi, paranoid, menarik diri, perilaku maniak

Manifestasi klinis lain berupa : edema periorbita, wajah seperti bulan (moon face), wajah
kasar, suara serak, pembesaran leher, lidah tebal, sensitifitas terhadap opioid, haluaran urin
menurun, lemah, ekspresi wajah kosong dan lemah.

HIPERTIROID

1. Gastrointestinal : Makan banyak, haus, muntah, disfagia, splenomegaly, diare.


2. Muskular: Rasa lemah.

29
3. Genitourinaria: Oligomenorea, amenorea, libido turun, infertil, ginekomasti.
4. Kulit : Rambut rontok, kulit basah, berkeringat (karena peningkatan kerja hormone tiroid
dalam pembentukan panas), silky hair dan onikolisis.
5. Psikis dan saraf : Labil, iritabel, tremor, psikosis, nervositas, paralisis periodik dispneu,
anxietas, kegelisahan.
6. Jantung : hipertensi, aritmia, palpitasi, gagal jantung, disritmia cordis, takikardi.
7. Darah dan limfatik : Limfositosis, anemia, splenomegali, leher membesar.
8. Skelet : Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan nyeri tulang.
9. Tidak tahan panas
10. Mudah lelah, karena terjadi degradasi netto simpanan karbohidrat, lemak, dan protein.
Penurunan massa protein otot rangka menyebabkan kelemahan
11. Eksoftalmus
12. BB turun, karena tubuh membakar bahan bakar dengan kecepatan abnormal
13. Masa difus di leher
14. Kenaikan ringan suhu tubuh
15. Hyperkinesia
16. Pembesaran tiroid
17. Tanda tirotoksik pada mata

Pada anak pertumbuhan cepat, pematangan tulang lebih cepat


Pasien >60 tahun manifestasi kardiovaskuler dan miopati sering lebih menonjol;
keluhan yang paling menonjol adalah palpitasi, dispnea pada latihan, tremor, nervous,
dan penurunan berat badan
Oftalmopatia disebabkan infiltrasi otot-otot ekstraokular oleh limfosit dan cairan
edema pada suatu reaksi inflamasi akut.
Dermopatia tiroid terdiri dari penebalan kulit, terutama kulit di atas tibia bagian bawah,
yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans
Kulit sangat menebal dan tidak dapat dicubit. Kadang-kadang mengenai seluruh tungkai
bawah dan dapat meluas sampai ke kaki.
Keterlibatan tulang (osteopati) dengan pembentukan tulang subperiosteal dan
pembengkakan terutama jelas pada tulang-tulang metacarpal
Penemuan yang lebih sering pada penyakit Graves adalah pemisahan/separasi kuku dari
bantalannya atau onikolisis

30
Klasifikasi Perubahan-perubahan pada Mata pada Penyakit Graves

3.7. Diagnosis & DB, PF & PP Kelainan Kelenjar Tiroid


HIPERTIROID

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa dibedakan dalam hal :
1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).
2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras.
3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada
4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.

Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multipel namun pada umumnya pada
keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat keras. Yang
multipel biasanya tidak ganas kecuali apabila salah satu dari nodul tersebut lebih menonjol dan
lebih keras daripada yang lainnya.

Apabila suatu nodul nyeri pada penekanan dan mudah digerakkan, kemungkinannya ialah suatu
perdarahan ke dalam kista, suatu adenoma atau tiroiditis tetapi kalau nyeri dan sukar digerakkan
kemungkinan besar suatu karsinoma.

Nodul yang tidak nyeri apabila multipel dan bebas digerakkan mungkin ini merupakan
komponen struma difus atau hiperplasia tiroid. Namun apabila nodul multipel tidak nyeri tetapi
tidak mudah digerakkan ada kemungkinan itu suatu keganasan. Adanya limfadenopati
mencurigakan suatu keganasan dengan anak sebar.

31
Pemeriksaan Penunjang
a. Thyroid-stimulating hormone (TSH) yang dihasilkan oleh hipofisis akan menurun pada
hipertiroidisme. Dengan demikian, diagnosis hipertiroidisme hampir selalu dikaitkan dengan
kadar TSH yang rendah. Jika kadar TSH tidak rendah, maka tes lain harus dijalankan.
b. Hormon tiroid sendiri (T3, T4) akan meningkat. Bagi pasien dengan hipertiroidisme, mereka
harus memiliki tingkat hormon tiroid yang tinggi. Terkadang semua hormon tiroid yang
berbeda tidak tinggi dan hanya satu atau dua pengukuran hormon tiroid yang berbeda dan
tinggi. Hal ini tidak terlalu umum, kebanyakan orang dengan hipertiroid akan memiliki
semua pengukuran hormon tiroid tinggi (kecuali TSH).
2. Yodium tiroid scan akan menunjukkan jika penyebabnya adalah nodul tunggal atau seluruh
kelenjar (Norman, 2011).

Diagnosis

Untuk mendiagnosis penyakit ini harus dilakukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan
fisik dan tes darah laboratorium untuk melihat kadar hormon T3, T4 dan THS. Jika kadar
hormon tiroid tinggi dan kadar hormon THS rendah, hal ini mengindikasikan kelenjar tiroid
terlalu aktif yang disebabkan oleh adanya suatu penyakit. Bisa juga dideteksi dengan
menggunakan scan tiroid yang menggunakan sinar X-ray untuk melihat kelenjar tiroid setelah
menggunakan iodin radioaktif melalui mulut (Bararah, 2009).

1. T4 Serum
Ditemukan peningkatan T4 serum pada hipertiroid. T4 serum normal antara 4,5 dan 11,5
mg/dl (58,5 hingga 150 nmol/L).Kadar T4 serum merupakan tanda yang akurat untuk
menunjukkan adanya hipertiroid.

2. T3 Serum
Kadar T3 serum biasanya meningkat. Normal T3 serum adalah 70-220 mg/dl (1,15 hingga
3,10 nmol/L)

3. Tes T3 Ambilan Resin


Pada hipertiroid, ambilan T3 lebih besar dari 35% (meningkat). Normal ambilan t3 ialah 25%
hingga 35% (fraksi ambilan relative: 0,25 hingga 0,35).

4. Tes TSH (Thyroid Stimulating Hormon)


Pada hipertiroid ditemukan kenaikan kadar TSH serum

5. Tes TRH (Thyrotropin Releasing Hormon)


Tes TRH akan sangat berguna bila Tes T3 dan T4 tidak dapat dianalisa.Pada hipertiroidisme
akan ditemukan penurunan kadar TRH serum
6. Tiroslobulin

32
Pemeriksaan Tiroslobulin melalui pemeriksaan radio immunoassay.Kadar tiroslobulin
meningkat pada hipertiroid.

Untuk mendiagnosis hipertiroid bisa menggunakan Indeks Wayne seperti terlihat pada tabel 1 di
bawah ini.

Tabel 1. Indeks Wayne


No. Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Nilai
Bertambah Berat
Sesak saat kerja +1
1.
Berdebar +2
2.
Kelelahan +3
3.
Suka udara panas -5
4.
Suka udara dingin +5
5.
Keringat berlebihan +3
6.
Gugup +2
7.
Nafsu makan naik +3
8.
Nafsu makan turun -3
9.
Berat badan naik -3
10.
Berat badan turun +3
11.

No Tanda Ada Tidak


1. Tyroid Teraba +3 -3
2. Bising Tyroid +2 -2
3. Exoptalmus +2 -
4. Kelopak Mata Tertinggal Gerak Bola Mata +1 -
5. Hiperkinetik +4 -2
6. Tremor Jari +1 -
7. Tangan Panas +2 -2

33
8. Tangan Basah +1 -1
9 Fibrilasi Atrial +4 -
10. Nadi Teratur
<80 x/menit - -3
80-90 x/menit - -
>90 x/menit +3 -

Hipertiroid : 20
Eutiroid: 11 - 18
Hipotiroid: <11
(Sumber: Anonim, 2011)

Pemeriksaan Laboratorium Fungsi Tiroid

Pemeriksaan hormon tiroid termasuk pemeriksaan imunologi yang cukup sering diminta oleh
klinisi, mengingat jumlah penderita penyakit tiroid yang cukup banyak. Pemeriksaan ini bukan
merupakan pemeriksaan rutin dan hanya diminta jika ada kecurigaan adanya penyakit tiroid.
Terdapat beberapa macam pemeriksaan tiroid diantaranya adalah TSH, fT4 dan fT3, T4 dan T3
total, serta pemeriksaan autoantibodi contohnya anti-TPO.

Hipothalamus-pituitary-thyroid axis

Pemeriksaan lini pertama yang dapat dipilih adalah TSH, karena TSH merupakan indikator yang
sensitif adanya kelainan tiroid. Peningkatan hormon tiroid menyebabkan terjadinya umpan balik

34
negatif pada kelenjar pituitari sehingga kadar TSH turun, begitu pula sebaliknya. Namun,
pemeriksaan TSH saja tidak bisa digunakan jika kelainannya pada tingkat kelenjar pituitari.
Sehingga diperlukan pemeriksaan tiroid yang lain. Pilihan selanjutnya adalah pemeriksaan fT4,
baru kemudian apabila diperlukan ditambahkan pemeriksaan T3 total. Biasanya ketiga
pemeriksaan ini diminta sekaligus, tapi karena harganya yang cukup mahal, minimal dua yang
perlu diperiksa yaitu TSH dan fT4.

Berikut nilai rujukan dari laboratorium sentral RSSA Malang. Nilai ini bisa berbeda pada tiap
laboratorium.

Sedangkan di bawah ini merupakan interpretasi secara singkat dari pemeriksaan TSH, fT4, dan
T3. Lebih lanjut akan coba saya bahas pada tulisan selanjutnya.

Pemeriksaan Sidik Tiroid

Sidik tiroid dilakukan dengan menggunakan dua macam isotop yaitu iodium radioaktif (I-
123) dan teknetium perteknetat (Tc-99m dengan cara melihat kemampuan tiroid menangkap
radiofarmaka. Cara ini berguna untuk menetapkan apakah nodul dalam kelenjar tiroid bersifat
hiperfungsi, hipofungsi, atau normal yang umumnya disebut berturut-turut nodul panas, nodul
dingin, atau nodul normal.Kemungkinan keganasan ternyata lebih besar pada nodul yang
menunjukkan hipofungsi, meskipun karsinoma tiroid dapat juga ditemukan pada nodul yang
berfungsi normal.

35
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama ialah
fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi NaCl per oral dan setelah 24 jam
secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil
sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk seperti telah disinggung diatas:

1. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal
ini menunjukkan fungsi yang rendah.
2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini
memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
3. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul
sama dengan bagian tiroid yang lain.
4. Nodul normal jika distribusi penangkanap difus/rata di kedua lobi

Dari hasil pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dibedakan apakah yang kita hadapi itu
suatu keganasan atau sesuatu yang jinak. Keganasan biasanya terekam sebagai nodul dingin dan
soliter tetapi tidak berarti bahwa semua nodul dingin adalah keganasan. Liecthy mendapatkan
bahwa 90% dari nodul dingin adalah jinak dan 70 % dari semua nodul jinak adalah juga nodul
dingin. Nodul yang hangat biasanya bukan keganasan. Namun Alves dkk pada penelitiannya
mendapatkan 2 keganasan di antara 24 nodul hangat. Apabila ditemukan nodul yang panas ini
hampir pasti bukan suatu keganasan.

36
Ultrasonografi Tiroid

Ultrasonografi (USG) tiroid merupakan salah satu pencitraan diagnostik (imaging diagnostic)
untuk pemeriksaan alat-alat tubuh (dalam hal ini, tiroid), dimana kita dapat mempelajari bentuk,
ukuran anatomis, gerakan, serta hubungan dengan jaringan sekitarnya.
Ultrasonografi medis (sonografi) adalah sebuah teknik diagnostik pencitraan menggunakan
gelombang suara frekuensi tinggi yang digunakan untuk mencitrakan organ internal dan otot,
ukuran, struktur, dan luka patologi, sehingga membuat teknik ini berguna untuk memeriksa
organ.

Akhir-akhir ini pemeriksaan USG tiroid menjadi semakin populer dan berkembang terutama
dengan digunakannya alat USG yang dilengkapi atau mempunyai daya resolusi yang tinggi.
Selain penggunaannya yang semakin populer, peran USG pada pemeriksaan kelenjar tiroid juga
berkembang pesat, antara lain:

Dengan cepat dapat menentukan apakah tonjolan pada daerah leher berada di dalam atau di
luar tiroid.
Dengan cepat dan akurat dapat membedakan lesi kistik atau lesi solid.
Dengan lebih mudah dapat dikenali apakah tonjolan tersebut tunggal atau lebih dari satu.
Dapat membantu penilaian respon pengobatan pada terapi supresif.
Dapat membantu mencari keganasan tiroid pada metastasis yang tidak diketahui tumor
primernya.
Sebagai pemeriksaan penyaring terhadap golongan risiko tinggi untuk menemukan
keganasan tiroid.
Sebagai pengarah pada biopsi aspirasi tiroid.

Umumnya tidak diperlukan persiapan khusus dalam melakukan USG tiroid. Pemeriksaan
dilakukan pada pasien dengan posisi supine serta bahu diganjal sehingga didapat ekstensi leher
yang maksimal. Untuk mendapatkan kontak yang baik antara kulit dan transduser maka dipakai
minyak nabati atau jelly, atau real time scannner dengan transduser berfrekuensi 5 MHz yang
dilengkapi dengan echo coupler. Dapat juga digunakan acoustic jelly apabila echo coupler tidak
tersedia.
Pemeriksaan dilakukan dengan posisi transducer ke arah transversal mulai dari pole bawah
digeser ke arah cephalad sampai pole atas, sehingga seluruh tiroid dapat dinilai. Kemudian dapat
dilakukan pemeriksaan dengan posisi transducer longitudinal atau oblik dimulai dari lateral ke
arah medial. Dilakukan pemotretan dengan foto polaroid atau film multiformat, serta diambil
ukuran tiroid dan ukuran lesi yang tampak.

Gambaran Normal USG Tiroid

Tiroid adalah organ endokrin yang terletak berpasangan dangkal di bagian bawah leher.
Biasanya, terdiri dari dua lobus, kanan dan kiri, dihubungkan dengan istmus. Kelenjar tiroid
dipisahkan dari kulit yang hiperekogenik hanya oleh lapisan otot tipis yang hipoekoik
(sternohyoid, sternotiroid), yang menyusun dinding anterior tiroid. Pembuluh darah besar di
leher, yaitu common carotid artery dan vena jugular, terletak pada dinding lateral kelenjar tiroid.

37
Pada dinding posterolateral, terdapat otot sternokleidomastoideus yang sangat mudah dilihat
pada laki-laki dan pasien yang kurus. Kedua lobus tiroid terletak lateral disamping trakea.
Kerongkongan, yang sering keliru digambarkan sebagai nodul tiroid, terletak di dinding
posteromedial tiroid, tersering pada sisi kiri. Biasanya berbentuk oval atau bulat dan ukurannya
sekitar 10 mm. Namun dapat dengan mudah dibedakan dari lesi tiroid, yaitu dengan meminta
pasien untuk menelan, sehingga memungkinkan seseorang untuk mengamati adanya konsentris
terjepit di dalamnya berupa air liur yang hiperekoik.

Leher anterior digambarkan cukup baik dengan sonografi skala standar abu-abu. Kelenjar tiroid
sedikit lebih padat daripada struktur yang berdekatan karena kandungan yodium dari tiroid itu
sendiri, memiliki gambaran homogen dengan penampilan seperti kaca yang mengkilap. Setiap
lobus memiliki kontur bulat berbentuk halus dan tidak lebih dari 3 - 4 cm tingginya, 1 - 1,5 cm
lebar, dan kedalaman 1 cm. Istmus diidentifikasi dengan sangat baik, terletak di anterior trakea
sebagai struktur yang homogen yang kira-kira 0,5 cm dan 2 - 3 mm kedalamannya. Lobus
piramidal tidak terlihat, kecuali diperbesar secara signifikan. Otot-otot sekitarnya
ekogenisitasnya lebih rendah daripada jaringan tiroid. Trakea berisi udara tidak mengirimkan
sinyal USG dan hanya bagian anterior dari cincin tulang rawan memiliki gambaran yang cerah.
Arteri karotis dan pembuluh darah lainnya memiliki gambaran echo-free kecuali jika terjadi
kalsifikasi.

Ada sekitar 1-2 mm zona free echo di permukaan dan di dalam tiroid yang diwakili pembuluh
darah. Sifat vaskular dari semua daerah dapat ditunjukkan oleh pencitraan Doppler berwarna
untuk membedakan mereka dari struktur kistik. Kelenjar getah bening dapat diamati dan saraf
umumnya tidak terlihat. Kelenjar paratiroid yang diamati hanya ketika organ tersebut diperbesar
dan kurang padat daripada jaringan tiroid karena tidak adanya yodium.

38
Gambaran Kelainan pada USG Tiroid

1 Nodul Tiroid

Nodul tiroid dapat diidentifikasi dengan sonografi karena mereka dapat mengubah bentuk
seragam atau pola echo kelenjar tiroid. Nodul tiroid mungkin besar atau kecil. Mereka mungkin
mendistorsi/mengubah arsitektur tiroid di sekitarnya atau mungkin tinggal di dalam lobus dan
akan mengganggu bentuk sebenarnya. Gambaran yang paling mungkin berupa jaringan padat
atau terdiri dari daerah padat diselingi dengan echofree zone yang berisi cairan hemoragik atau
zona degeneratif. Sebagian besar nodul tiroid memiliki penampilan USG kurang padat dari
jaringan tiroid normal dan beberapa lebih echo-padat. Terkadang ditemukan tepi sonolucent,
yang disebut halo, mungkin tampak di sekitar nodul. Hal ini merupakan kapsul atau jenis lain,
seperti peradangan atau edema, memisahkan nodul dan sisanya dari kelenjar. Teknik Doppler
dapat menunjukkan vaskularisasi meningkat dalam nodul atau halo. Nodul bukan penyakit
tunggal tetapi merupakan manifestasi penyakit yang berbeda termasuk adenoma, karsinoma,
radang, kista, daerah fibrosis, daerah pembuluh darah, dan akumulasi koloid.

2 Goiter

Pada saat ini, sonografi berguna untuk mengetahui gambaran ultrasonik nodul yang dominan
dalam gondok, wilayah yang mengalami pembengkakan karena mungkin memberikan petunjuk
tentang patologi. Sebagai contoh, sonografi dapat mengidentifikasi satu wilayah dalam tiroid
dengan pola echo berbeda dari tiroid, terutama jika wilayah ini dikelilingi oleh plak sonoleucent
tidak lengkap dan tidak teratur, memiliki microcalcifications atau pemeriksaan Doppler
mengungkapkan vaskularitas internal.. Kegunaan lain dari sonografi pada pasien berhubungan
dengan tiroid meliputi diferensiasi tiroid, pembesaran dari jaringan adiposa atau otot,
mengidentifikasi massa yang dan asimetris, membenarkan ekstensi substernal, dan obyektif
mendokumentasikan perubahan volume dalam respon terhadap terapi penekan dengan tiroid

39
hormon, dimana informasi ini yang sangat berguna ketika pasien ingin mengetahui perubahan
penyakitnya dari seorang dokter.

3 Keganasan

Gambaran radiologi untuk karsinoma tiroid sangat beraneka ragam, sehingga dibutuhkan
interpretasi yang tepat untuk menggambarkan suatu tumor/kanker. Terkadang kejadian nodul
tiroid sering bersamaan dengan karsinoma tiroid. Beberapa tanda-tanda lesi ganas dan jinak
secara USG adalah:

Batas Tak tegas, ireguler Tegas, reguler (teratur)


Internal Inhomogen, dominan hipoekoik, tunggal Homogen, hiperekoik, multiple
Penampak lesi Solid, mikrokalsifikasi Kistik campur solid
Halo Negatif Komplit
Vaskularisasi Sentral Perifer

4 Unpalpable Thyroid Nodule

Sonografi menunjukkan mikronodul (insidentaloma) dar kelenjar tiroid yang berdiameter kurang
dari 1 cm, tidak teraba, biasa dijumpai, namun memiliki signifikansi klinis yang dipertanyakan.
Kalau nodul tiroid teraba terjadi kira-kira 1,5-6,4% dari populasi umum, insiden dari nodul yang
tidak teraba sedikitnya sepuluh kali lebih besar dari populasi yang dapat di screening oleh
ultrasonografi. Nodul yang tak teraba meningkat seiring dengan pertambahan usia yang
melibatkan kira-kira 50% dari orang dewasa terutama wanita.1
Dengan USG yang canggih dengan resolusi yang tinggi sekarang, nodul yang berukuran lebih
kecil dari 2 mm dapat terlihat. Dan kelenjar tiroid yang normal mempunyai nodul yang tidak
teraba atau murupakan gejal subklinis dari gondok. USG dapat menemukan nodul soliter yang
dapat diraba memang merupakan suatu nodul yang dapat dipalpasi yang secara klinins
merupakan suatu multi nodular.

5 Limfadenopati

Ultrasonografi mungkin berguna untuk mendiagnosa dan mengikuti limfadenopati pada pasien
dengan sejarah kanker tiroid atau jika ada riwayat paparan radiasi terapi pada remaja. USG
dengan resolusi tinggi yang dilengkapi dengan 12-14 MHz transduser, B-mode, sinyal Doppler,
pengalaman yang panjang, dan ketekunan adalah kunci untuk menemukan limfadenopati.

CT SCAN & MRI


Computed Tomographic Scanning (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak
dianjurkan pada evaluasi awal nodul tiroid karena di samping tidak memberikan keterangan
berarti untuk diagnosis, juga sangat mahal. CTScan dan MRI baru diperlukan bila ingin

40
mengetahui adanya perluasan struma substernal atau terdapat penekanan trakea (organ
sekitarnya).

Pemeriksaan Lain Pada Kecurigaan Keganasan Tiroid


Khusus pada keadaan-keadaan yang mencurigakan suatu keganasan, pemeriksaan-pemeriksaan
penting lain yang dapat dilakukan ialah:

Biopsi aspirasi jarum halus

BAJAH merupakan metode yang sangat efektif untuk membedakan nodul jinak atau
ganas.Pemeriksaan ini dianggap sebagai metode yang efektif untuk membedakan nodul jinak
atau ganas pada nodul tiroid yang soliter maupun pada yang multinoduler.Dilaporkan
pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus ini mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifisitas
92%.Angka negatif palsu sekitar 1-6% dan positif palsu sekitar 1%.Ini bisa karena kesalahan
pengambilan sampel (nodul kurang 1 cm atau lebih 4 cm).

Hasil BAJAH dibagi empat kategori:

1. Jinak (negatif): Tiroid normal, Nodul kolloid, Kista, Tiroiditis subakut, Tiroiditis
Hashimoto
2. Mencurigakan: adenoma folikular, adenoma Hurtle, temuan kecurigan keganasan tapi
tidak pasti
3. Ganas (positif): karsinoma tiroid papilare, karsinoma tiroid medula, karsinoma tiroid
anaplastik
4. Tidak adekuat/memuaskan.

Keterbatasan metode ini adalah sering ditemukan hasil yang tidak adekuat sehingga tidak dapat
dinilai. Keterbatasan yang lain adalah tidak mampu membedakan neoplasma sel folikular dan sel
Hurtle adalah jinak atau ganas karena keduanya mirip. Keduanya bisa dibedakan dari ada atau
tidak adanya invasi kapsul atau invasi vaskular pada pemeriksaan histopatologis sediaan dari
operasi.

Ketepatan diagnostik FNAB akan meningkat bila sebelum biopsi dilakukan penyidikan
isotopik/USG. Sidik tiroid diperlukan untuk mentingkirkan nodul tiroid otonom dan nodul
fungsional hiperplastik, sedangkan USG selain untuk membedakan nodul kistik dari padat dan
menuntukan ukuran nodul, juga berguna untuk menuntun biopsi.

Teknik ini aman, murah serta dapat dilakukan pada pasien rawat jalan dengan risiko sangat kecil.

41
Termografi

Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu
tempat. Alatnya adalah Dynamic Tele-Thermography. Hasilnya disebut n panas apabila
perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9C dan dingin apabila <0,9C. Pada penelitian Alves
dkk didapatkan bahwa yang ganas semua hasilnya panas. Dibandingkan dengan cara
pemeriksaan yang lain ternyata termografi ini adalah paling sensitif dan spesifik.

Petanda Tumor ( Tumor Maker)

Sejak tahun 1985 telah dikembangkan pemakaian antibodi monoklonal sebagai petanda tumor.
Dari semua petanda tumor yang telah diuji hanya peninggian tiroglobulin (Tg) serum yang
mempunyai nilai yang bermakna. Hashimoto dkk mendapatkan bhwa 58,6% kasus keganasan
tiroid memberikan kadar Tg yang tinggi. Kadar Tg serum normal ialah antara 1,5-30 ng/ml.
Tampaknya tidak ada korelasi yang jelas antara kelainan histopatologik dan kadar Tg serum.

HIPOTIROID

Pemeriksaan Fisik
a.Inspeksi
Ekspresi wajah tumpul Suara parau (seperti katak)
Capek Kulit bersisik
Mengantuk Oedema seluruh tubuh
Berat badan meningkat Sakit kepala
Kelambanan mental Mual
Kurangnya pertumbuhan rambut Anoreksia

42
b. Palpasi: denyut nadi melemah, konstipasi
c.Aukskultasi: detak jantung lambat, tekanan darah menurun
d. Perkusi: suara perut dullness

Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Pemeriksaan laboratorium
1) Tes kadar TRH dilakukan untuk mengetahui kadar TSH
2) Tes kadar T3 dan T4 dilakukan untuk mengetahui kadar T3 dan T4
3) Tes gula darah dilakukan karena sehubungan dengan kerusakan adrenal
4) Tiroid Autoantibodi untuk mengetahui antibodi tiroglobulin dan antibody mikrosomal

Diagnosis Laboratorium

T4 Serum
Penentuan T4 serum dengan tekhnik radio immunoassay pada hipotiroid ditemukan kadar
T4 serum normal sampai rendah.Normal kadar T4 serum diantara 4,5 dan 11,5 mg/dl
(58,5 hinnga 150 nmol/L)
T3 Serum
Kadar T3 serum biasanya dalam keadaan normal-rendah.Normal kadar T3 serum adalah
70 hingga 220 mg/dl (1,15 hingga 3,10 nmol/L)
Tes T3 Ambilan Resin
Pada hipotiroidisme, maka hasil tesnya kurang dari 25% (0,25)
Tes TRH (Thyrotropin Releasing Hormon)
Pada hipotiroid yang disebabkan oleh keadaan kelenjar tiroid maka akan ditemukan
peningkatan kadar TSH serum
3.8. Tatalaksana & Pencegahan Kelainan Kelenjar Tiroid

HIPOTIROID
Secara umum, hipotiroidisme dapat diobati dengan dosis harian konstan levothyroxine (LT4)
dengan tujuan untuk menambah atau mengganti produksi endogen.

Pada pengobatan hipotiroidisme yang perlu diperhatikan adalah dosis awal dan cara menaikkan
dosis tiroksin. Tujuan pengobatan hipotiroidisme adalah :

Meringankan keluhan dan gejala


Menormalkan metabolisme
Menormalkan TSH (bukan mensupresi)
Membuat T3 (dan T4) normal
Menghindarkan komplikasi dan resiko

Tiroksin diabsorbsi paling baik di duodenum dan ileum. Akan tetapi, tingkat absorbsinya
dipengaruhi oleh keasaman lambung, flora saluran cerna, makanan dan obat lainnya. Absorbsi
melalui jalur oral T3 sekitar 95%, sedangkan Levotiroksin 80%. Absorbsi Levotiroksin dihambat
oleh sukralfat, resin kolestiramin, Fe, kalsium, dan alumunium hidroksida. Absorbsi T3 dan T4
sangat menurun di ileus pada pasien yang mengalami myxedema, oleh karena itu jalur parenteral
yang digunakan (IV).

Waktu paruh T3 dan T4 menurun pada pasien hipotiroid bila dibandingkan pada orang normal.
Ekskresi bilier dapat meningkat oleh obat yang menginduksi enzim sitokro, misalnya rifampisin,
Phenobarbital, carbamazpine, phenytoin, imatinib, protease inhibitors sehingga meningkatkan
ekskresi melalui empedu,

Hipofisis, hati, jantung, otot ragka, usus dan ginjal merupakan jaringan tubuh yang memiliki
reseptor yang sensitif terhadap tiroid. Yang tidak sensitif adalah tetis dan limpa.

Preparat pilihan untuk pegganti hormone tiroid adalah L-tiroksin. L tiroksin memiliki waktu
paruh yang panjang, yaittu 7 hari, lebih stabil, tidak menimbulkan alergi, murah dan
konsentrasinya dalam plasma mudah diukur. Pemakaiannya sekali sehari 100 mikrogram. Alasan
lain pemakaian Levotiroksin sebagai pilihan adalah kelebihan T4 dapat diubah menjadi T3.

Liotrionin (T3) memiliki efek yang lebih poten daripada levotiroksin. Namun liotironin jarang
dipakai karena waktu paruhnya yang singkat, yaitu 24 jam, lebih mahal dan sulit untuk
memonitor kadarnya dalam plasma.

Dosis levotiroksin: Dosis penggantian rata-rata levotiroksin pada dewasa adalah berkisar 0,05-
0,2 mg/hari, dengan rata-rata 0,125 mg/hari. Dosis levotiroksin bervariasi sesuai dengan umur
dan berat badan (Tabel 4-9).Anak kecil membutuhkan dosis yang cukup mengejutkan dibanding
orang dewasa. Pada orang dewasa, rata-rata dosis penggantian T4 kira-kira 1,7 g/kg/hari atau
0,8g/pon/hari. Pada orang dewasa lebih tua, dosis penggantian lebih rendah, kira-kira
1,6g/kg/hari, atau sekitar 0,7 g/pon/hari. Untuk supresi TSH pada pasien dengan goiter
nodular atau kanker kelenjar tiroid, rata-rata dosis levotiroksin kira-kira 2,2 g/kg/hari (1
g/pon/hari). Keadaan malabsorbsi atau pemberian bersama preparat aluminium atau
kolestiramin akan mengubah absorbsi T4, dan pada pasien-pasien seperti ini dibutuhkan dosis T4
lebih besar. Levotiroksin memiliki mempunyai waktu paruh cukup panjang (7 hari) sehingga jika
pasien tidak mampu mendapat terapi lewat mulut untuk beberapa hari; meniadakan terapi
levotiroksin tidak akan mengganggu. Namun, jika pasien mendapat terapi parenteral, dosis
parenteral T4 kira-kira 75-80% dosis per oral. Dosis harian levotiroksin sebaiknya diminum pagi
hari untuk menghindari gejala-gejala insomnia yang dapat timbul bila diminum malam hari

Efek Toksik Terapi Levotiroksin: Tidak dilaporkan adanya alergi terhadap levotiroksin murni,
walau mungkin pada pasien timbul alergi terhadap pewarna atau beberapa komponen tablet.
Reaksi toksik utama kelebihan levotiroksin adalah gejala-gejala hipotiroidisme, terutama gejala-
gejala jantung dan osteoporosis. Gejala tirotoksik pada jantung adalah aritmia, khususnya,
takikardia atrial proksimal atau fibrilasi. Insomnia, tremor, gelisah, dan panas berlebih juga dapat
mengganggu. Dengan mudah dosis harian levotiroksin ditiadakan untuk 3 hari dan kemudian
penurunan dosis mengatasi masalah ini. Peningkatan resorbsi tulang dan osteoporosis berat telah
dikaitkan dengan hipertiroidisme yang berlangsung lama dan akan timbul pada pasien yang
diobati dengan levotiroksin jangka lama. Hal ini dapat dicegah dengan pemantauan teratur dan
dengan mempertahankan kadar normal serum FT4 dan TSH pada pasien yang mendapat terapi
penggantian jangka panjang. Pada pasien yang mendapat terapi supresi TSH untuk goiter nodular
atau kanker tiroid, jika FT4I atau FT4 dijaga pada batas normal atas walau jika TSH disupresi
efek samping terapi T4 pada tulang akan minimal.

Beberapa prinsip dapat digunakan dalam melaksanakan substitusi, yaitu makin berat
hipotiroidisme makin rendah dosis awal dan makin landai peningkatan dosis, dan geriatri
dengan angina pektoris, CHF, gangguan irama, dosis harus hati-hati.
Tiroksin dianjurkan diminum pagi hari dalam keadaan perut kosong dan tidak bersama
bahan lain yang mengganggu serapan dari usus. Contohnya pada penyakit sindrom
malabsorbsi, short bowel syndrome, sirosis, obat (sukralfat, aluminium hidroksida,
kolestiramin, sulfas ferosus, kalsium karbonat).
Anak-anak memerlukan dosis-dosis yang lebih besar.
Idealnya, pengganti T4 sintetik harus dikonsumsi pada pagi hari, 30 menit sebelum
makan. Obat-obat lain yang mengandung zat besi atau antasid-antasid harus dihindari,
karena mereka mengganggu penyerapan.
Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat
diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.

HIPERTIROID
Penatalaksanaan hipertiroidisme secara farmakologi menggunakan empat kelompok obat ini
yaitu: obat antitiroid, penghambat transport iodida, iodida dalam dosis besar (menekan fungsi
kelenjar tiroid), yodium radioaktif yang merusak sel-sel kelenjar tiroid. Obat antitiroid bekerja
dengan cara menghambat pengikatan (inkorporasi) yodium pada TBG (thyroxine binding
globulin) sehingga akan menghambat sekresi TSH (Thyreoid Stimulating Hormone) sehingga
mengakibatkan berkurang produksi atau sekresi hormon tiroid.

A. Obat-obatan anti tiroid (OAT) / Tioamide


Obat antitiroid dianjurkan sebagai terapi awal untuk toksikosis pada semua pasien dengan grave
disease serta digunakan selama 1-2 tahun dan kemudian dikurangi secara perlahan-lahan.
Indikasi pemberian OAT adalah :
Sebagai terapi yang bertujuan memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang
menetap, pada pasien pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan
tirotoksikosis
Sebagai obat untuk kontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah
pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif.
Sebagai persiapan untuk tiroidektomi
Untuk pengobatan pada pasien hamil
Pasien dengan krisis tiroid
Obat antitiroid tersebut berfungsi menghambat organifikasi iodida dan proses berpasangan
iodotirosin untuk membentuk T3 dan T4. PTU juga menghambat perubahan T4 menjadi T3 di
perifer dengan dosis 300-600 mg/hari secara oral dalam 3-4 dosis terbagi. Efek samping
pengobatan yang utama adalah agranulositosis, yang terjadi sebagai suatu reaksi idiosinkrasi
pada 0,2-0,5% pasien yang diterapi. Komplikasi ini terjadi dengan awitan yang cepat, tidak dapat
diramalkan dengan lewat pemantauan hitung darah putih, dan bersifat reversibel bila obat
dihentikan.
Adapun obat-obat yang temasuk obat antitiroid adalah Propiltiourasil, Methimazole, Karbimazol.

a. Propiltiourasil (PTU)
Nama generik : Propiltiourasil
Nama dagang di Indonesia : Propiltiouracil (generik)
Indikasi : hipertiroidisme
Kontraindikasi : hipersensisitif terhadap Propiltiourasil, blocking replacement regimen tidak
boleh diberikan pada kehamilan dan masa menyusui.
Bentuk sediaan : Tablet 50 mg dan 100 mg
Dosis dan aturan pakai : untuk anak-anak 5-7 mg/kg/hari atau 150-200 mg/ m2/hari, dosis terbagi
setiap 8 jam. Dosis dewasa 3000 mg/hari, dosis terbagi setiap 8 jam. untuk hipertiroidisme berat
450 mg/hari, untuk hipertiroidisme ocasional memerlukan 600-900 mg/hari; dosis pelihara 100-
150 mg/haridalam dosis terbagi setiap 8-12 jam. Dosis untuk orangtua 150-300 mg/hari (Lacy, et
al, 2006)
Efek samping : ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala, ada
kecendrungan pendarahan, mual muntah, hepatitis.
Mekanisme Obat: menghambat sintesis hormon tiroid dengan memhambatoksidasi dari iodin dan
menghambat sintesistiroksin dan triodothyronin (Lacy, et al, 2006)
Resiko khusus : .
Hati-hati penggunaan pada pasien lebih dari 40 tahun karena PTU bisa menyebabkan
hipoprotrombinnemia dan pendarahan, kehamilan dan menyusui, penyakit hati (Lee, 2006).

b. Methimazole (MMI)
Nama generik : methimazole
Nama dagang : Tapazole
Indikasi : agent antitiroid
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap methimazole dan wanita hamil.
Bentuk sediaan : tablet 5 mg, 10 mg, 20 mg
Dosis dan aturan pakai : untuk anak 0,4 mg/kg/hari (3 x sehari); dosis pelihara 0,2 mg/kg/hari (3
x sehari). maksimum 30 mg dalam sehari.
Untuk dewasa: hipertiroidisme ringan 15 mg/hari; sedang 30-40 mg/hari; hipertiroid berat 60
mg/ hari; dosis pelihara 5-15 mg/hari.
Efek samping : sakit kepala, vertigo, mual muntah, konstipasi, nyeri lambung, edema.
Resiko khusus : pada pasien diatas 40 tahun hati-hati bisa meningkatkan myelosupression,
kehamilan (Lacy, et al, 2006)

c. Karbimazole (CMZ)
Nama generik : Karbimazole
Nama dagang di Indonesia : Neo mecarzole (nicholas).
Indikasi : hipertiroidisme
Kontraindikasi : blocking replacement regimen tidak boleh diberikan pada kehamilan dan masa
menyusui.
Bentuk sediaan : tablet 5 mg
Dosis dan aturan pakai : 30-60 mg/hari sampai dicapai eutiroid, lalu dosis diturunkan menjadi 5-
20 mg/hari; biasanya terapi berlangsung 18 bulan.
Sebagai blocking replacement regimen, karbamizole 20 60 mg dikombinasikan dengan tiroksin
50 -150 mg.
Untuk dosis anak mulai dengan 15 mg/hari kemudian disesuaikan dengan respon.
Efek samping : ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala, ada
kecendrungan pendarahan, mual muntah, leukopenia.
Resiko khusus : penggunaan pada pasien lebih dari 40 tahun karena PTU bisa menyebabkan
hipoprotrombinemia dan pendarahan, kehamilan dan menyusui (Lacy, et al, 2006).

d. Tiamazole
Nama generik : Tiamazole
Nama dagang di Indonesia : Thyrozol (Merck).
Indikasi : hipertiroidisme terutama untuk pasien muda, persiapan operasi.
Kontraindikasi : hipersensitivitas
Bentuk sediaan : tablet 5 mg, 10 mg
Dosis dan aturan pakai : untuk pemblokiran total produksi hormon tiroid 25-40 mg/hari; kasus
ringan 10 mg (2 x sehari); kasus berat 20 mg (2 x sehari); setelah fungsi tiroid normal (3-8
minggu) dosis perlahan-lahan diturunkanhingga dosis pemelihara 5 10 mg/hari.
Efek samping : alergi kulit, perubahan pada sel darah, pembengkakan pada kelenjar ludah.
Resiko khusus : jangan diberikan pada saat kehamilan dan menyusui, hepatitis.

B. Pengobatan dengan Yodium Radioaktif


Dianjurkan sebagai terapi definitif pada pasien usia lanjut. Indikasi :
Pasien umur 35 tahun atau lebih
Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi
Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
Adenoma toksik, goiter multinodular toksik

Pengobatan yodium radioaktif merupakan suatu pemancar-beta yang terperangkap oleh sel
folikular tiroid dan berada dalam tirosin beryodium dan tironin. Pemancar-beta ini memancarkan
radiasi local dan melakukan ablassi jaringan tirois. Dosis yang diberikan bervariasi dari 40
sampai 200 mikroCi/g dari berat tiroid yang diperkirakan.
Komplikasi utama dari terapi ini adalah munculnya hipotiroidisme yang bergantung pada dosis.
Biasanya 30 % pasien menjadi hipotiroid dalam tahun pertama setelah terapi dan sebagian kecil
mengalami hipotiroid dalam tahun berikutnya.
C. Pembedahan Tiroidektomi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk terapi hipertiroidisme tetapi disertai dengan beberapa
komplikasi potensial, termasuk cedera pada nervus laringeus rekurens dan hipoparatiroidisme.
Iodium biasanya diberikan sebelum operasi untuk mengendalikan tirotoksikosis dan untuk
mengurangi vaskularitas kelenjar itu.
Pengangkatan sekitar 5/6 jaringan tiroid praktis menjamin kesembuhan dalam waktu lama bagi
sebagian besar penderita penyakit goiter eksoftalmik. Sebelum pembedahan, preparat
propiltiourasil diberikan sampai tanda-tanda hipertiroidisme menghilang.
Indikasi :
Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

Sebelum operasi, biasanya pasien diberi obat antitiroid sampai eutiroid, kemudian diberi cairan
kalium iodide 100-200 mg/hari atau cairan lugol 10-15 tetes/hari, selama 10 hari sebelum
dioperasi untuk mengurangi vaskularisasi pada kelenjar tiroid.

D. Obat-obatan lain
Antagonis adrenergik-beta
Digunakan untuk mengendalikan tanda-tanda dan gejala hipermetabolik (takikardi, tremor,
palpitasi). Antagonis-beta yang paling sering digunakan adalah propranolol, yang biasanya
diberikan secara oral dengan dosis 80-180 mg per hari dalam 3-4 dosis terbagi dan dengan
cara kerja mengurangi dampak hormone tiroid pada jaringan.

Kalium Iodida (SSKI:1 tetes = 50 mg iodida anorganik)


3 tetes secara oral 3 kali sehari, sering digunakan sebagai pengganti tionamid (PTU dan
metimazol) setelah terapi radioiodin.

PENATALAKSANAAN BEDAH

Indikasi untuk eksplorasi bedah glandula thyroidea meliputi :

1 Terapi. Pengurangan massa fungsional dalam keadaan hipertiroid, tiroidektomi subtotal


pada penyakit grave atau struma multinodular toksik atau eksisi adenoma toksik.

2 Terapi. Pengurangan massa menekan, tiroidektomi subtotal dalam struma multinodular


non toksik atau lobektomi untuk kista tiroid atau nodulus tunggal (misal nodulusus
koloid) yang menimbulkan penekanan trakea atau esofagus.
3 Ekstirpasi penyakit keganasan. Biasanya tiroidektomi total dengan pengupasan kelenjar
limfe; untuk sejumlah tumor diindikasikan lobektomi unilateral.

4 Paliasi. Eksisi massa tumor yang tak dapat disembuhkan, yang menimbulkan gejala
penekanan mengganggu: anaplastik, metaplastik atau tumor limfedematosa.

Reseksi Subtotal

Reseksi subtotal akan dilakukan identik untuk lobus kanan dan kiri, dengan mobilitas sama pada
tiap sisi. Reseksi subtotal dilakukan dalam kasus struma multinodular toksik, struma
multinodular nontoksik atau penyakit grave. Prinsip reseksi untuk mengeksisi sebagian besar tiap
lobus yang memotong pembuluh darah thyroidea superior ,vena thyroidea media dan vena
thyroidea inferior yang meninggalkan arteria thyroidea inferior utuh. Bagian kelenjar yang
dieksisi merupakan sisi anterolateral tiap lobus, isthmus dan lobus pyramidalis. Pada beberapa
pasien dengan peningkatan sangat jelas dalam penyediaan darah ke kelenjar, arteria thyroides
inferior dapat diligasi kontinu atau ditutup sementara dengan klem kecil sampai reseksi
dilengkapi. Tujuan lazim untuk melindungi dan mengawetkan nernus laryngeus recurrens dan
glandula paratiroid. Telah ditekankan bahwa dalam ligasi pembuluh darah thyroidea superior
harus hati-hati untuk tidak mencederai ramus externus nervus laryngeus superior, ia
menimbulkan perubahan suara yang bermakna. Selama tindakan operasi, perhatian cermat
diberikan pada hemostasis.

Lobektomi Total

Lobektomi total dilakukan untuk tumor ganas glandula tiroid dan bila penyakit unilobaris yang
mendasari tak pasti. Beberapa ahli bedah juga lebih senang melakukan tindakan ini pada satu sisi
bagi penyakit mulinodularis dan meninggalkan sisa agak lebih besar dalam lobus yang lain.

Bila dilakukan pengupasan suatu lobus untuk tumor ganas, maka pembuluh darah thyroidea
media dan vena thyroidea inferior perlu dipotong. Glandula paratiroid dan nervus laryngeus
recurrens diidentifikasi dan dilindungi. Jika glandula paratiroid pada permukaan tiroid, maka ia
mula-mula bisa diangkat bersama tiroid dan kemudian ditransplantasi. Lobus tiroid diretraksi ke
medial dengan dua glandula paratiroid terlihat dekat cabang terminal arteria thyroidea inferior
dan nervus laryngeus recurrens ditutupi oleh ligamentum fasia (ligamentum Berry). Nervus ini
diidentifikasi sebagai struktur putih tipis yang berjalan di bawah ligemntum dan biasaynya di
bawah cabang terminal arteria thyroidea inferior.

Setelah menyelesaikan eksisi kelenjar ini dan kelenjar limfe, maka hemostasis dinilai dan luka
ditutup dalam lapisan. Drainase tidak diperlukan, asalkan hemostasis diamankan.

Komplikasi Tiroidektomi

1 Perdarahan. Resiko ini minimum tetapi harus hati-hati dalam mengamankan hemostasis
dengan penggunaan diam yang bijaksana. Perdarahan selau mungkin terjadi setelah
tiroidektomi. Bila ia timbul biasanya ia suatu kedaruratan bedah, tempat diperlu secepat
mungkin dekompresi leher segera dan mengembalikan pasien ke kamar operasi.
2 Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara. Dengan tindakan
anestesi mutakhir, ventilasi tekanan positif intermiten dan teknik bedah yang cermat,
bahaya ini harus minimum dan cukup jarang terjadi.

3 Trauma pada nervus laryngeus recurrens. Ia menimbulkan paralisis sebagian atau total
(jika bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang adekuat dan kehati-hatian pada
operasi seharusnya mencegah cedera pada saraf ini atau pada nervus laryngeus superior.

4 Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan
tekanan. Hal ini dirujuk pada throtoxic storm, yang sekarang jarang terlihat karena
persiapan pasien yang adekuat menghambat glandula tiroid overaktif dalam pasien yang
dioperasi karena tirotoksikosis.

5 Sepsis yang meluas ke mediastinum. Juga komplikasi ini tidak boleh terlihat dalam klinik
bedah saat ini. Antibiotika tidak diperlukan sebagai profilaksis. Perhatian bagi hemostasis
adekuat saat operasi dilakukan dalam kamar operasi berventilasi tepat dengan peralatan
yang baik dan ligasi harus disertai dengan infeksi yang dapat diabaikan.

6 Hipotiroidisme pasca bedah. Perkembangan hiptroidisme setelah reseksi bedah tiroid


jarang terlihat saat ini. Ian dihati-hatikan dengan pemeriksaan klinik dan biokimia yang
tepat pasca bedah.

PENCEGAHAN

Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai
faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah :

a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam yodium
b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut
c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah dimasak, tidak
dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk menghindari hilangnya yodium dari
makanan
d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini memberikan
keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat terjangkau daerah luas dan
terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida
yang diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air minum.
e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah endemik berat
dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita
0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan
endemis sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin.
f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali dengan
dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun
0,2-0,8 cc.

Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit, mengupayakan orang
yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit

Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial penderita
setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan dan mendeteksi


adanya kekambuhan atau penyebaran.
b. Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan
c. Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik segar dan bugar
serta keluarga dan masyarakat dapat menerima kehadirannya melalui melakukan fisioterapi
yaitu dengan rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu dengan rehabilitasi kejiwaan,sosial terapi
yaitu dengan rehabilitasisosial dan rehabilitasi aesthesis yaitu yang berhubungan dengan
kecantikan.

3.9. Komplikasi Kelainan Kelenjar Tiroid


HIPERTIROID

Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik (thyroid
storm). Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi,
selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis.
Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia,
agitasi, tremor, hipertermia (sampai 1060F), dan apabila tidak diobati dapat menyebabkan
kematian.

Komplikasi lainnya adalah penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves,
infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid. Hipertiroid yang terjadi
pada anak-anak juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan.

HIPOTIROID

Komplikasi yang serius dari hipotiroidisme adalah koma miksedema dan kematian, efusi
pericardial dan pleura, megakolon dengan paralitik ileus dan kejang. Koma miksedema adalah
situasi yang mengancam nyawa yang di tandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala
hipotiroidisme termasuk hipotermia tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi dan
penurunan kesadaran hingga koma.
Koma miksedema adalah stadium akhir dari hipotiroidisme yang tidak diobati. Ditandai oleh
kelemahan progresif, stupor, hipotermia, hipoventilasi, hipoglisemia, hiponatremia, intoksikasi
air, syok dan meninggal. Walaupun jarang, penyakiy ini dapat terjadi lebih sering dalam masa
mendatang, dihubungkan dengan peningkatan penggunaan radioiodin untuk terapi penyakit
Graves, dengan akibat hipotiroidisme permanen. Karena komplikasi ini paling sering terjadi pada
pasien pasien tua dengan adanya dasar penyakit paru dan pembuluh darah, mortalitasnya sangat
tinggi.

Pemeriksaan menunjukkan bradikardi dari hipotermia berat dengan suhu tubuh mencapai 24 C
(75 F). Pasien biasanya wanita tua gemuk dengan kulit kekuning-kuningan, suara parau, lidah
besar, rambut tipis, mata membengkak, ileus dan refleks-refleks melambat. Mungkin ada tanda-
tanda penyakit-penyakit lain seperti pneumonia infark miokard, trombosis serebral atau
perdarahan gastrointestinal. Petunjuk laboratorium dari diagnosis koma miksedema, termasuk
serum "lactescent", karotin serum yang tinggi, kolesterol serum yang meningkat, dan protein
cairan serebrospinalis yang meningkat. Efusi pleural, perikardial atau abdominal dengan
kandungan protein tinggi bisa juga didapatkan. Tes serum akan menunjukkan FT4 yang rendah
dan biasanya TSH yang sangat meningkat. Asupan iodin radioaktif tiroid adalah rendah dan
antibodi antitiroid biasanya positif kuat, menunjukkan dasar tiroiditis EKG menunjukkan sinus
bradikardi dan tegangan rendah. Seringkali bila pemeriksaan laboratorium tidak tersedia,
diagnosis harus dibuat secara klinis.

Patofisiologi koma miksedema menyangkut 3 aspek utama : (1) retensi CO2 dan hipoksia; (2)
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; dan (3) hipotermia. Retensi CO2 telah lama dikenal
sebagai bagian internal dari koma miksedema dan dianggap diakibatkan oleh faktor-faktor
seperti : obesitas, kegagalan jantung, ileus, imobilisasi, pneumonia, efusi pleural atau peritoneal,
depresi sistem saraf pusat dan otot-otot dada yang lemah cukup turut berperan. Kegagalan pasien
miksedema berespons terhadap hipoksia atau hiperkapnia mungkin akibat hipotermia. Kegagalan
dorongan ventilatori sering berat, dan bantuan pernapasan hampir selalu dibutuhkan pada pasien
dengan koma miksedema. Terapi hormone tiroid pada pasien-pasien miksedema memperbaiki
hipotermia dan sangat meningkatkan respons ventilasi terhadap hipoksia. Karena dorongan
ventilasi yang terganggu, respirasi yang dibantu hampir selalu perlu pada pasien dengan koma
miksedema.

Gangguan cairan dan elektrolit yang utama adalah intoksikasi cairan akibat syndrome of
inappropriate secretion of vasopressin (SIADH). Kelainan ini terlihat sebagai hiponatremia dan
ditangani dengan restriksi air. Hipotermia sering tidak dikenali karena termometer klinis
biasanya hanya sampai kira-kira 34C (93F); suatu jenis termometer laboratorium yang
mencatat skala yang lebih besar harus digunakan untuk mendapatkan pembacaan suhu tubuh
yang tepat. Suhu tubuh yang rendah bisa disebabkan karena hilangnya stimulasi tiroksin pada
mekanisme transpor natrium kalium dan aktivitas ATPase yang menurun. Penghangatan kembali
tubuh secara aktif adalah kontra indikasi, karena dapat menginduksi vasodilatasi dan kolaps
vaskular. Peningkatan suhu tubuh adalah indikasi yang berguna untuk melihat efektivitas
tiroksin.

Kelainan-kelainan lain yang dapat mendorong terjadinya koma miksedema termasuk gagal
jantung, edema paru,efusi pleural atau peritoneal, ileus, kelebihan pemberian cairan, atau
pemberian pemberian obat-obat sedatif atau narkotik pada pasien dengan hipotiroidisme berat.
Insufisiensi adrenal kadang-kadang terjadi berkaitan dengan koma miksedema, tetapi ini relatif
jarang dan biasanya berhubungan dengan miksedema hipofisis atau insufisiensi adrenal autoimun
yang terjadi bersamaan (Sindroma Schmidt). Kejang, episode perdarahan, hipokalsemia atau
hiperkalsemia bisa dijumpai. Adalah penting untuk membedakan miksedema hipofisis dari
miksedema primer.

Pada miksedema hipofisis, bisa didapatkan insufisiensi adrenal dan pengganti adrenal perlu
dilakukan. Petunjuk klinis tentang adanya miksedema hipofisis termasuk riwayat adanya
amenore atau impotensi danrambut pubis atau aksilar yang jarang; kolesterol serum normal dan
kadar TSH hipofisis yang normal atau rendah. Pada CT scan atau MRI dapat memperlihatkan
pelebaran sella tursika.

3.10. Prognosis Kelainan Kelenjar Tiroid


HIPOTIROID

Perjalanan miksedema yang tidak diobati adalah penurunan keadaan secara lambat yang
akhirnya menjadi koma miksedema dan kematian. Namun, dengan terapi sesuai, prognosis
jangka panjang sangat menggembirakan. Karena waktu paruh tiroksin yang panjang (7 hari),
diperlukan waktu untuk mencapai keseimbangan pada suatu dosis yang tetap. Jadi, perlu untuk
memantau FT4 atau FT4I dan kadar TSH setiap 4-6 minggu sampai suatu keseimbangan normal
tercapai. Setelah itu, FT4 dan TSH dapat dipantau sekali setahun. Dosis T4 harus ditingkatkan
kira-kira 25% selama kehamilan dan laktasi. Pasien lebih tua memetabolisir T4 lebih lambat, dan
dosis akan diturunkan sesuai dengan umur.

Pada suatu waktu angka mortalitas koma miksedema mencapai kira-kira80%. Prognosis telah
sangat membaik dengan diketahuinya pentingnya respirasi yang dibantu secara mekanis dan
penggunaan levotiroksin intravena. Pada saatini, hasilnya mungkin tergantung pada seberapa
baiknya masalah penyakit dasar dapat dikelola.

HIPERTIROID
Hipertiroid yang disebabkan oleh goiter multinodular toksik dan toksik adenoma bersifat
permanen dan biasanya terjadi pada orang dewasa. Setelah kenormalan fungsi tiroid tercapai
dengan obat-obat antitiroid, direkomendasikan untuk menggunakan iodin radioaktif sebagai
terapi definitifnya2,3. Pertumbuhan hormon tiroid kemungkinan akan terus bertambah perlahan-
lahan selama diterapi dengan obat-obat antitiroid. Namun prognosisnya akan jauh lebih baik
setelah diterapi dengan iodin radioaktif.

4. CARA MENGHADAPI CEMAS DALAM ISLAM


Gelisah merupakan salah satu penyakit hati yang harus cepat diobati, seperti halnya penyakit lain
maka apabila penyakit hati ini tidak cepat kita atasi maka akan timbul penyakit-penyakit yang
lain yang jauh leebih berbahaya. Banyak hal negatif yang merupakan dampak dari gelisah
tersebut apabila orang tersebut tidak mengambil tindakan yang tepat dan tidak dibekali iman
yang kuat. Misalnya menjadi malas, sedih yang berlarut-larut, minum-minuman keras dan
narkoba dengan dalih menghilangkan kegundahan dalam hati.

Allah tidak pernah memberikan suatu ujian kepada manusia melebihi apa yang kemampuannya,
itu merupakan janji Allah dalam Al-Quran. Islam mengajarkan langkah-langkah hidup agar kita
terhindar dari berbagai kecemasan, di antaranya:

Pertama, tidak tamak. Sifat tamak sekarang menjadi trend. Contohnya gaji ingin naik tetapi
minus prestasi. Fasilitas yang dimiliki penuh kemewahan tetapi tidak sebanding dengan kinerja
dan jumlah hitungan pendapatan. Tamak atau serakah adalah pangkal sebuah kecemasan. Ciri
orang tamak selalu ingin bagian sebanyak-banyaknya harta walaupun harus melanggar
peraturan dan mengambil hak orang lain. Akibat sifat tamak yang dimiliki seseorang ia tidak
peduli terhadap kepedihan dan penderitaan orang lain. Akibat tamak juga orang dengan tanpa
merasa bersalah dan malu melakukan mark up terhadap proyek atas nama rakyat. Korupsi
menjadi bagian dari kebiasaannya karena dalam frame berpikirnya banyak harta adalah
kehebatan walaupun dengan jalan tidak halal. Akibat tamak dan rakus akan harta semua bentuk
penyelewengan dilakukan tanpa peduli merugikan masyarakat banyak. Muhammad Al-Ghazali
mengibaratkan bahwa harta ibarat buah-buahan yang indah yang warnanya mendatangkan
selera untuk memakannya. Dan sudah menjadi tabiat manusia untuk meraih dan memakan buah-
buahan yang indah warnanya dan harum baunya, kendatipun ada orang yang tak henti-henti
makan hingga akhirnya ia mati kekeyangan.

Kedua, selalu ingat Allah dalam berbagai aktivitas (dzikrullah). Ingat kita kepada Allah SWT
akan menjadi pengawasan yang melekat baik dilihat orang maupun tidak dilihat orang. Sebab
menghadirkan Allah SWT dalam setiap denyut kehidupan merupakan bukti keimanan seorang
manusia dengan dibuktikan dengan memelihara diri dari tindakan yang merusak dirinya dan
lingkungannya. Orang yang mampu menempatkan kehadiran Allah SWT dalam hidupnya akan
melahirkan ketentraman, sebab semua aktivitas dan perilakunya hanya meneladani sifat-sifat
mulia dari Allah SWT. Allah SWT berfirman: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati
mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah
hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan
dan tempat kembali yang baik (Ar-Radu [13]: 28-29).

Ketiga, tawakal dan tidak berhenti berikhtiar. Orang yang tawakal kepada Allah SWT selamanya
akan mendapatkan ketenangan dan ketentraman. Sebab orang yang tawakal di jiwanya akan
menyala sebuah keyakinan akan rahman dan rahimnya Allah SWT. Orang yang tawakal akan
memiliki keteguhan untuk hanya berbuat bagi kemaslahatan bersama. Orang yang tawakal akan
dengan tenang menerima hasil usahanya kendatipun terkadang tidak sesuai dengan yang
diharapkannya. menyerahkan sepenuhnya kepada Allah SWT. Dalam Al-Quran Allah SWT
berfirman: Katakanlah: Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah
ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang
beriman harus bertawakal.(QS. Attaubah [9]:51)

Keempat, yakin setiap masalah ada jalan keluarnya. Setiap hamba yang baik dan shaleh akan
menerima ujian untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Namun kadang-kadang ada manusia
yang merasa hanya dirinya yang memiliki masalah dan kesulitan dalam hidupnya. Islam
mengajarkan kita memiliki optimisme bahwa sebesar apapun kesulitan bersamanya kemudahan.
Allah SWT meyakinkan manusia Sekali-kali tidak akan tersusul; Sesungguhnya Tuhanku
besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku (Assyuara:62). Dan dalam surat lain
Allah SWT memastikan bahwa sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS.Alam Nasrah, 5-6).

Kelima, doa. Bedanya orang beragama dan tidak beragama kita mempercayai penting doa bagi
ketenangan hidup. Dalam beberapa riwayat hadits dijelaskan bahwa doa adalah senjatanya umat
Islam. Sebab doa yang dipahami akan menjadikan hidup kita bersama aturan Allah SWT. Doa
memiliki implikasi perilaku yang baik. Orang yang rajin berdoa tentu akan terhindar dari
perbuatan korupsi dan picik. Dan akhirnya untuk menghilangkan kecemasan hidup suatu hari
seorang sahabat Nabi yang bernama Abu Umamah sedang merenung dengan penuh kesedihan
dan ditanya oleh Rasulullah SAW: Mengapa kau duduk di mesjid bukan pada waktu shalat.
Umamah menjawab: Ya Rasul saya sedang bingung dan sedih memikirkan hutang. Rasul
berkata: Maukah kamu aku ajarkan sebuah doa yang dapat menghilangkan rasa sedih
kesusahanmu dan melunasi hutang-hutangmu? Umamah menjawab dengan senangnya. Mau Ya
Rasulullah. Lalu Rasulullah bacalah donya setiap kamu akan melakukan ikhtiar/bekerja dalam
hidup baik di waktu pagi dan sore ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari rasa susah dan
sedih, aku berlindung kepada-Mu dari sifat lemah dan malas. Aku berlindung kepada-Mu dari
sifat pengecut dan kikir, dan aku berlindung kepada-Mu dari lilitan hutang dan tekanan orang
(HR. Abu Daud)
DAFTAR PUSTAKA

Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11th edition.


Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006
Sherwood L. Human physiology. From cells to system. 7th edition. Belmont:
Brooks/Cole; 2010
Barrett K, Brooks H, Boitano S, Barman S. Ganongs review of medical
physiology. 23rd edition. New York: McGraw Hill; 2010
Djokomoeljanto R. Kelenjar tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. In:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009
Cunninghams Manual of Practical Anatomy, Thirteenth edition, volume III.
Head and Neck and Brain. London, Oxford University Press, 1967, Page 109-
112.
Harold H. Lindner, MD, A Lange Medical Book Clinical Anatomy, Appleton &
Lange, Connenticut, 1989. Page 132-138.
John B. Christensen, Ira R, Telford, Fifth edition, J.B. Lippincott Company,
1988, Washington DC. Page 316-318.
N.C.Chakrabarty, D. Chakrabarty, Fundamentals of Human Anatomy, New
Central Book Agency (P) LTD, Calcutta, 1997. Page 162-167.
Richard S. Snell, MD, PhD, Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth
edition, New York. Page 652-653, 796.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23151/4/Chapter%20II.pdf

http://www.scribd.com/doc/82829953/Anatomi-Dan-Histologi-Kelenjar-Tiroid

http://lenteradankehidupan.blogspot.com/2013/01/muslimah-mengatasi-gelisah.html

http://andiriakurniawati.blogspot.com/2012/02/anatomi-dan-fisiologi-kelenjar-thyroid.html
7.http://repository.unpad.ac.id/bitstream/handle/123456789/878/fungsi_dan_kelainan_kelenjar.p
df?sequence=3
http://dikahayu.blogspot.com/2012/07/hipertiroid.html
http://perawathati.blogspot.com/2012/05/askep-hipotiroid.html

Anda mungkin juga menyukai