Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

SISTEM PEMBUMIAN

Disusun Oleh:

Nama : Erwin Adet Pratama


Nim : 14.01.014.003

Fakultas Teknologi Informatika


Program Study Teknik Elektro
Universitas Teknologi Sumbawa
2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................
1.3 Tujuan..................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sistem Pembumian.............................................................................
2.2 Jenis - Jenis Elektroda Pembumian......................................................................
2.3 Metode Jala (mesh size method)...........................................................................
2.3 Metode Bola Bergulir (rolling sphere method )...................................................

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Petir merupakan fenomena alam terjadinya loncatan atau pelepasan muatan listrik
akibat adanya beda potensial antara awan dan bumi. Letak Indonesia pada daerah
katulistiwa dengan iklim tropis dan kelembaban yang tinggi mengakibatkan terjadinya
hari guruh yang sangat tinggi dan mempunyai kerapatan sambaran petir yang besar jika
dibandingkan dengan negara lain.

Pembumian yang baik adalah pembumian yang sesuai dengan standar dalam PUIL
2000 yaitu memiliki resistansi pembumian total seluruh sistem yang tidak boleh lebih dari
5 . Untuk daerah yang resistansi jenis tanahnya sangat tinggi, resistansi pembumian
total seluruh sistem boleh mencapai 10 . Selain itu pemasangan elektroda
pembumiannya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku baik jenis
elektroda yang akan digunakan ataupun bahan dari elektroda itu sendiri. Jika tidak
memperhatikan ketentuan-ketentuan di atas maka sistem pembumian tidak dapat
dikatakan baik. Untuk itulah diadakan pengujian kembali.

Berdasarkan PUIL 2000, pasal 2.6.1.1 bahwa pemeliharaan instalasi listrik meliputi
program pemeriksaan, perawatan, perbaikan dan pengujian ulang berdasarkan petunjuk
pemeliharaan yang telah ditetapkan. Ini memberikan pengertian bahwa agar instalasi
listrik tersebut dapat berfungsi dengan baik maka harus di uji kembali termasuk sistem
pembumiannya. Sehingga bila terjadi gangguan tidak mengakibatkan kerusakan yang
parah. Kemudian dilanjutkan pada pasal 9.12.3 yang menyatakan bahwa sistem instalasi
termasuk pembumiannya harus diuji secara berkala dan dibuatkan laporan tertulis secara
berkala.

Petir yang menyambar harus diamankan agar tidak membahayakan. Suatu instalasi
proteksi petir harus dapat melindungi semua bagian dari suatu bangunan, termasuk
manusia dan peralatan yang ada di dalamnya terhadap bahaya dan kerusakan akibat
sambaran petir.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa pengertian sistem pembumian?
b. Apa saja jenis - jenis elektroda pembumian?
c. Bagaimana sistem pembumian menggunakan metode jala dan bola bergulir?

1.3 Tujuan
a. Memahami apa itu sistem pembumian
b. Mengetahui jenis - jenis elektroda dalam pembumian
c. mengetahui sistem pembumian dengan metode jala dan bola bergulir

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Pembumian

Sistem pembumian merupakan proteksi atau perlindungan peralatan terhadap


gangguan baik gangguan bumi maupun gangguan oleh kilat. Gangguan bumi adalah
kegagalan isolasi antara penghantar dan bumi atau kerangka, serta gangguan yang
disebabkan oleh penghantar yang terhubung ke bumi atau karena resistansi isolasi ke
bumi menjadi lebih kecil daripada nilai tertentu.
Terdapat dua jenis pembumian pada sistem tenaga listrik, yaitu:
a. Pembumian sistem;
b. Pembumian peralatan.

Pembumian sistem adalah pembumian pada sistem tenaga listrik ke bumi dengan cara
tertentu. Pembumian sistem ini dilakukan pada transformator pada gardu induk (GI) dan
transformator pada gardu distribusi (GD) pada pada saluran distribusi. Umumnya
pembumian sistem dilakukan pada titik netral sistem tenaga. Adapun tujuan dari
pembumian sistem adalah:
1. Pada sistem yang besar yang tidak dibumikan arus gangguan relatif besar (> 5A)
sehingga busur listrik yang timbul tidak dapat padam sendiri yang akan menimbulkan
busur tanah (arching grounds). Gejala busur tanah merupakan gejala pemutusan
(clearing) dan pukul ulang (restriking) dari busur listrik secara berulang-ulang. Gejala
ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan tegangan lebih transien yang tinggi
yang dapat merusak peralatan. Pada sistem yang dibumikan gejala tersebut hampir
tidak ada;
2. Untuk membatasi tegangan-tegangan pada fase-fase yang tidak terganggu (sehat).

Pembumian peralatan berbeda dengan pembumian sistem. Pembumian peralatan


adalah pembumian Bagian Konduktif Terbuka (BKT) peralatan yang pada waktu normal
tidak bertegangan. Secara umum tujuan pembumian peralatan adalah:
1) Untuk membatasi tegangan antara bagianbagian yang tidak dilalui arus dan antara
bagian-bagian ini dengan tanah sampai pada suatu harga yang aman (tidak
membahayakan) untuk semua kondisi operasi normal atau tidak normal. Untuk
mencapai tujuan ini, suatu sistem pembumian peralatan atau instalasi harus
dilaksanakan. Sistem pembumian ini gunanya untuk memperoleh beda potensial yang
merata (uniform) pada semua bagian peralatan. Selain itu juga untuk menjaga agar
operator atau manusia yang berada di area tersebut berada pada beda potensial yang
sama dan tidak berbahaya pada setiap waktu. Dengan dicapainya beda potensial yang
merata pada semua titik dalam daerah sistem ini, kemungkinan timbulnya perbedaan
beda potensial yang besar pada jarak yang dapat dicapai oleh manusia sewaktu terjadi
hubung singkat kawat ke tanah menjadi sangat kecil;
2) Untuk memperoleh impedansi yang rendah/kecil dari jalan balik arus hubung singkat
ke tanah. Kecelakaan pada manusia terjadi pada saat hubung singkat ke tanah terjadi.
Jadi bila arus hubung singkat ke tanah dipaksakan mengalir melalui impedansi tanah
yang tinggi, ini akan menimbulkan perbedaan potensial yang sangat besar dan
berbahaya. Selain itu impedansi yang besar pada sambungan-sambungan pada
instalasi pembumian dapat menimbulkan busur listrik dan pemanasan yang dapat
menyebabkan material mudah terbakar.

Sedangkan secara khusus pembumian sistem bertujuan untuk:


1) Mencegah terjadinya kejut listrik pada sentuhan tak langsung pada BKT peralatan
akibat bekerjanya GPAL (gawai pemutus arus lebih) pada instalasi listrik;
2) Memungkinkan timbulnya arus tertentu baik besarnya maupun lamanya dalam
keadaan gangguan tanah tanpa menimbulkan kebakaran atau ledakan pada bangunan
beserta isinya;
3) Memperbaiki penampilan (performance) dari sistem.

2.2 Jenis - Jenis Elektroda Pembumian

Elektroda bumi ialah penghantar yang ditanam dalam bumi dan membuat kontak
langsung dengan bumi. Penghantar bumi yang tidak berisolasi yang ditanam dalam bumi
dianggap sebagai bagian dari elektroda bumi (PUIL 2000). Adapun jenis dari elektroda
pembumian adalah :

a. Elektroda pita, ialah elektroda yang dibuat dari penghantar berbentuk pita atau
berpenampang bulat, atau penghantar pilin yang pada umumnya ditanam secara
dangkal. Elektroda ini dapat ditanam sebagai pita lurus, radial, melingkar, jala-jala
atau kombinasi dari bentuk tersebut, yang ditanam sejajar permukaan tanah dengan
dalam antara 0,5 1.0 m.

Gambar Elektroda Pita


b. Elektroda batang ialah elektroda dari pipa besi, baja profil, atau batang logam lainnya
yang dipancangkan ke dalam tanah.
Gamabar Elektroda Batang
c. Elektroda plat ialah elektroda dari bahan logam utuh atau berlubang. Pada umumnya
elektroda pelat ditanam secara dalam.

Gambar Elektroda Plat


d. Bila persyaratannya dipenuhi, jaringan pipa air minum dari logam dan selubung
logam kabel yang tidak diisolasi yang langsung ditanam dalam tanah, besi tulang
beton atau konstruksi. baja bawah tanah lainnya boleh dipakai sebagai elektroda
bumi.

2.3 Metode Jala (mesh size method)

Metode ini digunakan untuk keperluan perlindungan permukaan yang datar karena
bisa melindungi seluruh permukaan bangunan. Daerah yang diproteksi adalah
keseluruhan daerah yang ada di dalam jala-jala.

Metode jala juga dikenal dengan metode sangkar faraday. Pada metode ini finial
batang tegak, konduktor atap, saling dihubungkan sehingga membentuk poligon tertutup
(jala), dengan ukuran sesuai dengan tingkat proteksi (tabel 2.1). Daerah ruang proteksi
adalah keseluruhan daerah yang ada terletak dibawah jala.
Gambar. Metode Jala

Jika sistem terminasi udara terdiri dari jala konduktor, paling sedikit diperlukan dua
konduktor penyalur dengan nilai rata- rata jarak antar konduktor penyalur tidak lebih dari
nilai yang tercantum dalam tabel berikut:

Tabel 2.1. Jarak rata- rata antar konduktor penyalur menurut level proteksi

Level Proteksi Jarak rata- rata konduktor penyalur


(m)
I 10
II 15
III 20
IV 25

2.4 Metode Bola Bergulir (rolling sphere method )

Metode bola bergulir baik digunakan pada bangunan yang bentuknya rumit. Dengan
metode ini seolah-olah ada suatu bola dengan radius R yang bergulir di atas tanah,
sekeliling struktur dan di atas struktur ke segala arah hingga bertemu dengan tanah atau
struktur yang berhubungan dengan permukaan bumi yang mampu bekerja sebagai
penghantar.

Titik sentuh bola bergulir pada struktur adalah titik yang dapat disambar petir dan
pada titik tersebut harus diproteksi oleh konduktor terminasi udara. Semua petir yang
berjarak R dari ujung penangkap petir akan mempunyai kesempatan yang sama untuk
menyambar bangunan. Besarnya R berhubungan dengan besar arus petir dan dinyatakan
sebagai:
0,75
R= I

Bila ada arus petir yang lebih kecil dari I tersebut mengenai bangunan, bangunan
masih bisa tahan. Bila arus petir lebih besar dari I tersebut, akan ditangkap oleh
penangkap petir.
Gambar. Metode Bola Bergulir

Metode berdasarkan elektrogeometri dimana ruang proteksinya adalah daerah


perpotongan antara bidang referensi, bangunan dan keliling bola gelinding, dengan jari-
jari sesuai tingkat proteksi.

Tabel 2.2. Penempatan terminasi sesuai level proteksi

Level Proteksi Rolling Spherer (m)


I 20
II 35
III 45
IV 60
BAB III
KESIMPULAN

Pembangunan gedung gedung baru, cenderung bertingkat sebagai solusi karena


semakin sempitnya lahan tanah. Mengingat letak geografis Indonesia yang dilalui garis
katulistiwa menyebabkan Indonesia beriklim tropis, akibatnya Indonesia memiliki hari
guruh rata rata per tahun yang sangat tinggi. Dengan demikian bangunan bangunan di
Indonesia memiliki resiko lebih besar mengalami kerusakan akibat terkena sambaran
petir. Kerusakan yang ditimbulkan dapat membahayakan peralatan serta manusia yang
berada di dalam gedung tersebut.

Untuk melindungi dan mengurangi dampak kerusakan akibat sambaran petir maka
dipasang sistem pengaman pada gedung bertingkat. Sistem pengaman itu salah satunya
berupa sistem penangkal petir beserta pentanahannya. Pemasangan sistem tersebut
didasari oleh perhitungan resiko kerusakan akibat sambaran petir terhadap gedung.
Perhitungan resiko ini digunakan sebagai standar untuk mengetahui kebutuhan
pemasangan sistem penangkal petir pada bangunan bertingkat tersebut.

Dengan metode bola bergulir sangat baik digunakan terutama jika bentuk
bangunannya rumit. Sedangkankan dengan metode jala untuk keperluan perlindungan
permukaan yang datar karena bisa melindungi seluruh permukaan bangunan. Daerah yang
diproteksi adalah keseluruhan daerah yang ada di dalam jala-jala.
DAFTAR PUSTAKA

Emmy Hosea , Edy Iskanto , Harnyatris M. Luden. Penerapan Metode Jala, Sudut Proteksi
dan Bola Bergulir Pada Sistem Proteksi Petir Eksternal yang Diaplikasikan pada
Gedung W Universitas Kristen Petra, Jurnal Teknik Elektro Vol. 4, No. 1, Maret
2004: 1 - 9.

Hasrul, Metode pengukuran dan pengujian sistem pembumian instalasi listrik, Jurnal Media
Elektrik, Volume 4 Nomor 2, Desember 2009.

Tri Suhartanto, Abdul Syakur, Yuningtyastuti, Analisa Kebutuhan Pemakaian Sistem


Proteksi Penangkal Petir pada Gedung Bertingkat, Jurnal Tugas Akhir, Teknik
Elektro Fakultas Teknik UNDIP, Semarang, 2005.

Anda mungkin juga menyukai