Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue
2.1.1 Definisi
Demam Dengue adalah demam akut yang diikuti oleh dua atau lebih
dari gejala berikut : nyeri retro-orbital, nyeri kepala, rash, mialgia, atralgia,
leukopenia atau manifestasi perdarahan (tes toniquet positif, petekie, purpura
atau ekimosis, epistaksis, gusi berdarah, darah dalam muntah, urine atau
feses, serta perdarahan vagina yang tidak termasuk dalam kriteria DBD.
Anoreksia, mual, muntah yang terus-menerus, nyeri perut bisa ditemukan
tetapi bukan merupakan kriteria DD.1

Demam berdarah adalah demam akut yang didefinisikan oleh adanya demam
disertai dua atau lebih manifestasi berikut :
1. Demam yang berlangsung 2-7 hari
2. Bukti pendarahan atau tes touniquet positif
3. Trombositopenia (100,000 sel per mm3)
4. Bukti kebocoran plasma yang ditunjukkan oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit 20% di atas rata-rata atau penurunan
hematokrit 20% dari awal setelah pemberian terapi penggantian
cairan) efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.1

2.1.2 Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)
disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus
(Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviridae. Virus ini mengandung RNA untai tunggal sebagai genom.
Flavivirus merupakan virus dengan ukuran 50 nm terdiri dari asam
ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Virus dengue genom
adalah 11 644 nukleotida panjang, dan terdiri dari tiga gen protein struktural
pengkodean nucleocaprid atau intiprotein (C), protein membran-terkait (M),
sebuah protein amplop (E), dan tujuh protein non-struktural (NS) gen. Di

5
antara protein non-struktural, amplop glikoprotein, NS1 adalah diagnostik dan
patologis penting. Ini adalah 45 kDa dalam ukuran dan berhubungan dengan
haemagglutination virus dan aktivitas netralisasi. Virus dengue membentuk
kompleks yang berbeda dalam genus Flavivirus berdasarkan karakteristik
antigenik dan biologi. Virus dengue membentuk kompleks yang berbeda
dalam genus Flavivirus berdasarkan karakteristik antigenik dan biologi. Virus
dengue mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4.
Infeksi dengan satu serotipe menganugerahkan kekebalan seumur hidup
dengan virus serotipe. Meskipun keempat serotipe antigen sama, mereka
cukup berbeda untuk memperoleh proteksi-silang untuk beberapa bulan
setelah infeksi oleh salah satu dari mereka. Infeksi sekunder dengan serotipe
lain atau beberapa infeksi dengan serotipe yang berbeda menyebabkan bentuk
parah dari dengue (DBD / DSS). Terdapat variasi genetik yang cukup besar
dalam setiap serotipe dalam bentuk filogenetis yang berbeda "sub-tipe" atau
"genotipe". Saat ini, tiga sub-tipe dapat diidentifikasi untuk-DENV 1, enam
untuk DENV-2 (salah satu yang ditemukan pada primata non-manusia), empat
untuk DENV-3 dan empat untuk DENV-4, dengan yang lain DENV-4 yang
eksklusif untuk primata non-manusia.3

Gambar 2 : Virus Dengue ( Smith, 2002 )

Penyebab DD/DBD adalah oleh virus dengue anggota genus


Flavivirus, diketahui empat serotipe virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-
3 dan DEN-4.Nyamuk penular disebut vektor, yaitu nyamuk Aedes (Ae) dari
subgenus Stegomya.Vektor adalah hewanarthropoda yang dapat berperan
sebagai penular penyakit.Vektor DD dan DBD di Indonesia adalah nyamuk
Aedes aegyptisebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor

6
sekunder. Spesies tersebut merupakan nyamuk pemukiman,
stadiumpradewasanya mempunyai habitat perkembangbiakan di tempat
penampungan air/wadah yang berada di permukiman dengan airyang relatif
jernih. Nyamuk Ae. aegyptilebih banyak ditemukan berkembang biak di
tempat-tempat penampungan air buatan antaralain : bak mandi, ember, vas
bunga, tempat minum burung, kaleng bekas, ban bekas dan sejenisnya di
dalam rumah meskipunjuga ditemukan di luar rumah di wilayah perkotaan;
sedangkan Ae. albopictus lebih banyak ditemukan di penampungan air alami
diluar rumah, seperti axilla daun, lubang pohon, potongan bambu dan
sejenisnya terutama di wilayah pinggiran kota dan pedesaan,namun juga
ditemukan di tempat penampungan buatan di dalam dan di luar rumah.
Spesies nyamuk tersebut mempunyai sifatanthropofilik, artinya lebih memilih
menghisap darah manusia, disamping itu juga bersifat multiple feeding artinya
untuk memenuhikebutuhan darah sampai kenyang dalam satu periode siklus
gonotropik biasanya menghisap darah beberapa kali.Sifat tersebut
meningkatkan risiko penularan DB/DBD di wilayah perumahan yang
penduduknya lebih padat, satu individu nyamukyang infektif dalam satu
periode waktu menggigit akan mampu menularkan virus kepada lebih dari
satu orang.2

7
Gambar 1. Penyebaran vektor Dengue Haemorrhagic
Fever
Source: Rogers D.J., Wilson, A.J., Hay, S.L. The global distribution of yellow fever and
dengue.Adv. Parasitol. 2006. 62:181220.

2.1.3 Manifestasi Klinis


Manifestasi Klinis penderita dengue dibagi atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis
dan fase pemulihan. Pada fase febris gejala yang timbul berupa demam mendadak
tinggi selama dua sampai tujuh hari, disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri
seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan
nyeri tenggorok, kemerahan pada farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan
muntah.Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie,
perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan
perdarahan gastrointestinal. Fase kritis terjadi pada hari ke tiga sampai hari ke tujuh
dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler
dantimbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama dua puluh empat
sampai empat puluh delapan jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh
leukopeniprogresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi
syok.Bila fase kritis terlewati maka terjadi fase pemulihan berupa pengembalian
cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada empat puluh delapan
jam sampai tujuh puluh dua jam setelahnya. Fase pemulihan ditandai dengan
keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali , hemodinamik stabil
dan dieresis membaik.7.8

8
Gambar 2.1. Perjalanan Penyakit Demam Berdarah Dengue.3

Pada demam berdarah dengue jika tidak tertangani akan mengakibatkan


munculnya perdarahan dan tanda-tanda syok stau Sindrom Syok Dengue (DSS) dan
sering menyebabkan kematian. Pada penderita dengue harus dicurigai kasus Dengue
berat bila pada pemeriksaan ditemukan tanda kebocoran plasma seperti hematokrit
yang tinggi atau meningkat secara progresif, adanya efusi pleura atau asites,
gangguansirkulasi atau syok (takhikardi, ekstremitas yang dingin, waktu pengisian
kapiler (capillary refill time) > 3 detik, nadi lemahatau tidak terdeteksi, tekanan nadi
yang menyempit atau pada syok lanjut tidak terukurnya tekanan darah). Selain itu
juga bisa terjadi perdarahan yang signifikan,gangguan kesadaran,gangguan
gastrointestinal berat berupa muntah berkelanjutan, nyeri abdomen yang hebat atau
bertambah, ikterik, serta gangguan organ berat yaitu gagal hati akut, gagal ginjal akut,
ensefalopati atau ensefalitis, dan kardiomiopati.8,9

2.1.4 Penatalaksanaan dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga

9
Kedokteran keluarga mencakup seluruh spektrum ilmu kedokteran yang
orientasinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
berkesinambungan dan menyeluruh kepada satu kesatuan individu, keluarga dan
masyarakat dengan memperhatikan factor-faktor lingkungan, ekonomi dan sosial
budaya. Keluarga merupakan bagian dari komunitas yang mampu menjalankan fungsi
sebagai survailans, pencegahan, deteksi dini hingga penanganan pertama. Penanganan
berdasarkan grup A-C:13
1) Grup A- pasien yang memungkinkan dirawat di rumah
Pasien yang mendapatkan asupan cairan melalui oral yang adekuat dan
mengeluarkan minimal tiap 6 jam, tidak adanya warning sign terutama saat
demam sudah reda. Pasien harus selalu diperhatikan kondisinya untuk
mengetahui perjalanan penyakit (penurunan sel darah putih dan adanya
warning sign)hingga keluar dari fase kritis. Dengan hematokrit yang stabil
pasien dapat dirawat di rumah dengan catatan harus segera kembali ke rumah
sakit bila didapatkan warning sign setelah dilakukan penanganan berikut:
1. Berikan cairan rehidrasi melalui oral, jus buah dan cairan lain yang
mengandung elektrolit untuk menggantikan cairan yang hilang karena
demam dan muntah. Asupan cairan adekuat dapat menurunkan admisi
rumah sakit.
2. Berikan parasetamol bila panas tinggi hingga pasien tidak nyaman.
Interval dosis parasetamol harus lebih dari 6 jam. Berikan kompres
bila pasien tetap demam. Jangan berikan asam salisilat, ibuprofen
mampun agen anti inflamasi non steroid.
3. Ajarkan kepada keluarga untuk membawa ke rumah sakit bila: tidak
ada perbaikan klinis, nyeri perut berlebih, muntah terus menerus,
ekstremitas dingin, rewel dan rewel, perdarahan dan tidak kencing
lebih dari 4-6 jam.
2) Grup B- pasien yang harus dibawa ke rumah sakit
Pasien mungkin memerlukan perawatan secara dekat terutama bila mendekati
fase kritis. Pasien ini meliputi pasien dengan adanya warning sign, yakni
kondisi yang disebabkan dengue maupun konsisi medis lain yang lebih rumit
(kehamilan, obesitas, diabetes mellitus dan hipertensi, gagal ginjal, kronik

10
hemolisis) atau kondisi sosial tertentu (hidup sendiri, hidup jauh dari fasilitas
kesehatan tanpa transportasi yang memadai). Pasien dengan kondisi tersebut
harus ditangani dengan:
1. Dapatkan informasi hematokrit dasar pasien sebelum pemberian terapi
cairan. Berikan cairan isotonis seperti 0.9% saline, ringer lactat atau
Hartmann solution. Mulai dari 5-7 ml/kg BB/ jam selama 1-2 jam
kemudian turunkan 3-5 ml/kg BB/ jam selama 2-4 jam kemudian
kurangi 2-3 ml/kg BB/jam atau sesuai dengan kondisi klinis.
2. Nilai kembali status klinis pasien dan ulangi pemeriksaan hematokrit.
Bila hematokrit tetap sama atau meningkat sedikit, lanjutkan dengan
kecepatan yang sama (2-3 ml/kgBB/ jam) hingga 2-4 jam. Bila tanda
vital memburuk dan hematokrit meningkat drastic, tingkatkan 5-10
ml/kgBB/jam selama 1-2 jam. Lakukan pemeriksaan ulang status
klinis, hematokrit dan cairan infus yang masuk secara bersamaan.
3. Berikan cairan intravena minimal untuk menjaga perfusi yang baik dan
urin yaitu 0,5 ml/kg BB/jam. Cairan infus biasanya dibutuhkan 24-48
jam. Turunkan kecepatan cairan infus perlahan saat terjadi penurunan
tanda kebocoran plasma sebagai akhir masa kritis.
4. Pasien dengan warning sign harus dalam monitoring dokter hingga
masa beresiko berakhir. Keseimbangan cairan harus terjaga.
Parameternya meliputi tanda vital dan perfusi perifer (1-4 jam hingga
fase kritis berakhir), jumalah urin (setiap 4-6 jam), hematokrit
(sebelum dan sesudah penggantian cairan, kemudian tiap 6-12 jam)
dan glukosa darah serta fungsi organ lainnya.
3) Grup C- yang memerlukan penanganan kegawatdaruratan dan rujukan
Pasien yang membutuhkan penanganan kegawatdaruratan dan rujukan bila
mereka berada di kondisi kritis, yaitu:
1. Kebocoran plasma parah yang mengakibatkan syok dan atau
akumulasi cairan dengan distress pernafasan
2. Perdarahan berat
3. Gangguan organ berat (kerusakan hepar, gangguan ginjal,
kardiomiopati, ensefalopati dan ensefalitis).

11
2.1.5 Komplikasi
Ensefalopati dengue merupakan komplikasi DBD yang perawatannya rumit. Pada
ensefalopati seringkali dijumpai gejala kejang, penurunan kesadaran, dan transient
paresis. Ensefalopati dengue dapat disebabkan oleh perdarahan atau oklusi
(sumbatan) pembuluh darah. DBD dengan syok dan perdarahan spontan (DSS)
merupakan komplikasi DBD yang sangat penting diwaspadai, karena angka
kematiannya sepuluh kali lipat dibandingkan pada DBD tanpa syok. Keadaan syok
dapat diperhatikan dari keadaan umum, kesadaran, tekanan sistolik <100 mmHg,
tekanan nadi <20 mmHg, frekuensi nadi lebih dari 100 x/menit, akral dingin dan kulit
pucat serta diuresis kurang dari 0,5 mL/kgBB/jam. Pemeriksaan laboratorium yang
perlu adalah darah fosfat lengkap, hemostasis, analisis gas darah, kadar elektrolit
(natrium, kalium, klorida) serta ureum dan kreatinin.14

2.2 Nyamuk Ae. aegypti


2.2.1 Morfologi
Nyamuk Ae. aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh
berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan
gari-garis putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak
dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri
dari spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah
rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-
nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar
populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh
nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki
perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil
dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk
jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang.

12
Gambar 1. Morfologi Nyamuk Ae. aegypti

Sumber : kesmas-unsoed.blogspot.com

Nyamuk memiliki sepasang antena berbentuk filiform berbentuk


panjang dan langsing serta terdiri atas 15 segmen.Antena dapat
digunakan sebagai kunci untuk membedakan kelamin pada nyamuk
dewasa.Antena nyamuk jantan lebih lebat daripada nyamuk betina.Bulu
lebat pada nyamuk jantan disebut plumose sedangkan pada nyamuk
betina yang jumlahnya lebih sedikit disebut pilose (Lestari,2010).Proboscis
merupakan bentuk mulut modifikasi untuk menusuk.Nyamuk betina
mempunyai proboscis yang lebih panjang dan tajam, tubuh membungkuk
serta memiliki bagian tepi sayap yang bersisik.Dada terdiri atas protoraks,

13
mesotoraks dan metatoraks.Mesotoraks merupakan bagian dada yang
terbesar dan pada bagian atas disebut skutum yang digunakan untuk
menyesuaikan saat terbang.Sepasang sayap terletak pada
mesotoraks.Nyamuk memiliki sayap yang panjang, transparan dan terdiri
atas percabangan-percabangan (vena) dan dilengkapi dengan
sisi.Abdomen nyamuk tediri atas sepuluh segmen, biasanya yang terlihat
segmen pertama hingga segmen ke delapan, segmen-segmen terakhir
biasanya termodifikasi menjadi alat reproduksi.Nyamuk betina memiliki 8
segmen yang lengkap (Lestari,2010).Seluruh segmen abdomen berwarna
belang hitam putih, membentuk pola tertentu dan pada betina ujung
abdomen membentuk titik (meruncing) (Sayono,2008).
Secara morfologis Ae. aegyptiberukuran tubuh kecil
(Nurhayati,2005). Panjang 3-4 mm dan bintik hitam dan putih pada badan,
kaki dan mempuntai ring putih di kaki (Depkes RI,2004).Namun, dapat
dibedakan dari strip putih yang terdapat pada bagian skutumnya. Skutum
Ae. aegypti berwarna hitam dengan dua strip putih sejajar di bagian
dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih.
(Supartha,2008).

2.2.2 Klasifikasi Nyamuk Ae. aegypti


Klasifikasi nyamuk Ae. aegypti termasuk dalam kategori sebagai berikut:
Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Insecta

Ordo : Dipthera

Family : Culicidae

Subfamily : Culicinae

Genus : Aedes

14
Species : Aedes aegypti

2.2.3 Siklus Hidup Nyamuk Ae. aegypti

Nyamukmengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur, larva atau jentik,


pupa aatau kepompong, dan nyamuk dewasa. Pada stadium telur, larva dan pupa,
nyamuk hidup di dalam air, sedangkan pada stadium dewasa, nyamuk hidup
beterbangan (Depkes).

15
16
Gambar 2. Siklus Hidup Nyamuk

Sumber : http://www.nzdl.org/gsdlmod

Aedes yang beperan sebagai vektor penyakit semuanya tergolong


Stegomyadengan ciri-ciri tubuh bercorak belang hitam putih pada dada, perut,
tungkai. Corak ini merupakan sisi yang menempel di luar tubuh nyamuk.Corak putih
pada dorsal dada (punggung) nyamuk berbentuk seperti siku yang berhadapan,
sedangkan Ae.albopictus berbentuk lurus di tengah-tengah punggung (median
stripe).Semua ini mudah dilihat dengan mata telanjang.Aedes seperti juga serangga
lainnya yang termasuk ordo diptera, mengalami metamorfosis lengkap.Stadium-
stadiumnya terdiri dari telur, larva (Jentik), pupa (kepompong) dan nyamuk
dewasa.Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan dari telur menjadi dewasa di
laboratorium yang bersuhu 27 0C dan kelembaban udaranya 80%, kurang lebih 10
hari.Waktu 10 hari tersebut juga diperkirakan untuk keperluan pertumbuhan Ae.
aegyptidari telur sampai dewasa di alam bebas.

Demikian pula dengan nyamuk Ae. aegypti yang mengalami empat tingkat
pertumbuhan, yaitu stadium telur, stadium jentik, stadium pupa dan stadium nyamuk
dewasa dengan karakteristik fase pertumbuhan sebagai berikut:
1. Stadium Telur
Telur aedes berbentuk elips yang mempunyai permukaan poligonal (Depkes,
1983).Telur aedes berukuran kecil ( 50 mikron), berwarna hitam,sepintas lalu
tampak bulat panjang dan berbentuk jorong (oval)menyerupai torpedo.dibawah
mikroskop, pada dinding luar (exochorion) telur nyamuk ini, tampak adanya garis-
garis yang membentuk gambaran menyerupai sarang lebah. Di alam bebas telur
nyamuk ini diletakan satu per satu menempel pada dinding wadah / tempat
perindukan terlihat sedikit diatas permukaan air. Di dalam laboratorium, terlihat jelas
telur-telur ini diletakan menempel pada kertas saring yang tidak terendam air sampai
batas setinggi 2-4 cm diatas permukaan air. Di dalam laboratorium telur menetas

17
dalam waktu 1-2 hari, sedangkan di alam bebas untuk penetasan telur diperlukan
waktu yang kurang lebih sama atau dapat lebih lama bergantung pada keadaan yang
mempengaruhi air di wadah/tempa tperindukan, apabila wadah air yang berisi telur
mengering, telur bisa tahan selama beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan.
Ketika wadah air itu berisi air lagi dan menutupi seluruh bagian telur , telur itu akan
menetas menjadi jentik.

Gambar
3. Telur
Ae.
aegypti

Sumber :

www.bahangdkk.blogspot.com

2. Stadium Larva
Telur Ae. aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga satu bulan
dalam keadaan kering.Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi
larva.Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk
perkembangannya.Kondisi larva saat berkembang dapat mempengaruhi kondisi
nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi
ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih
rakus dalam mengisap darah. Sebaliknya, lingkungan yang kaya akan nutrisi
menghasilkan nyamuknyamuk.

18
Telur menetas menjadi jentik dan mengalami 4 tingkatan atau stadium. Bentuk
jentik antar stadium disebut instar.Waktu pertumbuhan dari masing-masing stadium
adalah sebagai berikut :

Stadium I : 1 (satu) hari


Stadium II : 1 2 hari
Stadium III : 2 (dua) hari
Stadium IV : 2 3 hari
Setelah telur menetas tumbuh menjadi larva yang disebut larva stadium I
(instar I). Kemudian larva stadium I ini melakukan 3 kali pengelupasan kulit (ecdysis
atau moulting), berturut-turut menjadi larva stadium 2,3 dan larva stadium 4. Untuk
membedakan larva Ae. aegyptidengan larva nyamuk yang lain adalah pada tahap
larva instar 1, 2 dan 3, larva Ae. aegyptibergerak aktif karena ingin mendapatkan O2
sebanyak-banyaknya. Sedangkan pada instar 4 larva tidak bergerak aktif tapi
menempel pada dinding yang datar.Larva stadium akhir ini lalu melakukan
pengelupasan kulit dan berubah bentuk menjadi stadium pupa. Larva stadium 4
berukuran 7 X 4 mm, mempunyai pelana yang terbuka , bulu sifon satu pasang dan
gigi sisir yang berduri lateral. Dalam air di wadah, larva aedes bergerak sangat lincah
dan aktif, dengan memperlihatkan gerakan-gerakan naik ke permukaan air dan turun
ke dasar wadah secara berulang-ulang.Larva Ae.aegypti dapat hidup di wadah yang
mengandung air ber pH 5,8 8,6. Jentik dalam kondisi yang sesuai akan berkembang
dalam waktu 6-8 hari dan kemudian berubah menjadi pupa (kepompong).

Jentik berkembang dalam waktu 6 8 hari menjadi pupa yang berbentuk


seperti koma. Lebih dari 2 (dua) hari menjadi nyamuk dewasa, jadi total siklus hidup
nyamuk adalah 9 12 hari.Jentik nyamuk Ae. aegypti dalam air dapat dikenali
dengan ciri-ciri yaitu berukuran 0,5 1 cm dan selalu bergerak aktif dalam air.
Gerakan berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air dimaksudkan untuk
bernapas. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air.

Ae. aegypti dalam siklus hidupnya mengalami perubahan bentuk


(metamorphos) sempurna yaitu dari telur, jentik (larva), kepompong (pupa) lalu

19
menjadi nyamuk dewasa.Kontak pertama dengan air merupakan rangsangan bagi
nyamuk untuk meletakkan telurnya.Biasanya telur diletakkan pada dinding bagian
dalam kontainer di permukaan air.Jumlah telur nyamuk Ae. aegypti untuk sekali
bertelur dapat mencapai 300 butir dengan ukuran 5 mm berwarna hitam / gelap.

Selanjutnya jentik berkembang menjadi pupa.Pada tingkat pupa ini tidak


memerlukan makan, tetapi perlu udara.Waktu pertumbuhan nyamuk adalah 1 2
hari.Jadi pada umumnya nyamuk jantan menetas lebih dahulu daripada nyamuk
betina. Lalu pupa berkembang menjadi nyamuk dewasa dan tidak lagi hidup dalam
air (Depkes RI, 1995).

Gambar 4. Larva
Ae. Agypti
Sumber :

http://science.howstuffworks.com

Gambar 5.
Larva
Nyamuk

20
Sumber : http://medent.usyd.edu.au

3. Stadium Pupa
Pupa larva ini juga sangat khas.PupaAe. aegypti berbeda dengan pupa
serangga lain. Kalau kupu-kupu biasanya bertapa ketika menjadi pupa, nyamuk
justruaktif ke sana ke mari ketika berbentuk pupa.Pupa nyamuk berbentuk seperti
koma.Kepala dan dadanya bersatudilengkapi sepasang terompet pernapasan.Stadium
pupa ini adalah stadium takmakan. Jika terganggu dia akan bergerak naik turun di
dalam wadah air. Dalamwaktu lebih kurang dua hari, dari pupa akan muncul nyamuk
dewasa. Jadi, totalsiklus dapat diselesaikan dalam waktu 9-12 hari.

Gambar 6. Proses Perkembangan Jentik Nyamuk Aedes aegypti


Sumber : www.informasikesehatan.org

21
Gambar 7.Pupa Ae. aegypti

Sumber : http://www.arbovirus.health.nsw.gov.au

4. Stadium Dewasa
Ciri khusus untuk mengenali nyamuk ini antara lain dari pola hitam putih di
tubuhnya, seperti di kaki dan di perutnya. Perhatikan gambar di bawah ini.

22
Gambar 8. Nyamuk Dewasa sedang Hinggap pada Kulit
Sumber : http://www.klikdokter.com

Tetapi perlu hati-hati, tidak semua nyamuk yang belang-belang adalah


nyamuk Ae. aegypti. Masih ada beberapa ciri khusus lagi yang membedakannya
dengan nyamuk jenis lain. Perhatikan pola di punggungnya.Ae. aegypti memiliki dua
garis putih di tengah dan di sisinya ada dua garis melengkung. Perhatikan baik-baik
di bagian punggung nyamuk ini.Kalau gambar skemanya seperti gambar di bawah
ini.Perhatikan kembali di bagian kepalanya.

Cara nunggingnya pun bisa digunakan untuk membedakan nyamuk ini dengan
jenis nyamuk yang lain. Perhatikan kembali gambar skema di bawah ini.

Gambar 9. Perilaku Nyamuk Ae. aegyptisaat Istirahat

23
Sumber : http://isroi.com

Nyamuk setelah muncul dari kepompong akan mencari pasangan


untukmengadakan perkawinan. Setelah kawin, nyamuk siap mencari darah
untukperkembangan telur demi keturunannya. Nyamuk jantan setelah kawin
akanistirahat, dia tidak menghisap darah tetapi cairan tumbuhan sedangkan
nyamukbetina menggigit dan menghisap darah orang.Berikut adalah daur hidup
Aedes spp dari telur hingga menjadi nyamuk dewasa :

Gambar 10. Siklus Hidup Nyamuk Ae.Aegypti


Sumber : http://kesmas-unsoed.blogspot.com

2.2.4 Bionomik (perilaku) Nyamuk Aedes aegypti


Ae. Aegypti merupakan spesies nyamuk yang hidup dan ditemukan
dinegara-negara yang terletak antara 350 lintang utara dan 350 lintang selatanpada

24
temperatur udara paling rendah sekitar 100 C. Pada musim panas, spesiesini kadang-
kadang ditemukan di daerah yang terletak sampai sekitar 450 lintangselatan. Selain
itu, ketahanan spesies ini juga tergantung pada ketinggian daerahyang bersangkutan
dari permukaan laut.Biasanya spesies ini tidak ditemukan didaerah dengan ketinggian
lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut.Dengan ciri highly anthropophilic dan
kebiasaan hidup di dekat manusia.Ae. aegyptidewasa menyukai tempat gelap yang
tersembunyi di dalam rumah sebagaitempat beristirahatnya, nyamuk ini merupakan
vektor efisien bagi arbovirus. Ae.aegyptijuga mempunyai kebiasaan mencari makan
(menggigit manusia untukdihisap darahnya) sepanjang hari terutama antara jam
08.00-13.00 dan antarajam 15.00-17.00. Sebagai nyamuk domestik di daerah urban,
nyamuk inimerupakan vektor utama (95%) bagi penyebaran penyakit DBD. Jarak
terbangspontan nyamuk betina jenis ini terbatas sekitar 30-50 meter per hari.
Jarakterbang jauh biasanya terjadi secara pasif melalui semua jenis
kendaraantermasuk kereta api, kapal laut dan pesawat udara. Nyamuk Ae.
aegyptihidup dan berkembang biak pada tempat-tempatpenampungan air bersih
yang tidak langsung berhubungan dengan tanah sepertibak mandi, tempayan, kaleng
bekas, tempat minum burung dan lain sebagainya.Umur nyamuk Ae. aegyptiberkisar
2 minggu sampai 3 bulan atau rata rata 1,5bulan tergantung dari suhu, kelembaban
sekitarnya. Kepadatan nyamuk akanmeningkat pada waktu musim hujan dimana
terdapat genangan air bersih yangdapat menjadi tempat untuk berkembang biak.
Selain nyamuk Ae. aegypti,penyakit demam berdarah juga dapat ditularkan oleh
nyamuk Ae.albopictus.Tetapi peranan nyamuk ini dalam menyebarkan penyakit
demam berdarahkurang jika dibandingkan nyamuk Ae. aegypti. Ae. aegyptisuka
beristirahat di tempat yang gelap, lembab, dantersembunyi di dalam rumah atau
bangunan termasuk di kamar tidur, kamarmandi, kamar kecil maupun dapur.Di dalam
ruangan, nyamuk suka beristirahatpada benda-benda yang tergantung seperti pakaian,
kelambu, gordyn di kamaryang gelap dan lembab.
Pada umumnya Ae. aegyptilebih menyukai tempat perindukan berupaair
bersih tetapi dari hasil studi oleh beberapa peneliti menguatkan bahwa telurnyamuk
lebih banyak pada ovitrap dengan rendaman jerami padi dari pada dengan airbersih

25
biasa. Penelitian Karen A Polson menyebutkan adanya perbedaan jumlahtelur pada
ovitrap menggunakan 10% air rendaman jerami padi dengan ovitrap
yangmenggunakan air biasa.Jumlah telur yang dihasilakan lebih banyak pada 10%air
rendaman jerami padi dari pada menggunakan air biasa.

Gambar 11.
Nyamuk
Ae.aegypti
Sumber :

http://pedulidbd.com

Nyamuk memiliki perilaku dan kebiasaan yang berbeda-beda sesuai jenisnya.


Bionomik Ae. aegyptiadalah sebagai berikut:
Kesukaan menggigit/mencari darah
Nyamuk Ae. aegypti adalah nyamuk yang mempunyai sifat yang khas,
menggigit pada waktu siang yaitu pada pagi dan sore hari (Judarwanto, 2007).

a. Setelah kawin, nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur.


b. Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2-3 kali sehari.
c. Menghisap darah pada pagi hari sampai sore hari dan lebih suka pada jam
08.00-12.00 dan jam 15.00-17.00.
d. Untuk mendapatkan darah yang cukup nyamuk betina sering menggigit lebih
dari 1 orang.
e. Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter.
f. Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan.
Kesukaan istirahat

26
Beberapa aedes mempunyai jarak terbang maksimum 50-100 mil (Brown,
1983).Kebiasaan hinggap dan beristirahat lebih banyak di dalam rumah pada benda-
benda yang bergantungan, berwarna gelap, dan tempat yang terlindungi (Kurniawan,
2002).

a. Setelah kenyang menghisap darah, nyamuk betina perlu istiraha sekitar 2-3
hari untuk mematangkan telurnya.
b. Tempat istirahat yang disukai:
1) Tempat-tempat uang lembab dan kurang terang, seperti kamar mandi,
dapur, WC.
2) Di dalam rumah, seperti baju yang digantung, kelambu, tirai.
3) Di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah.
Kesukaan bertelur/berkembangbiak.
Ae. saegypti termasuk nyamuk rumah yang tumbuh dalam genangan air di
sekitar kediaman manusia (Brown, 1983). Nyamuk ini berkembang biak di tempat
penampungan air bersih seperti bak mandi, tempayan, tempat minum burung dan
barang-barang bekas yang dibuang sembarangan yang pada waktu hujan terisi air
(Judarwanto, 2007).

a. Nyamuk Ae. aegypti berkembang biak dan bertelur di tempat penampungan


air bersih, seperti:
b. Telur diletakkan menempel pada dinding penampungan air, sedikit di atas
permukaan air.
c. Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir
telur dengan ukuran sekitar 0,7 mm per butir.
d. Telur ini di tempat kering ( tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan.
e. Telur akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 2 hari terpendam.
f. Jentik nyamuk setelah 6-8 hari akan tumbuh menjadi pupa nyamuk.
g. Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak di dalam air, tetapi tidak makan dan
setelah 1-2 hari akan mncul nyamukAe. aegyptiyang baru.

2.3 Juru Pemantau Jentik (Jumantik)


2.3.1. Definisi Jumantik

27
Juru Pemantau Jentik (Jumantik) adalah singkatan dari juru pemantau jentik
nyamuk. Jumantik adalah orang yang melakukan pemeriksaan, pemantauan dan
pemberantasan jentik nyamuk khususnya Aedes aegypti dan Aedes albopictus. 1 Peran
jumantik sangat penting karena berfungsi untuk memantau keberadaan dan
menghambat perkembangan awal vektor penular DBD. Keaktifan kader jumantik
dalam memantau lingkungannya diharapkan dapat menurunkan angka kasus DBD.16
Salah satu faktor yang mendorong peningkatan kasus DBD adalah keterbatasan
petugas kesehatan untuk melakukan penyuluhan secara berkesinambungan dan
kepedulian masyarakat terhadap upaya pencegahan DBD melalui PSN, sehingga
diperlukan adanya kemandirian masyarakat baik secara perorangan, keluarga, dan
masyarakat dalam upaya pencegahan DBD.3 Kader jumantik merupakan kelompok
kerja kegiatan pemberantasan penyakit DBD di tingkat desa. Tujuan dibentuknya
kader jumantik adalah untuk menggerakkan peran serta masyarakat dalam usaha
pemberantasan penyakit DBD, terutama dalam pemberantasan jentik nyamuk penular
sehingga penularan penyakit DBD di tingkat desa dapat dicegah atau dibatasi.16,17
Jumantik diwajibkan melaporkan hasil pemantauan yang telah dilakukakan ke
kelurahan atau desa masing-masing secara rutin dan berkesinambungan. Pemantauan
dilakukan satu kali dalam seminggu. Jika ditemukan jentik nyamuk maka petugas
berhak memberi peringatan kepada penghuni/pemilik rumah untuk membersihkan
atau menguras tempat penampungan air agar bersih dari jentik. Selanjutnya, jumantik
menulis catatan dan laporan yang diperlukan untuk dilaporkan ke kelurahan dan
kemudian dari kelurahan dilaporkan ke instansi terkait atau vertikal. Jumantik yang
bertugas di daerah-daerah ini sebelumnya telah mendapatkan pelatihan dari dinas
terkait. Mereka juga dalam tugasnya dilengkapi dengan tanda pengenal dan
perlengkapan berupa alat pemeriksa jentik seperti cidukan, senter, pipet, wadah-
wadah plastik, dan alat tulis. 17

2.3.2 Progam Jumantik


Satu rumah satu Jumantik merupakan suatu model pemberdayaan masyarakat yang
dikembangkan dari konsep jumantik mandiri yaitu juru pemantau jentik yang

28
dilakukan secara mandiri oleh masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga dalam
pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk untuk melindungi
wilayahnya dari jentik nyamuk demam berdarah, dengan teknik dasar 3M plus.
Dalam konsep ini, akan ditentukan jumantik rumah yang merupakan kepala
keluarga / anggota keluarga / penghuni dalam satu rumah yang disepakati untuk
melaksanakan kegiatan pemantauan jentik di rumahnya. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi untuk menjadi jumantik rumah sebagai berikut:
1) bertempat tinggal di daerah yang bersangkutan.
2) usia produktif (15-64 tahun).
3) sehat jasmani maupun rohani.
4) dapat membaca dan menulis dengan tingkat pendidikan minimal lulus SD.
5) mampu berkomunikasi dengan baik dan jelas.
6) mampu menjadi motivator.
7) mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan baik.17
Kriteria Koordinator Jumantik Koordinator Jumantik direkrut dari masyarakat
berdasarkan usulan atau musyawarah RT setempat, dengan kriteria sebagai berikut:
1) berasal dari warga rt setempat
2) mampu dan mau melaksanakan tugas dan bertanggung jawab
3) mampu dan mau menjadi motivator bagi masyarakat di lingkungan tempat
tinggalnya.
4) mampu dan mau bekerjasama dengan petugas puskesmas dan tokoh
masyarakat di lingkungannya.15
Kriteria Supervisor Jumantik Penunjukan supervisor disesuaikan dengan situasi
dan kondisi daerah masing-masing, dengan kriteria:
1) anggota pokja desa/kelurahan atau orang yang ditunjuk dan ditetapkan oleh
ketua RW/ kepala desa/lurah.
2) mampu melaksanakan tugas dan bertanggungjawab
3) mampu menjadi motivator bagi masyarakat dan koordinator jumantik yang
menjadi binaannya.
4) mampu bekerjasama dengan petugas puskesmas, koordinator jumantik dan
tokoh masyarakat setempat.15

29
Gambar 2.2. Gambar Ilustrasi Struktur Kerja Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik

2.3.3 Tugas Jumantik


Tugas dan tanggung jawab pelaksanaan PSN 3M Plus disesuaikan dengan fungsi
masing-masing. tugas dan tanggung jawab Jumantik adalah sebagai berikut:17
1) Jumantik Rumah
1. Mensosialisasikan PSN 3M Plus kepada seluruh anggota
keluarga/penghuni rumah.
2. Memeriksa/memantau tempat perindukan nyamuk di dalam dan di luar
rumah seminggu sekali.
3. Menggerakkan anggota keluarga/penghuni rumah untuk melakukan
PSN 3M Plus seminggu sekali.

30
Hasil pemantauan jentik dan pelaksanaan PSN 3 M Plus dicatat pada kartu
jentik.
2) Koordinator Jumantik
1. Melakukan sosialisasi PSN 3M Plus secara kelompok kepada
masyarakat. Satu Koordinator Jumantik bertanggungjawab membina
20 hingga 25 orang Jumantik rumah/lingkungan.
2. Menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan PSN 3M Plus di
lingkungan tempat tinggalnya.
3. Membuat rencana/jadwal kunjungan ke seluruh bangunan baik rumah
maupun TTU/TTI di wilayah kerjanya.
4. Melakukan kunjungan dan pembinaan ke rumah/ tempat tinggal, TTU
dan TTI setiap 2 minggu.
5. Melakukan pemantauan jentik di rumah dan bangunan yang tidak
berpenghuni seminggu sekali.
6. Membuat catatan/rekapitulasi hasil pemantauan jentik rumah, TTU
dan TTI sebulan sekali.
7. Melaporkan hasil pemantauan jentik kepada Supervisor Jumantik
sebulan sekali.
3) Supervisor Jumantik
1. Memeriksa dan mengarahkan rencana kerja Koordinator Jumantik
2. Memberikan bimbingan teknis kepada Koordinator Jumantik.
3. Melakukan pembinaan dan peningkatan keterampilan kegiatan
pemantauan jentik dan PSN 3M Plus kepada Koordinator Jumantik.
4. Melakukan pengolahan data pemantauan jentik menjadi data Angka
Bebas Jentik (ABJ).
5. Melaporkan ABJ ke puskesmas setiap bulan sekali.

2.3.4 Pencegahan Dan Pengendalian DBD Oleh Jumantik


Dalam melaksanakan tugasnya sebagai jumantik, ada beberapa langkahlangkah
yang harus dilakukan dalam pelaksanaan pemantauan jentik nyamuk oleh jumantik
yaitu: 18
1) Pengurus RT melakukan pemetaan dan pengumpulan data penduduk, data
rumah/ bangunan pemukiman dan tempat-tempat umum lainnya seperti sarana
pendidikan, sarana kesehatan, sarana olahraga, perkantoran, masjid/ mushola,
gereja, pasar, terminal dan lain-lain.

31
2) Pengurus RT mengadakan pertemuan tingkat RT dihadiri oleh warga
setempat, tokoh masyarakat (Toma), tokoh agama (Toga), dan kelompok
potensial lainnya. Pada pertemuan tersebut disampaikan tentang perlunya
setiap rumah melakukan pemantauan jentik dan PSN 3M Plus secara rutin
seminggu sekali dan mensosialisasikan tentang pentingnya Gerakan 1 Rumah
1 Jumantik dengan membentuk Jumantik rumah/lingkungan.
3) Pengurus RT membentuk koordinator jumantik dan jumantik lingkungan
berdasarkan musyawarah warga.
4) Para koordinator jumantik menyusun rencana kunjungan rumah. Hal-hal yang
perlu dilakukan saat kunjungan rumah adalah sebagai berikut:
1. Memulai pembicaraan dengan menanyakan sesuatu yang sifatnya
menunjukkan perhatian kepada keluarga itu. Misalnya menanyakan
keadaan anak atau anggota keluarga lainnya
2. Menceritakan keadaan atau peristiwa yang ada kaitannya dengan penyakit
demam berdarah, misalnya adanya anak tetangga yang sakit demam
berdarah atau adanya kegiatan di desa/ kelurahan/RW tentang usaha
pemberantasan demam berdarah atau berita di surat kabar/
majalah/televisi/radio tentang penyakit demam berdarah dan lain-lain.
3. Membicarakan tentang penyakit DBD, cara penularan dan pencegahannya,
serta memberikan penjelasan tentang hal-hal yang ditanyakan tuan rumah.
4. Gunakan gambar-gambar (leaflet) atau alat peraga untuk lebih
memperjelas penyampaian.
5. Mengajak pemilik rumah bersama-sama memeriksa tempat-tempat yang
berpotensi menjadi sarang jentik nyamuk. Misalnya bak penampungan air,
tatakan pot bunga, vas bunga, tempat penampungan air dispenser,
penampungan air buangan di belakang lemari es, wadah air minum burung
serta barang-barang bekas seperti ban, botol air dan lain-lainnya.
1) Pemeriksaan dimulai di dalam rumah dan dilanjutkan di luar rumah.
2) Jika ditemukan jentik nyamuk maka kepada tuan rumah/pengelola
bangunan diberi penjelasan tentang tempat-tempat perkembangbiakan
nyamuk dan melaksanakan PSN 3M Plus.

32
3) Jika tidak ditemukan jentik maka kepada tuan rumah/pengelola
bangunan disampaikan pujian dan memberikan saran untuk terus
menjaga agar selalu bebas jentik dan tetap melaksanakan PSN 3MPlus.
Upaya pemberantasan DBD dititik beratkan pada penggerakan potensi masyarakat
untuk dapat berperan serta dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui 3 M
plus (Menguras, Menutup Dan Mengubur) plus menabur larvasida, penyebaran ikan
pada tempat penampungan air, penggerakan juru pemantau jentik (Jumantik) serta
pengenalan gejala DBD dan penanganannya di rumah tangga. Angka Bebas Jentik
(ABJ) digunakan sebagai tolak ukur upaya pemberantasan vektor melalui PSN-3M
menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD. Oleh karena itu
pendekatan pemberantasan DBD yang berwawasan kepedulian masyarakat
merupakan salah satu alternatif pendekatan baru.

2.3.5. Ukuran untuk Mengetahui Jentik Aedes aegypti


1) House Indeks (HI), yaitu persentase rumah yang terjangkit larva dan atau
pupa.

2) Contain
er
Indeks (CI), yaitu persentase container yang terjangkit larva atau pupa.

3) Bret
eau Indeks (BI), yaitu jumlah container yang positif per-100 rumah yang
diperiksa.

Dari
ukuran di atas dapat diketahui persentase Angka Bebas Jentik (ABJ), yaitu jumlah
rumah yang tidak ditemukan jentik per jumlah rumah yang diperiksa.

PJB
merupakan bentuk evaluasi hasil kegiatan yang dilakukan tiap 3 bulan sekali disetiap

33
desa/kelurahan endemis pada 100 rumah/bangunan yang dipilih secara acak (random
sampling). Angka Bebas Jentik dan House Indeks lebih menggambarkan luasnya
penyebaran nyamuk disuatu wilayah.19

2.3.6 Cara Mencatat dan Melaporkan Hasil Pemantauan Jentik


1) Pencatatan hasil pemantauan jentik pada kartu jentik
Jumantik Keluarga/Lingkungan. Setelah melakukan pemeriksaan jentik,
Jumantik Keluarga/Lingkungan menuliskan hasilnya pada kartu jentik seperti
di bawah ini. Jumantik Keluarga/Lingkungan mengisi kartu jentik seminggu
sekali dengan tanda - jika tidak ditemukan jentik atau tanda + jika
menemukan jentik.
2) Pengolahan data, Pencatatan dan pelaporan oleh Koordinator Jumantik
Cara mencatat dan melaporkan hasil pemeriksaan jentik adalah sebagai
berikut:
1. Laporan Koordinator Jumantik
1) Dilakukan di level RT
2) Dilakukan sebulan sekali
3) Direkap dari kartu Jentik
2. Laporan Supervisor Jumantik
1) Dilakukan di level RW/Desa/Kelurahan,
2) Dilakukan sebulan sekali direkap dari laporan koordinator

2.4 Ikan Nila


2.4.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila
Ikan nila merupakan spesies yang berasal dari kawasan Sungai Nil dan danau-
danau sekitarnya di Afrika. Bibit ikan nila didatangkan ke Indonesia secara resmi
oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969 dari Taiwan ke
Bogor. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, ikan nila disebarluaskan
kepada petani di seluruh Indonesia (Wiryanta dkk. 2010). Klasifikasi ikan nila
menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Class : Ostheichthyes

34
Sub Class : Acanthoptherigii

Ordo : Percomorphii

Sub Ordo : Percoidea

Family : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Gambar . Ikan nila (Oreochromis niloticus)

Ikan nila atau dikenal dengan nama Tilapia, merupakan ikan darat yang hidup di
perairan tropis. Bibit Nila didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Peneliti
Perikanan Air Tawar (Balitkanwar) dari Taiwan pada tahun 1969. Setelah melalui
masa penelitian dan adaptasi, ikan ini kemudian disebarluaskan kepada petani di
seluruh Indonesia (DKPD Sulteng, www.dkp.sulteng.go.id). Ikan nila secara
morfologi memiliki bentuk tubuh pipih, sisik besar dan kasar, kepala relatif kecil,

35
mata tampak menonjol dan besar, tepi mata berwarna putih dan garis linea lateralis
terputus dan terbagi dua. Ikan nila memiliki lima buah sirip yakni sirip punggung
(dorsal fin), sirip dada (Pectoral fin), sirip perut (venteral fin), sirip anus (anal fin),
dan sirip ekor (caudal fin). Ikan nila dikenal sebagai ikan yang memiliki toleransi
sangat tinggi, baik toleransi terhadap salinitas, suhu, pH, dan bahkan kadar oksigen.
Menurut SNI (2009) suhu air optimum untuk mendukung pertumbuhan ikan nila
berkisar anatara 25-320C, namun menurut DPP Jawa Tengah (1994) ikan nila mampu
hidup pada suhu antara 14-380C. pH yang mendukung pertumbuhan ikan adalah 6,5
8,5. pH optimal untuk ikan nila adalah antara 7-8 (Pusat Penyuluhan Kelautan dan
Perikanan 2011), namun demikian ikan masih mampu hidup pada pH 4-12. Kadar
oksigen optimal yang dibutuhkan oleh ikan nila adalah antara 3-5 ppm. Ikan nila
mampu hidup pada perairan tawar seperti sungai, danau, waduk, rawa bahkan sawah,
dan memiliki toleransi yang luas terhadap salinitas sehingga ikan nila mampu hidup
pada perairan payau dengan salinitas antara 0-25 ppt (DPP Jateng 1994).

Ikan nila mampu hidup di perairan yang dalam dan luas maupun di kolam yang
sempit dan dangkal, mempunyai pertumbuhan yang cepat terutama untuk ikan nila
jantan, tidak memiliki duri dalam daging, serta dapat dipelihara dalam kepadatan
yang cukup tinggi (Jannah 2001).

2.4.2 Kebiasaan Makan Ikan Nila


Ikan nila memiliki respon yang luas terhadap pakan dan memiliki sifat omnivora
sehingga bisa mengkonsumsi makanan berupa hewan dan tumbuhan (Huet 1971
dalam Haryono dkk. 2001). Di perairan alam ikan nila memakan plankton, perifiton,
benthos maupun tumbuhan air atau gulma air yang lunak, bahkan cacing pun dimakan
(Susanto 1987). Menurut Soenanto (2004) ikan nila dapat diberi dedak halus, bekatul,
ampas kelapa, bungkil kacang dan sisa makanan. Haryono (2001) menyatakan bahwa
produksi ikan nila yang maksimal memerlukan pemeliharaan yang intensif, yang
mana dalam pemeliharaannya memerlukan pemberian pakan tambahan berupa pellet.
Pellet yang diberikan untuk ikan nila harus diimbangi dengan kenaikan berat ikan
secara ekonomis, sehingga akan lebih baik apabila bahan pakan yang diberikan

36
berstatus limbah namun masih memenuhi kebutuhan gizi ikan nila. Benih ikan nila
dapat dibedakan menjadi beberapa kelas atau fase, yaitu fase larva (ukuran 0,6-0,7
cm), fase kebul (ukuran 1-3 cm), gabar (ukuran 3-5 cm), belo (ukuran 5-8 cm) dan
sangkal (ukuran 8-12 cm). Pada kegiatan budidaya fase larva dan kebul disebut
dengan pendederan I, fase gabar disebut pendederan II, fase belo disebut pendederan
III dan fase sangkal disebut pendederan IV. Adapun dosis pellet yang diberikan untuk
benih ikan nila yaitu sebanyak 3%-5% dari total biomassa ikan dengan kandungan
protein antara 20%-25%, lemak 6%-8% (SNI 1999), pellet yang diberikan bisa
berupa pellet crumble ataupun pellet utuh disesuaikan dengan bukaan mulut ikan.

2.4.3 Pertumbuhan Ikan


Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran panjang dan berat dalam suatu waktu.
Pertumbuhan terjadi apabila terdapat kelebihan input energi dan asam amino (protein)
yang berasal dari pakan. Energi tersebut akan digunakan untuk metabolisme, gerak,
reproduksi dan menggantikan sel- sel yang rusak (Effendie 1997). Pertumbuhan ikan
sangat ditentukan oleh kualitas pakan, namun juga dipengaruhi oleh kondisi perairan
tempat pemeliharaan. Secara garis besar pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor
internal dan faktor eksternal. Hepher (1988) menyatakan bahwa faktor internal
diantaranya adalah jenis kelamin, karakteristik genetik dan fisiologi ikan. Laju
pertumbuhan beberapa ikan dipengaruhi oleh jenis kelamin, contohnya adalah pada
ikan nila. Ikan nila jantan memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat jika
dibandingkan dengan ikan nila betina. Karakteristik genetik yang mempengaruhi laju
pertumbuhan ikan contohnya seperti kemampuan ikan memanfaatkan pakan,
kemampuan ikan dalam bersaing untuk mencari pakan. Sedangkan yang termasuk
kedalam fisiologi ikan yaitu ketahanan ikan terhadap parasit dan penyakit. Faktor
eksternal yang mempengaruhi laju pertumbuhan contohnya adalah kualitas air dan
pakan (Huet 1971 dalam Haryono dkk. 2001). Kualitas air mencakup suhu, oksigen
terlarut, karbondioksida, pH. Suhu adalah salah satu faktor penting bagi organisme di
perairan, suhu yang terlalu tinggi dapat mengurangi jumlah oksigen terlarut dan
mempengaruhi selera makan ikan (Triyono dkk. 1996). Oksigen terlarut juga

37
merupakan faktor yang mendasar dalam budidaya perikanan. Batas konsentrasi
oksigen bergantung pada genetik, suhu, aktifitas dan stress ikan. Pada umumnya
kandungan oksigen terlarut yang baik bagi ikan yaitu diatas 2 mg/l (Djajasewaka dkk.
1979). Konsentrasi karbondioksida di perairan akan bersifat merugikan dalam
kegiatan budidaya ketika konsentrasi karbondioksida meningkat selama periode
kandungan oksigen menurun. Sedangkan pH yang optimal bagi pertumbuhan ikan
yaitu berkisar antara 6,5-8,5 karena suasana basa akan meningkatkan selera makan
ikan (Triyono dkk. 1996). Menurut Hepher (1988) kepadatan juga termasuk kedalam
faktor eksternal.

38

Anda mungkin juga menyukai

  • Konjungtivitis Bakteri
     Konjungtivitis Bakteri
    Dokumen4 halaman
    Konjungtivitis Bakteri
    tiar
    Belum ada peringkat
  • Lelaki
    Lelaki
    Dokumen1 halaman
    Lelaki
    tiar
    Belum ada peringkat
  • Bab I-Iii
    Bab I-Iii
    Dokumen31 halaman
    Bab I-Iii
    tiar
    Belum ada peringkat
  • Daftra Isi 1
    Daftra Isi 1
    Dokumen1 halaman
    Daftra Isi 1
    tiar
    Belum ada peringkat
  • Hari Ini
    Hari Ini
    Dokumen1 halaman
    Hari Ini
    tiar
    Belum ada peringkat
  • Jomblo
    Jomblo
    Dokumen1 halaman
    Jomblo
    tiar
    Belum ada peringkat
  • Tugas Bedah Saraf
    Tugas Bedah Saraf
    Dokumen37 halaman
    Tugas Bedah Saraf
    tiar
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Jefri Efendi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    tiar
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen1 halaman
    Bab I
    tiar
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    Tri Tiar Gumilang
    Belum ada peringkat
  • Hidrosefalus
    Hidrosefalus
    Dokumen2 halaman
    Hidrosefalus
    Sazira
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Bab I Epilepsi
    Bab I Epilepsi
    Dokumen2 halaman
    Bab I Epilepsi
    tiar
    Belum ada peringkat
  • Preeklamsia Dan Eklamsia1
    Preeklamsia Dan Eklamsia1
    Dokumen24 halaman
    Preeklamsia Dan Eklamsia1
    Nanda Sulistyaningrum
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    tiar
    Belum ada peringkat
  • Pemba Has An
    Pemba Has An
    Dokumen11 halaman
    Pemba Has An
    tiar
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    tiar
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen2 halaman
    Bab I Pendahuluan
    tiar
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen1 halaman
    Bab Iii
    uva3006
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka3
    Daftar Pustaka3
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka3
    tiar
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    uva3006
    Belum ada peringkat
  • Fisiologi Persalinan Normal
    Fisiologi Persalinan Normal
    Dokumen55 halaman
    Fisiologi Persalinan Normal
    najuasaleh
    Belum ada peringkat
  • Maping Konsep
    Maping Konsep
    Dokumen1 halaman
    Maping Konsep
    tiar
    Belum ada peringkat
  • Abstrak 1
    Abstrak 1
    Dokumen16 halaman
    Abstrak 1
    tiar
    Belum ada peringkat
  • Contoh RPP Konstruktivisme 4
    Contoh RPP Konstruktivisme 4
    Dokumen17 halaman
    Contoh RPP Konstruktivisme 4
    tiar
    Belum ada peringkat
  • Maping Konsep
    Maping Konsep
    Dokumen1 halaman
    Maping Konsep
    tiar
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    Afif Auliya
    Belum ada peringkat
  • Pulsat
    Pulsat
    Dokumen1 halaman
    Pulsat
    tiar
    Belum ada peringkat