Anda di halaman 1dari 6

ISBN : 978-602-73865-4-9

STUDY FENOMENOLOGI: PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN


PASIEN KRITIS YANG DILAKUKAN SUCTION
ENDOTRACHEAL TUBE
Wahyu Rima Agustin 1, Roni Rohmat Wijaya 2
STIKes Kusuma Husada Surakarta, wra.wahyurimaagustin@gmail.com
STIKes Kusuma Husada Surakarta, ronywijaya56@gmail.com

ABSTRAK
Gagal napasmerupakan penyebab angka kesakitan dan kematian yang tinggi di instalasi perawatan
intensif.Salah satu kondisi yang dapat menyebabkan gagal napas adalah obstruksi jalan napas,
termasuk obstruksi pada Endotrakeal Tube.Penanganan untuk obstruksi jalan napas akibat akumulasi
sekresi pada Endotracheal Tube dengan melakukan tindakan suction.Tindakan suction endotracheal
tube dapat memberikan efek samping antara lain terjadi penurunan kadar saturasi oksigen
>5%.Penelitian ini untuk mengetahuiperubahan saturasi oksigen pada pasien kritis yang dilakukan
tindakan suction endotracheal tube di Ruang Intensive Care Unit RSUD dr.Moewardi Surakarta.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakan pendekatan deskriptif
fenomenology, teknik analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan metode
Collaizi. Partisipan dalam penelitian ini adalah 4 perawat yang bekerja di ICU, teknik pengambilan
sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria partisipanperawat
dengan kriteriapendidikan minimal D3 keperawatan, lama bekerja minimal tiga tahun di ICU,
berpengalaman melakukan suction.
Hasil penelitian ini setelah dilakukan tindakan suction pada pasien yang terpasang endotracheal tube
saturasi oksigen pasien mengalami penurunan antara 4-10%. Respon pasien saat terjadi perubahan
saturasi oksigen yaitu sesak napas, HR meningkat, PCO2 meningkat, gelisah, hipoksia dan
hiperventilasi.
Kesimpulan dari penelitian ini tindakan suction pada pasien yang terpasang endotracheal tube dapat
menyebabkan penurunan saturasi oksigen.
Kata Kunci : Saturasi oksigen, suction, endotracheal tube

ABSTRACT
Respiratory failure is the cause of high morbidity and high mortality at the Intensive Care Unit. The
condition that leads to respiratory failure is airway obstruction, including obstruction on endotracheal
tube. The airway obstruction handling due to the accumulation of secretions in the endotracheal tube is
done through suction. The endotracheal tube suction can give effects such as oxygen saturation
reduction as much as greater than 5%. The objective of this research is to investigate the oxygen
saturation change in the critically ill patients exposed to the intervention of endotracheal tube suction
at the Intensive Care Unit of Dr. Moewardi General Hospital of Surakarta.
This research used the descriptive qualitative phenomenological method. The samples of research
consisted of 4 nurses who had the length of employment at the Intensive Care Unit of more than 3 years,
who held the education background of Diploma III in Nursing Science, and who had experiences to do
suction. The samples were taken by using the purposive sampling technique. The data of research were
analyzed by using the Colaizzis method.
The result of this research shows that following the suction intervention to the patients with the
endotracheal tube, the oxygen saturation patient decreased as much as 4-10%. The responses of the
patients when the oxygen saturation change took place included asphyxia, increased HR, increased
PCO2, anxiety, hypoxia, and hyperventilation. Thus, the suction intervention to the patients with the
endotracheal tube could decrease the oxygen saturation.
Keywords : Oxygen saturation, suction, endotracheal tube

PENDAHULUAN
Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini
nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di
seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat.Kerjasama ini akan membuka peluang
kerja bagi tenaga profesi seperti tenaga perawat serta tenaga ahli lainnya untuk bekerja di negara
ASEAN pilihannya sesuai dengan standar masing-masing profesi. Di samping itu dalam komponen ini,

Prosiding Nasional APIKES-AKBID Citra Medika Surakarta 93


ISBN : 978-602-73865-4-9

akan ada rumusan bersama tentang kualifikasi dan kompetensi tenaga profesi yang disebut dengan
Mutual Recognition Arrangement (MRA). Sehingga diharapkan adanya kesetaraan kompetensi tenaga
profesi di kawasan Asia Tenggara, di antaranya adalah kualifikasi dan kompetensi perawat.
Peran perawat sebagai care giverdi ruang ICU sangat dituntut untuk memberikan pelayanan
yang berkualitas, sehingga diperlukan penelitan - penelitian baru dalam upaya peningkatan kualitas
pelayanan. Intensive Care Unit (ICU) merupakan ruang rawat rumah sakit dengan staf dan
perlengkapan khusus ditujukan untuk mengelola pasien dengan penyakit, trauma atau komplikasi yang
mengancam jiwa. Peralatan standar di Intensive Care Unit (ICU) meliputi ventilasi mekanik untuk
membantu usaha bernapas melalui Endotrakeal Tube (ETT) atau trakheostomi. Salah satu indikasi
klinik pemasangan alat ventilasi mekanik adalah gagal napas (Musliha, 2010).
Gagal napas masih merupakan penyebab angka kesakitan dan kematian yang tinggi di instalasi
perawatan intensif. Gagal napas terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru
paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen (O2) dan pembentukan karbon dioksida (CO2)
dalam sel-sel tubuh. Hal ini mengakibatkan tekanan oksigen arteri kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia)
dan peningkatan tekanan karbon dioksida lebih besar dari 45 mmHg (Hiperkapnia). Gagal napas masih
menjadi penyebab angka kesakitan dan kematian yang tinggi di ruang perawatan intensif (Brunner&
Suddarth, 2002).
Salah satu kondisi yang dapat menyebabkan gagal napas adalah obstruksi jalan napas,
termasuk obstruksi pada Endotrakeal Tube (ETT).Obstruksi jalan napas merupakan kondisi yang tidak
normal akibat ketidak mampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau
berlebihan akibat penyakit infeksi, imobilisasi, statis sekresi, dan batuk tidak efektif (Hidayat, 2005).
Hasil studi di Jerman dan Swedia melaporkan bahwa insidensi gagal napas akut pada dewasa
77,6-88,6 kasus/100.000 penduduk/tahun. The American-European Consensus on ARDS menemukan
insidensi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) antara 12,6-28,0 kasus/100000 penduduk/tahun
serta kematian akibat gagal napas dilaporkan sekitar 40%. Berdasarkan data peringkat 10 Penyakit
Tidak Menular (PTM) yang terfatal menyebabkan kematian berdasarkan Case Fatality Rate (CFR) pada
rawat inap rumah sakit pada tahun 2010, angka kejadian gagal napas menempati peringkat kedua yaitu
sebesar 20,98% (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Data yang diperoleh dari buku registrasi pasien
ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado mulai dari bulan Januari-Oktober 2013 total pasien yang
dirawat di ICU adalah sebanyak 411 pasien dan yang mengalami kejadian gagal napas sebanyak 132
pasien (32,1 %). Rata-rata pasien yang dirawat di ICU adalah 41-42 pasien/bulan dan rata-rata yang
mengalami kejadian gagal napas adalah 13-14 pasien/bulan serta 10-11 pasien/bulan meninggal akibat
gagal napas (Berty, 2013).
Penanganan untuk obstruksi jalan napas akibat akumulasi sekresi pada Endotrakeal Tube pada
pasien kritis adalah dengan melakukan tindakan penghisapan lendir (suction) dengan memasukkan
selang kateter suction melalui hidung/mulut/Endotrakeal Tube (ETT) yang bertujuan untuk
membebaskan jalan napas, mengurangi retensi sputum dan mencegah infeksi paru. Secara umum pasien
yang terpasang ETT memiliki respon tubuh yang kurang baik untuk mengeluarkan benda asing,
sehingga sangat diperlukan tindakan penghisapan lendir (suction) (Nurachmah & Sudarsono, 2000).
Menurut Wiyoto (2010), apabila tindakan suction tidak dilakukan pada pasien dengan
gangguan bersihan jalan napas maka pasien tersebut akan mengalami kekurangan suplai
O2(hipoksemia), dan apabila suplai O2 tidak terpenuhi dalam waktu 4 menit maka dapat menyebabkan
kerusakan otak yang permanen. Cara yang mudah untuk mengetahui hipoksemia adalah dengan
pemantauan kadar saturasi oksigen (SpO2) yang dapat mengukur seberapa banyak prosentase O2 yang
mampu dibawa oleh hemoglobin. Pemantauan kadar saturasi oksigen adalah dengan menggunakan alat
oksimetri nadi (pulse oxymetri), dengan pemantauan kadar saturasi oksigen yang benar dan tepat saat
pelaksanaan tindakan penghisapan lendir, maka kasus hipoksemia yang dapat menyebabkan gagal napas
hingga mengancam nyawa bahkan berujung pada kematian bisa dicegah lebih dini.
Penelitian yang dilakukan Berty, dkk di ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun
2013 pada 16 pasien yang terpasang ETT dan terdapat lendir. Sesudah dilakukan tindakan suction
mengalami penurunan saturasi oksigen. Tindakan suction ETT dapat memberikan efek samping antara
lain terjadi penurunan kadar saturasi oksigen >5%. Sebagian besar responden yang mengalami
penurunan kadar saturasi oksigen secara signifikan pada saat dilakukan tindakan penghisapan lendir
ETT yaitu terdiagnosis dengan penyakit pada sistem pernapasan. Komplikasi yang mungkin muncul
dari tindakan penghisapan lendir salah satunya adalah hipoksemia/hipoksia. Hal ini diperkuat oleh
penelitian Maggiore et al, (2013) tentang efek samping dari penghisapan lendir ETT salah satunya
adalah dapat terjadi penurunan kadar saturasi oksigen lebih dari 5%. Sehingga pasien yang menderita
penyakit pada sistem pernapasan akan sangat rentan mengalami penurunan nilai kadar saturasi oksigen

Prosiding Nasional APIKES-AKBID Citra Medika Surakarta 94


ISBN : 978-602-73865-4-9

yang signifikan pada saat dilakukan tindakan penghisapan lendir, hal tersebut sangat berbahaya karena
bisa menyebabkan gagal napas (Berty, 2013).
Studi pendahuluan yang dilakukan di ICU RSUD dr. Moewardi Surakarta didapatkan data
jumlah tempat tidur di ICU sebanyak 13 tempat tidur, pasien yang dirawat di ICU 80% terpasang ETT.
Pada bulan November 2014 jumlah pasien yang terpasang ETT sebanyak 24 pasien.
Penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis
yang dilakukan tindakan suctionendotracheal tube di ICU RSUD dr.Moewardi Surakarta. Penelitian ini
diharapkan bisa menjadi masukan bagi perawat dalam melakukan tindakan suction untuk mencegah
terjadinya perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis yang terpasang endotracheal tube.

TINJAUAN PUSTAKA
Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam arteri,
saturasi oksigen normal adalah antara 95 100 %.Oksigen saturasi (SO2) dalam kedokteran sering
disebut sebagai "SATS", untuk mengukur persentase oksigen yang diikat oleh hemoglobin di dalam
aliran darah. Pada tekanan parsial oksigen yang rendah, sebagian besar hemoglobin terdeoksigenasi,
maksudnya adalah proses pendistribusian darah beroksigen dari arteri ke jaringan tubuh ( Hidayat,
2007).
Pengukuran saturasi oksigen dapat dilakukan dengan beberapa tenik.Penggunaan oksimetri
nadi merupakan tenik yang efektif untuk memantau pasien terhadap perubahan saturasi oksigen yang
kecil atau mendadak (Tarwoto, 2006).Adapun cara pengukuran saturasi oksigen antara lain: Saturasi
Oksigen Arteri (SaO2), saturasi Oksigen Vena (SvO2), tissue oksigen saturasi (StO2), saturasi oksigen
perifer (SpO2).
Pemantauan saturasi O2 yang sering adalah dengan menggunakan oksimetri nadi yang
secara luas dinilai sebagai salah satu kemajuan terbesar dalam pemantauan klinis (Giuliano & Higgins,
2005). Alat ini merupakan metode langsung yang dapat dilakukan di sisi tempat tidur, bersifat
sederhana dan non invasive untuk mengukur saturasi O2 arterial (Astowo, 2005 ).
Suction trakhea seringkali dilakukan pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik.
Terdapat laporan yang menunjukkan pasien yang terpasang ventilasi mekanik dilakukan suction hingga
8-17 kali sehari. Sekret trakhea dibuang untuk memastikan patennya jalan napas dan menghindari
obstruksi lumen pernapasan yang mengakibatkan peningkatan kerja napas, infeksi paru, atelektasis dan
infeksi paru. Penggunaan suction terdapat beberapa resiko efek samping seperti gangguan detak
jantung, hipoksemia, dan pneumonia terkait ventilator/ventilator associated pneumonia(VAP). Selain
itu juga dikarenakanprosedur yang invasif dan tidak nyaman.Terdapat dua sistem suction yang
tersedia:Open Suction System (OSS) dan Closed Suction System (CSS).
Jenis OSS hanya digunakan sekali dan membutuhkan lepasnya ventilator dari pasien.CSS
diletakkan di antara tube trakhea dan sirkuit ventilator mekanik dan bisa berada didalam pasien lebih
dari 24 jam. Penggunaan CSS di Amerika Serikat telah populer selama dekade terakhir ini dan
berdasarkan statistika penggunaannya yang makin meningkat yaitu pada 58% dari kasus-kasus,
sementara OSS hanya dipergunakan pada 4% dari kasus yang ada. Beberapa penelitian penggunaan
OSS memiliki beberapa keuntungan seperti insidensi pneumonia yang lebih rendah, kurangnya
perubahan fisiologis selama prosedur, kurangnya kontaminasi bakteria, dan ongkos yang lebih
rendah.Penggunaan CSS memberikan sejumlah keuntungan antara lain penggunaannya yang multiple-
use, tanpa melepas ventilator dari pasien yang dapat berakibat pada munculnya tekanan negatif
sehingga terjadi kehilangan volume paru yang intens sehingga berakibat pada hipoksemia (Debora,
2012).

METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan study fenomenology.Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling.
Penelitian ini dilakukan di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD dr. Moewardi Surakarta
tanggal 9 Februari sampai 8 Maret 2015.
Populasi dalam penelitian ini yaitu semua perawat di ruang ICU RSUD dr. Moewardi
Surakarta yang berjumlah 28 perawat. Penelitian ini di hentikan setelah tercapainya saturasi dengan
jumlah 4 partisipan. Partisipan berasal dari perawat yang bekerja di ICU RSUD dr. Moewardi dengan
kriteria: menyetujui informed consent, pendidikan minimal D3 Keperawatan, lama bekerja minimal tiga
tahun di ICU, melakukan tindakan suction

Prosiding Nasional APIKES-AKBID Citra Medika Surakarta 95


ISBN : 978-602-73865-4-9

Alat penelitian dan cara pengumpulan data penini adalah rekam medik pasien untuk
mengetahui dignosa dan riwayat penyakit pasien, lembar alat pengumpul data (meliputi nama, umur,
alamat, pendidikan), alat tulis (buku dan bolpoin), Lembar pedoman wawancara semi terstruktur, alat
perekam suara, lembar catatan lapangan, dan kamera. Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan
data antara lain: wawancara Mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Terdapat tiga langkah proses
keabsahan data pada penelitian kualitatif, yaitu menggunakan pendekatankredibility, transferability,
dependability, trasferability.
Etika penelitian penelitian ini yaitu dengan membuat lembar persetujuan yang diberikan dan
dijelaskan kepada partisipan tentang maksud dan tujuan penelitian serta manfaatnya.Peneliti menjaga
kerahasiaan informasi yang disampaikan partisipan serta identitas partisipan juga tidak dicantumkan.

HASIL
Pada variabel saturasi oksigen setelah dilakukan tindakan suction, menghasilkan 2 tema: 1)
Saturasi Oksigen pada Pasien yang Terpasang ETT Setelah Dilakukan Tindakan Suction, 2)Perubahan
Saturasi Oksigen pada Pasien yang Terpasang ETT Setelah Dilakukan Tindakan Suction
Perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis sebelum dan sesudah dilakukan tindakan suction,
menghasilkan 2 tema: 1) Penyebab Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang Terpasang ETT Saat
Tindakan Suction, 2) Cara Mencegah Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang Terpasang ETT
Saat Dilakukan Tindakan Suction.

PEMBAHASAN
1. Saturasi Oksigen pada Pasien yang Terpasang ETT Sebelum Dilakukan Tindakan Suction
Berdasarkan hasil wawancara terhadap partisipan didapatkan pernyataan bahwa sebelum
dilakukan tindakan suction pasien diberikan saturasi FiO2 100% selama 2 menit.
Pernyataan partisipan sesuai dengan yang disampaikan (Kozier & Erb, 2002) yaitu
hiperoksigenasi adalah teknik terbaik untuk menghindari hipoksemi akibat penghisapan dan harus
digunakan pada semua prosedur penghisapan. Hiperoksigenasi dapat dilakukan dengan
menggunakan kantong resusitasi manual atau melalui ventilator dan dilakukan dengan
meningkatkan aliran oksigen, biasanya sampai 100% sebelum penghisapan dan ketika jeda antara
setiap penghisapan lendir. Prosedur yang ada saat ini juga mempersyaratkan hiperoksigenasi
sebelum dilakukan tindakan hisap lendir (Kozier & Erb, 2002).
2. Saturasi Oksigen pada Pasien Sesudah Dilakukan Tindakan Suction.
a. Saturasi Oksigen pada Pasien yang Terpasang ETT Setelah Dilakukan Tindakan Suction
Hasil wawancara dengan partisipan 1,2,3, dan 4 mengungkapkan terjadi perubahan saturasi
oksigen setelahdilakukan tindakan suction. Tindakan suction dapat menyebabkan dampak salah
satunya terjadi perubahan saturasi oksigen.
Kadar saturasi oksigen setelah dilakukan tindakan suction mengalami penurunan nilai kadar
saturasi oksigen. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maggiore, et all (2013)
dimana 46,8% responden yang ditelitinya mengalami penurunan saturasi oksigen. Maggiore juga
menyatakan bahwa tindakan suction ETT dapat memberikan efek samping antara lain terjadi
penurunan kadar saturasi oksigen >5%. Penelitian yang dilakukan Berty (2013) terhadap 16 pasien
di ICU RSUPProf. Dr. R. D. Kandou manado pasien setelah dilakukan tindakan suction semua
mengalami penurunan saturasi oksigen.
b. Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang Terpasang ETT Setelah Dilakukan Tindakan
Suction
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti didapatkan pernyataan, patisipan 1
mengatkan setelah dilakukan tindakan suction saturasi pasien turun 8-10%. Partisipan 2 mengatakan
kalau suction nya tidak begitu lama terjadi penurunan saturasi 4%. Partisipan 3 megungkapkan
terjadi penurunan 5-10% dan partisipan 4 mengungkapkan terjadi penurunan saturasi sebesar 10%.
Observasi yang dilakukan peneliti terhadap tiga pasien yang terpasang endotracheal tube dan
dilakukan tindakan suction di ICU RSUD dr. Moewardi setelah dilakukan suction pasien mengalami
penurunan saturasi oksgen antara 3-7%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Maggiore, et all (2013)
bahwa tindakan suction ETT dapat memberikan efek samping antara lain terjadi penurunan kadar
saturasi oksigen >5%. Penelitian yang dilakukan Berty (2013) terhadap 16 pasien di ICU
RSUPProf. Dr. R. D. Kandou manado pasien setelah dilakukan tindakan suction pasien megalami

Prosiding Nasional APIKES-AKBID Citra Medika Surakarta 96


ISBN : 978-602-73865-4-9

penurunan saturasi antara 3-7%. Tindakan yang dilakukan perawat ICU untuk meminimalkan
penurunan saturasi oksigen setelah dilakukan tindakan suction adalah dengan memberikan
oksigenasi 100% 2 menit sebelum dan sesudah tindakan suction.
3. Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien Kritis Sebelum dan Sesudah Dilakukan Tindakan Suction.
a. Penyebab Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang Terpasang ETT Saat Tindakan
Suction
Hasil wawancara dengan partisipan didapatkan pernyataan, penyebab terjadinya perubahan
saturasi oksigen karena oksigen yang diberikan ventilator ke paru-paru disedot ulang saat tindakan
suction.
Tindakan suction tidak hanya menghisap lendir, suplai oksigen yang masuk ke saluran
napas juga ikut terhisap, sehingga memungkinkan untuk terjadi hipoksemi sesaat ditandai dengan
penurunan saturasi oksigen (SpO2) (Berty, 2013).
b. Cara Mencegah Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang Terpasang ETT Saat Dilakukan
Tindakan Suction.
Hasil wawancara dengan partisipan tentang cara mencegah perubahan saturasi oksigen
didapatkan hasil agar tidak terjadi perubahan saturasi oksigen 2 menit sebelum suction diberikan
saturasi FiO2 100%. Pemberian terapi oksigen harus sesuai sebelum dilakukan tindakan suction.
Pernyataan partisipan sesuai dengan yang disampaikan Nurmati (2012) dalam jurnalnya
hubungan antara pengetahuan perawat tentang perawatan pasien dengan ventilator dan sikap
perawat terhadap tindakan suctionsebelum melakukan tindakan suction seharusnya pasien
diberikan oksigen konsentrasi tinggi.
Hiperoksigenasi adalah teknik terbaik untuk menghindari hipoksemi akibat penghisapan
dan harus digunakan pada semua prosedurpenghisapan. Hiperoksigenasi dapat dilakukan dengan
menggunakan kantong resusitasi manual atau melalui ventilator dan dilakukan dengan
meningkatkan aliran oksigen, biasanya sampai 100% sebelum penghisapan dan ketika jeda antara
setiap penghisapan lendir (Kozier & Erb, 2002).
Respon Pasien pada Saat Mengalami Perubahan Saturasi Oksigen.
1. Respon Pasien Saat Terjadi Perubahan Saturasi Oksigen
Hasil wawancara dengan keempat partisipan didapatkan pernyataan respon pasien saat
terjadi saturasi oksigen yaitu sesak napas dan hiperventilasi, PCO2 meningkat, hipoksia, peningkatan
HR dan pasien akan gelisah karena merasa tidak nyaman.
Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan penghisapan lendir salah satunya adalah
hipoksemia/hipoksia (Berty, 2013). Hipoksemia adalah penurunan tekanan oksigen arteri dalam
darah dapat menyebabkan masalah perubahan status mental (mulai dari gangguan penilaian,
orientasi, kelam pikir, letargi, dan koma), dyspnea, peningkatan tekanan darah, perubahan frekuensi
jantung, disritmia, sianosis, diaforesis dan ekstremitas dingin.Kondisi hipoksemia ini biasanya
menyebabkan Hipoksia (Brunner & Suddarth, 2001).

KESIMPULAN
Pada variabel saturasi oksigen setelah dilakukan tindakan suction, menghasilkan 2 tema: 1)
Saturasi Oksigen pada Pasien yang Terpasang ETT Setelah Dilakukan Tindakan Suction, 2)Perubahan
Saturasi Oksigen pada Pasien yang Terpasang ETT Setelah Dilakukan Tindakan Suction
Perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis sebelum dan sesudah dilakukan tindakan suction,
menghasilkan 2 tema: 1) Penyebab Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang Terpasang ETT Saat
Tindakan Suction, 2) Cara Mencegah Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang Terpasang ETT
Saat Dilakukan Tindakan Suction.OksigenPada pasien kritis setelah dilakukan tindakan suction saturasi
oksigen pasien mengalami penurunan dan penurunan yang terjadi sekitar 4-10%.
Respon Pasien Saat Terjadi Perubahan Saturasi oksigen adalahsesak napas, hiperventilasi,
PCO2 meningkat, hipoksia, peningkatan HR dan pasien akan gelisah karena merasa tidak nyaman.

DAFTAR PUSTAKA

Berty, Irwin Kitong. 2013. Pengaruh Tindakan Penghisapan Lendir Endotrakeal Tube (Ett) Terhadap
Kadar Saturasi Oksigen Pada Pasien Yang Dirawat Di Ruang Icu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC

Prosiding Nasional APIKES-AKBID Citra Medika Surakarta 97


ISBN : 978-602-73865-4-9

Handayanto, Anton Wuri. 2013. Perbedaan Tekanan Balon Pipa Endotrakeal Setelah Perubahan Posisi
Supine ke Lateral Decubitus Pada Pasien yang Menjalani Anestesi Umum
Hidayat, A.A.A. 2005. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Buku 2. Jakarta : Penerbit Salemba
Medika
Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.
Kozier, B., & Erb, G. 2002. Kozier and Erb's Techniques in Clinnical Nursing 5th Edition. New Jersey:
Pearson Education.
Kozier, B.& Erb, G. 2004. Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice (7th ed.). California
: Addison Wesley.
Kozier & Erb, 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & Erb. EGC: Jakarta
Maggiore et al. 2013. Decreasing the Adverse Effects of Endotracheal SuctioningDuring Mechanical
Ventilation by Changing Practice
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : NuMed
Nurachmah, Elly. 2000 . Buku Sakau Prosedur Keperwatan medikal-bedah. Jakarta : EGC.
Nurmiati. 2013. Hubungan antara pengetahuan perawat tentang perawatan Pasien dengan ventilator dan
sikap perawat Terhadap tindakan suction.
Sri Paryanti,dkk. 2007. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Ketrampilan Melaksanakan
Prosedur Tetap Isap Lendir/Suction Di Ruang Icu Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Prosiding Nasional APIKES-AKBID Citra Medika Surakarta 98

Anda mungkin juga menyukai