Oleh:
Kelompok 1
NIM : 105070201131005
MALANG
2013/2014
7 DIAGNOSIS JIWA
1. ISOLASI SOSIAL
2. HALUSINASI
3. HDR (HARGA DIRI RENDAH)
4. RPK (RESIKO PERILAKU KEKERASAN)
5. DPD (DEFISIT PERAWATAN DIRI)
6. WAHAM
7. RBD (RESIKO BUNUH DIRI)
ISOLASI SOSIAL
ISOLASI SOSIAL
I. Kasus
Isolasi sosial : Menarik diri
o Menyendiri
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan
apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara
mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.
o Otonomi
Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-
ide, pikiran, perasaan, dalam hubungaan sosial.
o Bekerjasama
Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu
tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
o Saling Ketergantungan
Merupakan kondisi saling ketergantungan antara individu dengan
orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptive
Adalah respons yang diberikan individu yang menyimpang dari norma
social.
o Manipulasi
Gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang
menganggap orang lain sebagai objek.individu tersebut terdapat
membina hubungan sosial secara mendalam.
o Impulsif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, penilaian yang buruk dan individu ini tidak dapat
diandalkan.
o Narcisisme
Harga dirinya rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian yang egosentris dan pencemburu
C. Psikopatologi
Stressor Presipitasi
Sumber Koping
Reaksi yang berorientasi pada tugas (Task Mekanisme pertahanan Ego (Ego
Oriented Reaction). Oriented Reaction)
b. Asal stressor
a) Ekstrenal : Stressor sosiokultural
Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit
keluarga dan berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena
dirawat di rumah sakit.
b) Internal : Stressor psikologis
Ansietas yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan
ansietas tingkat tinggi.
c. Waktu
Perlu dikaji lama dan frekuensi klien mengalami isolasi sosial
d. Jumlah
Kuantitas isolasi sosial yang dialami klien dalam satu periode
4. Sumber koping
a. Kemampuan personal
merupakan suatu keterampilan yang dimiliki klien
b. Aset materi
Aset materi dapat dilihat dari ada tidaknya modal ekonomi yang
dimiliki klien
c. Keyakinan positif
merupakan teknik pertahanan dan motivasi klien
d. Dukungan sosial
dukungan sosial, dukungan emosional dan bantuan yang didapatkan
untuk penyelesaian tugas
5. Mekanisme koping
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas (Task oriented reaction)
Merupakan pemecahan masalah secara sadar yang digunakan
untuk menanggulangi ancaman stressor yang ada secara realistis,
yaitu: perilaku menyerang, menarik diri dan kompromi
b. Mekanisme pertahanan ego (Ego oriented reaction)
Mekanisme ini digunakan untuk melindungi diri dan dilakukan secara
sadar atau tidak sadar untuk mempertahankan keseimbangan.
Misalnya rasionalisasi, kompensasi, disosiasi, isolasi dan lain-lain
Isolasi sosial
V. Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial : menarik diri
VI. Rencana Tindakan Keperawatan
Perencanaan
Tgl No Dx Dx Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
TUK:
1. Klien dapat
membina 1. Setelah X interaksi klien 1.1.Bina hubungan saling percaya dengan:
hubungan menunjukkan tanda-tanda
Beri salam setiap berinteraksi.
saling percaya percaya kepada / terhadap
Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan
perawat:
perawat berkenalan
o Wajah cerah, tersenyum Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien
o Mau berkenalan Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali
o Ada kontak mata berinteraksi
o Bersedia menceritakan Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi kllien
perasaan Buat kontrak interaksi yang jelas
o Bersedia mengungkapkan Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan
masalahnya klien
o Bersedia mengungkapkan
masalahnya
2. Klien mampu 2.Setelah x interaksi klien 2.1 Tanyakan pada klien tentang:
menyebutkan dapat menyebutkan minimal
Orang yang tinggal serumah / teman sekamar klien
penyebab satu penyebab menarik diri
Orang yang paling dekat dengan klien di rumah/ di ruang
menarik diri dari:
perawatan
o diri sendiri Apa yang membuat klien dekat dengan orang tersebut
o orang lain Orang yang tidak dekat dengan klien di rumah/di ruang
o lingkungan perawatan
Apa yang membuat klien tidak dekat dengan orang
tersebut
Upaya yang sudah dilakukan agar dekat dengan orang lain
2.2 Diskusikan dengan klien penyebab menarik diri atau tidak mau
bergaul dengan orang lain.
o sendiri
o kesepian
o tidak bisa diskusi
4. Klien dapat 4. Setelah X interaksi klien 4.1 Observasi perilaku klien saat berhubungan sosial .
melaksanaka dapat melaksanakan
4.2 Beri motivasi dan bantu klien untuk berkenalan /
n hubungan hubungan sosial secara
berkomunikasi dengan :
sosial secara bertahap dengan:
bertahap Perawat lain
o Perawat
Klien lain
o Perawat lain
Kelompok
o Klien lain
4.3 Libatkan klien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
o Kelompok
4.4 Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan klien bersosialisasi
4.5 Beri motivasi klien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan
jadwal yang telah dibuat.
5. Klien mampu 5. Setelah X interaksi klien 3.1. Diskusikan dengan klien tentang perasaannya setelah
menjelaskan dapat menjelaskan berhubungan sosial dengan :
perasaannya perasaannya setelah Orang lain
setelah berhubungan sosial dengan : Kelompok
berhubungan 3.2. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
o Orang lain
sosial. perasaannya.
o Kelompok
6. Klien 6.1. Setelah .... X pertemuan 6.1. Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai
mendapat keluarga dapat menjelaskan pendukung untuk mengatasi prilaku menarik diri.
dukungan tentang :
6.2. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi
keluarga dalam o Pengertian menarik diri
perilaku menarik diri
memperluas o Tanda dan gejala
hubungan menarik diri 6.3. Jelaskan pada keluarga tentang :
sosial o Penyebab dan akibat
Pengertian menarik diri
menarik diri
o Cara merawat klien Tanda dan gejala menarik diri
menarik diri Penyebab dan akibat menarik diri
6.2. Setelah ... X pertemuan Cara merawat klien menarik diri
keluarga dapat 6.4. Latih keluarga cara merawat klien menarik diri.
mempraktekkan cara
merawat klien menarik diri. 6.5. Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang
dilatihkan
7. Klien dapat 7.1. Setelah x interaksi 7.1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian
memanfaatkan klien menyebutkan; tidak minum obat, nama , warna, dosis, cara , efek terapi dan
obat dengan Manfaat minum obat efek samping penggunan obat
baik. Kerugian tidak minum 7.2. Pantau klien saat penggunaan obat
obat 7.3. Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar
Nama,warna,dosis, efek 7.4. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
dengan dokter
terapi dan efek samping
7.5. Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika
obat
terjadi hal hal yang tidak di inginkan .
7.2. Setelah ..x
interaksi klien
mendemontrasikan
penggunaan obat dgn
benar
7.3. Setelah .x interaksi
klien menyebutkan akibat
berhenti minum obat
tanpa konsultasi dokter
VII. Referensi
Keliat, Budi Anna dll. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC: Jakarta.
Stuart dan Sundeen. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. EGC: Jakarta.
Afdol, M dkk. 2012. Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Asuhan Keperawatan Jiwa pada
Pasien dengan Masalah Isolasi Sosial di Ruangan Rawat Inap Jiwa
Doenges.E Marilynn, dkk. 2006. Rencana Usaha Keperawatan Psikiatri, edisi 3. EGC : Jakarta.
Yosep, Ius. 2010. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: PT. Refika Aditama
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC
Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC
Wiyati, Ruti, Wahyuningsih, Dyah , Widayanti, Esti Dwi . 2010. Pengaruh Psikoedukasi
Keluarga terhadap Kemampuan Keluarga dalam Merawat Klien Isolasi Sosial. Jurnal
Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa
Berat Bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
STRATEGI PELAKSANAAN 1 KLIEN
TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE-1
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien tampak pendiam dan tidak mau bergaul dengan orang lain, menjawab pertanyaan
dengan lambat dan pelan. Klien terlihat sedang menyendiri di ruangan, diam, dengan
pandangan mata kosong. Selain itu, klien terlihat resah saat bertemu orang lain,
tidak mau kontak mata dengan orang lain, terlihat seperti tidak ingin ditemani. Klien
mengatakan bahwa dirinya tidak suka berbicara dengan orang lain
2. Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial: menarik diri
3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial
b. Klien dapat menyebutkan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain
c. Klien dapat mengaplikasikan cara berkenalan dengan orang lain
d. Klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain ke dalam
jadwal harian
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial klien
b. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
c. Berdiskusi dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
d. Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang
e. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain
dalam kegiatan harian
Kerja
Mbak, kalau boleh saya tau orang yang paling dekat dengan Mbak siapa? Menurut Mbak apa
keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
apa?
Kalau Mbak kesulitan saya coba bantu ya? Keuntungan dari berinteraksi dengan orang lain
yaitu Mbak punya banyak teman, bisa saling menolong, saling bercerita, dan tidak selalu
sendirian. Kalau kerugian tidak berbincang dan berinteraksi dengan orang lain apa mbak?
Mungkin mbak bisa menyebutkan.
Bagus mbak. Sekarang saya akan mengajarkan Mbak cara berkenalan. Jadi, pertama mbak
ucapkan selamat pagi/siang/sore terlebih dahulu, kemudian mbak sebutkan nama mbak siapa
sambil menjabat tangan orang yang akan mbak ajak kenalan. Coba mbak praktekan.
Ya, bagus... Mbak dapat mempraktekkan apa yang saya ajarkan tadi. Bagaimana kalau
kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain di masukkan kedalam jadwal kegiatan harian?
Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan:
Subyektif
Bagaimana perasaan mbak setelah kita berbincang-bincang barusan?
Obyektif
Coba mbak sebutkan lagi apa keuntungan berinteraksi dengan orang lain?
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang telah
dilakukan):
Tadi kita sudah berdiskusi bersama tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan
kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain dan cara berkenalan yang benar. Saya harap
mbak dapat mencoba bagaimana berinteraksi dengan orang lain sesuai dengan jadwal yang
sudah kita buat bersama tadi.
3. Kontrak yang akan datang (Topik, waktu, dan tempat)
Baiklah, pertemuan kita cukup sampai disini. Besok kita akan berbincang-bincang lagi
tentang jadwal yang telah kita buat dan mempraktekkan cara berkenalan dengan orang lain
ya mbak?
Mbak mau berbincang-bincang jam berapa besok?
Bagaimana kaalu jam 8 pagi?
Berapa lama mbak punya waktu untuk berbincang-bincang dengan saya besok?
Bagaimana kalau 15 menit saja?
Di mana mbak mau berbincang-bincang dengan saya besok?
HALUSINASI
HALUSINASI
I. Kasus : Halusinasi
II. Proses Terjadinya Masalah
a. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi
pada saat kesadaran individu itu penuh/baik. Individu yang mengalami halusinasi
seringkali beranggapan sumber atau penyebab halusinasi itu berasal dari
lingkungannya, padahal rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan
perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan
rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang diicintai, tidak
dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri. (Keliat, 1999).
Menuru Cook dan Fnaine (1987) dalam Fitria (2009), halusinasi adalah salah
satu gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperi
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau
penghiduan. Klien merasakan simulasi yang sebetulnya tidak ada.
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsangan
yang menimbulkannya (tidak ada objeknya). Halusinasi muncul sebagai suatu proses
panjang yang berkaitan dengan kepribadian seseorang. Karena itu, halusinasi
dipengaruhi oleh pengalaman psikologis seseorang (Baihaqi, 2007). Halusinasi
merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca
indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi yang paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi
dapat juga berupa halusinasi penglihatan, penciuman, dan perabaan.Halusinasi
pendengaran (paling sering suara, satu atau beberapa orang) dapat pula berupa
komentar tentang pasien atau peristiwaperistiwa sekitar pasien. Suarasuara yang
paling sering diterima pasien sebagai sesuatu yang berasal dari luar kepala pasien
(Elvira, 2010).
b. Pohon Masalah
Perilaku kekerasan
Isolasi sosial
Faktor predisposisi
biologis psikologis
sosiocultural
Abnormalitas Penolakan atau tindakan
kemiskinan, konflik
perkembangan sistem kekerasan dalam sosial budaya (perang,
saraf, lesi daerah frontal, rentang hidup klien kerusuhan, bencana
dopamine alam) dan kehidupan
neurotransmitter, yang terisolasi disertai
pembesaran ventrikel, stress, tinggal di
ibukota.
gangguan tumbang,,
factor biokimia. Faktor presipitasi
Bio:kelelahan,obat-obatan,
delirium, intoksikasi
sifat alkohol Jumlah Eksternal : tekanan
asal dari waktu
Psiko: cemas yang berlebihan lingkungan social serta budaya di
Frekuensi
Sosial:gangguan interaksi Kuantitas masyarakat, juga kurang
halusinasi
sosial halisinasi dukungan keluarga
muncul pada
Spiritual: hilangnya aktivitas muncul
Internal : stressor psikologis klien
ibadah, kehampaan hidup pada klien
Penilaian terhadap stressor
sosial
kognitif afektif fisiologis perilaku
penurunan Klien asyik
fungsi ego Sumber koping dengan
Ansietas halusinasinya,
Gangguan curiga, ketakutan, rasa
dari ringan seolah-olah ia
dalam tidak aman, gelisah,
sampai merubuan tempat
komunikasi bingung, perilaku merusak
berat untuk memenuhi
Kemampuan Dukungandan putaran diri, kurang perhatian,
Asetmampu
material Keyakinan
kebutuhan akan
balik otak tidak mengambil
personal sosial positif
interaksi sosial,
keputusan,
modal ekonomi bicara
yang
dukungan emosional dan kontrol diri dan
ketrampilan yang dimilikiinkoheren,
klien dan bicara sendiri,
keluarga teknik
bantuan yang didapatkan harga diri yang
dimiliki klien tidak membedakan yang pertahanan
untuk penyelesaian tidak didapatkan
nyata dengan yang tidak dan motivasi
tugas, pengetahuan dan dalam dunia nyata
nyata..
kemampuan keluarga
d. memberikan
Rentang Respon asuhan
Halusinasi
g. Fase Halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan
Fitria (2009) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
a. Fase I ( Comforting / ansietas sebagai halusinasi menyenangkan, non psikotik )
Pada tahap ini halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat
orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi merupakan hal yang
menyenangkan bagi klien (Fitria, 2009)
Karakteristik :
Pada fase ini klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan
untuk meredakan ansietas serta pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam
control kesadaran
Perilaku klien :
Di sini dapat dilihat perilaku klien tersenyum, tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik
sendiri, pergerakan mata yang cepat, respon verbal lambat, diam dan
berkonsentrasi
b. Fase II ( Condemning / ansietas berat halusinasi memberatkan )
Pada tahap ini, biasanya klien menyalahkan dan mengalami kecemasan berat.
Halusinasi yang ada dapat menyebabkan antipati
Karakteristik :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan.
Perilaku klien :
Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti
peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah),
asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dengan realita.
c. Fase III (Psikotik)
Klien biasanya tidak dapa mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan berat,
halusinasi tidak dapat ditolak lagi
Karakteristik :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut.
Perilaku klien :
Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak
mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat
menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. Fase IV ( Conquering / Panik umumnya menjadi lezat dalam halusinasinya )
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasinya
Karakteristik :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi.
Perilaku klien :
Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon
terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang.
Kondisi klien sangat membahayakan.
TUK 2 : 2. Setelah .. x interaksi Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
Klien dapat klien menyebutkan : Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya (*
mengenal o Isi dengar /lihat /penghidu /raba /kecap), jika menemukan klien
halusinasinya o Waktu yang sedang halusinasi:
o Frekunsi Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu ( halusinasi
yang menimbulkan Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang
halusinasi dialaminya
Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal
tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya
( dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau
menghakimi)
Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang
sama.
Katakan bahwa perawat akan membantu klien
Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya
pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien :
2. Setelah..x interaksi Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
klien menyatakan dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
perasaan dan responnya Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi
saat mengalami perasaan tersebut.
halusinasi : Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien
Marah menikmati halusinasinya.
Takut
Sedih
Senang
Cemas
Jengkel
TUK 3 : 3.1. Setelah.x interaksi 3.1. Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan
Klien dapat klien menyebutkan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukan diri dll)
mengontrol tindakan yang biasanya 3.2. Diskusikan cara yang digunakan klien,
halusinasinya dilakukan untuk
Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian.
mengendalikan
Jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian
halusinasinya
cara tersebut
3.2. Setelah ..x interaksi
3.3. Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya
klien menyebutkan cara
halusinasi :
baru mengontrol
halusinasi Katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata ( saya
tidak mau dengar/ lihat/ penghidu/ raba /kecap pada saat
TUK 4 : 4.1. Setelah X 4.1 Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan ( waktu,
Klien dapat pertemuan keluarga, tempat dan topik )
dukungan dari keluarga menyatakan 4.2 Diskusikan dengan keluarga ( pada saat pertemuan
keluarga dalam setuju untuk mengikuti keluarga/ kunjungan rumah)
mengontrol pertemuan dengan Pengertian halusinasi
halusinasinya perawat Tanda dan gejala halusinasi
4.2. Setelah x Proses terjadinya halusinasi
interaksi keluarga Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk
menyebutkan pengertian,
memutus halusinasi
tanda dan gejala, proses
Obat- obatan halusinasi
terjadinya halusinasi dan
Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah
tindakan untuk
( beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,
mengendali kan
bepergian bersama, memantau obat obatan dan cara
halusinasi
pemberiannya untuk mengatasi halusinasi )
Beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaimana
cara mencari bantuan jika halusinasi tidak tidak dapat
diatasi di rumah
TUK 5 : 5.1. Setelah x 5.1 Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak
Klien dapat interaksi klien minum obat, nama , warna, dosis, cara , efek terapi dan efek
memanfaatkan menyebutkan; samping penggunan obat
obat dengan baik o Manfaat minum obat
o Kerugian tidak
minum obat
5.2 Pantau klien saat penggunaan obat
o Nama,warna,dosis,
5.3 Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar
efek terapi dan efek
5.4 Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
samping obat
dengan dokter
5.2. Setelah ..x
5.5 Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika
interaksi klien
terjadi hal hal yang tidak di inginkan .
mendemontrasikan
penggunaan obat dgn
benar
5.3. Setelah .x interaksi
klien menyebutkan
akibat berhenti minum
obat tanpa konsultasi
dokter
VI. Implementasi
VII. Evaluasi
a. Klien tampak senang dan kooperatif saat diwawancara
b. Klien dapat menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi halusinasi
c. Klien dapat menyatakan respon/perasaan klien saat mengalami halusinasi.
d. Klien dapat menyebutkan cara mengontrol halusinasi
e. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi
Faktor
I.
Predisposisi
Faktor
Presipitasi
kapan
Bio: kelelahan yang luar biasa, pengalaman
II. Sifat
penggunaan obat-obatan, Asal Waktu
halusinasi Jumlah
intoksikasi alkohol dan muncul,
III. Internal: pikiran, kuantitas
kesulitan untuk tidur dalam berapa kali
perasaan, halusinasi
waktu yang lama. sehari,
IV. sensasi somatik yang dialami
Psiko: cemas yang berlebihan seminggu,
dengan impuls klien dalam
Sosial:gangguan interaksi atau sebulan
sosial pengalaman satu periode
Eksternal:
Spiritual: hilangnya aktivitas stimulus halusinasi itu
ibadah, kehampaan hidup eksternal muncul
Penilaian terhadap
stressor
VI.
Kemampu Dukungan Aset Keyakinan
an Sosial Positif
Ketrampilan
VII. Dukungan modal ekonomi teknik
yang dimiliki emosional dan yang dimiliki klien pertahanan
klien
VIII. bantuan yang dan keluarga dan motivasi
didapatkan untuk
penyelesaian tugas,
pengetahuan dan
kemampuan
keluarga
memberikan asuhan
IX.
Mekanisme
Koping
Regresi
Proyeksi
Menarik diri
Rentang Respon Halusinasi (Stuart & Laraia, 2005)
- Emosi berlebihan
1. Masalah Utama
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
3. Pohon masalah
Isolasi sosial : menarik diri (efek)
(CP)
Gangguan konsep diri: Harga diri
rendah
Mekanisme koping inefektif (causa)
Faktor presipitasi
No Dx Perencanaan
Tgl
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
TUK:
A. Kondisi klien
- Mengkritik diri sendiri.
- Perasaan tidak mampu.
- Pandangan hidup yang pesimis
- Penurunan produktifitas
- Penolakan terhadap kemampuan diri
- Kurang memperhatikan perawatan diri
- Berpakaian tidak rapih.
- Selera makan kurang
- Tidak berani menatap lawan bicara.
- Lebih banyak menunduk.
B. Diagnosa Keperawatan
Gangguang konsep diri : harga diri rendah
C. Tujuan
- Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
- Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
- Pasien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
- Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
- Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih
D. Tindakan Keperawatan
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien
Untuk membantu pasien dapat mengungkapkan kemampuan dan aspek positif
yang masih dimilikinya , perawat dapat :
ORIENTASI :
Selamat pagi, Perkenalkan nama saya Diena Fithriana, biasa dipanggil Diena, saya
mahasiswa keperawatan Brawijaya yang sedang praktik diruangan ini. Bagaimana
keadaan ibu hari ini?
Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan yang pernah
ibu lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih dapat ibu dilakukan.
Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih
Ibu mau ngobrol dimana? Bagaimana kalau di ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana
kalau 15 menit ?
KERJA :
Ibu, apa saja kemampuan yang ibu miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya ya! Apa
lagi kegiatan rumah tangga yang biasa ibu lakukan? Bagaimana dengan merapihkan
kamar? Menyapu ? Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang ibu miliki
.
Ibu dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat Ibu kerjakan di rumah
sakit? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua.......sampai 5 (misalnya ada 3
yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan di
rumah sakit ini.
Sekarang, coba ibu pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini.
O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur? Kalau begitu, bagaimana kalau sekarang
kita latihan merapikan tempat tidur ibu.
Mari kita lihat tempat tidur ibu. Coba lihat, sudah rapikah tempat tidurnya?
Nah kalau kita mau merapikan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal dan
selimutnya. Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita balik. Kemudian kita pasang
lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus. Sekarang sebelah kaki, tarik dan
masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakkan di
sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus sekali
bu
Ibu sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan bedakah
dengan sebelum dirapikan?
TERMINASI :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapikan tempat
tidur ? Yah, ternyata ibu banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit
ini. Salah satunya, merapikan tempat tidur, yang sudah ibu praktekkan dengan baik sekali.
Nah kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah pulang.
Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Ibu mau berapa kali sehari merapikan
tempat tidur? Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa? Lalu sehabis istirahat, jam 16.00,
jangan lupa memberi tanda MMM (mandiri) kalau ibu lakukan tanpa disuruh, tulis B
(bantuan) jika diingatkan bisa melakukan, dan ibu tidak melakukan.
Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Ibu masih ingat kegiatan apa lagi
yang mampu dilakukan di rumah selain merapihkan tempat tidur? Ya bagus, cuci piring..
kalu begitu besok saya kesini lagi, kita akan latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di
dapur ruangan ini sehabis makan pagi. Sampai ketemu besok pagi ya bu
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Lilik Marifatul. 2011. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik dan Klinik. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Keliat, Budi Anna, dan Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC
Keterangan :
a. Asertif ; individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang
lain dan memberikan ketenangan
b. Frustasi ; individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
dapat menemukan alternative
c. Pasif ; individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
d. Agresif ; perilaku yang menyertai marah
e. Kekerasan ; perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya
kontrol.
3. Pohon masalah
No Dx Perencanaan
Tgl
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
TUK:
1. Klien dapat
membina 1. Setelah X pertemuan klien 1. Bina hubungan saling percaya dengan:
hubungan menunjukkan tanda-tanda Beri salam setiap berinteraksi.
saling percaya percaya kepada perawat: Perkenalkan nama, nama panggilan
o Wajah cerah, tersenyum perawat dan tujuan perawat
o Mau berkenalan berinteraksi
o Ada kontak mata Tanyakan dan panggil nama
o Bersedia menceritakan kesukaan klien
perasaan Tunjukkan sikap empati, jujur dan
menepati janji setiap kali
berinteraksi
Tanyakan perasaan klien dan
masalah yang dihadapi klien
Buat kontrak interaksi yang jelas
Dengarkan dengan penuh
perhatian ungkapan perasaan klien
2. Klien dapat 2. Setelah X pertemuan klien 2. Bantu klien mengungkapkan perasaan
mengidentifikas menceritakan penyebab marahnya:
i penyebab perilaku kekerasan yang Motivasi klien untuk menceritakan
perilaku dilakukannya: penyebab rasa kesal atau
kekerasan yang jengkelnya
o Menceritakan penyebab
dilakukannya Dengarkan tanpa menyela atau
perasaan jengkel/kesal
memberi penilaian setiap ungkapan
baik dari diri sendiri
perasaan klien
maupun lingkungannya
9. Klien 9.1. Setelah ...X pertemuan 9.1. Jelaskan manfaat menggunakan obat
menggunakan klien menjelaskan: secara teratur dan kerugian jika tidak
obat sesuai menggunakan obat
o Manfaat minum obat
program yang
o Kerugian tidak minum 9.2. Jelaskan kepada klien:
telah ditetapkan
obat
Jenis obat (nama, warna dan
o Nama obat
bentuk obat)
o Bentuk dan warna obat
Dosis yang tepat untuk klien
o Dosis yang diberikan
Waktu pemakaian
kepadanya
Cara pemakaian
o Waktu pemakaian
Efek yang akan dirasakan klien
o Cara pemakaian
9.3. Anjurkan klien:
o Efek yang dirasakan
9.2. Setelah X pertemuan Minta dan menggunakan obat tepat
klien menggunakan obat waktu
sesuai program Lapor ke perawat/dokter jika
mengalami efek yang tidak biasa
Beri pujian terhadap kedisiplinan
klien menggunakan obat.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Lilik Marifatul. 2011. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik dan Klinik. Yogyakarta: Graha Ilmu
Keliat, Budi Anna, dan Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
Stuart, Gail W. 2006. Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Yosep,Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama
DEFISIT PERAWATAN DIRI
DEFISIT PERAWATAN DIRI
1. Masalah Utama
Defisit Perawatan Diri (kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK)
c. Penyebab
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000) penyebab kurang perawatan diri adalah
sebagai berikut:
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah penurunan
motivasi, kerusakan kognisi, cemas, lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009) adalah
sebagai berikut:
a. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan, memperoleh
atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi, mendapatkan
perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.
b. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian. Klien juga
memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian,
menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian,
menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang
memuaskan, mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.
c. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan
makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan,
mendapatkan makanan, membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut,
mengambil makanan dari wadah lalu memasukkannya ke mulut, melengkapi makan,
mencerna makanan menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau
gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman.
d. BAB/BAK (toileting)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban
atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk
toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau
kamar kecil.
Faktor
Faktor Presipitasi
Mekanisme
Koping
5. Diagnose Keperawatan
- Defisit Perawatan Diri (MANDI)
No Dx Perencanaan
Tgl
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
TUK:
1. Klien dapat
membina 1. Dalam kali interaksi klien 1. Bina hubungan saling percaya :
hubungan menunjukkan tanda-tanda
saling percaya Beri salam setiap berinteraksi.
percaya kepada perawat:
dengan Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan
perawat o Wajah cerah, tujuan perawat berkenalan
tersenyum Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien
o Mau berkenalan Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap
o Ada kontak mata kali berinteraksi
o Menerima kehadiran Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi
perawat klien
o Bersedia menceritakan Buat kontrak interaksi yang jelas
perasaannya Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan
empati
Penuhi kebutuhan dasar klien
2. Klien 2. Dalam kali interaksi klien 2. Diskusikan dengan klien:
mengetahui menyebutkan:
pentingnya Penyebab klien tidak merawat diri
perawatan diri o Penyebab tidak Manfaat menjaga perawatan diri untuk keadaan
merawat diri fisik, mental, dan sosial.
o Manfaat menjaga Tanda-tanda perawatan diri yang baik
perawatan diri Penyakit atau gangguan kesehatan yang bisa
o Tanda-tanda bersih dialami oleh klien bila perawatan diri tidak adekuat
dan rapi
o Gangguan yang
dialami jika perawatan
diri tidak diperhatikan
3. Klien 3.1. Dalam kali interaksi 3.3. Diskusikan frekuensi menjaga perawatan diri
mengetahui klien menyebutkan selama ini
cara-cara frekuensi menjaga Mandi
melakukan perawatan diri: Gosok gigi
perawatan diri Keramas
o Frekuensi mandi Berpakaian
o Frekuensi gosok gigi Berhias
o Frekuensi keramas Gunting kuku
o Frekuensi ganti 3.2.Diskusikan cara praktek perawatan diri yang baik
pakaian dan benar :
o Frekuensi berhias
o Frekuensi gunting mandi
kuku gosok gigi
3.2. Dalam kali interaksi Keramas
klien menjelaskan cara Berpakaian
menjaga perawatan diri: Berhias
o Cara mandi Gunting kuku
o Cara gosok gigi 3.2. Berikan pujian untuk setiap respon klien yang positif
o Cara Keramas
o Cara Berpakaian
o Cara berhias
o Cara gunting kuku
4. Klien dapat 4. Dalam kali interaksi klien 4.1.Bantu klien saat perawatan diri :
melaksanakan mempraktekkan perawatan
perawatan diri diri dengan dibantu oleh Mandi
dengan Gosok gigi
bantuan perawat: Keramas
perawat Ganti pakaian
o Mandi Berhias
o Gosok gigi Gunting kuku
o Keramas 4.2. Beri pujian setelah klien selesai melaksanakan
o Ganti pakaian perawatan diri
o Berhias
o Gunting kuku
5. Klien dapat 5. Dalam kali interaksi klien 5.1. Pantau klien dalam melaksanakan perawatan diri:
melaksanakan melaksanakan praktek
perawatan diri perawatan diri secara Mandi
secara mandiri Gosok gigi
Keramas
mandiri
o Mandi 2 X sehari Ganti pakaian
o Gosok gigi sehabis Berhias
makan Gunting kuku
o Keramas 2 X 5.2. Beri pujian saat klien melaksanakan perawatan diri
seminggu secara mandiri.
o Ganti pakaian 1 X
sehari
o Berhias sehabis mandi
o Gunting kuku setelah
mulai panjang
6. Klien 6.1. Dalam kali interaksi 6.1 Diskusikan dengan keluarga:
mendapatkan keluarga menjelaskan cara-
dukungan cara membantu klien Penyebab klien tidak melaksanakan perawatan
keluarga dalam memenuhi diri
Tindakan yang telah dilakukan klien selama di
untuk kebutuhan perawatan
rumah sakit dalam menjaga perawatan diri dan
meningkatkan dirinya kemajuan yang telah dialami oleh klien
perawatan diri Dukungan yang bisa diberikan oleh keluarga
6.2. Dalam kali interaksi
untuk meningkatkan kemampuan klien dalam
keluarga menyiapkan perawatan diri
sarana perawatan diri klien:
sabun mandi, pasta gigi, 6.2. Diskusikan dengan keluarga tentang:
sikat gigi, shampoo,
handuk, pakaian bersih, Sarana yang diperlukan untuk menjaga
sandal, dan alat berhias perawatan diri klien
Anjurkan kepada keluarga menyiapkan sarana
6.3. Keluarga mempraktekan tersebut
perawatan diri pada klien 6.3. Diskusikan dengan keluarga hal-hal yang perlu
dilakukan keluarga dalam perawatan diri :
SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga mempraktekkan
pasien cara merawat pasien dengan
2. Menjelaskan cara makan yang baik defisit perawatan diri
3. Membantu pasien mempraktekkan 2. Melatih keluarga melakukan cara
cara makan yang baik merawat langsung kepada
4. Menganjurkan pasien memasukkan pasien defisit perawatan diri
dalam jadwal kegiatan harian
SP 3 SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga membuat
pasien jadwal aktivitas di rumah
2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik termasuk minum obat (dischange
3. Membantu pasien mempraktekkan planning)
cara eliminasi yang baik 2. Menjelaskan follow up pasien
4. Menganjurkan pasien memasukkan setelah pulang
dalam jadwal kegiatan harian
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Menjelaskan cara berdandan
3. Membantu pasien mempraktekkan
cara berdandan
4. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
Referensi
Carpenito, LJ. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:EGC.
Keliat, Budi Anna dkk. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan,
Edisi 3., Jakarta: Salemba Medika.
WAHAM
WAHAM
1. Definisi Waham
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya klien. Manifestasi klinik waham yaitu berupa : klien
mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan, klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak
tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung.
2. Predisposisi Waham
1) Biologi
Skizofrenia paranoid disebabkan kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada
diensefalon/ oleh perubahan- perubahan post mortem/ merupakan artefak pada
waktu membuat sediaan. Gangguan endokrin juga berpengaruh, pada teori ini
dihubungkan dengan timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan
atau puerperium dan waktu klimaterium. Begitu juga dengan gangguan
metabolisme, hal ini dikarenakan pada orang yang mengalami skizofrenia tampak
pucat dan tidak sehat, ujung ekstremitas sianosis, nafsu makan berkurang dan berat
badan menurun. Teori ini didukung oleh Adolf Meyer yang menyatakan bahwa suatu
konstitusi yang inferior/ penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya
skizofrenia paranoid (Maramis, 1998).
Gangguan neurologis yang mempengaruhi sistem limbik dan ganglia basalis sering
berhubungan dengan kejadian waham. Waham oleh karena gangguan neurologis
yang tidak disertai dengan gangguan kecerdasan, cenderung memiliki waham yang
kompleks. Sedangkan waham yang disertai dengan gangguan kecerdasan sering
kali berupa waham sederhana (kaplan dan Sadock, 1997).
2) Psikologis
Menurut Carpenito (1998), klien dengan waham memproyeksikan perasaan
dasarnya dengan mencurigai. Pada klien dengan waham kebesaran terdapat
perasaan yang tidak adekuat serta tidak berharga. Pertama kali mengingkari
perasaannya sendiri, kemudian memproyeksikan perasaannya kepada lingkungan
dan akhirnya harus menjelaskan kepada orang lain. Apa yang seseorang pikirkan
tentang suatu kejadian mempengaruhi perasaan dan perilakunya. Beberapa
perubahan dalam berpikir, perasaan atau perilaku akan mengakibatkan perubahan
yang lain. Dampak dari perubahan itu salah satunya adalah halusinasi,dapat muncul
dalam pikiran seseorang karena secara nyata mendengar, melihat, merasa, atau
mengecap fenomena itu, sesuai dengan waktu, kepercayaan yang irrasional
menghasilkan ketidakpuasan yang ironis, menjadi karakter yang Wajib dan Harus.
3) Genetik
Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini dibuktikan dengan
penelitian pada keluarga-keluarga yang menderita skizofrenia dan terutama anak
kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri sebesar 0,9 1,8%, saudara
kandung 7 15%, anak dengan salah satu orang tua yang mengalami skizofrenia 7
16%, bila kedua orang tua mengalami skizofrenia 40 68%, kembar dua telur
(heterozygot) 2-15%, kembar satu telur (monozygot) 61-86% (Maramis, 1998).
Faktor Presipitasi
Faktor ini dapat bersumber dari internal maupun eksternal.
- Stresor sosiokultural : stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap
awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya (Stuart, 1998)
- Stresor psikologis : intensitas kecemasan yang tinggi, perasaan bersalah
dan berdosa, penghukuman diri, rasa tidak mampu, fantasi yang tak
terkendali, serta dambaan-dambaan atau harapan yang tidak kunjung
sampai, merupakan sumber dari waham. Waham dapat berkembang jika
terjadi nafsu kemurkaan yang hebat, hinaan dan sakit hati yang mendalam
(Kartono, 1981)
Akibat :
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang
ditandai dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas, kehilangan asosiasi,
pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata yang kurang. Akibat yang
lain yang ditimbulkannya adalah beresiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternative tindakan,
ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup
4. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan
dengan waham
b. Resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan berhubungan dengan waham
c. Perubahan isi pikir :
waham(paranoid)berhubungan dengan harga diri rendah.
5. Rencana Keperawatan
No Dx Perencanaan
Tgl
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Gangguan TUM: Klien 1.1. Setelah ... x interaksi Bina hubungan saling percaya dengan klien:
proses pikir: dapat klien: Beri salam
Waham mengontrol o Mau menerima Perkenalkan diri, tanyakan nama serta
wahamnya kehadiran perawat di nama panggilan yang disukai.
sampingnya. Jelaskan tujuan interaksi
o Mengatakan mau Yakinkan klien dalam keadaan aman dan
TUK: menerima bantuan perawat siap menolong dan
perawat mendampinginya
1. Klien dapat
o Tidak menunjukkan Yakinkan bahwa kerahasiaan klien akan
membina
tanda-tanda curiga tetap terjaga
hubungan
o Mengijinkan duduk Tunjukkan sikap terbuka dan jujur
saling percaya
disamping Perhatikan kebutuhan dasar dan beri
dengan
bantuan untuk memenuhinya
perawat
2. Klien dapat 2.1 Setelah .... x interaksi 2. Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan
mengidentifika klien : dan pikirannya.
si perasaan o Klien menceritakan Diskusikan dengan klien pengalaman
yang muncul ide-ide dan yang dialami selama ini termasuk
secara perasaan yang hubungan dengan orang yang berarti,
berulang muncul secara lingkungan kerja, sekolah, dsb.
dalam pikiran berulang dalam Dengarkan pernyataan klien dengan
klien. pikirannya. empati tanpa mendukung / menentang
pernyataan wahamnya.
Katakan perawat dapat memahami apa
yang diceritakan klien.
3. Klien dapat 3.1 Setelah .... x interaksi 3. Bantu klien untuk mengidentifikasi kebutuhan
mengidentifika klien : yang tidak terpenuhi serta kejadian yang
si stressor / menjadi factor pencetus wahamnya.
o Dapat
pencetus 3.1. Diskusikan dengan klien tentang
menyebutkan kejadian-
wahamnya. kejadian-kejadian traumatik yang
kejadian sesuai dengan
(Triggers menimbulkan rasa takut, ansietas
urutan waktu serta
Factor) maupun perasaan tidak dihargai.
harapan / kebutuhan
3.2. Diskusikan kebutuhan/harapan yang
dasar yang tidak
belum terpenuhi.
terpenuhi seperti :
3.3. Diskusikan dengan klien cara-cara
Harga diri, rasa aman
mengatasi kebutuhan yang tidak
dsb.
terpenuhi dan kejadian yang traumatis.
o Dapat
3.4. Diskusikan dengan klien apakah ada
menyebutkan hubungan
halusinasi yang meningkatkan pikiran /
antara kejadian
perasaan yang terkait wahamnya.
traumatis/kebutuhan
3.5. Diskusikan dengan klien antara kejadian-
tidak terpenuhi dengan
kejadian tersebut dengan wahamnya.
wahamnya.
4. Klien dapat 4. Setelah x interaksi 4. Bantu klien mengidentifikasi keyakinannya
mengidentifika klien: menyebutkan yang salah tentang situasi yang nyata (bila
si wahamnya perbedaan pengalaman klien sudah siap)
nyata dengan pengalaman o Diskusikan dengan klien pengalaman
wahamnya. wahamnya tanpa berargumentasi
o Katakan kepada klien akan keraguan
perawat terhadap pernyataan klien
o Diskusikan dengan klien respon perasaan
terhadap wahamnya
o Diskusikan frekuensi, intensitas dan durasi
terjadinya waham
o Bantu klien membedakan situasi nyata
dengan situasi yang dipersepsikan salah
oleh klien
5. Klien dapat 5. Setelah x interaksi : 5.1. Diskusikan dengan klien pengalaman-
mengidentifika Klien menjelaskan pengalaman yang tidak menguntungkan
si konsekuensi gangguan fungsi hidup sebagai akibat dari wahamnya seperti :
dari sehari-hari yang Hambatan dalam berinteraksi dengan
wahamnya diakibatkan ide-ide / keluarga
fikirannya yang tidak Hambatan dalam berinteraksi dengan
sesuai dengan kenyataan orang lain
seperti : Hambatan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari
o Hubungan dengan
Perubahan dalam prestasi kerja / sekolah
keluarga
o Hubungan dengan 5.2. Ajak klien melihat bahwa waham tersebut
orang lain adalah masalah yang membutuhkan
o Aktivitas sehari-hari bantuan dari orang lain
o Pekerjaan 5.3. Diskusikan dengan klien orang/tempat ia
6. Klien dapat 6. Setelah x interaksi klien 6.1. Diskusikan hobi/aktivitas yang disukainya.
melakukan : 6.2. Anjurkan klien memilih dan melakukan
teknik distraksi Klien melakukan aktivitas aktivitas yang membutuhkan perhatian dan
sebagai cara yang konstruktif sesuai ketrampilan fisik
menghentikan dengan minatnya yang 6.3. Ikut sertakan klien dalam aktivitas fisik
pikiran yang dapat mengalihkan fokus yang membutuhkan perhatian sebagai
terpusat pada klien dari wahamnya. pengisi waktu luang.
wahamnya 6.4. Libatkan klien dalam TAK orientasi realita
6.5. Bicara dengan klien topik-topik yang
nyata
6.6. Anjurkan klien untuk bertanggung jawab
secara peronal dalam
mempertahankan/menungkatkan kesehatan
dan pemulihannya.
6.7. Beri penghargaan bagi setiap upaya klien
yang positif
7. Klien Setelah .... X interaksi 7.1. Diskusikan pentingnya peran serta keluarga
mendapat Keluarga dapat menjelaskan sebagai pendukung untuk mengatasi waham.
dukungan tentang :
7.2.Diskusikan potensi keluarga untuk membantu
keluarga. o Pengertian waham
klien mengatasi waham.
o Tanda dan gejala
waham 7.3.Jelaskan pada keluarga tentang :
o Penyebab dan akibat
Pengertian waham
waham
Tanda dan gejala waham
o Cara merawat klien
Penyebab dan akibat waham
waham
7.2 Setelah ... X interaksi Cara merawat klien waham
mempraktekkan cara
7.5. Tanyakan perasaan keluarga setelah
merawat klien waham.
mencoba cara yang dilatihkan
8. Klien dapat 8.1Setelah x interaksi 8.1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat
memanfaatkan klien menyebutkan; dan kerugian tidak minum obat, nama ,
obat dengan Manfaat minum obat warna, dosis, cara , efek terapi dan efek
baik. Kerugian tidak samping penggunan obat
minum obat
Nama,warna,dosis,
8.2. Pantau klien saat penggunaan obat
efek terapi dan efek Beri pujian jika klien menggunakan obat
samping obat
dengan benar
8.2. Setelah ..x
interaksi klien
mendemontrasikan 8.3. Diskusikan akibat berhenti minum obat
penggunaan obat dgn tanpa konsultasi dengan dokter
benar Anjurkan klien untuk konsultasi kepada
8.3. Setelah .x dokter/perawat jika terjadi hal hal yang
interaksi klien tidak di inginkan .
menyebutkan akibat
berhenti minum obat
tanpa konsultasi dokter
RISIKO BUNUH DIRI
RISIKO BUNUH DIRI
I. DEFINISI
Kondisi ketika individu berisiko membunuh dirinya sendiri (Carpenito,
2009).
Suatu keadaan dimana individu mengalami risiko menyakiti diri sendiri
atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa (Fitria, 2009).
Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri,
niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu
yang diinginkan (Stuart dan Sundeen, 1995).
II. ETIOLOGI
A. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi. Berikut faktor-faktor
tersebut:
1) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif dan amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau saksi
penganiayaan.
2) Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasa, sering
menobservasi kekerasa di rumah dan di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu megadopsi perilaku kekerasan.
3) Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas dendam dan kontrol sosial yang tidak
pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan diterima.
4) Bioneurologis
Kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya
perilaku kekerasan.
B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelamahan fisik, keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan.
Demikian pula dengan lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan, dan kekerasan merupakan
faktor penyebab lainnya. Interkasi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula
memicu perilaku kekerasan.
III. MANIFESTASI KLINIS
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien masuk rumah sakit
adalah perilaku kekerasan di rumah. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara:
1. Observasi
Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara yang
meninggi, berdebat. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak:
merampas makanan, memukul jika tidak senang.
2. Wawancara
Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda
marah yang dirasakan klien, seperti mempunyai ide untuk bunuh diri;
mengungkapkan keinginan untuk mati; mengungkapkan rasa bersalah dan
keputusasaan; impulsif; menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya
menjadi sangat patuh); memiliki riwayat percobaan bunuh diri; verbal
terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat
yang mematikan); status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat,
panik, marah, dan mengasingkan diri); kesehatan mental (secara klinis klien
terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan menyalahgunakan
alkohol); kesehatan fisik (biasanya klien dengan penyakit kronis atau
terminal); pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau
mengalami kegagalan dalam karier); status perkawinan (mengalami
kegagalan dalam perkawinan); konflik interpersonal; latar belakang keluarga;
dan menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
diri Beresiko Destruktif Destruktif diri tidak langsung Pencederaan diri Bunuh diri
Peningkatan diri
Gambar 4.1 Rentang respon proteksi diri
Seseorang meningkatkan pertahanan diri secara wajar terhadap situasional
yang membutuhkan pertahanan diri.
Berisiko destruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau berisiko mengalami perilaku
destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya
dapat mempertahankan diri.
Destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepatterhadap situasi yang
membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri.
Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang.
V. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk
denial, rasionalisasi, dan berfikir magic. Mekanisme pertahanan diri yang ada
seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.
Pada umumnya tindakan bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya
sebagai berikut urutannya:
1) Ide bunuh diri (suicidal ideation).
Tahap ini merupakan proses kontemplasi dari bunuh diri, atau
sebuah metode yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan
klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan.
Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa klien pada tahap ini
memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati.
2) Tujuan bunuh diri (suicidal intent).
Pada tahap ini klien mulai berfikir dan sudah melakukan perencanaan yang
konkrit untuk melakukan bunuh diri,
3) Ancaman bunuh diri (suicidal threat).
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yang
dalam, bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
4) Perilaku bunuh diri (suicidal gesture).
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada
diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengacam kehidupannya tetapi
sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang
dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya
meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal
ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan
tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk
hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik
mental. Tahap ini sering dinamakan crying for help sebab individu ini
sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
5) Usaha bunuh diri (suicidal attempt).
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu
ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang
mematikan. Walaupun demikian banyak individu masih mengalami
ambivalen akan kehidupannya.
6) Bunuh diri (suicide).
Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri
Hal ini telah didahului oleh beberapa perobaan bunuh diri sebelumnya. 30%
orang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan
percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakni merupakan hasil dari
individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang
mendalam.
VI. PENATALAKSANAAN
Menurut Power dan McGoman (2011) terdapat beberapa tindakan dalam
mengendalikan bunuh diri seseorang. Adapun tindakan tersebut sebagai berikut:
1. Training dalam mencegah bunuh diri.
Staf melatih dalam mencegah bunuh diri secara signifikan mengurangi
angka bunuh diri dan dasar :tujuan pertama pelatihan untuk staf, keluarga,
dan pengguna pelayanan, mencapai keuntungan yang diperoleh (Rascon et
al., 2004 dalam Power & McGoman, 2011).
2. Intervensi psikososial.
Digunakan untuk mendukung pertumbuhan dan menanamkan harapan dan
optimisme yang penting bagi penyembuhan (Dodgson & McGoman, 2010
dalam Power & McGoman, 2011). Rehabilitasi, vokasi/ edukasi da intervensi
sosial yang ditujukan pada kehilangan dan larangan dan menyimpan
kembali kepercayaan, integrasi sosial dan rasa untuk meningkatkan kualitas
hidup dan mengurangi tingkat morbiditas sekunder dan keinginan bunuh
diri.
3. Kejadian yang dapat dicegah.
Kejadian yang dapat dicegah seperti penyimpanan obat, latihan yang tidak
dicek, sistem tidak adekuat dalam menejemen klien dengan risiko tinggi,
catatan pemeliharaan, supervisi staf, obstruksi jalan nafas untuk perawatan
dan kurang adekatnya insiden yang dilaporkan/ audit juga dapat diperbaiki.
VIII. PENGKAJIAN
Data yang perlu dikaji meliputi:
A. Data subjektif
Mengungkapkan keinginan bunuh diri
Mengungkapkan keinginan untuk mati
Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga
Berbicara tentang kematian,menanyakan tentang dosis obat yang
mematikan
Mengungkapkan adanya konflik interpersonal
Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil
B. Data objektif
Impulsif
Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh)
Ada riwayat penyakit mental
Ada riwayat penyakit fisik seperti penyakit kronis atau terminal
Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan
dalam karier)
Status pernikahan yang tidak harmonis
Tabel 2. Check List Intervensi Awal Faktor Risiko Bunuh Diri menurut Power &
McGomen (2011)
Nama: Tanggal:
Faktor Risiko Saat Ini Y/ T
Pikiran bunuh diri/ kematian sebelumnya.
Tujuan/ rencana bunuh diri.
Perilaku bunuh diri: misal mencari subjek, menyimpan obat-obatan.
Isi halusinasi.
Gejala/ pengalaman distres.
Kesalahan jelas, kurang harapan dan mencela diri sendiri.
Depresi akut atau mood labil.
Agitas atau kegelisahan motorik.
Perilaku impulsif/ tidak dapat diprediksi atau beresiko membuat keputusan
yang aneh.
Baru masuk atau keluar dari rumah sakit.
Psikosis kambuh atau pertama kali kambuh.
Penyembuhan tidak lengkap atau lambat/ respon pengobatan buruk/
ketakutan terhadap disintegrasi mental.
Tidak patuh atau kepatuhan buruk terhadap pengobatan yang diresepkan.
Terikat problematik dan menolak bantuan.
Stres atau kehilangan seseorang yang berharga misalnya, kekerasan,
hubungan, pekerjaan, keraguan.
Lingkungan keluarga yang penuh celaan/ emosi tinggi.
Isolasi sosial: single/ perpisahan/ hidup sendiri.
Tidak aktif/ pengangguran.
Bermasalah dengan polisi/ sistem keadilan kejahatan.
Masalah kesehatan fisik yang serius, penyakit terminal, efek samping yang
tidak dapat ditoleransi.
Penyalahgunaan zat yang berbahaya.
Mencari cara yang mematikan/ membahayakan.
Riwayat Faktor Risiko
Ide bnuh diri sebelumnya.
Perilaku bunuh diri sebelumnya atau mencederai diri yang serius.
Psikosis tidak diobati dalam jangka lama.
Riwayat kekerasan atau gertakan.
Riwayat kurangnya dorongan dan/ atau perilaku resiko tinggi lainnya.
Riwayat penyalahgunaan substansi berbahaya.
Riwayat bunuh diri dalam keluarga.
Teman atau kenalan yang melakukan bunuh diri.
Faktor Risiko Potensial/ Kedepannya
Pelayanan terpisah dan menolak bantuan.
Peralihan peyalanan atau pemindahan staf.
Penyembuhan lama.
Depresi.
Penolakan sosial/ kehilangan hubungan.
Psikosis kambuh.
Status Risiko:
Tinggi : Tindakan tegas untuk mengurangi risiko bunuh diri langsung dan
tinjau kembali rencana keperawatan.
Sedang : Rencana perawatan pada faktor risiko saat ini dan waspadai
sisanya untuk faktor risiko kedepannya.
Rendah : Waspada untuk faktor risiko kedepannya.
Effect
Care problem
Isolasi sosial
X. MASALAH
Causa KEPERAWATAN
1. Risiko bunuh diri
2. Bunuh diri Harga diri rendah kronis
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah kronis
Captain, C, 2008, Assessing suicide risk, Nursing made incredibly easy, Volume 6,
Alih Bahasa Budi Santosa, Philadelphia.
Corr, Charless A, Clyde Nabe, Clyde M. Nabe, Donna M. Corr. 2003. Death and
Dying, Life and Living. Brooks: Cole
Carpenito, LJ. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:EGC.
Stuart dan Sundeen. 2005. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Stuart dan Sundeen. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.