PENDAHULUAN
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari
10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka
kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6
dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Faktor yang berperan dalam
peningkatan tersebut diantaranya adalah kebiasaan merokok yang masih tinggi
1
(laki-laki di atas 15 tahun 60-70%), polusi udara terutama di kota besar, dan
industrialisasi. Karena jumlah dan tingkat mortalitas akibat kasus PPOK di
Indonesia adalah tinggi, maka sebagai dokter umum harus dapat mengenali dan
melakukan terapi pada PPOK.3 Prevalensi PPOK tertinggi terdapat di Nusa
Tenggara Timur (10,0%), diikuti Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi Barat, dan
Sulawesi Selatan masing-masing 6,7 persen. PPOK lebih tinggi pada laki-laki
dibanding perempuan dan lebih tinggi di perdesaan dibanding perkotaan.
Prevalensi PPOK cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan
rendah dan kuintil indeks kepemilikan terbawah.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversibel parsial., bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh
proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat
memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat
diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan
partikel gas berbahaya.2,5
Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
3
Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-
rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
c. Hipereaktiviti bronkus
2.3 Patogenesis
4
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi
sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas seperti
pada gambar 1.
5
Tabel 1. Patogenesis PPOK
(Sumber : PDPI,2010)
2.4 Klasifikasi
6
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 <
30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas
kronik dan gagal jantung kanan.
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh
sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa
diprediksi dengan VEP1
2.5 Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan
tanda inflasi paru2
A. Gambaran klinis
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
b. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
7
- Abnormalitas dinding dada yang menunjukkan hiper inflasi paru termasuk iga
yang tampak horizontal, barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
sebanding) dan abdomen yang menonjol keluar
- Hemidiafragma mendatar
- Laju respirasi istirahat meningkat lebih dari 20 kali/menit dan pola napas lebih
dangkal
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu), laju ekspirasi lebih
lambat memungkinkan pengosongan paru yang lebih efisien
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan
edema tungkai
Palpasi
Perkusi
- Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,
hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
- Pasien dengan PPOK sering mengalami penurunan suara napas tapi tidak
spesifik untuk PPOK
8
- Mengi selama pernapasan biasa menunjukkan keterbatasan aliran udara. Tetapi
mengi yang hanya terdengar setelah ekspirasi paksa tidak spesifik untuk PPOK
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed lips breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema
tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan
retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
a. Pemeriksaan rutin
Faal paru
9
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
Darah rutin
Radiologi
Normal Hyperinflation
10
B. Pemeriksaan khusus
Faal paru
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total
(KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat, DLCO menurun pada emfisema, Raw
meningkat pada bronkitis kronik, Sgaw meningkat, Variabiliti Harian APE kurang
dari 20 %
- Jentera (treadmill)
Terutama untuk menilai : Gagal napas kronik stabil, Gagal napas akut pada gagal
napas kronik
Radiologi
11
CT - Scan resolusi tinggi, Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta
derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos. Scan
ventilasi perfusi, Mengetahui fungsi respirasi paru
Elektrokardiografi
Bakteriologi
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia
muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
12
mengindikasikan PPOK
Riwayat terpajan faktor risiko Asap rokok
Debu
Bahan kimia di tempat kerja
Asap
Asma
Pneumotoraks
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering
ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena
terapi dan prognosisnya berbeda.
13
Tabel 2. Perbedaan Asma, PPOK, dan SOPT
(Sumber : PDPI,2010)
2.8 Penatalaksanaan1,2,3,4,5
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
1. Edukasi
14
2. Obat obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK
adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi
paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus
dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari
asma.
15
keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit
gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di
klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus
dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi
kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan
keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK.
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat
penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi
penderita.
- Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan
skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
16
- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau perlu
saja )
3. Penggunaan oksigen
- Berapa dosisnya
4. Tanda eksaserbasi :
- Sputum bertambah
17
Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :
Ringan
Sedang
Berat
2. Obat obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan
bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan
jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (
slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).
18
- Golongan antikolinergik
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda.
- Golongan xantin
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
19
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti
uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator
meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
- Lini I : amoksisilin
makrolid
Sefalosporin
Kuinolon
Makrolid baru
d. Antioksidan
e. Mukolitik
f. Antitusif
20
Tabel 3. Penatalaksanaan PPOK
21
(Sumber : PDPI,2010)
3. Terapi Oksigen
a. Manfaat oksigen :
22
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
b. Indikasi
- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep
apnea, penyakit paru lain
23
- Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT )
- Nasal kanul
- Sungkup venturi
- Sungkup rebreathing
- Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi
analisis gas darah pada waktu tersebut.
4.Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat
berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di
ruang ICU atau di rumah.
24
- Ventilasi mekanik dengan intubasi
- Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas
kronik dan dapat digunakan selama di rumah.
- Volume control
- Pressure control
NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT /
Long Tern Oxygen Theraphy) akan memberikan perbaikan yang signifikan pada :
- Kualiti hidup
- Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan
abdominal paradoksal
25
- Asidosis sedang sampai berat pH < 7,30 - 7, 35
NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas,
disamping harus menggunakan perlengkapan yang tidak sederhana.
5. Nutrisi
- Antropometri
26
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah
karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat
meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi
terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas
kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.
- Hipofosfatemi
- Hiperkalemi
- Hipokalsemi
- Hipomagnesemi
6.Terapi Pembedahan
Bertujuan untuk :
1. Bulektomi
27
2. Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey (LVRS)
3. Transplantasi paru
(Sumber : PDPI,2010)
28
2.9
Komplikasi5,8
1. Gagal napas
29
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
1. Infeksi berulang
2. Kor pulmonal
- Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal,
penatalaksanaan :
- Bronkodilator adekuat
- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
- Antioksidan
Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing Gagal napas akut pada gagal
napas kronik, ditandai oleh :
- Demam
- Kesadaran menurun
- Infeksi berulang
Kor pulmonal :
30
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal
jantung kanan
2.10 Pencegahan
- Berhenti merokok
- Berhenti merokok
- Rehabilitasi
Latihan bernapas dengan pursed lip breathing ,Latihan ekspektorasi ,Latihan otot
pernapasan dan ekstremitas, Terapi oksigen jangka panjang
31
32
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Usia : 47 tahun
Pekerjaan : Petani
Agama : Hindu
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
Batuk berdahak
33
berjalan sejauh 50 meter, tidak dipengaruhi cuaca dan emosi, sering terbangun di
malam hari karena sesak (-), pasien tidur dengan 1 bantal, bunyi mengi (+), batuk
(+), berdahak (+), dahak putih kental 1 sendok teh, demam (+) ada tidak terlalu
tinggi , nyeri dada (-), dada berdebar (-), kaki bengkak (-), nafsu makan turun (+),
keringat malam (-) BAB dan BAK biasa.
Satu minggu sebelum datang ke Puskesmas pasien sempat dirawat di RSU
Bangli karena mengalami keluhan sesak nafas yang dirasakan semakin lama
semakin berat, muncul ketika terpapar asap dari dapur dan dengan beraktifitas,
sesak berkurang dengan istirahat. Sesak napas tidak dipengaruhi cuaca dingin,
sesak dirasakan hampir setipa hari. Pasien juga mengeluhkan batuk yang semakin
bertambah berat, pasien mengaku batuk mengeluarkan riak kental berwarna putih
kekuningan dan tidak ada bercak darah, frekwensi batuk yang dialami cukup
sering, dan tidak berkurang jika pasien beristirahat. Keluhan lain yang menyertai
adalah nyeri kepala tapi tidak berputar-putar, mual tapi tidak muntah, nafsu makan
menurun, sehingga pasien di bawa dibawa ke IGD RSU Bangli dan di rawat inap.
34
- Riwayat alergi obat dan makanan (-)
Riwayat pekerjaan, sosial dan kebiasaan
- Pasien bekerja kesehariannya sebagai petani.
- Riwayat terpapar polutan asap dari dapur sejak dari dulu karena kamar
tidur pasien jadi satu dengan dapur
- Riwayat merokok semasih muda dan sudah berhenti
- Riwayat minum alkohol (-)
- Riwayat olah raga (-)
Nadi : 88 x/ menit
Suhu : 36,8C
BB : 59 kg
TB : 170 cm
Pemeriksaan Kepala
35
Mata : exophtalmus (-/-), edema palpebra (-/-), konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+) ,
pupil isokor
Mulut : bibir kering (-), bibir pucat (-),sianosis (-), lidah kotor (-)
atrofi papil lidah (-), pursed lips breathing (-)
Pemeriksaaan Leher
Pemeriksaan Toraks
Pulmo
36
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : bentuk datar, spider nevi (-), jejas (-), sikatriks (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), tidak teraba pembesaran
hepar dan lien, ballottement ginjal (-), undulasi (-)
Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas atas :edema (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-)
Ekstremitas bawah :edema (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-)
Pemeriksaan Kulit
Warna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), sianosis
(-), scar (-), keringat umum (-), keringat setempat (-), pucat pada telapak tangan
dan kaki (-), pertumbuhan rambut normal.
Pemeriksaan KGB
37
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, dan submandibula.
Rencana Pemeriksaan
- Spirometri
- Analisis gas darah
- Foto Thorax
V. Diagnosis kerja:
Asma bronchial
SOPT
VII. Penatalaksanaan:
Nonfarmakologis
- Istirahat
- Diet nasi biasa tinggi kalori tinggi protein.
Farmakologis
VIII. Prognosis:
38
Quo ad Functionam : Dubia ad malam
39
BAB IV
ANALISIS KASUS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala
ringan, sampai gejala yang berat. Namun diagnosa PPOK dapat ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis, dan pemeriksaan penunjang. Pada gambaran klinis,
bila ditemukan sesak nafas yang kronik dan progresif, serta riwayat terpajan oleh
faktor-faktor resiko. Maka diagnosa dari PPOK harus dipertimbangkan, dan
kemudian dikonfirmasi dengan melakukan spirometri.
Pada kasus ini, seorang laki-laki berusia 37 tahun dengan keluhan utama
sesak sejak tadi siang, sesak dipengaruhi aktivitas (+) bila berjalan sejauh 50
meter, tidak dipengaruhi cuaca dan emosi. Dari anamnesis, ditemukan adanya
sesak yang bertambah hebat yang dipengaruhi oleh aktifitas disertai bunyi mengi,
dan batuk berulang yang berdahak dengan produksi dahak yang meningkat, dan
ada riwayat terpajan faktor resiko merokok dan terpajan asap dari dapur.
Kemudian pada pemeriksaan fisik, peningkatan frekuensi pernafasan, pada
inspeksi dada ditemukan adanya barrel shaped chest, penderita kurus, sela iga
melebar, retraksi dinding dada dan penggunaan otot bantu nafas. Pada palpasi
stem fremitus menurun pada kedua lapangan paru dan sela iga melebar. Pada
perkusi didapatkan hipersonor dikedua lapangan paru. Pada auskultasi didapatkan
vesikuler menurun pada kedua lapangan paru, terdapat wheezing ekspirasi, dan
ekspirasi memanjang. Dari data tersebut kecurigaan adanya PPOK eksaserasi akut
karena terdapat peningkatan gejala yaitu bertambahnya sesak dan bertambahnya
jumlah sputum. 9,16
40
yang dilakukan adalah pemberian oksigen, bronkodilator, antibiotik spektrum
luas, dan ekspektoran.
41
DAFTAR PUSTAKA
42