TINJAU PUSTAKA
A. Konsep Dasar Pencegahan Infeksi Nosokomial
1. Pengertian Infeksi
Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit
atau kerusakan jaringan. Proses dimana hospes. Agen-agen patogen (infeksius) utama adalah
(Virus, bakteri, jamur, parasit dan protozoa). Jika mikroorganisme gagal menyebabkan cidera
yang serius terhadap sel atau jaringan, infeksi disebut Asimptomatik.dan jika penyakit infeksi
dapat ditularkan langsung dari satu orang ke orang lain,penyakit ini meupakan penyakit menular
atau contagious (Potter dan Perry., 2005).
2. Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat dari Rumah Sakit, infeksi tidak terjadi
di Rumah Sakit, infeksi tidak terjadi atau tidak dalam masa inkubasi pada saat pasien
masuk Rumah Sakit. Sedangkan menurut Depertemen Kesehatan (2003), Infeksi nosokomial
adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh pasien selama dirawat di rumah sakit dan
menunjukkan gejala infeksi baru setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit serta infeksi itu
tidak ditemukan atau diderita pada saat pasien masuk ke rumah sakit.
Klien yang berada dalam lingkungan perawatan kesehatan dapat beresiko tinggi mendapatkan
infeksi. Infeksi nosokomial diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan dalam fasilitas
perawatan kesehatan. Infeksi entrogen adalah jenis infeksi nosokomial yang di akibatkan oleh
prosedur diagnostik atau terapeutik (Potter dan Perry., 2005).
Infeksi nosokomial adalah infeksi adalah infeksi yang terdapat dalam sarana kesehatan.
Sebetulnya Rumah Sakit memang sumber penyakit. Secara logis, rumah sakit adalah tempat
orang yang mengalami gangguan kesehatan, dimana berbagai penyakit yang diderita oleh para
pasien tersebar di rumah sakit secara terbuka. Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan
penunggu pasien merupakan kelompok yang paling beresiko mendapat infeksi nosokomial,
karena infeksi ini dapat menular dari pasien ke petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien ke
pengunjung, atau dari petugas kesehatan ke pasien. Hal ini biasa terjadi apabila petugas
kesehatan tidak terampil dalam menjalankan tugasnya atau tidak mengindahkan dasar-dasar
kewaspadaan umum dalam penanganan pasien. Di Negara maju pun, infeksi yang didapat dalam
rumah sakit terjadi dengan angka yang cukup tinggi. Misalnya, di Amerika Serikat, ada 20.000
kematian setiap tahun akibat infeksi nosokomial. Diseluruh dunia, 10% (1,4juta)
pasien Rawat Inap di Rumah Sakit mengalami infeksi yang baru selama dirawat setiap tahun
(Yayasan Spiritia, website spiritia.or.id., 2003).
3. Rantai Penularan
Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di bagian tengah gambar berikut), yang ada pada
sumber. Kuman keluar dari sumber melalui tempat tertentu, kemudian dengan cara penularan
tertentu masuk ke tempat tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di Rumah Sakit rentan
terhadap infeksi (terutama Odha yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka dapat
tertular dan jatuh sakit tambahan. Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut
dan meneruskan rantai penularan lagi. (Yayasan Spiritia, website spiritia.or.id., 2003).
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui rantai
penularan. Apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau
dihentikan.
Kompenen yang diperlukan sehingga terjadi penularan infeksi tersebut adalah:
a. Agen infeksi (Infection Agent) adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. Pada
manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Ada tiga faktor
pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas, virulensi dan
jumlah (dosis, atau load).
b. Reservoir atau dimana tempat agen infeksi dapat hidup, tumbuh , berkembang biak dan siap
ditularkan pada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia, binatang, tumbuhan-
tumbuhan, tanah, air dan bahan organik lainnya. Pada orang sehat, permukaan kulit, selaput
lendir selaput nafas atas, usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan dari mana agen infeksi meninggalkan reservoir. Pintu
keluar meliputi saluran pernafasan, pecernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrane
mukos, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
d. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi dari reservoir ke
penderita (yang susptibel). Ada berapa cara penularan yaitu : (1) Kontak : langsung dan tidak
langsung, (2) droplet, (3) airbone, (4) melalui vehikulum (makan, air/minuman, darah) dan (5)
melalui vektor (biasanya seranga da binatang pengerat).
e. Pintu masuk (portal of entry) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki penjamu (yang
suseptibel). Pintu masuk biasanya melalui saluran pernafasan, pencernaan, saluran kemih dan
kelamin, selaput lendir, serata kulit yang tidak (utuh).
f. Penjamu (host) yang suseptibel adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup
untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya infeksi dan penyakit. Faktor yag khusus
dapat mempengaruhi adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang
luas, trauma atau pembedahan, pengobatan dengan imunosuresan. Faktor lain yag mungkin
berpengaruh adalah jenis kelamin, rasa tau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan
dan hereditas. (Depertemen Kesehatan, 2009)
c. Faktor Faktor Penting Yang Harus Diperhatikan Pada Pemakaian Alat Pelindung Diri
1) Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki ruangan.
2) Gunakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi.
3) Lepas dan buang secara hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi.
4) Lepas danbuang secara hati-hati ketempat limbah infeksius yang telah disediakan di ruangan
ganti khusus. Lepas masker di luar ruangan.
5) Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah membersihkan tangan sesuai
pedoman.
Tabel 2.1 Pemilihan Alat Pelindung Diri
Pilihan Alat Pelindung
Jenis Pajanan Contoh
Diri
Resiko Redah :
Kontak dengan Kulit Injeksi Sarung tangan esensial
Tidak terpajan darah langsung Perawatan luka ringan
Resiko Sedang :
Kemungkinana terpajan darah Pemeriksaan pelvis Sarung tangan
namun tidak ada cipratan Insersi IUD Mungkin perlu gaun
Melepas IUD pelindung atau Celemek
Pemasangan kateter intra vena
Penanganan spesimen
laboratorium
Perawatan luka berat
Ceceran darah
Resiko Tinggi :
Kemungkinan terpajan darah Tidakan bedah mayor Sarung tangan
dan kemungkinan terciprat Bedah mulut Celemek
Perdarahan massif Persalinan pervagina Kacamata pelindung
Masker
Sumber : Depertemen Kesehatan, 2009
1. Pengertian Usia
Usia adalah indeks yang menempatkan individu-individu dalam urutan perkembangan (Fry, 2001
dalam psikologi perkembangan) Lebih lanjut dikatakan bahwa pada umur sekitar awal atau
pertengahan umur 30 tahun, kebanyakan orang telah mampu memecahkan masalah mereka
dengan baik sehingga menjadi stabil dan tenang (Fry, 2001 dalam psikologi perkembangan).
Dalam hal ini perawat yang berusia lebih dari 30 tahun dianggap lebih matang dalam bersikap,
lebih baik dalam berfikir dan bekerja, lebih menyadari bahaya penularan infeksi sehingga timbul
suatu kepatuhan dalam dirinya untuk mengikuti dan mematuhi pedoman-pedoman pencegahan
infeksi nosokomial.
Usia adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun
(Elisabeth B.H, 1995 dalam Nursalam, 2001). Usia yang optimal dalam memahami dan
mengambil keputusan adalah diatas 30 tahun, karena usia dibawah 30 tahun atau kurang dari 30
tahun cenderung dapat mendorong terjadinya kebimbangan dalam memahami dan mengambil
keputusan (Soediman dalam Nursalam, 2003).
Semakin cukup usia, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam
berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih
dipercaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari
pengalaman dan kematangan jiwanya. (Hurclok, 1998) dalam (Nursalam, 2001).
C. Konsep Dasar Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia
yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. (Notoatmodjo, 2005).
Menurut Notoatmodjo (2005), bahwa pengetahuan dapat di peroleh diantaranya melalui
pendidikan formal, non formal, pengalaman dan media masa. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, pangetahuan itu
sendiri dapat diperoleh melalui pengalaman diri sendiri atau orang lain (Notoatmodjo, 2005).
Lebih lanjut, Notoatmodjo (2005), menyatakan bahwa pengetahuan yang ada pada manusia
bertujuan menjawab masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan
untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia tersebut. Pengetahuan dapat diibaratkan
sebagai alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.
Pengetahuan bisa didefinisikan atau diberi batasan sebagai berikut ini:
a. Sesuatu yang ada atau dianggap ada.
b. Sesuatu hasil persesuaian subjek dengan objek.
c. Hasil kodrat manusia ingin tahu.
d. Hasil persesuaian antara induksi dengan dedukasi.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (over behavior). Terbentuknya perilaku baru terutama pada orang dewasa, dimulai
pada domain kognitifatau pengetahuan, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus
berupa materi atau objek diluarnya sehingga menimbulkan pengetahuan baru dalam bentuk sikap
terhadap objek yang diketahuinya, kemudian akhirnya akan menimbulkan respon yang lebih jauh
berupa tindakan (Notoatmodjo,2005).
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau lebih popular disebut riset metodologi. Menurut
Deobold Van Dalen, mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan pengamatan dilakukan
dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua
fakta sehubungan dengan objek yang diamati. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok, yaitu:
1) Segala sesuatu yang positif, yakni gejala yang muncul pada saat dilakukan pengamatan.
2) Segala sesuatu yang negative, yajni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan
pengamatan.
3) Gejala gejala yang muncul secara bervariasi, yaitu gejala-gejala yang berubah-ubah pada
kondisis-kondisi tertentu.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu sebagai
berikut :
a. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orange lain. Pengalaman yang
sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.
b. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat menambah wawasan atau pengetahuan seseorang. Yang berpendidikan lebih
tinggi akan mempunyai pengetahuan luas dibandingkan tingkat pendidikan lebih rendah.
c. Keyakinan
Biasanya kenyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih
dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang.
d. Fasilitas
Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang misalnya,
televise, radio, Koran, majalah dan buku.
Pengukur pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo 2003).
Kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan
diatas.
Pernyataan yang dapat dipergunakan untuk mengukur pengetahuan secara umum dapat
dikelompokan menjadi 2 jenis:
a. Pernyataan subjektif, misalnya : jenis pertanyaan essay.
b. Pernyataan objektif, misalnya: pernyataan pilihan ganda, betul salah dan pernyataan
menjodohkan.
Pernyataan essay disebut pernyataan subjektif karena penilaian untuk pernyataan tersebut
melibatkan factor subjektif dari penilai. Sedangkan pernyataan objektif lebih disukai karena lebih
mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan lebih cepat dinilai.
1. Pengertian Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah
melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak
setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Sikap juga dikatakan sebagai suatu sindrom atau
kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran,
perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan lain (Notoatmodjo, 2005).
Sikap dapat dipandang sebagai suatu kecenderungan menghadapi tindakan terhadap suatu objek
berdasarkan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi suatu objek. Sikap
hanyalah sebagian dari perilaku manusia (kwick dalam Notoatmodjo, 2003).
Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup
dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Adapun Le Pierre (dalam Notoatmodjo, 2003)
menyatakan bahwa sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan anti sipasi,
presisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi social secara sederhana. Senada dengan hal
tersebut Berkowitz (dalam Notoatmodjo, 2003) menyatakan bahwa sikap seseorang terhadap
sesuatu adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable), maupun perasaan tidak
mendukung (unfavorable) pada objek tersebut.
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
sikap merupakan respon terhadap rangsangan atau stimulusyang timbul dari kondisi yang terjadi
di lingkungan sekitarnya yang menimbulkan respon positif (mendukung) atau negatif (tidak
mendukung) dalam bentuk reaksi yang dinyatakan dalam suatu perilaku yang dimunculkan oleh
seseorang.
2. Struktur Sikap
Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang, yaitu : komponen kognitif,
komponen efektif, dan komponen konatif.
Komponen kognitf merupakan representasi dari apa yang dipercayai oleh individu pemiik sikap.
Mann (dalam Notoatmodjo, 2003) menjelaskan bahwa komponen kognitif dapat disamakan
dengan pandangan, terutama bila menyangkut masalah. Komponen kognitif berisi kepercayaan
seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.
Komponen afektif merupakan komponen perasaan yang meyangkut aspek emosional. Secara
umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.
Komponen konotatif dalam struktur sikap menunjukan bagaimana perilaku atau kecenderungan
berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
3. Tingkatan Sikap
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :
a. Menerima (Receiving), diimplementasikan dalam bentuk kemauan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).
b. Merespon (Responding), diimplementasikan dalam bentuk memberikan jawaban atas suatu
pertanyaan, mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan, terlepas dari apa yang
dijawad atau dikerjakan itu benar atau tidak. Hal ini menunjukan bahwa ada proses penerimaan
ide yang disampaikan.
c. Menghargai (Valuing), diimplementasikan dalam bentuk ajakan terhadap orang lain untuk
mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
d. Bertanggung Jawab (Responsible), diimplementasikan dalam bentuk kesiapan menerima resiko
dari apa yang telah diperbuatnya atas dasar pilihan yang telah disiapkan.
D. Konsep Kepatuhan
1. Pengetian Kepatuhan
Kata Kepatuhan berasal dari kata patuh yang memiliki arti suka menurut (perintah), taat
kepada aturan dan berdisiplin (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2004). Menurut Icek Ajzen dan
Martin Fishbein (Azwar, 2003), kepatuhan didefinisikan sebagai suatu respon terhadap suatu
perintah, anjuran atau ketetapan yang ditunjukan melalui suatu aktifitas konkrit. Kepatuhan juga
merupakan bentuk ketaatan pada aturan atau disiplin dalam menjalankan prosedur yang telah
ditetapkan.
Kepatuhan dapat diartikan sebagai suatu bentuk respon terhadap suatu perintah, anjuran, atau
ketetapan melalui suatu aktifitas konkrit . Teori ini didasarkan pada asumsi-asumsi :
1. Bahwa manusia umumnya melakukan sesuatu dengan cara yang masuk akal.
2. Manusia mempertimbangkan semua informasi yang ada.
3. Bahwa secara eksplisit maupun implisit manusia memperhitungkan implikasi tindakan mereka.
Untuk mencegah terjadinya penularan infeksi, maka perawat harus patuh terhadap apa yang
menjadi tugasnya, untuk itu perawat dituntut dapat menjalankan dan melaksanakan kewaspadaan
universal dengan baik dan benar secara konsisten.