PENDAHULUAN
Menurut Narayan (1991) dalam Saanin (2007), diperkirakan lebih dari separuh
kematian karena cedera, cedera kepala berperan nyata atas outcome. Pada pasien dengan
cedera berganda, kepala adalah yang paling sering mengalami cedera, dan pada
kecelakaan lalu lintas yang fatal, otopsi memperlihatkan bahwa cedera otak ditemukan
pada 75% penderita untuk setiap kematian terhadap dua kasus dengan cacat tetap
Cedera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada
jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (sylvia
Orang-orang yang mati karena kecelakaan, 40% sampai 50% meninggal sebelum
mereka sampai di rumah sakit, dari mereka yang dimasukkan rumah sakit dalam keadaan
masih hidup 40% meninggal dalam satu hari dan 35% dalam satu minggu perawatan, jika
kita meneliti sebab dari kematian dan cacat yang menetap akibat trauma kepala, maka
50% ternyata disebabkan oleh gangguan perdarahan sebagai yang terkait secara tidak
langsung pada trauma, komplikasi berupa perubahan tonus pembuluh darah serebral,
gangguan pada tekanan darah, PO2 arterial atau keseimbangan asam basa.
mencakup 26% dari jumlah segala macam kecelakaan yang mengakibatkan seseorang
tidak bisa bekerja lebih dari satu hari sampai selama jangka panjang. Kurang lebih 33%
1
peperangan lebih dari 50% dari trauma kepala terjadi karena kecelakaan lalu lintas,
cedera, cedera kepala berperan nyata atas autcome. Pada pasien dengan cedera berganda,
kepala adalah yang paling sering mengalami cedera, dan pada kecelakaan lalu lintas yang
fatal, otopsi memperlihatkan bahwa cedera otak ditemukan pada 75% penderita untuk
setiap kematian terhadap dua kasus dengan cacat tetap biasanya sekunder terhadap cedera
kepala.
kecelakaan kendaraan bermotor adalah penyebab yang paling sering terjadinya cedera
kepala, diperkirakan sekitar 49% dari kasus, biasanya dengan derajat cedera kepala yang
lebih berat dan lebih sering mengenai usia 15-24 tahun. Sedangkan jatuh lebih sering
terjadi pada anak-anak serta biasanya dalam derajat yang kurang berat. Pasien dengan
kecelakaan kendaraan bermotor biasanya disertai cedera berganda, dan lebih dari 50%
Menurut Oman, KS, dkk (2008), prevalensi cedera kepala di Amerika Serikat ada
2 juta kasus yang terjadi setiap tahunnya, satu setengah juta merupakan cedera ringan
yang ditangani sebagai pasien rawat jalan, sedangkan 500.000 kasus mengalami cedera
kepala yang cukup parah dan memerlukan perawatan dirumah sakit, jumlah tersebut
kepala merupakan penyebab separuh dari seluruh kematian akibat kecelakaan kendaraan
bermotor, orang muda yang berusia 15-24 tahun, memiliki insiden cedera kepala yang
paling tertinggi, dan orang tua merupakan kelompok berikutnya yang mempunyai angka
diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal dunia
sebelum tiba dirumah sakit. Sedangkan yang sampai rumah sakit, 80% dikelompokkan
sebagai cedera kepala ringan (CKR), dan 10% termasuk dalam cedera kepala sedang
(CKS),dan 10% sisanya adalah digolongkan sebagai cedera kepala berat (CKB). Insiden
cedera kepala terutama terjadi pada kelompok usia produktif antara 15-44 tahun.
Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-
28% lainnya karena jatuh, dan 3%-9% disebabkan oleh tindakan kekerasan, kegiatan olah
Sedangkan data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu
rumah sakit di Jakarta yaitu Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, diperikan untuk rawat
inap, terdapat 60%-70% dengan cedera kepala ringan (CKR), 15%-20% cedera kepala
sedang (CKS), dan sekitar 10% dengan cedera kepala berat (CKB), angka kematian
tertinggi sekitar 35%-50% akibat cedera kepala berat (CKB), dan untuk cedera kepala
sedang (CKS) 5%-10%, sedangkan untuk cedera kepala ringan tidak ada yang
meninggal.
Menurut data yang didapat dari Medical Record Rumah Sakit Umum pusat
Hj.adam malik medan, jumlah penderita cedera kepala (Head Injury) yang terhitung dari
bulan Januari sampai bulan Desember 2009 mencapai 934 kasus dari 1305 pasien
(71,57%) yang di rawat di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum pusat Hj.adam
malik medan, sedangkan dari bulan Januari sampai bulan Maret 2010 mencapai 100
kasus cedera kepala (Head Injury) dari 339 pasien (29,49%) yang di rawat di Ruang
Rawat Inap Bedah saraf Rumah Sakit Umum pusat Hj.adam malik medan
Sedangkan data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu
rumah sakit di Jakarta yaitu Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, diperikan untuk rawat
3
inap, terdapat 60%-70% dengan cedera kepala ringan (CKR), 15%-20% cedera kepala
sedang (CKS), dan sekitar 10% dengan cedera kepala berat (CKB), angka kematian
tertinggi sekitar 35%-50% akibat cedera kepala berat (CKB), dan untuk cedera kepala
sedang (CKS) 5%-10%, sedangkan untuk cedera kepala ringan tidak ada yang
meninggal.
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
4
2.1.1 Defenisi
Cedera kepala adalah suatu cedera yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
Cedera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya cedera pada
jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari cedera yang terjadi
Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma
pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang
2.1.2. Etiologi
b. Jatuh
a. Benda tajam
b. Benda tumpul
2.1.3 Patofisiologi
Cedera kepala
5
Terputusnya kontinuitas
jaringan kulit, otot dan Terputusnya kontinuitas Jaringan otak rusak
vaskuler jaringan tulang (kontusio, laserasi)
Kejang
-Hematoma Hipoksia Mk:Perubahan
perfusi
jaringan
1. Bersihan jln.
Perubahan sirkulasi Mk :Gangg. fungsi nafas
Gangg.
CSS otak 2. Obstruksi
Neurologis
jln. nafas
fokal
3. Dispnea
4. Henti nafas
Peningkatan Mual muntah Mk:Defisit 5. Perub. Pola
TIK Papilodema nafas
Pandangan kabur Neurologis
Penurunan fungsi
pendengaran Mk:Gangg.
Girus medialis Nyeri kepala Mk:Resiko tidak
persepsi
lobus temporalis efektifnya jln.
sensori
tergeser nafas
MK
Mk:Resiko
kurangnya
Herniasi volume cairan Kompresi medula
unkus oblongata
Tonsil cerebelum
Mesesenfalo tergeser Mk:Resiko gangg.
n tertekan Resiko integritas kulit
injuri
Cemas
Immobilisa Mk:Kurangnya
`
Gangg. si perawatan
kesadaran diri
6
b. Kebingungan
d. Pucat
f. Pusing kepala
g. Terdapat hematoma
h. Kecemasan
j. Bila fraktur kemungkinan adanya liquor yang keluar dari hidung dan telinga
2.1.7. Komplikasi
b. Perdarahan
c. Kejang
otak
c. Serebral angiography
7
Menunjukkan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak sekunder
d. X-Ray
f. Kadar elektrolit
intrakranial (TIK)
g. Scree toxicologi
tekanan intrakranial
c. Sinar X
batang otak
8
g. GDA (gas darah arteri)
2.1.9 Penatalaksanaan
c. Pemberian analgetika
f. Pada pasien trauma ringan bila mual muntah tidak dapat diberikan apapun
kecuali hanya cairan infus dekstrosa 5%, aminofusin, aminofel (18 jam pertama
g. Pembedahan
h. Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan,
dektosa 5% 8 jam pertama, ringer dekstrose 8 jam kedua dan dektrose 5% 8 jam
2.2.1 Pengkajian
a.Aktifitas/istirahat
9
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi),
dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung,
d. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi
e. Makanan / Cairan
Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektif), gangguan menelan
10
Tanda : Perubahan kesadaran sampai bisa koma, perubahan
biasanya lama.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan
merintih
h. Pernafasan
Gejala : Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hi-
perventilasi) nafas berbunyi stridor, tersedak, ronchi,
11
mengalami paralysis, demam, gangguan dalam regulasi
suhu tubuh
j. Interaksi sosial
Tanda : afasia sensorik atau motorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang-ulang, disartria, anomia.
k. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Penggunaan alkohol / obat lain
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 12 hari
darah oleh SOL (Hemoragik, Hematoma), edema serebral (respon lokal atau
umum pada cedera, perubahan metabolik, takar lajak obat / alkohol), penurunan
Resiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
darah oleh SOL (Hemoragik, Hematoma), edema serebral (respon lokal atau umum pada
cedera, perubahan metabolik, takar lajak obat / alkohol), penurunan tekanan darah
b. Resiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
12
c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi integrasi (trauma atau
defisit neurologis).
penurunan kekuatan/tahanan.
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit ruasak,
prosedur invasif, penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh, kurang nutrisi, respon
CSS).
g. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
Adapun diagnosa keperawatan secara teoritis menurut Menurut Doenges (1999) adalah
sebagai berikut :
darah oleh SOL (Hemoragik, Hematoma), edema serebral (respon lokal atau umum pada
cedera, perubahan metabolik, takar lajak obat / alkohol), penurunan tekanan darah
dibuktikan :
fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tak ada tanda-tanda
Intervensi Rasional
Tentukan faktor-fakto Tentukan factor-faktor yang ber-hubungan1. Menentukan pilihan inter-vensi,
an keadaan ter-tentu atau yang menyebabkan koma/penurunan perfusi penurunan tanda /gejala neurologis
gan otak dan potensi peningkatan TIK. atau ke-gagalan dalam pemilihan-
nya setelah serangan awal mungkin
menunjukan ba-hwa pasien itu perlu
di-pindahkan keperawatan in-tensif
untuk memantau te-kanan TIK dan
atau pem-bedahan.
2. Pantau dan catat status neu-rologis secara2. Mengkaji adanya kecen-derungan
teratur dan ban-dingkan dengan nilai standar pada tingkat ke-sadaran dan
(misalnya skala koma Glasgow). potensial peni-ngkatan TIK dan
berman-faat dalam menentukan lo-
kasi, perluasan dan per-kembangan
kerusakan SSP.
3. Evaluasi kemampuan membuka mata seperti3. Menentukan tingkat kesa-daran
spontan (sadar penuh), membuka jika di beri
rangsangan nyeri, atau tetap tertutup koma.
4. Kaji respon verbal, catat apakah pasien sadar,
orientasi terhadap orang, tempat dan waktu baik4. Mengukur kesesuaian da-lam
atau malah bingung. berbicara dan menu-njukan tingkat
kesadaran. Jika kerusakan yang
terjadi sangat kecil pada korteks
serebral, pasien akan mu-ngkin
bereaksi dengan baik terhadap
rangsangan verbal yang diberikan
tetapi juga memperlihatkan seperti
ngantuk berat atau tidak kooperatif.
5. Normalnya, autoregulasi -
5. Pantau TD, catat adanya hiper-tensi sistolik mempertahankan aliran da-rah otak
secara terus me-nerus dan tekanan nadi yang yang konstan pada saaat ada fluktasi
semakin berat. tekanan darah sistemik. Kehilangan
autoregulasi dapat meng-ikuti
kerusakan vaskularasi serebral lokal
atau me-nyebar (menyeluruh).
6.
Perubahan pada ritme (pa-ling
sering bradikardia), dan disritmia
6. Frekuensi jantung, catat ada-nya bradikardia, dapat timbul yang mencerminkan
takikardia, atau bentuk disritmia lainnya. adanya depresi/trauma pada batang
otak pada pasien yang tidak
mempunyai kelainan jan-tung
lainnya.
14
7. Nafas yang tidak teratur dapat
menunjukkan lokasi adanya
7. Pantau pernafasan, meliputi iramanya, seperti gangguan serebral/ peningkatan TIK
adanya periode apnea setelah hiperventilasi dan me-merlukan intervensi yang
yang disebut pernafasan Cheyne-stokes. lebih lanjut termasuk ke-mungkinan
nafas buatan.
b. Resiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
aktual
Mempertahankan pola pernafasan normal / efektif, bebas sianosis, dengan GDA dalam
batas normal.
Intervensi Rasional
1. Pantau frekuensi irama, ke-dalaman1. Perubahan dapat menanda-kan awitan
pernafasan, catat tidak ketidakteraturan komplikasi pul-monal (umumnya
pernafasan. mengi-kuti cedera otak) atau me-
nandakan lokasi / luasnya keterlibatan
otak, pernafa-san lambat, periode apnea
dapat menandakan perlunya ventilasi
mekanis.
2. Untuk memudahkan eks-pansi
paru/ventilasi paru dan menurunkan
2. Angkat kepala tempat tidur sesuai adanya ke-mungkinan lidah jatuh yang
aturannya, posisi miring sesuai indikasi. menyumbat jalan nafas.
3. Mencegah dan menurun-kan
atelektasis.
3. Anjurkan pasien untuk me-lakukan nafas
dalam yang efektif jika pasien sadar. 4. Untuk mengidentifikasi adanya masalah
4. Auskultasi suara nafas, perha-tikan daerah seperti ate-lektasis, kongesti, atau ob-
15
hipoventilasi dan adanya suara-suara struksi jalan nafas yang membahayakan
tambahan ya-ng tidak normal (seperti oksigen se-rebral dan/atau menandakan
krekels, ronchi, mengi). terjadinya infeksi paru (um-umnya
komplikasi dari ce-dera kepala).
5. Dapat meningkatkan ga-
ngguan/komplikasi pernafa-san.
6. Menentukan kecukupan pe-rnafasan,
5. Pantau dari penggunaan obat-obatan keseimbangan as-am basa dan
depresan pernafasan, se-perti sedatif. kebutuhan ak-an terapi.
6. Pantau atau gambarkan AGDA, tekanan7. Memaksimalkan oksigen pada darah
oksimetri. arteri dan me-mbantu dalam
pencegahan hipoksia
7. Berikan oksigen
defisit neurologis).
posisi bagian tubuh, perubahan pola komunikasi, distorsi auditorius dan visual,
Intervensi Rasional
1. Evaluasi/pantau secara teratur1. Fungsi serebral bagian atas biasanya
perubahan orientasi, kemampuan terpengaruh lebih dahulu oleh adanya gang-
berbicara, alam perasaan / afektif, guan sirkulasi, oksigenasi, kerusakan dapat
sensorik, dan proses pikir. terjadi saat trauma awal atau kadang-kadang
berkembang sete-lahnya akibat dari pembe-
ngkakan atau perdarahan.
16
2. Informasi penting untuk ke-amanan pasien,
semua sis-tem sensorik dapat terpe-ngaruh
dengan adanya per-ubahan yang melibatkan
2. Kaji kesadaran sensorik seperti respon pe-ningkatan atau penurunan sensitivitas
sentuhan, panas / dingin, benda tajam / atau kehilangan sensasi/kemampuan untuk
tumpul, dan kesa-daran terhadap menerima berespons secara sesuai pada
gerakan dan letak tubuh. suatu stimulasi.
3. Respon individu mungkin berubah-rubah
namun umu-mnya seperti emosi yang labil,
frustasi, apatis, dan muncul tingkah laku im-
pulsif selama proses pe-nyembuhan dari
trauma ke-pala.
3. Observasi respon prilkau seperti rasa4. Pasien mungkin meng-ala-mi keterbatasan
bermusuhan, menangis, afektif yang perhatian/ pemahaman selama fase akut dan
tidak sesuai, agitasi, halusinasi. penyembuhan dan tindakan ini dapat mem-
bantu pasien untuk memun-culkan
komunikasi.
5. Pilihan masukan sensorik secara cermat
bermanfaat untuk menstimulasi pasien koma
4. Bicara dengan suara yang lembut dan dengan baik selama melatih kembali fungsi
pelan, gunakan kalimat yang penek dan kog-nitifnya
sederhana, dan per-tahankan kontak6. Meningkatkan konsistensi dan keyakinan
mata. yang dapat menurunkan ansietas yang
berhubungan dengan keti-daktahuan pasien
tersebut.
7. Menguragi kelelahan, me-ncegah
5. Berikan stimulasi yang berman-faat kejenuhan, membe-rikan kesempatan untuk
verbal (berbincang-bincang dengan ti-dur.
pasien), penciuman (ter-hadap kopi dan8. Memberikan perasaan nor-mal tentang pola
minyak tertentu), taktil (memegang peruba-han waktu dan pola tidur/ bangun.
tangan pasien dan sentuhan).
6. Berikan lingkungan terstruktur
termasuk terapi, aktivitas.
17
Defisit/perubahan memori jarak jauh, saat ini, yang baru terjadi, pengalihan perhatian,
Intervensi Rasional
1. Kaji tentang perhatian, kebing-1. Rentang perhatian/kemam-
ungan dan catat tingkat anisetas puan untuk berkonsentrasi
pasien. mungkin memendek secara
tajam yang menyebabkan dan
merupakan potensi ter-hadap
terjadinya ansietas yang
mempengaruhi proses pikir
pasien.
2. Pertahankan bantuan yang kon-2. Memberikan pasien pera-saan
sisten oleh staf atau keberadaan yang stabil dan ma-mpu
sebanyak mungkin. mengontrol situasi.
3. Usahakan untuk menghadirkan3. Pasien mungkin tidak me-
realitas secara konsisten dan jelas. nyadari adanya trauma se-cara
Hindari pikiran-pikiran yang tidak total (amnesia) atau dari
masuk akal. perluasan trauma dan karena
pada kenyataan ter-hadap
terjadinya cedera pa-da
dirinya.
4. Jelaskan pentingnya pemeriksa-an4. Pemahaman bahwa peng-
neurologist secara berulang dan kajian dilakukan secara ter-
teratur. atur untuk mencegah/mem-
batasi komplikasi yang
mungkin terjadi.
5. Dengarkan dengan penuh per-hatian5. Perhatian dan dukungan ya-ng
semua hal yang diungka-pan pasien. diberikan pada individu akan
meningkatkan harga diri dan
mendorong kesi-nambungan
6. Anjurkan pada orang yang ter-dekat usaha tersebut.
untuk memberikan berita6. Meningkatkan terpelihara-nya
baru/keadaan keluarga dan seba- kontak dengan keadaan yang
gainya. biasa terjadi yang akan
meningkatkan orien-tasi
realitas dan berpikir normal.
7. Rujuk pada kelompok-kelompok7. Bantuan tambahan mung-kin
18
penyokong seperti asosiasi cedera bermanfaat dalam me-
kepala. nyokong upaya-upaya pe-
mulihan.
penurunan kekuatan/tahanan.
Melakukan kembali atau mempertahankan posisi fungsi optimal, dibuktikan tak ada
Intervensi Rasional
1. Periksa kembali kemampuan dan1. Mengidentifikasi kemung-
keadaan secara fungsional pada kinan kerusakan pada fung-
kerusakan yang terjadi. sional dan mempengaruhi
pilihan intervensi yang akan
dilakukan.
2. Kaji derajat immobilisasi pasien2. Pasien mampu mandiri (ni-lai
dengan menggunkan skala keter- 0), atau memerlukan ba-
gantungan (0-4). ntuan/peralatan yang mini-mal
(nilai 1), memerlukan bantuan
sedang/dengan pe-
ngawasan/diajarkan (nilai 2),
memerlukan bantuan/
peralatan secara terus me-
nerus dan alat khusus (nilai 3),
atau tergantung secara total
pada pemberi asuhan (nilai 4).
3. Perubahan posisi yang ter-atur
3. Ubah posisi pasien secara teratur menyebabkan penye-baran
19
dan buat sedikit perubahan posisi terhadap berat badan yang
antara waktu perubahan posisi mengakibatkan sirku-lasi pada
tersebut. seluruh bagian tubuh.
4. Mempertahankan mobili-sasi
dan fungsi sendi dan posisi
4. Berikan dan bantu untuk mela- normal ekstremitas dan
kukan latihan rentang gerak. menurunkan terjadinya vena
yang statis.
5. Proses penyembuhan yang
lambat sering kali menyer-tai
5. Instruksikan/bantu pasien dengan trauma kepala dan pe-mulihan
program latihan dan penggunaan alat secara fisik meru-pakan
mobilisasi. bagian yang amat da-ri suatu
program pemulihan tersebut.
6. Sesaat setelah fase akut ce-
dera kepala dan jika pasien
tidak memiliki faktor kon-
6. Berikan cairan dalam batas-batas traindikasi yang lain, pem-
normal yang dapat ditoleransi oleh berian cairan memadai akan
neurologis dan jantung. menurunkan resiko terjadi-nya
infeksi saluran kemih, dan
berpengaruh cukup ba-ik
terhadap konsistensi fe-ces
yang normal dan turgor kulit
yang kembali normal.
7. Pasien seperti tersebut di-atas
mempunyai resiko ber-
kembangnya trombosis ve-na
7. Periksa daerah yang mengalami dalam (TVD) dan em-boli
nyeri tekan, kemerahan, kulit ya-ng pulmunal (EP) teruta-ma
hangat, otot yang tegang, dan setelah trauma.
sumbatan vena pada kaki.
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit ruasak,
prosedur invasif, penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh, kurang nutrisi, respon
CSS).
(Tidak ada diterapkan : adanya tanda-tanda dan gejala-gejala yang membuat diagnosa
aktual).
20
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi, mencapai penyembuhan luka
Intervensi Rasional
1. Berikan perawatan aseptik,1. Cara pertama untuk meng-
pertahankan teknik cuci tangan yang hindari terjadinya infeksi
baik. nosokomial.
2. Observasi daerah kulit yang me-2. Deteksi dini perkembangan
ngalami kerusakan, (seperti luka, infeksi memungkinkan un-tuk
garis jahitan), daerah yang terpa- melakukan tindakan de-ngan
sang alat invasi (terpasang infuse segera dan pencega-han
dan sebagainya) catat karakteri-stik terhadap komplikasi
dari draenase dan adanya inflamasi. selanjutnya.
3. Pantau suhu tubuh secara teratur.
3. Dapat mengidentifikasi per-
kembagan sepsis yang se-
lanjut memerlukan evaluasi
atau tindakan dengan se-gera.
4. Anjurkan untuk melakukan nafas4. Peningkatan mobilisasi dan
dalam, latihan pengeluaran sekret pembersihan sekresi paru
paru secara terus menerus. untuk menurunkan resiko
terjadinya pneumonia, ate-
lektasis.
5. Berikan perawatan perineal. 5. Menurunkan kemungkinan
terjadinya pertumbuhan ba-
kteri atau infeksi yang me-
rambah naik.
6. Berikan antibiotik sesuai indikasi. 6. Terapi profilaktik dapat di-
gunakan pada pasien yang
mengalami trauma (perlu-
kaan), kebocoran CSS un-tuk
menurunkan terjadinya infeksi
nosokomial.
g. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
(Tidak ada diterapkan : adanya tanda-tanda dan gejala-gejala yang membuat diagnosa
aktual).
21
Mendemonstrasikan pemeliharaan/kemajuan peningkatan berat badan sesuai tujuan, tidak
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan pasien untuk1. Faktor ini menentukan pe-
mengunyah, menelan, batuk, dan milihan terhadap jenis ma-
mengatasi sekresi. kanan sehingga pasien ha-rus
terlindung dari aspirasi.
22
Melaporkan sakit kepala, fotopobia, nyeri otot, sakit punggung, perilaku ditraksis,
menangis, gelisah memilih posisi yang khas, tegangan muskular, wajah menahan nyeri,
Intervensi Rasional
1.Berikan lingkungan yang tenang1. Menurunkan reaksi terha-dap
ruangan yang agak gelap sesuai stimulasi dari luar atau
dengan indikasi. sensitivitas pada cahaya dan
meningkatkan istirahat.
2.Tingkatkan tirah baring, bantulah2. Menurunkan gerakan yang
kebutuhan perawatan diri yang dapat meningkatkan nyeri.
penting.
3.Letakkan kantong es pada kepala3. Meningkatkan vasokontrik-si,
pakaian dingin diatas mata. penumpukan resepsi sen-sorik
yang selanjutnya me-nurunkan
nyeri.
4.Dukung untuk menentukan posisi4. Menurunkan iritasi meni-
yang nyaman. ngeal, resultan ketidaknya-
manan lebih lanjut.
5.Berikan latihan rentang gerak ak-5. Dapat membantu merelak-
tif/pasif secara tepat dan masase otot sasikan ketegangan otot ya-ng
daerah leher / bahu. meningkatkan reduksi nyeri
atau ketidaknyamanan
tersebut.
6.Kaji tingkat skala nyeri catat lo-kasi,6. Berguna dalam pengawasan
karakteristik. keefektifan obat, kemajuan
penyembuhan.
7.Kolaborasi dalam pemberian ob-at-7. Mungkin diperlukan untuk
obatan sesuai indikasi (anal-getik). menghilangkan nyeri yang
berat.
23
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1.1 BIODATA
a. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn.k
Umur : 24 Thn
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Belum kawin
Suku : Jawa
Agama : Kristen
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Gol. Darah :-
Alamat : Riau
b. Penanggung Jawab
24
Nama : Ny.k
Umur : 35 thn
Hub. Dgn Pasien : Keluarga
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Riau
aktivitasnya.
e. Time ( kapan mulai timbul &dan bagaimana terjadi ):
25
d. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan :Merokok, jenis : Filter kurang lebih
2 bungkus/hari
3.1.6 Genogram
1 2 3 4 5 1 2 3 5
Ket : : Laki-laki
:Perempuan
:Mati/perempuan
:Mati/laki-laki
26
a. Gambaran diri ( body image )
Tanggapan tentang tubuhnya : Tidak dapat dikaji
Bagian tubuh yang di sukai : Tidak dapat dikaji
Bagian tubuh yang kurang disukai : Tidak dapat dikaji
Persepsi tentang kehilangan bagian tubuhnya : Tidak dapat dikaji
b. Identitas ( personai identity )
Status dalam keluarga : Anak
Kepuasan terhadap status : Tidak dapat dikaji
Kepuasan terhadap jenis kelaminnya : Tidak dapat dikaji
c. Peran
Tanggapan tentang perannya : Tidak dapat dikaji
Kemampuan melaksanakan perannya : Tergangganggu
Kepuasan melaksanakan perannya : Tidak dapat dikaji
d. Ideal diri
Harapan pasien terhadap
Tubuhnya : Tidak dapat dikaji
Posisi ( pekerjaan ) : Tidak dapat dikaji
Status ( keluarga ) : Tidak dapat dikaji
Tugas / pekerjaan : Tidak dapat dikaji
6. Spritual
27
a. Konsep tentang penguasan kehidupan : Tidak dapat dikaji
b. Sumber kekuatan/ harapan saat sakit : Tidak dapat dikaji
c. Ritual agama yang di lakukan : Tidak dapat dikaji
d. Keyakinan terhadap penyembuhan penyakitnya : Tidak dapat dikaji
e. Persepsi thdp peyakitnya : Tidak dapat dikaji
Rambut
- Penyembaran dan keadaan rambut : Tidak ada
- Bau : ada
- Warna : hitam
Wajah
- Warna kulit : sawo matang
- Struktur wajah : lengkap
b. Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan : lengkap dan simetris
Pupil : isokor
refleks cahaya : positif
Konjungtiva : pucat
Sklera : putih
Palpebra : tidak
Pergerakan bola mata : normal
Strabismu : tidak
Tekanan bola mata : Normal
Ketajaman penglihatan : Normal
c. Hidung
Tulang hidung dan posisi septunasi : simetris
Mukosa : pucat
Secret : purulen
28
Pernafasan cuping hidung : tidak
Ketajaman penciuman :kurang
d. Telinga
Bentuk telinga : normal
Keluha : tidak ada
Ketajaman pendengaran : baik
Alat bantu : tidak
e. Mulut dan faring
Mulut : Kotor
Mukosa : Lembab
Bibir : normal
Lidah : kotor
gigi : kotor
Kebiasaan gosok gigi : tidak teratur
Tengorokan : kesulitan menelan kemerahan pembesaran tonsil
Lain lain,.
f. Leher
Pembesaran kelenjar thyroid : tidak
Pembesaran kelenjar limfe : tidak
Peningkatan vena jugularis : tidak
Denyut nadi karotis : teraba
2. Integumen
a. Kebersihan : Bersih
b. Kehangatan : Hangat
c. Warna : pucat, Lokasi,bibir
d. Turgor : Elastis
e. Kelembab : lembab
f. Edema : Tidak
g. Kelainan pada kulit : Tidak ada kelainan pada kulit
h. Luka insisi : Ada lokasi,dibagian kepala
3. Payudara dan ketiak
a. Ukuran dan bentuk payudara : Tidak ada kelainan
b. Warna payudara dan areola : Hitam kecoklatan
c. Kelainan payudara dan putting susu : Tidak ada kelainan pada puting
susu
d. Aksila dan clavikula : baik
4. Thoraks / dada
a. Bentuk thoraks : Simetris
b. Pemeriksaan paru
Pola nafas, irama : teratur,
Jenis : tachipnea
Retraksi otot bantu nafas : ada
Perkusi thorak : sonor
Suara pernafasan : ronchi/rales
29
Tactil fermitus :Normal
Keluhan :
Warna : jernih
Konsistensi : kental
Sesak nafas : dispnea
Derajat sesak :
Saat : berbaring
Sifat : mencucuh
Kualitas:
Tindakan yang mengurangi : duduk (posisi semi fowler
9.Muskuloskeketal / Ekstremitas
10.Neurologis
Brudzinski I : Negatif
Brundzinki II : Negatif
Kerning : positif
c. Status mental
Kondisi mental : Stabil
Orientasi : orang,waktu,tempat
Proses berfikir :Tidak baik
Motivasi :Tidak baik
Persepsi : baik
Bahasa : Bahasa indonesia
d. Nervus kranialis
Nervus olfaktorius (N I) : Tidak dapat dikaji
Nervus Optikus (NII) : Normal 3mm
Nervus okulomotoris,trochlearis,dan abdusern (N III,IV,VI) 3mm
Mata : normal
Pupil : Respon cahaya
Gerakan bola mata :Normal
Nervus trigeminus ( NV)
Sensorik : Normal
Motirik : Pasien dapat mengigit
Nervus fasialis ( N VII )
Sensori : Tidak dapat dikaji
Motorik : Tidak dapat dikaji
Nervus vestibulocochlearis ( N VIII) :Tidak dapat dikaji
31
Nervus glosovaringeus dan vagus ( N IX dan X) :Tidak dapat
dikaji
Nervus asesoris ( NXI) :Pasien dapat menelan
Nervus hipoglosus ( NXII) :Tidak ada masalah
e.Fungsi motorik
f.Fungsi sensori
b. Pola eliminasi
e. Pola aktivitas
33
1. 18-09-2012 Hb 13,2 17,3
10,60
MCH 23,40 28 32
MCHC 32,30 33 35
AGDA:
7,834 7,35-7,45
Ph
PCO 2 30,3mmHg 38-42mmHg
PO 2 78,7mmHg 85-100mmHg
1.Rongten
Tanggal :18 September 2012
Jenis :Fhoto thorak
Hasil : multiple nodul
2.St SCAN
Tanggal : 15 September 2012
Jenis :Ct head (frontal kanan)
Hasil : ganglioglioma
X. PENATALAKSANAAN /TERAPI
34
1 IVFD R- Sol 20gtt/1 jam Untuk mengganti cairan Mual
yang dari dalam tubuh muntah,pruritas
2 Diazepam 3ml/jam Mengantuk,lemah,
Untuk mengurangi
ketegangan,kecemasan,psik kebingungan
oneuretik,sedang atau berat
Nyerikepala
Ranitidine
1 amp/8 Jam Untuk pengobatan tukak malaise,mual
lambung
Mual
muntah,lesu,letih
100mg/8jam
Tramadol
Untuk mengobati nyer
Radang,trombophl
ebitis,dan nyeri
1gr/12jam pada tempat
Meropenem suntikan
Neumonia,isk,endometritis,
Hipotensi,ruam,ins
infeksi,ginekologi
omnia,mengantuk
150mg/8jam
Phenitoin
Menyeimbangkan
kesadaran
35
tidak teratur, terdengar meningkat
tekanan pembuluh darah
bunyi ronchi, terdapat
pulmonal menurun
adanya secret, terpasang
kebocoran cairan kapiler
ett dengan 3l/ jam oedema paru
difusi oksigen terhambat
1.Gangguan perkusi jaringan serebral b/d cedera kepala penghentiaan aliran darah keotak
2.gangguan pola nafas tidak efektif b/d kerusakan neuvaskuler d/d cidera otak
36
3.4.RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
INTERVENSI RASIONAL
DX : Perubahan Perfusi Mempertahan 1. Tinggikan posisi kaki 1.posisi kepala yang lebih rendah dari
kan tingkat 15 30 derajat dengan pada posisi kaki akan
perfusi jaringan jaringan
1. kesadarna posisi kaki lebih tinggi meningkatan perfusi jaringan
serebral b/d trauma serebral
biasa / darri kepala. cerebral dan mencegah
kepala, penghentian adekuat yang perbaikan, 2. monitor dan catat teerjadinya penigkatan T.I.K
2.Mengkaji adanya kecenderungan
kognisi dan status neurologis
aliran darah oleh sel , ditandai
pada tingkat kesadaran dan
fungsi dengan menggunakan
edema cerebral, d/d dengan tidak potensial peningkatan T.I.K .
motorik/ metode GCS
penurunan kesadaran , ada pusing sensorik 3. -Monitor tanda-tanda
vital
penurnan tekanan hebat,
4. Observasi adanya
darah, hipoksia dan kesadaran
tanda peningkatan TIK
disritmia tidak menurun, 5. Berikan O2 tambahan
sesuai indikasi
dan tidak
6. berikan obat-obatan
terdapat tanda-
sesuai indikasi
tanda
peningkatan
tekanan
intrakranial.
37
tidak efektif b/d Pola nafas dan an pola Circulasi. batuk efektif
nafas 2. Kaji Klien, apakah 2. Perubahan
kerusakan neuvaskuler bersihan jalan
secara ada fraktur cervical kedalaman
d/d cidera otak , nafas efektif
efektif dan vertebra. Bila 3. kecepatan
hipoventilasi, dan yang ditandai Untuk ada hindari pernafasan
38
sesuai program
39
3.5 CATATAN PERKEMBANGAN
40
tanda peningkatan
TIK
Peningkatan
tekanan intra
cranial tidak di
jumpai di tandai
dengan tidak
adanya kejang dan
kaku kuduk
memberikan O2
tambahan sesuai
indikasi
klien terpasang o2
dengan konsentrasi
5 l/I
Memberikan obat-
obatan sesuai
indikasi
Dalam kasus ini
klien mendapatkan
19.00
Dizepam k/p
Citicolin : 1
amp / 12 jam
Ranitidine : 1
amp/ 8 jam
Meropenem : 1gr/
12 j
Tramadol : 100
mg / 8j
Phenitoin : 150
mg/ 8 j
41
IVFD R- Sol
20gtt/1
5 hes : 200 cc
Rabu19 09 2012 14.00 5. mengkaji S: -
Airway,
Dx : 0 : Kesadaran
Breathing,
Gangguan pola nafas Menurun Dengan
Circulasi
tidak efektif b/d
kerusakan neuvaskuler A :Dijumpai Gcs : 8, oksigen 5L/I
d/d cidera otak , 16.20 secret yang dan dijumpai
hipoventilasi, dan
menumpuk di
ketidak mampuan adanyaa sekret
pemenuhan oksigen area Trakhea
B : oksigen 5L/I A: Masalah belum
Sp : terdengar teratasi
ronchi
P : R/T
St : tidak ada
17.34 dilanjutkan
C: akral dingin
dengan
TD : 90/70 MMHG
HR : 78X/I
RR: 24 X/I
T: 36,6 C
6. Memberi
oksigen dan
mengatur posisi
18.10
kepala ekstensi
dan hati-hati
dalam mengatur
posisi bila ada
cedera vertebra.
Tidak di jumpai
42
adanya fraktur
daerah vertebra
dank lien
diposisikin
dengan midline
dengan kepala
19.30 30 drajat
7. memastikan
jalan nafas tetap
terbuka dan kaji
adanya sekret.
Bila ada sekret
segera lakukan
pengisapan
lendir.
Jalan nafas
terbuka dengan
terpasangnya
dijumpai adanya
secret dan
dilakukan
suction bila
secret
menumpuk
8. mengkaji status
pernafasan
kedalamannya,
usaha dalam
bernafas.
Tujuan :
43
Klien akan terbebas
ditemukan tanda-tanda
normal.
emberikan
oksigen sesuai
program klien
diberikan
oksigen 5L/I
44
aliran darah oleh sel , vena jugularis. Muntah ( +),
2. memonitor dan catat
edema cerebral, d/d Gelisah (+),
17.31 status neurologis
penurunan kesadaran , ETT Terpasang
dengan
penurnan tekanan darah, menggunakan dengan kadar
metode GCS
hipoksia dan disritmia oksigen 5L/I
E ;2, V3, M 3
TUJUAN : Akral dingin
3. Memonitor tanda-
Perfusi jaringan serebral tanda vital A: Masalah
19.29
adekuat yang ditandai TD : 95/80 MMHG
dengan tidak ada pusing belum teratasi
HR : 80X/I
hebat, kesadaran tidak
P : R/T
menurun, dan tidak RR: 22 X/I
dilanjutkan
terdapat tanda-tanda T: 36,7 C
peningkatan tekanan
4. Observasi adanya
intracranial
tanda peningkatan
19.50 TIK
Peningkatan tekanan
intra cranial tidak di
jumpai di tandai
dengan tidak adanya
kejang dan kaku
kuduk
5. memberikan O2
tambahan sesuai
indikasi
klien terpasang o2
dengan konsentrasi 5
l/I
6. Memberikan obat-
obatan sesuai
indikasi
45
Dalam kasus ini klien
mendapatkan
Dizepam k/p
Citicolin : 1
amp / 12 jam
Ranitidine : 1 amp/
8 jam
Meropenem : 1gr/
12 j
Tramadol : 100
mg / 8j
Phenitoin : 150
mg/ 8 j
IVFD R- Sol 20gtt/1
5 hes : 200 cc
Manitol : 100 mg
46
2 kamis 22 maret 2012 1. Pola nafas dan S: -
bersihan jalan nafas
Dx : 0 : Kesadaran
efektif dalam
Gangguan pola nafas tidak Menurun
bernafas.
efektif b/d kerusakan Pola pernafasan Dengan Gcs : 8,
47
tubuh dalam batas normal, T: 36,4 C vital: suhu
3. melakukan tubuh.
tidak ada pus dari luka,
perawatan luka TD : 90/75
leukosit dalam batas
dengan steril dan MMHG
normal. hati-hati. HR : 82X/I
Klien di lakukan RR: 24 X/I
ganti balutan luka 1 T: 36,4 C
kali per 2 hari dengan 7. melakukan
menggunakan perawatan
tekhnik aseptic dan luka dengan
steril steril dan
4. mengkaji tanda dan hati-hati.
gejala adanya Klien di
meningitis, termasuk lakukan ganti
kaku kuduk, iritabel, balutan luka
sakit kepala, demam, 1 kali per 2
muntah dan kenjang. hari dengan
Kaku kuduk (- ), menggunaka
demam (- ), muntah n tekhnik
(-), kejang (-) aseptic dan
steril
8. mengkaji
tanda dan
gejala adanya
meningitis,
termasuk
kaku kuduk,
iritabel, sakit
kepala,
demam,
muntah dan
48
kenjang.
Kaku kuduk
(- ), demam
(- ), muntah
(-), kejang (-)
49
BAB 4
PEMBAHASAN
Dalam Bab ini penulis akan membahas lebih rinci tentang data dasar
pengkajian pada landasan teoritis dalam Bab II dengan hasil pengkajian kasus yang
telah diuraikan dalam Bab III. Pembahasan dilakukan dengan membandingkan antara
uraian pada landasan teoritis dan tinjauan kasus yang ditemukan dilapangan.
Berdasarkan landasan teoritis dan tinjauan pada kasus pada pasien dengan Cedera
Kepala (Head Injury) tidak jauh berbeda, tetapi apabila kita bahas satu persatu secara
terperinci dalam sistematis maka akan terlihat beberapa masalah yang berbeda antara
4.1 PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma) ortopaedi,
kehilang tonus otot, otot spastik. Pengkajian sirkulasi : adanya gejala perubahan
50
tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardia,
perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramastis). Tanda cemas,
gejala mual, muntah, dan mengalami perubahan selera. Tanda muntah (mungkin
Tanda perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental (orentasi,
laku dan memori), perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetris), deviasi pada
refleks tendon dalam tidak ada atau lemah, apraksia, hemiparese, quadreplegia, postur
51
gejala sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama. Tanda
wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak
tanda perubahan pola nafas (apnea diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi,
keamanan :
gejala trauma baru / trauma karena kecelakaan. Tanda fraktur / dislokasi, gangguan
penglihatan, kulit laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti Racoon Eye Tanda
battle disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma), adanya aliran cairan
(draenase) dari telinga / hidung (CCS), gangguan kognitif, gangguan rentang gerak,
tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralysis, demam, gangguan
tanda afasia motorik atau sensori, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartria,
dan anomia.
berikut yaitu nyeri dibagian kepala, kepala pusing, wajah meringis, gelisah, memar,
trauma (luka lecet), mual, muntah, perubahan nafsu makan, kesulitan menelan, sukar
kesadaran.
pengkajian secara teoritis dan ditemukan pula pada tinjauan kasus yaitu nyeri
dibagian kepala, kepala pusing, wajah meringai, gelisah, memar, trauma, mual,
52
muntah, perubahan selera / susah menelan, sukar untuk berbicara, lemah, penurunan
yaitu pada pengkajian sirkulasi ditemukan adanya perubahan tekanan darah atau
normal (hipertensi), sedangkan pada tinjauan kasus tidak ditemukan karena pada saat
dilakukan pengkajian pasien tidak ada riwayat hipertensi. Dan pada pengkajian
pernafasan pada landasan teoritis ditemukan adanya perubahan pola nafas (apnea
diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif
adanya perubahan pola nafas pasien, nafas tidak berbunyi, ronki, mengi dan tidak
tersedak.
Adapun persamaan antara diagnosa keperawatan yang muncul pada tinjauan kasus
yaitu : nyeri berhubungan dengan cedera kepala hal ini disebabkan oleh karena
pasien pada saat dikaji mengeluh nyeri, wajah meringis, pusing, skala nyeri 8. Pada
diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah hal ini disebabkan oleh pasien mengalami mual, muntah dan kesulitan
menelan. Pada diagnosa ketiga, kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot hal ini yang menyebabkan terjadinya kerusakan mobilitas
fisik yaitu dikarenakan pasien mengalami kecelakaan lalulintas, luka lecet dilutut
bagian kanan, dan keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan otot, pasien
terbaring ditempat tidur.
53
1.Gangguan perkusi jaringan serebral b/d cedera kepala penghentiaan aliran darah
keotak
2.gangguan pola nafas tidak efektif b/d kerusakan neuvaskuler d/d cidera otak
cedera kepala penghentian aliran darah keotak, gangguan pola nafas tidak efektif
dengan trauma kepala menurun dan O2 akinan menurun sehingga akan menimbulkan
nyeri kepala.
Sedangkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh hal ini disebabkan
muntah.
kekuatan otot disebabkan oleh karena terjadinya kecelakaan lalu lintas dan luka lecet
dilutut bagian kanan sehingga terjadinya penurunan kekuatan otot sehingga rentang
tinjauan kasus dan landasan teoritis adalah pada landasan teoritis diagnosa
54
tinjauan kasus penulis hanya mencantumkan 3 diagnosa keperawatan saja, hal ini
disebabkan karena berdasarkan data subjektif dan data objektif yang didapatkan dari
hasil pengkajian sesuai dengan prioritas masalah yang penulis jumpai pada An. I
dengan Head Injury GCS 8. Sedangkan untuk 7 diagnosa keperawatan lainnya tidak
ditemukan data subjektif dan data objektif yang mendukung penegakkan diagnosa-
diagnosa tersebut.
IV.3 PERENCANAAN
Intervensi :
55
Tujuan : pola nafas pasien efektif
Intervensi :
intervensi :
56
4. Diagnosa : Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi
sekret, obstruksi jalan nafas
Tujuan : mempertahankan potensi jalan nafas
intervensi :
intervensi :
57
- Jika terjadi kejang, jangan mengikat kaki dan
tangan tetapi berilah bantalan pada area sekitarnya. Pertahankan jalan
nafas paten tapi jangan memaksa membuka rahang
- Pertahankan tirah baring
Intervensi :
intervensi :
58
- Pasang kateter jika diperlukan, pertahankan
teknik steril selama pemasangan untuk mencegah infeksi
keperawatan.
yang sesuai dengan tiga diagnosa yang ditemukan pada tinjauan kasus. Diagnosa
pertama yaitu nyeri berhubungan dengan cedera kepala. Menurut Doenges (1999),
pada landasan teoritis yang diintervensikan adalah berikan lingkungan yang tenang,
ruangan yang agak gelap sesuai dengan indikasi, tingkatkan tirah baring, bantulah
kebutuhan perawatan diri yang penting, letakkan kantong es pada kepala pakaian
dingin diatas mata, dukung untuk menentukan posisi yang nyaman, berikan latihan
rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah leher / bahu, kaji tingkat
skala nyeri catat lokasi, karakteristik, kolaborasi dalam pemberian obat-obatan sesuai
indikasi.
Pada tinjauan kasus yang diintervensikan antara lain kaji keluhan nyeri, kaji
tanda-tanda vital, berikan obat sesuai indikasi, atur posisi pasien, anjurkan pasien
untuk beristirahat, dari intervensi landasan teoritis dan intervensi pada tinjauan kasus
yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi tidak mungkin direncanakan pada
tinjauan kasus karena ruangan rawatan Tn. K dirawat adalah ruangan dalam bentuk
59
bangsal, maka intervensi memberi lingkungan yang tenang dan ruangan agak gelap
mengunyah, menelan, batuk, dan mengatasi sekresi, auskultasi bising usus, catat
adanya penurunan / hilangnya atau suara yang hiperaktif, timbang berat badan sesuai
indikasi, jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien, berikan makanan
dalam jumlah kecil dan dalam waktu sering dengan teratur, kaji feces, cairan lambung
dan konsultasi dengan ahli gizi. Sedangkan intervensi pada tinjauan kasus meliputi
awasi pemasukan diit, memberikan makanan selingan pada pasien, anjurkan pasien
untuk makan semua diit, atur posisi pasien selama makan, catat frekuensi muntah,
intervensi yang ada pada landasan teoritis tetapi tidak diuraikan dalam tinjauan kasus
yaitu auskultasi bising usus, catat adanya penurunan / hilangnya atau suara hiperaktif,
karena menurut penulis apabila pasien tidak mengkonsumsi makanan maka bising
usus akan lambat jadi tidak perlu diintervensikan. Begitu juga dengan timbang berat
badan sesuai indikasi juga tidak di intervensikan pada tinjauan kasus karena An. I
dengan Head Injury GCS 11 tidak mampu untuk berdiri, oleh karena itu tidak
mungkin melakukan timbang berat badan. Konsultasi dengan ahli gizi juga tidak di
intervensikan pada tinjauan kasus karena menurut penulis intervensi diatas biasanya
dilakukan oleh perawat ruangan, maka penulis tidak mencantumkan dalam tinjauan
kasus.
60
Diagnosa ketiga kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi, kaji derajat
secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi
tersebut, berikan dan bantu untuk melakukan latihan rentang gerak, berikan cairan
dalam batas yang dapat ditoleransi oleh neurologi dan jantung, dan periksa adanya
daerah yang mengalami nyeri tekan, kemerahan, kulit yang hangat, otot yang tegang,
intervensi yang ada pada landasan teoritis yang didapat pada tinjauan kasus sehingga
pada diagnosa yang ketiga tidak ditemukan kesenjangan antara landasan teoritis
4.4 PELAKSANAAN
mengkaji keluhan nyeri dan lokasi bertujuan agar nyeri dapat terkontrol dan mencapai
intensitas skala nyeri 1-3 (ringan), selama tiga hari rawatan skala nyeri 8 (berat), pada
hari rawatan pertama dan berkurang pada hari rawatan kedua dengan skala 6
(sedang), dan pada hari rawatan ketiga dengan skala nyeri 4 (sedang). Implementasi
kedua dari diagnosa pertama yaitu mengkaji tanda-tanda vital bertujuan untuk
memantau apabila terjadi perubahan tanda-tanda vital, selama tiga hari rawatan
61
diukur tanda-tanda vital pasien pada hari rawatan pertama dengan tekanan tekanan
darah 110/70 mmHg, RR 24 x/I, puls 80 x/i, temp 36,8 0C, dan pada hari rawatan
kedua tekanan darah 100/70 mmHg, RR 24 x/I, puls 82 x/i, temp 36,5 0C, serta pada
hari rawatan ketiga dengan tekanan darah 110/70 mmHg, RR 22 x/I, puls 82 x/i, temp
36,50C. Implementasi yang ketiga dari diagnosa pertama yaitu memberikan obat
sesuai indikasi, dan impementasi keempat dan kelima dari diagnosa pertama dengan
mengatur posisi pasien miring kiri dan menganjurkan pasien untuk beristirahat.
makanan yang disukai pasien, dan memberikan diit MI pada pasien bertujuan untuk
memenuhi kembali kebutuhan nutrisi pasien. Selama tiga hari rawatan pasien hanya
menghabiskan hanya 2 (dua) sendok pada hari rawatan pertama, dan hari rawatan
kedua pasien hanya menghabiskan porsi dari porsi yang disediakan dan hari
rawatan ketiga pasien menghabiskan porsi juga dari porsi yang disediakan,
makan, menyuruh pasien untuk menghabiskan semua diit, dan mencatat frekuensi
muntah yang bertujuan untuk membantu kemampuan otot menelan dan kemampuan
cerna. Selama rawatan tiga hari didapati pasien muntah 3 (tiga) kali pada hari rawatan
pertama, pada hari rawatan kedua pasien muntah satu kali, sedangkan pada hari
daerah yang terkena cedera, luka lecet dilutut, mengkaji respon pasien terhadap
62
untuk meningkatkan istirahat dan penyediaan energi untuk penyembuhan. Selama
rawatan 3 (tiga) hari dari pertama sampai ketiga pasien masih berbaring di tempat
tidur, dan mengatur posisi pasien sim kiri, selama tiga hari rawatan pasien belum
mampu bergerak dan miring kiri dan kanan. Pada hari rawatan kedua pasien sudah
mampu miring kiri dan kanan walaupun masih dibantu, sedangkan pada hari rawatan
ketiga pasien sudah bisa miring kiri dan kanan serta sudah bisa bergerak.
4.5 EVALUASI
Dalam evaluasi yang akan dibahas meliputi tiga diagnosa diantaranya nyeri
berhubungan dengan cedera kepala, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Diagnosa pertama nyeri berhubungan dengan cedera kepala, pada hari rawatan
pertama masalah belum teratasi, namun pada hari rawatan kedua masalah nyeri sudah
teratasi sebagian, pada hari rawatan ketiga masalah nyeri juga teratasi sebagian dan
intervensi dilanjutkan oleh peraqat ruangan. Pada diagnosa kedua perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah, pada hari rawatan
pertama evaluasi masalah nyeri belum teratasi, dan hari rawatan kedua dan ketiga
63
BAB 5
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
1. Pengkajian
RSUP HAM Medan pada tanggal 18 September 2012, diketahui bahwa klien
5.1.2 Diagnosa
2.gangguan pola nafas tidak efektif b/d kerusakan neuvaskuler d/d cidera otak
5.1.3 Intervensi
64
diagnosa gangguan perkusi jaringan serebral berhubungan dengan cedera
kepala , trauma kepala . pada diagnosa di atas terdapat penurunan kesadaran dan
5.1.4 Implementasi
c. Adanya kerja sama yang baik antara perawat dan tim kesehatan lainnya
5.1.5 Evaluasi
5.2.SARAN-SARAN
Tetap memberi dukungan dan dorongan kepada pasien agar pasien tetap semangat
Agar klien dapat mengetahui seberapa jauh penyakit yang diderita pasien dan
65
Menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan terkhususnya pada asuhan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, LJ. (1998). Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis. Edisi 6.
Jakarta : EGC
66
Hidayat, AA. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep &
Proses Keperawatan. Buku 1. Jakarta : Salemba Medika
67