Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam rangka reformasi di Indonesia, dijelaskan dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan indikasi
adanya pemahaman tuntutan pembaharuan, salah satunya adalah pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah dan Otonomi Perguruan Tinggi. Esensinya adalah
dipercayakannya kewenangan kemandirian dalam mengatur dan mengurus rumah
tangga sekolah dan perguruan tinggi, sehingga penataan manajemen pendidikan
dalam berbagai jalur dan jenjang yang sebelumnya merupakan wewenang pusat
kemudian kewenangan bergeser pada sekolah atau perguruang tinggi, dengan tetap
di bawah koordinasi dan pengawasan pemerintah di atasnnya. Salah satu bentuk
manajemen yang dilaksanakan ditingkat sekolah, sebagai pengembangan
Manajemen Berbasis Sekolah adalah Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah.
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), sebagai salah
satu bentuk desentralisasi kewenangan dijelaskan dengan pendapat (Koswara dan
Triatna, 2009: 305), bahwa MPMBS yaitu model desentralisasi dalam bidang
pendidikan, khususnya untuk pendidikan dasar dan menengah, diyakini sebagai
model yang akan mempermudah pencapaian tujuan pendidikan. Sehingga dengan
MPMBS diharapkan sekolah akan dapat memberdayakan kemampuannya dalam
mengembangkan pendidikan.
Menyikapi wacana di atas maka sekolah akan menjadi tempat yang
menentukan dalam pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan. Konsekuensinya
kepala sekolah memegang peranan penting dan memiliki tanggung jawab yang
amat besar dalam meningkatkan keberhasilan lembaga yang dipimpinnya.
Pentingnya kepemimpinan kepala sekolah, didukung oleh pendapat Purwanto
(2009;101), yang menyatakan bahwa, di antara pemimpin-pemimpin pendidikan
yang bermacam-macam jenis dan tingkatannya, kepala sekolah merupakan
pemimpin pendidikan yang sangat penting. Dikatakan sangat penting karena lebih
dekat dan langsung berhubungan dengan pelaksanaan program pendidikan tiap-tiap
sekolah. Sehingga dapat diambil pengertian, dapat dilaksanakan atau tidaknya suatu
program pendidikan, dan tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan itu, kecakapan
dan kebijaksanaan kepala sekolah memiliki pengaruh.
Seorang Kepala sekolah adalah pemimpin dari sebuah organisasi, yaitu

1
pemimpin organisasi sekolah, sehingga dalam kaitannya dengan segala aktivitas
yang berhubungan dengan sekolah adalah merupakan aktivitas kepemimpinan,
dengan fungsi tertentu. Tentang fungsi kepemimpinan Koonts, dalam
(Wahjosumidjo, 2008:105), memberikan pendapat bahwa:
The function of leadership, therefore, is to induce or persuade all
subordinates of followers to contribute willingly to organizational goals in
accordance with their maximum capability.
Yang maknanya kurang lebih : Fungsi kepemimpinan, adalah untuk
mendorong atau membujuk semua bawahan pengikut untuk berkontribusi bersedia
untuk tujuan organisasi sesuai dengan kemampuan maksimal mereka. Mengacu
pada definisi dari Koonts, dapat dipahami bahwa agar para bawahan dengan penuh
kemauan serta sesuai dengn kemampuan secara maksimal berhasil mencapat tujuan
organisasi, pemimpin harus mampu membujuk dan meyakinkan bawahan
(Wahjosumidjo, 2008:118), lebih lanjut menjelaskan dalam salah satu dari
kesimpulan yang telah disusun, bahwa: agar guru, staf, dan siswa melaksanakan
tugas-tugas dengan penuh kesadaran, maka setiap Kepala Sekolah bertanggung
jawab untuk menyediakan segala dukungan, peralatan, fasilitas, berbagai peraturan
dan suasana yang mendukung kegiatan.
Di lain pihak terdapat faktor yang juga menjadi salah satu penentu
keberhasilan tujuan pendidikan di sekolah yaitu guru. Guru mempunyai tugas
untuk mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan
mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar berarti meneruskan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, melatih berarti mengembangkan
keterampilan-keterampilan pada siswa. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawab tersebut, seorang guru dituntut memiliki beberapa kemampuan dan
keterampilan tertentu. Kemampuan dan keterampilan tersebut sebagai bagian dari
kualitas guru. Bahkan secara lebi luas (Kunandar, 2010:37) berpendapat Guru
sebagai komponen utama dalam dunia pendidikan dituntut untuk mampu
mengimbangi bahkan melampaui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang berkembang dalam masyarakat. Tinggi rendahnya kualitas pendidikan di
sekolah sebagian besar ditentukan oleh tingkat pelibatan guru dalam proses belajar
mengajar di sekolah (Sulthon, 2009:5). Bahkan kualitas pendidikan dan lulusan
dari suatu sekolah seringkali dipandang tergantung kepada peran guru dalam
pengelolaan komponen-komponen pengajaran yang digunakan pada proses belajar
mengajar, yang menjadi tanggung jawabnya.

Didalam pelaksanaan tugasnya, guru banyak terbentur akan berbagai

2
masalah, yang mengakibatkan menurunnya motivasi kerja seperti : keamanan
kerja, kondisi kerja yang kurang menyenangkan, kurang adanya perlakuan yang
wajar dan jujur, serta kurang adanya pengakuan dan penghargaan.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut maka peran kepala
sekolah sangat besar dalam membantu mengurangi permasalahan yang dimiliki
oleh guru.
Kepemimpinan adalah suatu kekuatan penting dalam rangka pengelolaan,
oleh sebab itu kemampuan memimpin secara efektif merupakan kunci keberhasilan
sekolah (Wahyusumidjo, 2007:4). Kepemimpinan kepala sekolah akan sangat
berpengaruh bahkan sangat menentukan terhadap kemajuan sekolah.
Kepemimpinan kepala sekolah harus memiliki integritas tinggi, sebab seseorang
pemimpin akan selalu berada di tengah-tengah para anggota organisasi yang
dipimpinnya. Oleh karena itu dalam pendidikan modern kepemimpinan kepala
sekolah merupakan jabatan strategis dalam mencapai tujuan pendidikan.
Kepala sekolah yang baik adalah kepala sekolah yang mempunyai sifat
dan perilaku kepemimpinan yang mampu menciptakan iklim sekolah yang baik
dan memberikan kepuasan kerja yang tinggi bagi para guru. Kepala sekolah dalam
perannya sebagai seorang pemimpin harus mampu mengarahkan orang lain untuk
melakukan tugas-tugas. Pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu
memperhatikan kebutuhan dan tujuan orang- orang yang bekerja untuknya
(bawahannya) tidak terfokus pada kekuasaan yang dimilikinya saja sehingga
kepuasan kerja bawahan selalu terpenuhi. Seperti apa yang dinyatakan Follet
bahwa para pemimpin seharusnya berorientasi pada kelompok dan bukan
berorientasi pada kekuasaan (T. Hani Handoko, 2000:307).
Motivasi diartikan sebagai segala sesuatu yang menjadi pendorong
timbulnya suatu tingkah laku. artinya dengan motivasi guru mau bekerja
keras dengan menyumbangkan segenap kemampuan, pikiran, keterampilan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan. Adanya tujuan yang jelas dan disadari akan
mempengaruhi kebutuhan dan ini akan mendorong timbulnya motivasi (Oemar
Hamalik:161)
Adanya permasalahan yang timbul dari prilaku sebagian guru, seperti
konsisten waktu yang rendah, penyampaian materi yang tidak tuntas,
perkembangan siswa lambat dan tingkat kehadiran guru juga menurun, oleh karena
itu diperlukan upaya lebih lanjut dan lebih intensif, agar pendidikan sekolah tetap
dapat mencapai tujuan sebenarnya. Maka penting adanya motivasi kerja dalam
mengelola kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru.

3
Untuk mendapatkan informasi yang aktual tersebut maka perlu dilakukan
penelitian. Faktor kerja yang mana yang masih kurang dan faktor apa yang
dianggap sudah baik. Selain itu perlu juga untuk diketahui aspek apa sajra yang
berhubungan dengan motivasi kerja guru.
Perhatian yang diberikan kepala sekolah dapat membantu memotivasi kerja
guru, karena motivasi sangat penting dan harus dimiliki oleh setiap pribadi yang
bersangkutan. Dengan adanya motivasi kerja ini akan timbul rasa cinta
terhadap profesi yang di embannya, karena salah satu sikap professional guru
adalah memiliki semangat (motivasi) untuk memberikan layanan kepada siswa,
sekolah dan masyarakat. Motivasi kerja guru merupakan kekuatan yang dapat
menimbulkan semangat kerja pada diri guru yang mendorongnya untuk tugas-
tugasnya dalam dunia pendidikan yaitu aktifitas belajar mengajar.
Kepemimpinan kepala sekolah dalam pengembangan motivasi kerja yaitu
bagaimana kepala sekolah dapat menciptakan iklim kerja yang baik dilingkungan
sekolah, kerena hal ini dapat mengembangkan motivasi kerja guru.
Semua kegiatan yang ada didalam sekolah merupakan upaya pemenuhan
terhadap tercapainya tujuan sekolah, sehingga segala aktivitas organisasi sekolah
hendaknya dikelola lebih optimal. Demi mewujudkan tujuan tersebut maka
kualitas kerja guru perlu ditingkatkan.
Oleh karena itu diperlukan peran dari kepala untuk mendorong guru- guru
supaya bekerja lebih maksimal lagi. Salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai
pemimpin, yaitu memimpi segala aktivitas khususnya guru. Jika kepala sekolah
sebagai pemimpin dapat melakukan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya dengan
baik serta melaksanakan kepemimpinannya secara efektif dan professional maka
logikanya kepemimpinan kepala sekolah dapat meningkat prestasi kerja guru.
Guru yang termotivasi dalam mengajar terlihat dalam ketekunanya
ketika melaksanakan tugas dengan ulet, penuh kreatif dan sebagainya. Hal ini
berdampak pada kepuasaan kerja guru yang akhirnya mampu menciptakan kinerja
yang baik. Berdasarkan teori-teori diatas dapat dikemukakan bahwa
pengembangan motivasi kerja guru dapat berpengaruh jika fungsi kepemimpinan
kepala sekolah telah terlaksana dengan baik.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang di paparkan di atas, ada beberapa masalah yang
dapat di identifikasi di antaranya adalah:

4
1. Rendahnya kepemimpinan kepala sekolah dalam menciptakan lingkungan
fisik yang kondusif.
2. Kepala sekolah kurang melibatkan guru dalam menentukan kebijakan.
3. Rendahnya tanggung jawab guru dalam melaksanakan tugas dan peraturan.
4. Guru belum merasa puas terhadap hasil penilaian yang diberikan kepala
sekolah.

C. Pembatasan Dan Perumusan Masalah


Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah
berikut : Bagaimana kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan
motivasi kerja guru?.

D. Tujuan Makalah
Makalah ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kepemimpinan kepala
sekolah dalam pengembangkan motivasi kerja guru.

E. Manfaat Makalah
Makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat yang hendak dicapai yaitu:
1. Dapat menambah wawasan, pengalaman dan pengetahuan tentang materi atau
kajian yang dibahas bagi penulis.
2. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi para kepala sekolah sebagai
masukan positif dalam menciptakan kondisi sekolah yang baik.
3. Sebagai bahan masukan atau input bagi para pembaca.
4. Makalah ini diharapka berguna bagi masyarakat untuk terus berkontribusi bagi
penciptaan yang mencerdaskan.

BAB II

5
TINJAUAN TEORITIS

A. Kepemimpinan
1) Pengertian Kepemimpinan
Pengertian kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan, berkaitan dengan proses yang mempengaruhi
orang sehingga mereka mencapai sasaran dalam keadaan tertentu (Abdul Rahman
Saleh, 2006:110).
Leadership atau kepemimpinan dalam pengertian umum menunjukkan
suatu proses kegiatan dalam hal memimpin, membimbing, mengontrol perilaku,
perasaan serta tingkah laku terhadap orang lain yang ada dibawah pengawasannya.
Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang menggerakkan,
mengarahkan, sekaligus mempengaruhi pola fikir, cara kerja setiap anggota agar
bersikap mandiri dalam bekerja terutama dalam mengambil keputusan untuk
kepentinganpercepatan tujuan yang telah ditetapkan (Wahyudi, 2009:119)
Kepemimpinan berusaha untuk membuat perubahan dalam organisasi
dengan (1) menyusun visi masa depan dan strategi untuk membuat perubahan
yang dibutuhkan, (2) mengkomunikasikan dan menjelaskan visi (3) memotivasi
dan memberi inspirasi kepada orang lain untuk mencapai visi itu (Gary Yuki,
2005:7).
Kata memimpin mempunyai arti memberikan bimbingan, menuntun,
mengarahkan dan berjalan di depan (Precede). Pemimpin berprilaku untuk
membantu organisasi dengan kemampuan maksimal dalam mencapai tujuan
(Wahyosumidjo, 2007:104).
Berdasarkan dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli
kepemimpinan tersebut, dapat digaris bawahi bahwa kepemimpinan kepala
sekolah adalah pemimpin pendidikan yang mempunyai peranan yang sangat
besar dalam mengembangkan mutu pendidikan di sekolah, dengan melalui proses
menggerakkan, mempengaruhi, dan membimbing orang lain dalam rangka
mencapai tujuan organisasi. kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi di
sekolah. Pola kepemimpinannya akan sangat berpengaruh bahkan sangat
menentukan kamajuan sekolah. Oleh karena itu dalam pendidikan modern
kepemimpinan kepala sekolah merupakan jabatan strategis dalam mencapai tujuan
pendidikan. Bagaimana kepala sekolah untuk membuat orang lain bekerja untuk
mencapai tujuan sekolah.

2) Fungsi Kepemimpinan
6
Kepala Sekolah sebagai seorang pemimpin dalam praktik sehari- hari
harus selalu berusaha memperhatikan dan mempraktikkan delapan fungsi
kepemimpinan didalam kehidupan sekolah (Wahyosumdjo:106) :
a) Menciptakan kebersamaan diantara guru dan orang-orang yang menjadi
bawahannya.
b) Menciptakan rasa aman didalam lingkungan sekolah sehingga para guru dan
orang-orang yang menjadi bawahan dalam melaksanakan tugasnya mereka
merasa aman, bebas dari segala perasaan gelisah, kekhawatiran serta
memperoleh jaminan keamanan (providing security).
c) Memberikan saran, anjuran dan sugesti untuk memelihara serta
meningkatan semangat para guru staff dan siswa, rela berkorban demi
menumbuhkan rasa kebersamaan dalam melaksanakan tugas masing-masing.
d) Bertanggung jawab memenuhi dan menyediakan dukungan yang
diperlukan oleh para guru.
e) Sebagai motivator, dalam arti mampu menimbulkan dan
menggerakkan semangat para guru, staf dan para siswa dalam pencapaian
tujuan yang telah di tetapkan.
f) Selalu menjaga penampilan dan integritas sebagai kepala sekolah, selalu
terpercaya, di hormati baik sikap, prilaku maupun perbuatannya.
g) Membangkitkan semangat, percaya diri terhadap para guru sehingga
mereka menerima dan memahami tujuan sekolah secara antusias, bekerja
secara bertanggung jawab kearah tercapainya tujuan sekolah (inspiring)
h) Selalu dapat memperhatikan, menghargai apapun yang dihasilkan oleh para
mereka yang menjadi tanggung jawabnya (Wahyosumodjo: 106).

Keberadaan pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dalam


menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi di sekolah dengan menetapkan
tujuan secara utuh (firm and purposeful), mendayagunakan bawahan melalui
pendekatan partisipatif (a parcipte approach), dan didasari oleh kemampuan
kepemimpinan secara professional (the leading professional) (Aan Komariah,
2005:40).
Sebagai seorang pemimpin kepala sekolah harus memiliki sikap
professional serta mampu mendayagunakan sumberdaya sekolah dan memiliki
harapan yang tinggi terhadap kemajuan sekolah.
Pemimpin organisasi sekolah dalam hal ini kepala sekolah sebagai aktifitas
pendidikan setidaknya mempunyai ciri-ciri: mampu mengambil keputusan,
mempunyai kemampuan hubungan interaksi sesama, mempunyai keahlian dalam
berkomunikasi, mampu memberikan motivasi kerja kepada bawahan (Wahyudi:63)
7
3) Gaya kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah bagian dari pendekatan prilaku pemimpin yang
memusatkan perhatian pada proses dinamika kepemimpinan dalam usaha
mempengaruhi aktifitas individu untuk mencapai suatu tujuan dalam situasi
tertentu, yaitu sebagai berikut:
a) Perilaku Kepemimpinan
Perilaku kepemimpinan cenderung diekspresikan dalam dua gaya
kepemimpinan yang berbeda. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada
tugas (Task Oriented) dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada
karyawan (Employee oriented) (Hani Handoko: 209). Gaya kepemimpinan
yang berorientasi pada tugas menekankan pada pengawasan yang ketat.
Dengan pengawasan yang ketat dapat dipastikan bahwa tugas yang
diberikan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada karyawan mengutamakan untuk memotivasi dan
mengontrol bawahan, dan bahkan dalam beberapa hal bawahan ikut
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan bawahan.
b) Pendekatan Situasional
Pendekatan situasional berpandangan bahwa keefektifan
kepemimpinan bergantung pada kecocokan antar pribadi, tugas kekuasaan,
sikap dan persepsi (Nanang Fatah, 2006:95). Pelakasanaan gaya
kepemimpinan situasional sangat tergantung dengan kematangan bawahan,
sehingga perlakuan terhadap bawahan tidak akan sama dilihat dari umur
atau masa kerja.
c) Gaya Kepemimpinan Kontingensi menurut Fiedler.
Disini Fiedler mengembangkan suatu model yang dinamakan
model kontingensi kepemimpinan yang efektif (A Contingency Model of
Leadership Eff ectiveness) berhubungan antara gaya kepemimpinan
dengan situasi yang menyenangkan itu diterangkan dalam hubungannya
dengan dimensi-dimensi sebagai berikut:
1) Derajat situasi dimana pemimpin menguasai, mengendalikan dan
mempengaruhi situasi.
2) Derajat situasi yang menghadapkan manajer dengan tidak kepastian
(Hani Handoko: 311)

d) Gaya Kepemimpinan Kontinum


8
Tannenbaun dan Smith mengusulkan bahwa, seorang manajer
perlu mempertimbangkan tiga perangkat kekuatan sebelum memilih
gaya kepemimpinan yaitu: kekuatan yang ada dalam diri manajer
sendiri, kekuatan yang ada pada bawahan, dan kekuatan yang ada dalam
situasi. Sehubungan dengan teori tersebut terdapat tujuh tingkat
hubungan pemimpin dengan bawahan yaitu:
1) Manajer mengambil keputusan dan mengumumkannya
2) Manajer menjual keputusan
3) Manajer menyajikan gagasan dan mengundang pertanyaan
4) Manajer menawarkan keputusan sementara yang masih diubah
5) Manajer menyajikan masalah, menerima saran, membuat keputusan
6) Manajer menentukan batas-batas, meminta kelompok untuk
mengambil keputusan.
7) Manajer membolehkan bawahan dalam batas yang ditetapkan atasan
(Hani Handoko:320)

e) Gaya Kepemimpinan Partisipatif menurut Likert


Menurur Likert, bahwa pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya
Particip active management, yaitu keberhasilan pemimpin adalah jika
berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan komunikasi.
Selanjutnya ada empat sistem kepemimpinan dalam manajemen yaitu
sebagai berikut (Nanang Fatah, 2006:95) :
A. Sistem 1 : membuat semua keputusan yang berhubungan dengan
pekerjaan dan memerintahkan bawahan untuk melaksanakannya
B. Sistem 2 : masih memberi perintah-perintah, tetapi bawahan masih
mempunyai kebebasan tertentu untuk mengomentari perintah.
C. Sistem 3 : menetapkan tujuan dan memberi perintah umum setelah
dibahas bersaaU BCFR0055ma bawahan.
D. Sistem 4 : tujuan ditetapkan dan keputusan dibuat oleh kelompok
(sistem ideal)

Berdasarkan teori yang telah dikemukan di atas, maka yang


dimaksud dengan gaya kepemimpinan adalah penilaian karyawan terhadap
gaya pemimpin atau atasan dalam mempengaruhi bawahan untuk mencapai
tujuan organisasi.

4) Tipe Kepemimpinan

9
a. Tipe kepemimpinan otokratis: otokratis pemerasan dan otokratis bijak
Otokratik pemerasan adalah kepemimpinan diktator atau direktif. Orang
yang menganut pendekatan ini biasanya ia mengambil suatu keputusan
tanpa berkonsultasi kepada anggotanya dan mereka harus memenuhi
keputusan tersebut. Musyawarah tidak diperlukan, sedang rapat-rapat
diadakan hanya untuk menyampaikan intstruksi-instruksi atau perintah
yang harus dilaksanakan.
Otokratik bijak kurang lebih sama dengan otokratis pemerasan yaitu
keputusan tetap ditangan pemimpin, hanya saja disini pemimpin memberikan
sedikit kesempatan kepada anggota dalam memberikan komentar serta diberi
sedikit kelonggoran untuk melaksanakan tugasnya dengan batas-batas yang
telah ditentukan.
b. Tipe Kepemimpinan Konsultasi
Tipe ini merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukan bahwa dalam
menetapkan tujuan, memberikan perintah-perintah, dan membuat
keputusan setelah berkonsultasi dengan bawahannya. Pemimpin memiliki
kepercayaan kepada bawahan sehingga setiap keputusan yang menyangkut
dengan tugas anggota, pemimpin memberikan kepercayaan untuk menentukan
keputusan tersebut. Dan untuk keputusan-keputusan penting tetap berada di
tangan pemimpin. Misalnya, kepala sekolah memberikan kebebasan kepada
guru dalam menentukan metode mengajar.
Pemimpin gaya ini lebih mengutamakan imbalan atau hadiah daripada
ancaman atau hukuman. Misalnya, setiap guru yang bersungguh-sungguh atau
bekerja dengan baik akan diberikan hadiah. Pemimpin dengan gaya ini juga
memberikan kebebasan kepada anggota untuk berdiskusi dengan atasan.

c. Kepemimpinan Peran Serta Kelompok


Gaya kepemimpinan ini menunjukkan bahwa semua masalah yang timbul
dalam organisasi dalam organisasi dipecahkan bersama-sama. Pemimpin dengan
gaya ini sangat mempercayai bawahan, menciptakan suasana kerja yang
kondusif yaitu saling tolong menolong, menghargai dan menghormati.
Dalam komunikasi saling berlangsung, baik keatas, bawah, juga kesamping..
pemimpin lebih mengutamakan persahabatan atau menganggap bahwa
anggota adalah partner dalam kerja (Sutarto, 1991:91).

d. Kepemimpinan Demokratis (Ngalim Purwanto, 2005:50)


Kepemimpinan ini dikenal dengan istilah kepemimpinan konsultatif atau
10
konsesus. Orang yang menganut pendekatan ini melibatkan para karyawan yang
harus melaksanakan keputusan dalam proses pembuatannya. Pemimpin yang
demokratis diperlukan dalam setiap intitusi, dimana pemimpin tersebut dapat
mengkordinasikan pekerjaan anggotanya dengan menekankan rasa tanggung
jawab bersama dan menganggap organisasi bukan milik pribadi atau
kelompok. Pemimpin demokratis selalu mendengarkan nasehat dan saran
setiap anggotanya.
Pemimpin demokratis biasanya berfungsi sebagai katalisator dalam
proses pencapaian tujuan. Dalam melakukan aktivitas selalu berpegang teguh
kepada asas atau ideology negaranya. Hal ini penting agar setiap kebijakan yang
dibuat searah dengan ideology negaranya. Begitu juga dengan para birokrat
Indonesia tentunya dalam menjalankan kepemimpinan demokratis harus
berlandaskan pada nilai-nilai pancasila.

e. Tipe kepemimpinan Laissez Faire


Pada tipe kepemimpinan Laissez faire ini sang pemimpin praktis tidak
memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semuanya
sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikitpun dalam kegiatan
kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh
bawahan sendiri. Dia merupakan pemimpin simbol, dan biasanya tidak memiliki
keterampilan teknis. Sebab duduknya sebagai Pemimpin biasanya diperolehnya
melalui penyogokan, suapan atau system nepotisme.
Dia tidak mempunyai kewibawaan, dan tidak bisa mengontrol anak
buahnya. Tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, dan tidak berdaya sama
sekali menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Sehingga organisasi atau
perusahaan yang dipimpinnya menjadi kacau-balau, morat- marit, dan pada
hakikatnya mirip satu firma tanpa kepala.

f. Tipe kepemimpinan Pseudo Demokratis


Tipe kepemimpinan yang dimaksudkan adalah demokrasi yang semu,
artinya seorang pemimpin yang mempunyai sifat pseudo demokratis hanya
menampakan sikapnya saja yang demokratis, dibalik kata-katanya yang penuh
tanggung jawab ada siasat yang sebenarnya merupakan tindakan yang absolute.
Pemimpin yang pseudo demokratis penuh dengan manipulasi sehingga
pendapatnya sendiri yang harus disetujui.

11
B. Kepala Sekolah
1) Pengertian Kepala Sekolah
Kepala sekolah merupakan gabungan kata yang dijadikan satu hingga
mempunyai makna tersendiri. Kedua kata tersebut adalah kepala dan
sekolah. Kata kepala adalah pemimpin dalam suatu lembaga. Adapun
sekolah adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan
memberi pelajaran (Wahjosumidjo: 83).
Kepala sekolah adalah guru yang diberi tugas khusus untuk mengelola
sekolah, membuat kebijakan, mengatur tata tertib dan operasionalisasi
sekolah sehingga tidak terjadi kesemrawutan atau diberi kepercayaan untuk
menjadi pemimpin sekaligus manager sekolah (Aan Komariah:3).
Kepala sekolah adalah jabatan pemimpin yang tidak bisa diisi oleh
orang-orang tanpa didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan. Siapa pun
yang akan diangkat menjadi kepala sekolah harus ditentukan melalui prosedur
serta persyaratan tertentu seperti : latar belakang pendidikan, pengalaman,
usia , pangkat dan integritas. Oleh sebab itu, kepala sekolah pada hakikatnya
adalah jabatan formal, sebab pengangkutannya melalui suatu proses dan
prosedur yang didasarkan atas peraturan yang berlaku.
Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai pemimpin
dapat di analisis dari kepribadian kepala sekolah akan tercermin dalam sifat-
sifat (1) Jujur, (2) Percaya diri, (3) Tanggung jawab, (4) Berani mengambil
resiko dan keputusan, (5) Berjiwa besar, (6) Emosi yang stabil, (7) Teladan
(Mulyasa, 2007:115).
Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 38, bahwa criteria untuk
menjadi Kepala Sekolah meliputi:
a) Berstatus sebagai guru di sekolah
b) Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
c) Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di
sekolah
d) Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang
pendidikan.
Dari beberapa definisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa kepala
sekolah adalah seseorang yang mempunyai jabatan yang tidak bisa digantikan
begitu saja tanpa ada prosedur ketentuan yang telah ditetapkan secara baku,
dan harus memenuhi ketentuan tersebut. Bertanggung jawab mempengaruhi,
12
mengajak, mengatur, mengkordinir para personil atau pegawai kearah
pelaksanaan dan perbaikan mutu pendidikan dan pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.

2) Fungsi kepala sekolah


Menurut Mulyasa tugas kepala sekolah sedikitnya harus mampu
berfungsi sebagai, edukator, manager, administrator, supervisor, leader, innovator
dan motivator.
a. Kepala sekolah sebagai Edukator (Mulyasa,2000:98)
Kepala sekolah harus memiliki strategi untuk meningkatkan
profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya, dengan cara
menciptakan iklim sekolah yang kondusif. Menurut Mulyasa Kepala
sekolah juga berusaha melakukan pendidikan pembinaan mental, moral,
fisik dan artistik kepada para tenaga kependidikan serta memberikan
motivasi agar para tenaga kependidikan merasa betah dan menyukai
profesinya. Disamping itu kepala sekolah juga dapat membagi
wewenangnya dengan para pegawainya dalam pengelolan pendidikan agar
dapat efektif dan efisien. Kaitannya kinerja kepala sekolah tidak hanya
sebagai seorang pemimpin tetapi harus dapat menjalankan peran dan
fungsinya sebagai manager serta berperan sebagai seorang pendidik,
supervisor untuk mencapai profesionalisme kepala sekolah dan menjadi
tauladan bagi para bawahannya.
Dari sudut yang berbeda, menurut Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan
dimana kepala sekolah sebagai seorang pendidik (edukator) juga harus
mempunyai kemampuan profesional keguruan yaitu:
1. Menguasai bahan yang diajarkan
2. Mengelola program belajar mengajar
3. Menggunakan sumber media belajar
4. Mengelola interaksi belajar mengajar
5. Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan
penyuluhan
6. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
7. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil
penelitian pendidikan untuk keperluan pengajaran (Cece Wijaya,
1991:21)
Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa kepala sekolah
sebagai pendidik harus mengetahui materi yang akan diajarkan, serta
mampu merencanakan program belajar mengajar. Kepala sekolah juga
menyediakan media belajar sebagai alat bantu untuk proses pembelajaran
13
serta mampu menciptakan interaksi dalam belajar mengajar dengan
melakukan bimbingan atau penyuluhan terhadap siswa. Kepala sekolah
harus mengetahui pengelolaan administrasi sekolah dan mampu
mengevaluasi hasil-hasil penelitian pendidikan dalam keperluan pengajaran.
Dengan demikian kinerja kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab serta fungsinya sebagai seorang pemimpin dan mengatur
penyelenggaraan pendidikan sekolah dapat dilakukan secara maksimal.

b. Kepala sekolah sebagai Manajer


Kepala sekolah harus mampu memberdayakan tenaga pendidiknya
salah satunya yaitu dengan cara menugaskan guru maupun karyawan untuk
mengikuti seminar pendidikan sehingga untuk mengasah dan meningkatkan
kualitas dalam proses kegiatan belajar mengajar.

c. Kepala sekolah sebagai administrator


Kepala sekolah sebagai bertanggung jawab terhadap kelancaran
pelaksanaan kependidikan dan pengajaran di sekolahnya. Oleh karena itu,
untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik kepala hendaknya memahami,
menguasai, dan mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkenaan
dengan fungsinya sebagai administrator. Adapun fungsi-fungsi kepala sekolah
sebagai administrator menurut ngalim purwanto adalah sebagai berikut:
1) Fungsi perencanaan
2) Fungsi pengorganisasian
3) Fungsi pengordinasian
4) Fungsi pengawasan
5) Fungsi kepegawaian (Ngalim Purwanto:106)

d. Kepala sekolah sebagai supervisor


Kepala sekolah sebagai supervisor harus mampu mengawasi
bawahannya dengan seksama agar tugas dan kewajiban tenaga pendidik
terlaksana dengan baik, sehingga terjalin kerjasama yang baik antara kepala
sekolah dan tenaga pendidiknya dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan.

e. Kepala Sekolah sebagai Pemimpin


Tugas kepala sekolah dalam memimpin harus mampu memberikan
petunjuk dan mengawasi serta meningkatkan motivasi kerja tenaga
kependidikan. Ini ditunjukan dengan kemampuan tegas mengambil keputusan
dan komunikasi yang baik dapat mempengaruhi dan meyakinkan bawahannya
14
agar melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai tujuan
dan sasaran diinginkan.

f. Kepala sekolah sebagai innovator


Peran kepala sekolah sebagai innovator yaitu harus memiliki strategi
yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari
ide-ide baru, menjadi suri tauladan bagi seluruh tenaga pengajar di sekolah
dengan cara mengembangkan model-model pembelajaran yang innovatif. Model-
model pembelajaran tersebut mengubah strategi pembelajaran dari pola kelas
tetap menjadi kelas bidang studi, sehingga setiap bidang studi memiliki kelas
tersendiri yang dilengkapi dengan alat peraga dan alat lainnya, hal ini dinamakan
moving clas. Dan hal ini dapat dipadukan dengan pembelajaran terpadu sehingga
dalam satu bidang studi dapat dijaga oleh beberapa orang guru (fasilitator) yang
bertugas memberi kemudahan bagi peserta didik dalam belajar.

g. Kepala sekolah sebagai motivator


Seorang ahli ilmu jiwa berpendapat peranan seorang kepala sekolah
yang baik dapat disimpulkan menjadi 13 macam :
1) Sebagai pelaksana (Executive)
2) Sebagai perencana(Planner)
3) Sebagai seorang ahli (Expert)
4) Mewakili kelompok dalam tindakannya keluar (external group
resresentative)
5) Mengawasi hubungan antar kelompok (Controller of internal
relationship)
6) Bertindak sebagai pemberi ganjaran/pujian dan hukuman (purveyor
of reward and punishment
7) Bertindak sebagai wasit dan penengah (Arbitrator and mediator)
8) Merupakan bagian dari kelompok (exemple)
9) Merupakan lambang dari kelompok (symbol of group)
10) Pemegang tanggung jawab para anggota kelompok (surrogate for
individual responsibility
11) Sebagai pencipta atau memiliki cita-cita (ideologist)
12) Bertindak sebagai ayah (Father figure)
13) Sebagai kambing hitam (scop goat).

C. Motivasi kerja Guru


1) Pengertian motivasi kerja
Kata motivasi itu berasal dari kata dasar motive yang artinya
dorongan, sebab, atau alasan manusia melakukan tindakan secara sadar
(Sudirman, 2006:73).
15
Menurut T. Hani Handoko, motivasi adalah keadaan dalam
pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang tertentu guna mencapai tujuan (Hani Handoko,
1998:252).

Menurut Ernest J. Mo Ccmick dalam buku A. Anwar Prabu


Mangkunegara mengemukakan bahwa motivasi kerja adalah sebagai
kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara
perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja (Anwar Prabu
Mangkunegara, 2001:1994).
Berdasarkan pengertian motivasi kerja di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah kegiatan yang mendorong,
mengarahkan, mempertahankan setiap tindakan yang di sebut kerja.
Dalam motivasi, walaupun sudah memiliki komitmen dan persepsi
yang baik terhadap suatu pekerjaan tetapi pada dasarnya ada tiga unsur
mendasar yang melahirkan suatu motivasi. Menurut Siagian ada tiga unsur
utama dalam pembentukan motivasi yaitu kebutuhan, dorongan dan tujuan.
Dalam sebuah organisasi, kerja karyawan tidak bisa terlepas dari
fungsi organisasi tersebut, karyawan merupakan bagian dari organisasi
sehingga ia akan melaksanakan tugas-tugas yang menjadi kewajiban dan
tanggung jawabnya guna mencapai tujuan organisasi. Sekolah merupakan
sebuah organisasi yang didalamnya terdapat individu yang terdiri dari
unsur kepala sekolah, tata usaha dan murid. Guru sebagai salah satu unsur
sekolah memiliki motivasi kerja sesuai dengan tugas dan kewajiban utama
yakni mengajar.

2) Jenis-jenis motivasi
Dalam melakukan suatu perbuatan yang bersifat sendiri, seseorang
selalu didorong oleh motivasi tertentu baik yang objektif maupun yang
subyektif. Adapun motivasi kerja itu sendiri mempunyai jenis sebagai
berikut :
a) Motivasi intrinsik yakni dorongan yang terdapat dalam pekerjaan yang
dilakukan. Misalnya : bekerja karena pekerjaan itu sesuai dengan bakat
dan minat, dapat diselesaikan dengan baik karena memiliki
pengetahuan dalam menyelesaikan. Menurut Sardiman motif intrinsik
adalah motif yang berfungsi tidak perlu dirangsang dari luar, karena
dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan
16
sesuatu.
b) Motivasi ekstrinsik yakni dorongan yang kuat berasal dari pekerjaan
yang sedang dilakukan. Misalnya : bekerja karena upah atau gaji yang
tinggi, mempertahankan kedudukan yang baik dan lain-lain (Sardiman,
2000:87).
Kedua jenis motivasi tersebut merupakan satu kesatuan yang sangat
menentukan keberhasilan seseorang dalam memperoleh hasil kerja yang
optimal, walau bagaimanapun bakat dan keahlian seseorang dalam
melakukan suatu pekerjaan mesti dihargai karena penghargaan memiliki
arti dan pengaruh yang sangat besar bagi setiap orang pendorong dan
penunjang dalam mengeksplorasikan segala kemampuan dan keahliannya.
3) Teori motivasi kerja
Motivasi berawal dari adanya kekurangan dalam diri seseorang
atau kebutuahan yang belum terpenuhi. Seseorang dalam melakukan suatu
aktivitas tertentu selalu didorong oleh motif-motif tertentu, yaitu
merupakan upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Adapun tingkat kebutuhan manusia yang mendorong manusia
untuk bekerja menurut Maslow adalah (Abdul Rahman:83):
a) Kebutuhan aktualisasi diri ( Self actualization )
Kebutuhan aktualisasi diri dipenuhi dengan menggunakan kecakapan,
kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi
kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sangat sulit dicapai
orang lain.
b) Kebutuhan akan penghargaan diri/status (Esteem needs)
Merupakan kebutuhan akan pengakuan serta penghargaan prestise timbul
karena adanya prestasi, tetapi selamanya tidak demikian.
c) Kebutuhan akan cinta (love) atau afiliasi (social needs)
Kebutuhan afiliasi adalah kebutuhan sosial misalnya berteman, mencintai
serta diterima dalam pergaulan lingkungan kerjanya. Manusia pada dasar
nya selalu ingin berkelompok dan tidak seorang pun manusia ingin hidup
menyendiri
d) Kebutuahan akan keamanan dan keselamatan (Savety needs)
Kebutuhan ini merupakan rasa aman dari kecelakaan dan keselamatan
dalam melaksanakan pekerjaan. Kebutuhan ini mengarah pada bentuk
kebutuhan akan keamanan dan keselamatan jika di tempat kerja pada saat
mengerjakan pekerjaan pada waktu jam-jam tertentu.
e) Kebutuhan fisik (Phisical needs)
17
Kebutuhan fisik adalah kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup seorang seperti sandang, pangan, papan. Organisasi
membantu indiviu dengan menyediakan gaji yang baik, keuntungan serta
kondisi kerja untuk memuaskan kebutuhannya.
Dengan demikian hierarki kebutuhan dari Maslow dapat di ubah
ke dalam tatanan model motivasi kerja seperti yang dilukiskan pada
gambar berikut (Miftah Toha, 2007:228) :

Aktualisasi diri
Penghargaan misalnya: status,
title, symbol-simbol, promosi,
penjamuan, dsb.

Sosial atau afiliasi, misalnya: kelompok


formal atau informal, menjadi ketua
yayasan, ketua organisasi olahraga, dsb
Keamanan, misalnya: jaminan masa
pensiun, santunan kecelakaan, jaminan
asuransi kesehatan, dsb

Fisik, misalnya gaji, upah tunjangan, honorium,


bantuan pakaian, sewa perumahan, uang transport,
dll
Gambar 1
Hierarki motivasi kerja

Dari keterangan teori di atas dapat diketahui bahwa, kebutuhan yang


paling dasar harus dipenuhi terlebih dahulu, setelah kebutuhan paling dasar
terpenuhi maka kebutuhan yang paling tinggi berikutnya akan menjadi
kebutuhan utama. Kebutuhan ketiga akan muncul jika kebutuhan kedua
tersebut tersebut telah terpenuhi. Begitu seterusnya sampai terpenuhinya
kebutuhan aktualisasi diri. Sebagaimana telah diuraikan, dapat dikatakan
bahwa suatu kebutuhan yang telah terpenuhi tidaklah menjadi motivator
utama lagi dalam bertindak.
4) Ciri-ciri motivasi kerja
Interaksi dan motivasi belajar mengajar bahwa motivasi yang ada
pada diri setiap orang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Tekun menghadapi tugas
b. Ulet menghadapi kesulitan
c. Menunjukan minat terhadap bermacam-macam masalah

18
d. Lebih senang bekerja sendiri
e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin
f. Dapat mempertahankan pendapatnya.
g. Tidak pernah mudah melepaskan hal yang diyakini.
h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seseoarng yang
memiliki motivasi kerja, memiliki ciri-ciri-di atas, apabila seseorang
memiliki ciri-ciri tersebut, berarti orang itu mempunyai motivasi kerja
yang cukup tinggi. Ciri- ciri motivasi sangat penting dalam kegiatan
sekolah karena setiap kegiatan akan berhasil dengan dengan baik.
Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya (Sardiman, 2006:86) :

a. Motif bawaan
Yang dimaksud motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak
lahir, jadi motivasi itu ada tanpa dipelajari. Sebagai contoh misalnya:
dorongan untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan untuk bekerja,
untuk beristirahat, dan dorongan seksual. Motif-motif ini sering kali
disebut motif-motif yang diisyaratkan secara biologis.
b. Motif yang dipelajari
Maksudnya motif-motif yang timbul karena dipelajari. Sebagai
contoh : dorongan untuk mengajar sesuatu dalam masyarakat. Motif-motif
ini seringkali disebut dengan motif-motif yang diisyaratkan secara social.
Sebab manusia hidup dalam lingkungan social dengan sesama manusia
yang lain, sehingga motivasi itu terbentuk. Sebab justru dengan
kemampuan berhubungan, kerjasama didalam masyarakat tercapailah
suatu kepuasan diri. Sehingga manusia perlu mengembangkan sifat-sifat
ramah, koperatif, membina hubungan baik dengan sesama, apalagi orang
tua dan guru. Dalam kegiatan belajar mengajar , hal ini dapat membantu
dalam usaha mencapai prestasi.

a. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Motivasi guru


Seseorang guru akan melakukan semua pekerjaan dengan baik
apabila ada faktor pendorongnya. Faktor-faktor yang mendorong seseorang
mau bekerja menurut Peterson dan Plowman adalah sebagai berikut
(Husaini Usman, 2008:245-246) :
1) Keinginan untuk dapat hidup
19
Untuk mempertahankan hidup, orang akan mau bekerja. Seperti
memperoleh kompensasi yang memadai atau pekerjaan yang tetap
walaupun penghasilan masih mencukupi.
2) Keinginan untuk memiliki
Keinginan untuk memiliki sesuatu menjadi pemicu seseorang mau
bekerja, seperti keinginan untuk memiliki benda.
3) Keinginan akan kekuasaan
Seseorang akan mau bekerja disebabkan adanya keinginan untuk
di akui, dihormati oleh orang lain untuk memperoleh status yang tinggi.
4) Keinginan akan pengakuan
Keinginan seseorang untuk menjadi orang yang berperan dalam
masyarakat atau pemimpin dalam suatu lembaga akan mendorong
seseorang untuk bekerja.

Dalam memotivasi guru, kepala sekolah harus mengetahui


motivator-motivator yang dimiliki oleh guru. Orang mau bekerja untuk
dapat memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan yang disadari, maupun
kebutuhan yang tidak disadari, berbentuk materi atau non materi serta
kebutuhan fisik dan rohani.

20
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam bab-bab yang terdahulu
maka dapat dijelaskan beberapa temuan sebagai berikut :

1. Kepemimpinan kepala sekolah dalam pengembangan motivasi kerja


berada dalam kategori cukup baik hal tersebut dapat dilihat dari fungsi
kepemimpinan kepala sekolah yang sudah berjalan yaitu dalam
menciptakan kebersamaan diantara guru, kepala sekolah mengadakan
brefing setiap pagi, mengadakan timbel ding. Menciptakan rasa aman dan
nyaman di lingkungan sekolah dengan adanya 4 prinsip yaitu disiplin,
meghargai, kreatif dan peduli lingkungan. Kepala sekolah selalu
memberikan sugesti positif kepada guru dalam proses pembelajaran
berlangsung, Bertanggung jawab memenuhi dan menyediakan dukungan
yang diperlukan oleh para guru yaitu dengan menanyakan kepada guru
media apa yang dibutuhkan untuk kegiatan pembelajaran.
2. Kepemimpinan kepala sekolah dalam pengembangan motivasi kerja
guru jika dilihat dari segi memperhatikan dan menghargai apapun yang
dihasilkan oleh para guru dan staf sudah cukup baik walaupun guru-
guru masih belum cukup puas jika bentuk penghargaan tersebut hanya
sekedar ucapan terimakasih. Guru-guru mengharapkan ada bentuk reward
financial untuk lebih meningkatkan motivasi kerja guru.
3. Dengan menerapkan tipe kepemimpinan demokratis kepala sekolah dapat
mengerakkan menggerakkan motivasi kerja guru /staf kepala sekolah, ini
terlihat dari pemberian kesempatan kepada guru-guru dalam memberikan
pendapat, ide ataupun gagasan baik dalam pengambilan keputusan
ataupun dalam memecahkan suatu masalah, Namun adakalanya kepala
sekolah menerapkan tipe kepemimpinan pseudo demokratis Hal ini bisa di
lihat dari sikap kepala sekolah yang memberikan kebebasan kepada guru
untuk membuat suatu karya namun kenyataannya setelah karya telah
selesai di buat oleh guru dan ternyata tidak sesuai dengan apa yang
diinginkan kepala sekolah, maka pendapat beliau sendiri yang harus
disetujui dan karya yang dibuat oleh guru tidak terpakai.

21
Berdasarkan temuan tersebut, maka dapat disimpulkan kepemimpinan
kepala sekolah dalam pengembangan motivasi kerja guru berada dalam
kategori cukup baik.

B. Saran-saran
Berdasarkan paparan dan kesimpulan diatas, maka penulis
menyampaikan saran semoga bermanfaat guna memperbaiki dimasa yang akan
datang khususnya kepemimpinan kepala sekolah dalam pengembangan
motoivasi kerja guru, sebagai berikut :

1. Karena kepemimpinan kepala sekolah dalam pengembangan motivasi


kerja guru dalam kategori cukup baik, maka bagi kepala sekolah untuk
terus meningkatkan kepemimpinannya dari segi fungsi kepemimpinan
yaitu menciptakan kebersamaan diantara guru dan karyawan,
Menciptakan rasa aman didalam lingkungan sekolah, Memberikan
saran, anjuran dan sugesti untuk memelihara serta meningkatan
semangat para guru staff dan siswa, Bertanggung jawab memenuhi dan
menyediakan dukungan yang diperlukan oleh para guru, Sebagai
motivator, dalam arti mampu menimbulkan dan menggerakkan semangat
para guru, dan staf, Selalu dapat memperhatikan, menghargai apapun yang
dihasilkan oleh para guru dan staf.
2. Kepemimpinan kepala sekolah dalam pengembangan motivasi kerja guru
yang harus ditingkatkan adalah pemberian reward atas apa yang
dihasilkan oleh para guru dan staf, seharusnya ada bentuk reward financial
untuk lebih meningkatkan motivasi kerja guru, jadi bukan hanya ucapan
terimakasih.
3. Untuk langkah-langkah dalam pengembangan motivasi kerja guru
sebaiknya kepala sekolah hanya menerapkan tipe kepemimpinan
demokrasi saja karena dengan cara mengajak bermusyawarah Dengan
warga sekolah dan mendengarkan pendapat guru maka guru akan merasa
lebih termotivasi lagi dalam melaksanakan tugas karena merasa lebih
dihargai.

22
DAFTAR PUSTAKA

Handoko, T. Hani. Manajemen. Edisi Kedua. 2000.


Shaleh, Abdul. Rahman. Psikologi & Industri dan Organisasi. Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN. 2006.
Yukl Gary. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Edisi Kelima. Jakarta: 2005.
Wahyudi . Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Organisasi Pembelajar. Bandung:
Alfabeta. 2009.
Mulyasa, E. Menjadi Kepala Sekolah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007.
Komariah, Aan. Visonary Leadership Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
2005
Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
2006
Mangkunegara, Anwar. Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2000.
Thoha, Miftah. Perilaku Organisasi: Konsep dasar dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada. 2007

23

Anda mungkin juga menyukai