Referat Parkinson
Referat Parkinson
PENDAHULUAN
Insiden lebih tinggi pada laki-laki, ras kulit putih dan didaerah industri tertentu,
insidensi terendah terdapat pada populasi Asia dan kulit hitam Afrika. Faktor
lingkungan memiliki peranan penting dalam menimbulkan penyakit ini (Sharma,
2008).
1
gangguan otonom serta gangguan tidur yang disebabkan oleh efek samping obat
antiparkinson maupun bagian dari perjalanan penyakitnya. Perjalanan penyakit
atau derajat keparahan dari penyakit Parkinson diukur berdasarkan stadium Hoehn
dan Yahr atau Unified Parkinsons Disease Rating Scale (UPDRS) (PERDOSSI,
2008).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1) Serebrum
2) Diencephalon : Talamus, hipotalamus
3) Trunkus serebri : Mesensefalon, pons, medulla oblongata
4) Serebellum
Serebrum terdiri dari 2 belahan besar terdiri atas badan sel saraf yang
berwarna kelabu dan serabut saraf yang berwarna putih. Substansi kelabu
serebrum disebut korteks serebri. Kedua hemisfer dipisahkan oleh celah
yang dalam, tapi bersatu kembali pada bagian bawahnya melalui korpus
kalosum, yaitu massa substansi putih. Dibagian bawah hemisfer terdapat
kelompok-kelompok substansi kelabu yang disebut ganglia basalis.
Ganglia Basalis
1) Hiperkinetik :
a) Korea
b) Atetosis
c) Balismus
2) Hipokinetik
a) Akinesia
3
b) Bradikinesia
2.2 Definisi
Penyakit parkinson adalah gangguan neurodegerative yang progresif dari
sistem saraf pusat. Penyakit Parkinson merupakan gejala kompleks yang
dimanifestasikan oleh 6 tanda utama : tremor saat beristirahat, kekakuan,
bradikinesia-hipokinesia, posisi tubuh fleksi, kehilangan refleks postural,
freezing phenomena.
4
2.3 Klasifikasi
2.4 Etiologi
5
dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa
mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.
Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar, akan tetapi ada
beberapa faktor resiko ( multifaktorial ) yang telah diidentifikasikan :
1) Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50
sampai 200 dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini
berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan
neuronal, terutama pada substansia nigra pada penyakit parkinson.
2) Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada
penyakit parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan
panjang kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism
autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif
parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin
(PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya
disfungsi mitokondria. Adanya riwayat penyakit parkinson pada
keluarga meningakatkan faktor resiko menderita penyakit
parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8
kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika
disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonisme tampak pada usia
relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA sangat sedikit, belum
ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di
Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil nol
pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab genetika
ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit
itu terjadi pada usia 46 tahun.
3) Faktor Lingkungan
a) Xenobiotik : Berhubungan erat dengan paparan pestisida
yang dapat menimbulkan kerusakan mitokondria.
b) Pekerjaan : Lebih banyak pada orang dengan paparan
metal yang lebih tinggi dan lama.
c) Infeksi : Paparan virus influenza intrautero diduga turut
menjadi faktor predesposisi penyakit parkinson melalui
kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan
6
menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh
infeksi Nocardia astroides.
d) Diet : Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan
stress oksidatif, salah satu mekanisme kerusakan neuronal
pada penyakit parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan
neuroprotektif.
4) Ras
Angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih
dibandingkan kulit berwarna.
5) Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson,
meski peranannya masih belum jelas benar.
6) Stress dan depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala
motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit
parkinson karena pada stress dan depresi terjadi peningkatan
turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif (Sudoyo,
2007).
2.5 Patofisiologi
Secara umum dapat dikatakan bahwa Penyakit Parkinson terjadi karena
penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta
substansia nigra sebesar 40 50% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik
eosinofilik ( Lewy bodies ) dengan penyebab multifaktor (Harsono, 2008).
.Lewy bodies adalah inklusi sitoplasmik eosinofilik konsentrik dengan
halo perifer dan dense cores . Adanya Lewy bodies dengan neuron pigmen
dari substansia nigra adalah khas , akan tetapi tidak patognomonik untuk
Penyakit Parkinson , karena terdapat juga pada beberapa kasus
parkinsonism atipikal. Untuk lebih memahami patofisiologi yang terjadi
perlu diketahui lebih dahulu tentang ganglia basalis dan sistem
ekstrapiramidal.
7
1) Ganglia Basalis
Dalam menjalankan fungsi motoriknya , inti motorik medula
spinalis berada dibawah kendali sel piramid korteks motorik,
langsung atau lewat kelompok inti batang otak . Pengendalian
langsung oleh korteks motorik lewat traktus piramidalis, sedangkan
yang tidak langsung lewat sistem ekstrapiramidal, dimana ganglia
basalis ikut berperan. Komplementasi kerja traktus piramidalis
dengan sistem ekstapiramidal menimbulkan gerakan otot menjadi
halus , terarah dan terprogram.
Ganglia Basalis tersusun dari beberapa kelompok inti , yaitu :
a) Striatum ( neostriatum dan limbic striatum )
Neostriatum terdiri dari putamen ( Put ) dan Nucleus
Caudatus ( NC )
b) Globus Palidus ( GP )
c) Substansia Nigra ( SN )
d) Nucleus Subthalami ( STN )
Pengaruh Ganglia Basalis (GB) terhadap gerakan otot dapat
ditunjukkan lewat peran sertanya GB dalam sirkuit motorik yang
terjalin antara korteks motorik dengan inti medula spinalis .
Terdapat jalur saraf aferen yang berasal dari korteks motorik,
korteks premotor dan supplementary motor area menuju ke GB
lewat Putamen. Dari putamen diteruskan ke GPi ( Globus Palidus
internus ) lewat jalur langsung ( direk ) dan tidak langsung ( indirek
) melalui GPe ( Globus Palidus eksternus ) dan STN. Dari GPe
diteruskan menuju ke inti inti talamus ( antara lain : VLO :
Ventralis lateralis pars oralis , VAPC : Ventralis anterior pars
parvocellularis dan CM : centromedian ). Selanjutnya menuju ke
korteks dari mana jalur tersebur berasal. Masukan dari GB ini
kemudian mempengaruhi sirkuit motorik kortiko spinalis ( traktus
piramidalis ). Kelompok inti yang tergabung didalam ganglia
basalis berhubungan satu sama lain lewat jalur saraf yang berbeda
beda bahan perantaranya (neurotransmitter/NT). Terdapat tiga jenis
neurotransmitter utama didalam ganglia basalis , yaitu : Dopamine
( DA ) ,Acetylcholin ( Ach ) dan asam amino ( Glutamat dan
GABA)
8
2) Patofisiologi Ganglia Basalis
Agak sulit memahami mekanisme yang mendasari terjadinya
kelainan di ganglia basalis oleh karena hubungan antara kelompok
kelompok inti disitu sangat kompleks dan saraf penghubungnya
menggunakan neurotransmitter yang bermacam macam . Namun
ada dua kaidah yang perlu dipertimbangkan untuk dapat mengerti
perannya dalam patofisiologi kelainan ganglia basalis.
a) Satu unit fungsional yang dipersarafi oleh lebih dari satu
sistem saraf maka persarafan tersebut bersifat reciprocal
inhibition ( secara timbal balik satu komponen saraf
melemahkan komponen yang lain ). Artinya yang satu
berperan sebagai eksitasi dan yang lain sebagai inhibisi
terhadap fungsi tersebut. Contoh klasik reciprocal inhibition
adalah dalam fungsi saraf otonom antara saraf simpatik
dengan NT noradrenalin ( NA ) dan saraf parasimpatik
dengan NT asetilkolin ( Ach ).
b) Fungsi unit tersebut normal bilamana kegiatan saraf eksitasi
sama atau seimbang dengan saraf inhibisi . Bilamana oleh
berbagai penyakit atau obat terjadi perubahan
keseimbangan tersebut maka timbul gejala hiperkinesia atau
hipokinesia tergantung komponen saraf eksitasi atau
inhibisi yang kegiatannya berlebihan.
Patofisiologi GB dijelaskan lewat dua pendekatan , yaitu
berdasarkan cara kerja obat menimbulkan perubahan keseimbangan
saraf dopaminergik dengan saraf kolinergik , dan perubahan
keseimbangan jalur direk ( inhibisi ) dan jalur indirek ( eksitasi ).
Lesi primer pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf
yang mengandung neuromelanin di dalam batang otak, khususnya
di substansia nigra pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat
dengan mata telanjang. Dalam kondisi normal (fisiologik),
pelepasan dopamin dari ujung saraf nigrostriatum akan merangsang
reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2 (inhibitorik) yang berada
di dendrit output neuron striatum. Output striatum disalurkan ke
globus palidus segmen interna atau substansia nigra pars retikularis
9
lewat 2 jalur yaitu jalur direk reseptor D1 dan jalur indirek
berkaitan dengan reseptor D2 . Maka bila masukan direk dan
indirek seimbang, maka tidak ada kelainan gerakan.
Pada penderita penyakit Parkinson, terjadi degenerasi kerusakan
substansia nigra pars kompakta dan saraf dopaminergik
nigrostriatum sehingga tidak ada rangsangan terhadap reseptor D1
maupun D2. Gejala Penyakit Parkinson belum muncul sampai lebih
dari 50% sel saraf dopaminergik rusak dan dopamin berkurang
80%. Reseptor D1 yang eksitatorik tidak terangsang sehingga jalur
direk dengan neurotransmitter GABA (inhibitorik) tidak teraktifasi.
Reseptor D2 yang inhibitorik tidak terangsang, sehingga jalur
indirek dari putamen ke globus palidus segmen eksterna yang
GABAergik tidak ada yang menghambat sehingga fungsi
inhibitorik terhadap globus palidus segmen eksterna berlebihan.
Fungsi inhibisi dari saraf GABAergik dari globus palidus segmen
ekstena ke nucleus subtalamikus melemah dan kegiatan neuron
nukleus subtalamikus meningkat akibat inhibisi.
Terjadi peningkatan output nukleus subtalamikus ke globus palidus
segmen interna / substansia nigra pars retikularis melalui saraf
glutaminergik yang eksitatorik akibatnya terjadi peningkatan
kegiatan neuron globus palidus / substansia nigra. Keadaan ini
diperhebat oleh lemahnya fungsi inhibitorik dari jalur langsung
,sehingga output ganglia basalis menjadi berlebihan kearah
talamus. Saraf eferen dari globus palidus segmen interna ke
talamus adalah GABAnergik sehingga kegiatan talamus akan
tertekan dan selanjutnya rangsangan dari talamus ke korteks lewat
saraf glutamatergik akan menurun dan output korteks motorik ke
neuron motorik medulla spinalis melemah terjadi hipokinesia.
10
Gambar 1 : Skema teori ketidakseimbangan jalur langsung dan tidak
langsung
Keterangan Singkatan
D2 : Reseptor dopamin 2 bersifat inhibitorik
D1 : Reseptor dopamin 1 bersifat eksitatorik
SNc : Substansia nigra pars compacta
SNr : Substansia nigra pars retikulata
GPe : Globus palidus pars eksterna
GPi : Globus palidus pars interna
STN : Subthalamic nucleus
VL : Ventrolateral thalamus = talamus
11
Salah satu ciri khas dari penyakit parkinson adalah tangan
tremor (bergetar) jika sedang beristirahat. Namun, jika
orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak
terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang hilang
juga sewaktu tidur.
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi
metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti
menghitung uang logam atau memulung-mulung (pill
rolling). Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-
supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksi-ekstensi
atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-
tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat dan
menghebat waktu emosi terangsang (resting/ alternating
tremor). Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki,
tetapi bisa juga terjadi pada kelopak mata dan bola mata,
bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung
uang). Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar.
Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-goyang jika tidak
sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika
disadari, tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor
hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit,
tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi (Duus, 1996).
b) Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan
tangan yang tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain)
secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan tangan,
terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi
sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus.
Selain di tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga
terjadi di leher. Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi
tidak halus lagi seperti break-dance. Gerakan yang kaku
membuat penderita akan berjalan dengan postur yang
membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya
12
agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-
pendek.
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni
seluruh gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas
motorneuron alfa, adanya fenomena roda bergigi (cogwheel
phenomenon) (Duus, 1996).
c) Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat
perhatian sehingga tanda akinesia/bradikinesia muncul.
Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan
sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang
semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi
pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga
penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu.
Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata
berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang,
sehingga sering keluar air liur. Gerakan volunter menjadi
lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya
sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan,
lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah
dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan
berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan
spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng,
kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan
ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut (Duus, 1996).
d) Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat
mau mulai melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik;
dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai
melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit.
Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. Hilangnya
refleks postural disebabkan kegagalan integrasi dari saraf
propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari
13
mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan
mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini
mengakibatkan penderita mudah jatuh (Duus, 1996).
e) Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada
beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini (Duus, 1996).
f) Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin
menjadi cepat, stadium lanjut kepala difleksikan ke dada,
bahu membengkok ke depan, punggung melengkung bila
berjalan (Duus, 1996).
g) Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan,
pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau
mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume
suara halus (suara bisikan) yang lambat (Duus, 1996).
h) Dimensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan
penyakitnya dengan defisit kognitif (Harsono, 2008).
i) Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang
lain), mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara
berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat
(bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban
yang betul, asal diberi waktu yang cukup (Harsono, 2008).
j) Gejala Lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada
pengetukan diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson
positif) (Harsono, 2008).
2) Gejala Non Motorik
a) Disfungsi Otonom
Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan
sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi
ortostatik
Kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik
Pengeluaran urin yang banyak
14
Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai
dengan melemahnya hasrat seksual, perilaku,
orgasme.
b) Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c) Gangguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d) Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur
(insomnia)
e) Gangguan sensasi
Kepekaan kontras visual lemah, pemikiran
mengenai ruang, pembedaan warna
Penderita sering mengalami pingsan, umumnya
disebabkan oleh hypotension orthostatic, suatu
kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan
penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas
perubahan posisi badan
Berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa
bau (microsmia atau anosmia) (PERDOSSI, 2003).
2.7 Diagnosis
Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria :
1) Secara klinis
Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik :
tremor, rigiditas, bradikinesia atau
3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia dan
ketidakstabilan postural.
2) Kriteria Koller
Didapati 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik : tremor
saat istirahat atau gangguan refleks postural, rigiditas,
bradikinesia yang berlangsung 1 tahun atau lebih.
Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai
perbaikan sedang (minimal 1.000 mg/hari selama 1 bulan)
dan lama perbaikan 1 tahun atau lebih.
3) Kriteria Gelb & Gilman
a) Gejala kelompok A (khas untuk penyakit Parkinson) terdiri
dari :
Resting tremor
Bradikinesia
Rigiditas
15
Permulaan asimetris
b) Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa
alternatif, terdiri dari :
Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun
pertama
Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing)
pada 3 tahun pertama
Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan)
dalam 3 tahun pertama
Demensia sebelum gejala motorik pada tahun
pertama.
Diagnosis possible : terdapat paling sedikit 2 dari gejala
kelompok A dimana salah satu diantaranya adalah tremor atau
bradikinesia dan tak terdapat gejala kelompok B, lama gejala
kurang dari 3 tahun disertai respon jelas terhadap levodopa atau
dopamine agonis.
Diagnosis probable : terdapat paling sedikit 3 dari 4 gejala
kelompok A, dan tidak terdapat gejala dari kelompok B, lama
penyakit paling sedikit 3 tahun dan respon jelas terhadap levodopa
atau dopamine agonis.
Diagnosis pasti : memenuhi semua kriteria probable dan
pemeriksaan histopatologis yang positif (Harsono, 2008).
1) Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang
ringan, terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan
kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala
yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman)
2) Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal,
sikap/cara berjalan terganggu
16
3) Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai
terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
4) Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya
untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri
sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
5) Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total,
tidak mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu (PERDOSSI,
2003).
17
memperlihatkan penurunan 30% pada pengambilan
fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya PET tidak dapat
membedakan antara penyakit Parkinson dengan
parkinsonisme atipikal. PET juga merupakan suatu alat
untuk secara obyektif memonitor progresi penyakit ,
maupun secara obyektif memperlihatkan fungsi implantasi
jaringan mesensefalon fetus (Sjahrir, 2007).
18
selama 2 tahun. Sekarang telah memungkinkan untuk
memvisualisasi dan menghitung degenerasi sel saraf
nigrostriatal pada penyakit Parkinson.
2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit parkinson dapat dikelompokan ,sebagai berikut :
1) Farmakologik
a) Bekerja pada sistem dopaminergik
b) Bekerja pada sistem kolinergik
c) Bekerja pada Glutamatergik
d) Bekerja sebagai pelindung neuron
e) Lain lain .
2) Non Farmakologik
a) Perawatan
b) Pembedahan
c) Deep-Brain Stimulasi
d) Transplantasi (Sudoyo, 2007).
Farmakologik
1) Bekerja pada sistem dopaminergik
a) L-dopa
Sampai sekarang l-dopa masih merupakan obat paling
menjanjikan respon terbaik untuk penyakit parkinson
,namun masa kerjanya yang singkat , respon yang fluktuatif
dan efek oxidative stress dan metabolitnya menyebabkan
para peneliti mencari bahan alternatif . Cara kerja obat
kelompok ini dapat dijelaskan lewat alur metabolisme dari
dopamin sebagai berikut : Tyrosin yang berasal dari
19
makanan akan diubah secara beruntun menjadi l-dopa dan
dopamin oleh enzimya masing-masing . Kedua jenis enzim
ini terdapat diberbagai jaringan tubuh , disamping
dijaringan saraf . Dopamin yang terbentuk di luar jaringan
saraf otak , tidak dapat melewati sawar darah otak . Untuk
mencegah jangan sampai dopamin tersintesa diluar otak
maka l-dopa diberikan bersama dopa-decarboxylase
inhibitor dalam bentuk carbidopa dengan perbandingan
carbidopa : l-dopa = 1 : 10 ( Sinemet ) atau benzerazide : l-
dopa = 1 : 4 ( Madopar). Efek terapi preparat l-dopa baru
muncul sesudah 2 minggu pengobatan oleh karena itu
perubahan dosis seyogyanya setelah 2 minggu . Mulailah
dosis rendah dan secara berangsur ditingkatkan . Drug
holiday sebaliknya jangan lebih lama dari 2 minggu , karena
gejala akan muncul lagi sesudah 2 minggu obat dihentikan.
(De Long, 2006)
b) MAO dan COMT Inhibitor
Pada umumnya penyakit parkinson memberi respon yang
cepat dan bagus dengan l-dopa dibandingkan dengan yang
lain ,namun ada laporan bahwa l-dopa dan dopamin
menghasilkan metabolit yang mengganggu atau menekan
proses pembentukan energi dari mitokondria dengan akibat
terjadinya oxidative stress yang menuntun timbulnya
degenerasi sel neuron. Preparat penghambat enzim MAO
( monoamine oxydase ) dan COMT ( Catechol-O-methyl
transferase ) ditambahkan bersama preparat l-dopa untuk
melindungi dopamin terhadap degradasi oleh enzim tersebut
sehingga metabolit berkurang ( pembentukan radikal bebas
dari dopamin berkurang ) sehingga neuron terlindung dari
proses oxidative stress (De Long, 2006).
c) Agonis Dopamin
20
Preparat lain yang juga dapat menghemat pemakaian l-dopa
adalah golongan dopamin agonis . Golongan ini bekerja
langsung pada reseptor dopamin, jadi mengambil alih tugas
dopamin dan memiliki durasi kerja lebih lama dibandingkan
dopamin. Sampai saat ini ada 2 kelompok dopamin agonis ,
yaitu derivat ergot dan non ergot . Keuntungan terapi
dengan agonis dopamin dibandingkan l-dopa antara lain
Durasi kerja obat lebih lama
Respon fluktuatif dan diskinesia lebih kecil
Dapat dipilih agonis dopamin yang lebih specifik
terhadap reseptor dopamin tertentu disesuaikan
kondisi penderita penyakit parkinson.
Kerugian terapi agonis dopamin adalah onset terapeutiknya
rata rata lebih lama dibandingkan DA ergik.
21
meningkatkan pelepasan dopamin, menghambat reuptake dan
menstimulasi reseptor dopamin. Obat ini lebih efektif untuk
akinesia dan rigiditas daripada antikolinergik.
4) Bekerja sebagai pelindung neuron
Berbagai macam obat dapat melindungi neuron terhadap ancaman
degenerasi akibat nekrosis atau apoptosis. Termasuk dalam
kelompok ini adalah :
a) Neurotropik faktor yaitu dapat bertindak sebagai pelindung
neuron terhadap kerusakan dan meningkatkan pertumbuhan
dan fungsi neuron. Termasuk dalam kelompok ini adalah
BDNF ( brain derived neurotrophic factor ), NT 4/5
( Neurotrophin 4/5) , GDNT ( glia cell line-derived
neurotrophic factorm artemin ), dan sebagainya . Semua belum
dipasarkan.
b) Anti-exitoxin , yang melindungi neuron dari kerusakan akibat
paparan bahan neurotoksis ( MPTP , Glutamate ) . Termasuk
disini antagonis reseptor NMDA , MK 801 , CPP , remacemide
dan obat antikonvulsan riluzole.
c) Anti oksidan, yang melindungi neuron terhadap proses
oxidative stress akibat serangan radikal bebas. Deprenyl
( selegiline ) , 7-nitroindazole , nitroarginine methyl-ester ,
methylthiocitrulline , 101033E dan 104067F , termasuk
didalamnya . Bahan ini bekerja menghambat kerja enzim yang
memproduksi radikal bebas.Dalam penelitian ditunjukkan
vitamin E ( -tocopherol ) tidak menunjukkan efek anti
oksidan.
d) Bioenergetic suplements , yang bekerja memperbaiki proses
metabolisme energi di mitokondria . Coenzym Q10 ( Co
Q10 ) , nikotinamide termasuk dalam golongan ini dan
menunjukkan efektifitasnya sebagai neuroprotektant pada
hewan model dari penyakit parkinson.
e) Immunosuppressant , yang menghambat respon imun sehingga
salah satu jalur menuju oxidative stress dihilangkan . Termasuk
dalam golongan ini adalah immunophillins , CsA
( cyclosporine A ) dan FK 506 ( tacrolimu) . Akan tetapi
22
berbagai penelitian masih menunjukkan kesimpulan yang
kontroversial.
5) Bahan lain yang masih belum jelas cara kerjanya diduga
bermanfaat untuk penyakit parkinson , yaitu hormon estrogen dan
nikotin. Pada dasawarsa terakhir , banyak peneliti menaruh
perhatian dan harapan terhadap nikotin berkaitan dengan
potensinya sebagai neuroprotektan . Pada umumnya bahan yang
berinteraksi dengan R nikotinik memiliki potensi sebagai
neuroprotektif terhadap neurotoksis , misalnya glutamat lewat R
NMDA , asam kainat , deksametason dan MPTP . Bahan nikotinik
juga mencegah degenerasi akibat lesi dan iskemia .
Non Farmakologik
23
arti tidak makin membuat penderita cemas atau takut.
Ditimbulkan simpati dan empati dari anggota keluarganya
sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi
maksimal.
b) Rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan
kualitas hidup penderita dan menghambat bertambah
beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah
sebagai berikut :
Abnormalitas gerakan
Kecenderungan postur tubuh yang salah
Gejala otonom
Gangguan perawatan diri ( Activity of Daily Living
ADL )
Perubahan psikologik
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas dapat dilakukan
tindakan sebagai berikut :
Terapi fisik : ROM ( range of motion )
Peregangan
Koreksi postur tubuh
Latihan koordinasi
Latihan jalan ( gait training )
Latihan buli-buli dan rectum
Latihan kebugaran kardiopulmonar
Edukasi dan program latihan di rumah
Terapi okupasi
Memberikan program yang ditujukan terutama
dalam hal pelaksanaan aktivitas kehidupan sehari-
hari .
Terapi wicara
Membantu penderita Parkinson dengan memberikan
program latihan pernapasan diafragma , evaluasi
menelan, latihan disartria , latihan bernapas dalam
sebelum bicara. Latihan ini dapat membantu
memperbaiki volume berbicara , irama dan
artikulasi.
Psikoterapi
24
Membuat program dengan melakukan intervensi
psikoterapi setelah melakukan asesmen mengenai
fungsi kognitif, kepribadian , status mental ,keluarga
dan perilaku.
Terapi sosial medik
Berperan dalam melakukan asesmen dampak
psikososial lingkungan dan finansial , untuk maksud
tersebut perlu dilakukan kunjungan rumah/
lingkungan tempat bekerja.
Orthotik Prosthetik
Dapat membantu penderita Parkinson yang
mengalami ketidakstabilan postural , dengan
membuatkan alat Bantu jalan seperti tongkat atau
walker.
Diet
Pada penderita parkinson ini sebenarnya tidaklah
diperlukan suatu diet yang khusus , akan tetapi diet
penderita ini yang diberikan dengan tujuan agar
tidak terjadi kekurangan gizi , penurunan berat
badan , dan pengurangan jumlah massa otot , serta
tidak terjadinya konstipasi. Penderita dianjurkan
untuk memakan makanan yang berimbang antara
komposisi serat dan air untuk mencegah terjadinya
konstipasi, serta cukup kalsium untuk
mempertahankan struktur tulang agar tetap baik .
Apabila didapatkan penurunan motilitas usus dapat
dipertimbangkan pemberian laksan setiap beberapa
hari sekali . Hindari makanan yang mengandung
alkohol atau berkalori tinggi.
2) Pembedahan :
Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson dilakukan bila
penderita tidak lagi memberikan respon terhadap pengobatan /
intractable , yaitu masih adanya gejala dua dari gejala utama
penyakit parkinson ( tremor , rigiditas , bradi/akinesia, gait/postural
25
instability ) , Fluktuasi motorik , fenomena on-off, diskinesia
karena obat, juga memberi respons baik terhadap pembedahan .
Ada 2 jenis pembedahan yang bisa dilakukan :
a) Pallidotomi , yang hasilnya cukup baik untuk menekan
gejala :
Akinesia / bradi kinesia
Gangguan jalan / postural
Gangguan bicara
b) Thalamotomi , yang efektif untuk gejala :
Tremor
Rigiditas
Diskinesia karena obat.
26
2.11 Prognosis
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,
sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini.
Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang
hidupnya. Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress
hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan
fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian (Sjahrir, 2007).
BAB III
PENUTUP
27
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis
progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia
basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia
nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency). Di Amerika
Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan
jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000
penderita
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan
secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk
menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi
gejala yang timbul . Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala
parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat
ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang
hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat
menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-
berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala
berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping
pengobatan terkadang dapat sangat parah.
DAFTAR PUSTAKA
28
Clarke CE, Moore AP., Parkinson's Disease, diakses dari
http://www.aafp.org/afp/20061215/2046.html, 18 Februari 2017.
Duus Peter. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala
Edisi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996. Hal 231-243.
Price SA, Wilson LM, Hartwig MS. Gangguan Neurologis dengan Simtomatologi
Generalisata. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal 1139-1144
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. FKUI. 2007. Hal 1373-1377.
29