PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
1. Jelaskan anatomi dan fisiologi organ yang terkait pada skenario diatas
A. Susunan umum ginjal dn Traktus urinarius
Dua ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, di luar rongga peritoneum.
Setiap ginjal pada orang dewasa beratnya kira-kira 150 gram dan kira-kira
seukuran kepalan tangan. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah lekukan
yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik, suplai
saraf, dan ureter yang membawa urin akhir dari ginjal ke kandung kemih, tempat
urin disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dilingkupi oleh fibrosa yang keras untuk
melindungi struktur dalamnya yang rapuh.
2. Jelaskan patomekanisme berkemih
Pengisian kandung kemih, mulai tampak peningkatan komtraksi mikturasi. Kontraksi
ini dihasilkan dari reflex regang yang dipicu oleh reseptor regang sensorik di dalam
dinding kandung kemih, terutama oleh reseptor di uretra posterior ketika area ini
mulai terisi dengan urin pada tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal
sensorik dari reseptor regang kandung kemih dikirimkan ke segmen sakralis dari
medulla spinalis melalui saraf pelvis, dan kemudian dikembalikan secara refleks ke
kandung kemih melalui serabut saraf parasimpatis dengan menggunakan
persarafan yang sama.
Bila kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi mikturasi ini biasanya akan
berelaksasi secara spontan dalam waktu kurang dari semenit, otot detrusor berhenti
berkontraksi, dan tekanan turun kembali ke nilai dasar. Ketika kandung kemih terus
terisi, refleks mikturasi menjadi semakin sering menyebabkan kontraksi otot detrusor
yang lebih kuat.
Refleks mikturasi dimulai, refleks ini bersifat regenerasi sendiri. Yang artinya,
kontraksi awal kandung kemih akan mengaktifkan reseptor regang yang
menyebabkan peningkatan impuls sensorik yang lebih banyak ke kandung kemih
dan uretra posterior, sehingga menyebabkan peningkatan refleks kontraksi kandung
kemih, jadi siklus ini akan berulang terus menerus sampai kandung kemih mencapai
derajat kontraksi yang cukup kuat. Kemudian setelah beberapa detik sampai lebih
dari semenit, refleks yang beregenerasi sendiri ini mulai kelelahan dan siklus
regeneratif pada refleks mikturasi menjadi terhenti, memungkinkan kandung kemih
berelaksasi.
Refleks mikturasi merupakan sebuah siklus yang lengkap terdiri dari (1) kenaikan
tekanan secara cepat dan progresif, (2) periode tekanan menetap, dan (3)
kembalinya tekanan kandung kemih ke nilai tonus basal. Bila refleks mikturasi yang
telah terjadi tidak mampu mengosongkan kandung kemih, elemen persarafan pada
refleks ini biasanya akan tetap dalam keadaan terinhibisi selama beberapa menit
hingga 1 jam atau lebih, sebelum terjadi refleks mikturasi berikutnya. Bila kandung
kemih terus menerus diisi, akan terjadi refleks mikturasi yang semakin sering dan
semakin kuat.
Bila refleks mikturasi sudah cukup kuat, akan memicu refleks lain yang berjalan
melalui saraf pudendus ke sfingter eksterna untuk menghambatnya. Jika inhibisi
lebih kuat di dalam otak dari pada sinyal konstriktor volunteer ke sfingter eksterna,
maka akan terjadi pengeluaran urin. Jika tidak, pengeluaran urin tidak akan terjadi
hingga kandung kemih terus terisi dan mikturisi menjadi lebih kuat lagi.
Fasilitas atau inhibisi proses mikturisi oleh otak
Refleks mikturisi adalah refleks medulla spinalis yang bersifat otonom, tetapi
dapat dihambat atau difasilitasi oleh pusat di otak. Pusat ini meliputi (1) pusat
fasilitas dan inhibisi yang kuat dibatang otak, terutama terletak di pons, dan (2)
beberapa pusat yang terletak di korteks serebri yang terutama bersifat inhibisi
tetapi dapat berubah menjadi ekstasi.
Refleks mikturisi merupakan penyebab dasar berkemih, tetapi biasanya pusat
yang lebih tinggi akan melakukan kendali untuk proses mikturisi sebagai berikut :
1) Pusat yang lebih tinggi menjaga agar refleks mikturisi tetap terhambat
sebgian, kecuali bila mikturisi diinginkan.
2) Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah mikturisi, bahkan jika terjadi refleks
mikturisi, dengan cara sfingter kandung kemih eksterna terus menerus
melakukan kontraksi tonik hingga saat yang tepat datang dengan sendirinya.
3) Jika waktu berkemih tiba, pusat kortikal dapat memfasilitasi pusat mikturisi
sacral untuk membantu memulai refleks mikturisi dan pada saat yang sangat
menghambat sfingter eksterna sehingga pengeluaran urin dapat terjadi.
Pengeluaran urin secara volunteer biasanya dimulai dengan cara berikut : Mula-
mula, orang tersebut secara volunteer mengkontraksikan otot perutnya, yang
akan meningkatkan tekanan di dalam kandung kemih dan memungkinkan urin
tambahan memasuki leher kandung kemih dan uretra posterior dalam keadaan
di bawah tekanan, sehingga meregangkan dindingnya. Hal ini memicu reseptor
regang, yang mencetus refleks mikturisi dan secara bersamaan menghambat
sfingter uretra eksterna, biasanya, seluruh urin akan dikeluarkan, dan
menyisakan tidak lebih dari 5 sampai 10 mililiter urin di dalam kandung kemih.
6. DD
A. Diabetes Insipidus
1) Definisi
Diabetes insipidus merupakan suatu kondisi kronik dimana terjadi peningkatan
rasa haus dan peningkatan kuantitas urin dengan berat jenis yang rendah.
Kondisi ini merupakan manifestasi klinis dari defisiensi pitresin (ADH) yang
diproduksi oleh hipofisis lobus posterior yang berperan dalam mengatur
metabolisme air di tubuh atau merupakan kondisi klinis akibat dari ketidakpekaan
tubulus ginjal terhadap ADH.
2) Etiologi
3) Patomekanisme
Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di
nucleus supraoptik, paraventrikular , dan filiformis hipotalamus bersama dengan
pengikatnya yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut dari badan-badan
sel neuron tempat pembuatannya, melalui akson menuju ke ujung-ujung saraf
yang berada di kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat
penyimpanannya.
Secara fisiologis, vasopressin dan neurofisin yang tidak aktif akan
disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi vasopresin diatur oleh
rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotik. Suatu
peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan volume
intravaskuler akan merangsang sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian
meningkatkan permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui
suatu mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP
siklik. Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan osmolalitas serum menurun.
Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan dengan batas yang sempit
antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O.
Sekresi ADH dalam mereabsorbsi air diatur oleh dua mekanisme yaitu
osmoreseptor dan baroreseptor
Osmoreseptor
Terletak di anterolateral hipotalamus. Sel ini berperan dalam menjaga
keseimbangan air dan Na. Perubahan dalam tekanan osmolar plasma akan
merangsang signal untuk rilis atau inhibisi ADH. Tekanan osmolaritas di
bawah 280 mOsm/kg tidak akan merangsang sekresi ADH. Rangsang rilis
ADH mulai ketika terjadi perubahan terjadi perubahan tekanan osmolaritas di
atas 280 msml/kg. Tekanan osmolaritas 290 mOsm/kg akan merangsang
sekresi ADH sebesar 5pg/ml.
Gambar : Peningkatan Osmolalitas Cairan Ekstraseluler Atau Penurunan
Volume Intravaskuler Akan Merangsang Sekresi Vasopressin
Baroreseptor
Terletak di sinus carotis dan arkus aorta yang mengatur tekanan darah.
Stimulasi rilis ADH terjadi jika tekanan darah turun sehingga mensupresi
baroreseptor. Serabut saraf sensoris dari nervus IX dan X membawa signal
ini dari sinus dan arcus untuk merangsang rilis ADH di hipotalamus.
Ginjal menyaring 70-100 liter cairan dalam 24 jam, dan dari jumlah ini 85%
direabsorbsi di tubulus bagian proksimal tanpa pertolongan ADH. Sisanya di
reabsorbsi di tubulus bagian distal di bawah pengaruh ADH. Vasopresin bekerja
dengan memperbesar permeabilitas jaringan terhadap air.
Gambar : Mekanisme Kerja Vasopresin Dengan Memperbesar Permeabilitas Jaringan
Terhadap Air Di Tubulus Ginjal.
4) Manifestasi Klinik
Poliuria dan polidipsia : Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah
poliuria dan polidipsia. Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin
per 24 jam sangat banyak, dapat mencapai 510 liter sehari. Berat jenis urin
biasanya sangat rendah, berkisar antara 1,001 1,005 atau 50 200
mOsmol/kg berat badan. Poliuria yang terjadi ialah primer dan untuk
mengimbanginya penderita akan minum banyak (polidipsia). Pada bayi kecil
yang diberikan minum biasa akan tampak gelisah yang terus-menerus,
kemudian timbul dehidrasi, panas tinggi dan kadang-kadang dapat timbul
syok. Untuk menghindari syok, harus diberikan cairan dalam jumlah besar,
sebaiknya air putih. Gejala lain yaitu lekas marah, letih, dan keadaan gizi
kurang. Enuresis bisa merupakan gejala dini penyakit ini. Kulit biasanya
kering, karena anak tidak berkeringat. Sering terdapat anoreksia. Kadang-
kadang terdapat gejala tambahan seperti obesitas, kakeksia, gangguan
pertumbuhan, pubertas prekoks, gangguan emosionil, dan sebagainya,
bergantung pada letak lesi di otak. Jika merupakan penyakit keturunan, maka
gejala poliuria dan polidipsia biasanya mulai timbul segera setelah lahir. Bayi
sangat sering menangis dan tidak puas dengan susu tambahan tetapi senang
bila mendapat air. Pada anak haus yang berlebih akan mengganggu aktivitas
tidur, bermain, dan belajar.2,7
Dehidrasi : Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi dehidrasi.
Komplikasi dari dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai
dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan
diobati, bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami
keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan
menghambat perkembangan fisik.
Hipertermia
Nyeri kepala, lemah dan lesu, nyeri otot, hipotermia dan takikardia.
Berat badan turun dengan cepat
Enuresis, pada anak yang telah dapat mengendalikan kandung kencing
Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering dan pucat
Anoreksia, lebih menyukai karbohidrat
Gejala dan tanda lain : Tergantung pada lesi primer, misalnya penderita
dengan tumor daerah hipotalamus akan mengalami gangguan pertumbuhan,
obesitas, atau kakheksia prgresif, hiperpireksia, gangguan tidur, seksual
prekoks, atau gangguan emosional. Lesi yang pada awalnya menyebabkan
diabetes insipidus akhirnya dapat merusak hipofisis anterior, pada keadaan
demikian diabetes insipidus cenderung lebih ringan atau hilang sama
sekali.4,5, 6,7,10
5) Diagnosis
Diagnosis diabetes insipidus ditegakkan berdasarkan gejala klinik, laboratorium
(urinalisis fisis dan kimia dan tes deprivasi air). Guna mendiagnosa penyebab
suatu poliuria adalah akibat diabetes insipidus, bukan karena penyakit lain,
caranya adalah dengan menjawab tiga pertanyaan yang dapat kita ketahui
dengan anamnesa dan pemeriksaan.
1. Apakah yang menyebabkan poliuria tersebut adalah pemasukan bahan
tersebut (dalam hal ini air) yang berlebihan ke ginjal atau pengeluaran yang
berlebihan. Bila pada anamnesa ditemukan bahwa pasien memang minum
banyak, maka wajar apabila poliuria itu terjadi.
2. Apakah penyebab poliuria ini adalah faktor renal atau bukan. Poliuria bisa
terjadi pada penyakit gagal ginjal akut pada periode diuresis ketika
penyembuhan. Namun, apabila poliuria ini terjadi karena penyakit gagal ginjal
akut, maka akan ada riwayat oliguria (sedikit kencing).
3. Apakah bahan utama yang membentuk urin pada poliuria tersebut adalah air
tanpa atau dengan zat-zat yang terlarut. Pada umumnya, poliuria akibat
diabetes insipidus mengeluarkan air murni, namun tidak menutup
kemungkinan ditemukan adanya zat-zat terlarut. Apabila ditemukan zat-zat
terlarut berupa kadar glukosa yang tinggi (abnormal) maka dapat dicurigai
bahwa poliuria tersebut akibat DM yang merupakan salah satu differential
diagnosis dari diabetes insipidus. 2
Jika kita mencurigai penyebab poliuria ini adalah diabetes insipidus, maka harus
melakukan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis dan untuk membedakan
apakah jenis diabetes insipidus yang dialami, karena penatalaksanaan dari dua
jenis diabetes insipidus ini berbeda. Ada beberapa pemeriksaan pada diabetes
insipidus, antara lain:
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : darah, urinalisis fisis dan kimia.
Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis bervariasi
dari 1,001-1,005 dengan urin yang encer. Pada keadaan normal, osmolalitas
plasma kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urin 300-450 mOsmol/l. Pada
keadaan dehidrasi, berat jenis urin bisa mencapai 1,010, osmolalitas plasma
lebih dari 295 mOsmoll dan osmolalitas urin 50-150 mOsmol/l. Urin pucat atau
jernih. Kadar natrium urin rendah. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan
kadar natrium yang tinggi dalam darah. Fungsi ginjal lainnya tampak normal. 9
Test deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus dengan
defisiensi ADH parsial dan juga untk membedakan diabetes insipidus dengan
polidipsia primer pada anak. Pemeriksaan harus dilakukan pagi hari. Hitung
berat badan anak dan periksa kadar osmolalitas plasma maupun urin tiap 2
jam. Pada individu normal, osmolalitas akan naik (<300) namun output urin
akan berkurang dengan berat jenisyang naik (800-1200). 6
Radioimunoassay untuk vasopresin
kadar plasma yang selalu kurang dari 0,5 pg/mL menunukkan diabetes
insipidus neurogenik berat. Kadar AVP yang subnormal pada hiperosmolalitas
yang menyertai menunjukkan diabetes insipidus neurogenik parsial.
Pemeriksaan ini berguna dalam membedakan diabetes insipidus parsial
dengan polidipsia primer.
Rontgen cranium
Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor intrakranium seperti
kalsifikasi, pembesaran sella tursika, erosi prosesus klinoid, atau makin
melebarnya sutura.
MRI
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes insipidus.
Gambaran MRI dengan T1 dapat membedakan kelenjar pituitaria anterior dan
posterior dengan isyarat hiperintense atau yang disebut titik terang/isyarat
terang. Titik terang muncul pada MRI kebanyakan penderita normal, namun
tidak tambap pada penderita dengan lesi jaras hipotalamik-neurohipofise.
Penderita dengan dabetes insipidus autosom dominan, titik terang biasanya
muncul, mungkin disebabkan oleh akumulasi mutan kompleks AVP-NP II.
Menebalnya tangkai kelenjar pituitaria dapat terlihat dengan MRI pada
penderita dengan diabetes insipidus dan histiositosis sel langerhans (LCH)
atau infiltrasi limfosit. Pada beberapa penderita abnormalitas MRI dapat
dideteksi bahkan sebelum bukti klinis LCH lain ada. 9
6) Penatalaksanaan
Faktor penyebab patut mendapatkan pertimbangan pertama pada pengobatan.
Pengobatan pada diabetes insipidus harus sesuai dengan gejala yang
ditimbulkannya. Pada pasien diabetes insipidus sentral (DIS) parsial tanpa gejala
nokturia dan poliuria yang mengganggu tidur dan aktivitas sehari-hari tidak
diperlukan terapi khusus. Pada DIS yang komplit, biasanya diperlukan terapi
hormone pengganti (hormonal replacement) yaitu desmopressin atau DDAVP (1-
desamino-8-d-arginine vasopressin) yang merupakan pilihan utama. Analog ini
lebih tahan terhadap degradasi oleh peptidase daripada AVP alami. Aktivitas
antidiuretik DDAVP adalah 2000-3000 kali lebih besar daripada aktivitas
pressornya, dan 1 mikrogram menghasilkan diuresis yang berakhir dalam waktu
8-10 jam, dibandingkan dengan hanya 2-3 jam untuk AVP alami. DDAVP
diberikan melalui sistem pemasukan pipa hidung yang mengalirkan sejumlah
tepat pada mukosa hidung. Dosis berkisar antara 5-15 mikrogram yang
diberikan sebagai dosis tunggal atau terbagi menjadi 2 dosis. Anak umur kurang
dari 2 tahun memerlukan dosis yang lebih kecil (0,15-0,5 mikrogram/kg/24 jam).
Dosisnya harus secara individu dan penting disesuaikan jadwal dosisnya
sehingga memungkinkan penderita dalam keadaan poliuria ringan sebelum dosis
berikutnya diberikan. Untuk penderita yang memerlukan lebih dari 10 mikrogram
dosis preparat semprot hidung juga tersedia. Preparat parenteral DDAVP (0,03-
0,15 mikrogram/kg) tersedia dan bermanfaat paska bedah transfenoidalis, bila
penyumbatan hidung menghalangi peniupan hidung. 9
Desmopressin seperti halnya ADH memfasilitisasi reabsorbsi air di tubulus
kolektivus dengan cAMP-mediated insersion. Hasilnya volume urin berkurang
dan berat jenis urin meningkat. Efek samping dari desmopressin yaitu
hiponatremia dan pada dosis tinggi dapat menyebabkan hipertensi. 2
Harus berhati-hati pada penderita dengan diabetes insipidus yang koma,
menjalani pembedahan, atau mendapat cairan intravena karena alasan apapun.
Tanpa melihat bentuk terapi setiap dosis yang efektif boleh diulangi hanya
setelah pengaruhnya berkurang dan poliuria berulang. Diabetes insipidus paska
bedah sering sementara, penilaian kembali tiap hari untuk kebutuhan ADH
diperlukan setelah pengobatan dimulai.9
DDAVP juga berpengaruh pada reseptor eksternal seperti V2 yang
mengakibatkan keluarnya faktor VIII dan faktor Von Willebrand. Penderita
dengan hemofilia A ringan atau sedang atau penyakit von Wilebrand terpilih
dapat disembuhkan secara berhasil dengan dosis DDAVP 15 kali lebih tinggi
daripada dosis yang dipergunakan untuk antidiuresis. Desmopresin semakin
banyak dipergunakan pada penatalaksanaan anak dengan enuresis. Dosis yang
diperlukan adalah 20-40 gr, diberikan sebagai semprot hidung sebelum tidur.9
Selain terapi hormon pengganti, bisa juga digunakan terapi adjuvant yang
mengatur keseimbangan air, seperti:
- Diuretik Tiazid
- Klorpropamid
- Klofibrat
- Karbamazepin2
Untuk mencegah dehidrasi, penderita harus selalu minum cairan dalam jumlah
yang cukup ketika mereka merasa haus. Penderita bayi dan anak-anak harus
sering diberi minum. Terutama pada bayi yang masih sukar mengekspresikan
rasa hausnya . Jika asupan cairan mencukupi, jarang terjadi dehidrasi. 3,4
7) Komplikasi
8) Prognosis
B. Diabetes Melitus