Makalah Insektisida
Makalah Insektisida
PENDAHULUAN
Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk membunuh serangga.
[1] Insektisida dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, tingkah laku,
perkembangbiakan, kesehatan, sistem hormon, sistem pencernaan, serta aktivitas biologis
lainnya hingga berujung pada kematian serangga pengganggu tanaman[2] Insektisida
termasuk salah satu jenis pestisida.
Para pekerja kebun diketahui telah menggunakan sabun untuk mengontrol pertumbuhan hama
serangga sejak awal tahun 1800an.[3] Di awal abag ke 19, sabun yang terbuat dari minyak
ikan paling banyak digunakan. Cara-cara tersebut cukup efektif, meski harus diberikan
berkali-kali dan kadang justru mematikan tanaman.[3] Belakangan diketahui juga adanya
penggunaan campuran bawang putih, bawang merah, dan lada atau berbagai jenis makanan
lainnya, namun tidak cukup efektif membunuh serangga.[3]
Penggunaan insektisida sintetik pertama dimulai pada tahun 1930an dan mulai meluas setelah
berakhirnya Perang Dunia II.[4] Pada tahun 1945 hingga 1965, insektisida golongan
organoklorin dipakai secara luas baik untuk pertanian maupun kehutanan.[4] Salah satu
produk yang paling terkenal adalah insektisida DDT yang dikomersialkan sejak tahun 1946.
[5] Selanjutnya mulai bermunculan golongan insektisida sintetik lain seperti organofosfat,
karbamat, dan pirethroid pada tahun 1970an.[4] Sejak tahun 1995, tanaman transgenik yang
membawa gen resistensi terhadap serangga mulai digunakan.[6]
B. Jenis-jenis insektisida
1. Insektisida Sintetik
Insektisida organik sintetik yang banyak dipakai dibagi-bagi lagi menjadi beberapa golongan
besar:[7]
2. Senyawa Organofosfat
Insektisida golongan ini dibuat dari molekul organik dengan penambahan fosfat.[7]
Insektisida sintetik yang masuk dalam golongan ini adalah Chlorpyrifos, Chlorpyrifos-
methyl, Diazinon, Dichlorvos, Pirimphos-methyl, Fenitrothion, dan Malathion.[7]
3. Senyawa Organoklorin
Insektisida golongan ini dibuat dari molekul organik dengan penambahan klorin.[7]
Insektisida organoklorin bersifat sangat persisten, dimana senyawa ini mashi tetap aktif
hingga bertahun-tahun.[7] Oleh karena itu, kini insektisida golongan organoklorin sudah
dilarang penggunaannya karena memberikan dampak buruk terhadap lingkungan. Contoh-
contoh insektisida golongan organoklorin adalah Lindane, Chlordane, dan DDT.[7]
4. Karbamat
Insektisida golongan karbamat diketahui sangat efektif mematikan banyak jenis hama pada
suhu tinggi dan meninggalkan residu dalam jumlah sedang.[7] Namun, insektisida karbamat
akan terurai pada suasana yang terlalu basa. Salah satu contoh karbamat yang sering dipakai
adalah bendiokarbamat.[7]
Insektisida golongan ini terdiri dari dua katergori, yaitu berisfat fotostabil serta bersfiat tidak
non fotostabil namun kemostabil.[7] Produknya sering dicampur dengan senyawa lain untuk
menghasilkan efek yang lebih baik. Salah satu contoh produk insektisida ini adalah
Permethrin.[7]
Insektisida golongan ini merupakan hormon yang berperan dalam siklus pertumbuhan
serangga, misalnya menghambat perkembangan normal.[7] Beberapa contoh produknya
adalah Methoprene, Hydramethylnon, Pyriproxyfen, dan Flufenoxuron.[7]
7. Fumigan
Fumigan adalah gas-gas mudah menguap yang dapat membunuh hama serangga.[7] Fumigan
hanya boleh digunakan oleh personel terlatih karena tingkat toksisitasnya yang tinggi.[7]
Contoh-contohnya adalah Metil Bromida (CH3Br), Aluminium Fosfit, Magnesium Fosfit,
Kalsium Sianida, dan Hidrogen Sianida.[7]
8. Insektisida Hayati
a. Meskipun insektisida lebih dikenal merupakan senyawa sintetik, namun terdapat juga
insektisida alami yang berasal dari bakteri, pohon, maupun bunga.
d. Pirethrum adalah insektisida organik alami yang berasal dari kepala bunga tropis krisan.[7]
Senyawa ini memiliki kemampuan penghambatan serangga yang baik pada konsentrasi
rendah.[7] Namun berkaitan dengan proses ekstraksinya, senyawa ini sangat mahal.[7]
e. Rotenon adalah insektisida organik alami yang diperoleh dari pohon Derris.[7] Senyawa ini
berfungsi sebagai insektisida yang menyerang permukaan tubuh hama.[7]
f. Neem merupakan ekstrak dari pohon Neem (Azadirachta indica).[3] Penggunaan Neem
sebagai insektisida hayati dimulai sejak 40 tahun lalu.[3] Ekstrak neem mengganggu aktivitas
sistem pencernaan serangga, khususnya golongan Lepidoptera (ngengat dan kupu-kupu
beserta larvanya).[3] Selain itu neem juga berperan sebagai pengatur tumbuh dimana
menyebabkan beberapa jenis serangga terus berada pada kondisi larva dan tidak bisa tumbuh
dewasa.[3]
Pada tahun 1960, Rachel Carson menerbitkan buku yang sangat berpengaruh dalam sejarah
penggunaan insektisida berjudul Silent Spring (Musim Sepi yang Sunyi).[8] Buku tersebut
menyorot penggunaan DDT yang sangat marak di masa itu karena sangat efektif, sekaligus
menyadarkan manusia akan bahaya dari penggunaan pestisida berlebihan.[8] Insektisida yang
dipakai seringkali menyerang organisme non target seperti burung dan makhluk hidup
lainnya.[8] Oleh karena itu, penggunaan insektisida juga dikhawatirkan berpotensi
membahayakan kesehatan manusia.[8]
Insektisida seringkali digunakan melebihi dosis yang seharusnya karena petani beranggapan
semakin banyak insektisida yang diaplikasikan maka akan semakin bagus hasilnya.[9]
Beberapa petani bahkan mencampurkan perekat pada insektisidanya agar tidak mudah larut
terbawa air hujan.[9] Namun, penggunaan perekat ini justru mengakibatkan tingginya jumlah
residu pestisida pada hasil panen yang nantinya akan menjadi bahan konsumsi manusia.[9]
Menurut data WHO sekitar 500 ribu orang meninggal dunia setiap tahunnya dan diperkirakan
5 ribu orang meninggal setiap 1 jam 45 menit akibat pestisida dan/atau insektisida [9].
D. Resistensi insektisida
Resistensi insektisida merupakan suatu kenaikan proporsi individu dalam populasi yang
secara genetik memiliki kemampuan untuk tetap hidup meski terpapar satu atau lebih
senyawa insektisida.[11] Peningkatan individu ini terutama oleh karena matinya individu-
individu yang sensitif insektisida sehingga memberikan peluang bagi individu yang resisten
untuk terus berkembangbiak dan meneruskan gen resistensi pada keturunannya.[11]
Resistensi terhadap insektisida pertama kali dilaporkan terjadi pada tahun 1914 oleh AL
Melander. Penggunaan kapur sulfur untuk mematikan hama pada anggrek pada satu minggu
pertama percobaan.[11] Namun ketika dilakukan pengulangan perlakuan insektisida, 90%
hama tetap hidup.[11] Tingkat resistensi serangga hama pada insektisida terus meningkat
seiiring dengan kemunculan dan pemakaian berbagai jenis insektisida sintetik pada tahun-
tahun berikutnya.[11]
REFERENSI
Kardinan. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya.
"Bacillus thuringiensis" University of California San Diego . Diakses pada 6 Juli 2011
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
.: :.
Template Jendela Gambar. Diberdayakan oleh Blogger.