Anda di halaman 1dari 33

Abu Aisyah

Dari ayat-ayat yang berkenaan dengan manusia, Al-Quran menyebut

manusia dalam beberapa nama, berikut adalah penjelasannya :

a. Konsep al-Basyr

Penelitian terhadap kata manusia yang disebut al-Quran dengan

menggunakan kata basyar menyebutkan, bahwa yang dimaksud manusia

basyar adalah anak turun Adam, makhluk fisik yang suka makan dan
berjalan ke pasar. Aspek fisik itulah yang membuat pengertian basyar

mencakup anak turun Adam secara keseluruhan (Aisyah Bintu Syati, 1999:

2). Menurut Abdul Mukti Rouf (2008: 3), kata basyar disebutkan sebanyak 36

kali dalam bentuk tunggal dan hanya sekali dalam bentuk mutsanna.

Jalaluddin rahmat mengatakan bahwa berdasarkan konsep basyr,

manusia tidak jauh berbeda dengan makhluk biologis lainnya. Dengan

demikian kehidupan manusia terikat kepada kaidah prinsip kehidupan

biologis seperti berkembang biak. Sebagaimana halnya dengan makhluk

biologis lain, seperti binatang.[1] Mengenai proses dan fase perkembangan

manusia sebagai makhluk biologis, ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-

Quran, yaitu:

1. Prenatal (sebelum lahir), proses penciptaan manusia berawal dari

pembuahan (pembuahan sel dengan sperma) di dalam rahim, pembentukan

fisik (QS. 23: 12-14)

2. Post natal (sesudah lahir) proses perkembangan dari bayi, remaja, dewasa

dan usia lanjut (QS. 40: 67)

Secara sederhana, Quraish Shihab menyatakan bahwa manusia dinamai

basyar karena kulitnya yang tampak jelas dan berbeda dengan kulit-kulit

binatang yang lain. Dengan kata lain, kata basyar senantiasa mengacu pada
manusia dari aspek lahiriahnya, mempunyai bentuk tubuh yang sama,

makan dan minum dari bahan yang sama yang ada di dunia ini. Dan oleh

pertambahan usianya, kondisi fisiknya akan menurun, menjadi tua, dan

akhirnya ajalpun menjemputnya.[2]

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia dalam konsep al-

Basyr ini dapat berubah fisik, yaitu semakin tua fisiknya akan semakin lemah

dan akhirnya meninggal dunia. Dan dalam konsep al-Basyr ini juga dapat

tergambar tentang bagaimana seharusnya peran manusia sebagai makhluk


biologis. Bagaimana dia berupaya untuk memenuhi kebutuhannya secara

benar sesuai tuntunan Penciptanya. Yakni dalam memenuhi kebutuhan

primer, sekunder dan tersier.

b. Konsep Al-Insan

Kata insan bila dilihat asal kata al-nas, berarti melihat, mengetahui, dan

minta izin. Atas dasar ini, kata tersebut mengandung petunjuk adanya kaitan

substansial antara manusia dengan kemampuan penalarannya. Manusia

dapat mengambil pelajaran dari hal-hal yang dilihatnya, dapat mengetahui

apa yang benar dan apa yang salah, serta dapat meminta izin ketika akan

menggunakan sesuatu yang bukan miliknya. Berdasarkan pengertian ini,

tampak bahwa manusia mampunyai potensi untuk dididik.

Potensi manusia menurut konsep al-Insan diarahkan pada upaya

mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi. Jelas sekali bahwa dari

kreativitasnya, manusia dapat menghasilkan sejumlah kegiatan berupa

pemikiran (ilmu pengetahuan), kesenian, ataupun benda-benda ciptaan.

Kemudian melalui kemampuan berinovasi, manusia mampu merekayasa

temuan-temuan baru dalam berbagai bidang. Dengan demikian manusia

dapat menjadikan dirinya makhluk yang berbudaya dan berperadaban.

c. Konsep Al-Nas
Dalam konsep an-naas pada umumnya dihubungkan dengan fungsi

manusia sebagai makhluk sosial (Jalaluddin, 2003: 24). Tentunya sebagai

makhluk sosial manusia harus mengutamakan keharmonisan bermasyarakat.

Manusia harus hidup sosial artinya tidak boleh sendiri-sendiri. Karena

manusia tidak bisa hidup sendiri.

Jika kita kembali ke asal mula terjadinya manusia yang bermula dari

pasangan laki-laki dan wanita (Adam dan Hawa), dan berkembang menjadi

masyarakat dengan kata lain adanya pengakuan terhadap spesis di dunia ini,
menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan tidak boleh saling

menjatuhkan. Secara sederhana, inilah sebenarnya fungsi manusia dalam

konsep an-naas.

d. Konsep Bani Adam

Adapun kata bani adam dan zurriyat Adam, yang berarti anak Adam

atau keturunan Adam, digunakan untuk menyatakan manusia bila dilihat dari

asal keturunannya (Quraish Shihab, 1996: 278). Dalam Al-Quran istilah bani

adam disebutkan sebanyak 7 kali dalam 7 ayat.[3]

Menurut Thabathabai dalam Samsul Nizar (2001: 52), penggunaan kata

bani Adam menunjuk pada arti manusia secara umum. Dalam hal ini

setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu: Pertama, anjuran untuk

berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, di antaranya adalah dengan

berpakaian guna manutup auratnya. Kedua, mengingatkan pada keturunan

Adam agar jangan terjerumus pada bujuk rayu setan yang mengajak kepada

keingkaran. Ketiga, memanfaatkan semua yang ada di alam semesta dalam

rangka ibadah dan mentauhidkanNya. Kesemuanya itu adalah merupakan

anjuran sekaligus peringatan Allah dalam rangka memuliakan keturunan

Adam dibanding makhluk-Nya yang lain. Lebih lanjut Jalaluddin mengatakan


konsep Bani Adam dalam bentuk menyeluruh adalah mengacu kepada

penghormatan kepada nilai-nilai kemanusian.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia dalam konsep Bani

Adam, adalah sebuah usaha pemersatu (persatuan dan kesatuan) tidak ada

perbedaan sesamanya, yang juga mengacu pada nilai penghormatan

menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian serta mengedepankan HAM. Karena

yang membedakan hanyalah ketaqwaannya kepada Pencipta. Sebagaimana

yang diutarakan dalam QS. Al-Hujarat: 13).


e. Konsep Al-Ins

Kata al-Ins dalam Al-Quran disebutkan sebanyak 18 kali, masing-

masing dalam 17 ayat dan 9 surat. Muhammad Al-Baqi dalam Jalaluddin

(2003: 28) memaparkan al-Isn adalah homonim dari al-Jins dan al-Nufur.

Lebih lanjut Quraish Shihab mengatakan bahwa dalam kaitannya dengan jin,

maka manusia adalah makhluk yang kasab mata. Sedangkan jin adalah

makhluk halus yang tidak tampak.

Sisi kemanusiaan pada manusia yang disebut dalam al-Quran dengan

kata al-Ins dalam arti tidak liar atau tidak biadab, merupakan kesimpulan

yang jelas bahwa manusia yang insia itu merupakan kebalikan dari jin yang

menurut dalil aslinya bersifat metafisik yang identik dengan liar atau bebas.

[4]

Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa dalam konsep al-ins

manusia selalu di posisikan sebagai lawan dari kata jin yang bebas. bersifat

halus dan tidak biadab. Jin adalah makhluk bukan manusia yang hidup di

alam antah berantah dan alam yang tak terinderakan. Sedangkan manusia

jelas dan dapat menyesuaikan diri dengan realitas hidup dan lingkungan

yang ada.

f. Konsep Abdu Allah (Hamba Allah)


M. Quraish Shihab dalam Jalaluddin, seluruh makhluk yang memiliki

potensi berperasaan dan berkehendak adalah Abd Allah dalam arti dimiliki

Allah. Selain itu kata Abd juga bermakna ibadah, sebagai pernyataan

kerendahan diri.

Menurut M. Quraish memandang ibadah sebagai pengabdian kepada

Allah baru dapat terwujud bila seseorang dapat memenuhi tiga hal, yaitu:

1. Menyadari bahwa yang dimiliki termasuk dirinya adalah milik Allah dan

berada di bawah kekuasaan Allah.


2. Menjadikan segala bentuk sikap dan aktivitas selalu mengarah pada usaha

untuk memenuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

3. Dalam mngambil keputusan selalu mengaitkan dengan restu dan izin Allah.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam konsep Abd Allah, manusia

merupakan hamba yang seyogyanya merendahkan diri kepada Allah. Yaitu

dengan mentaati segala aturan-aturan Allah.

[1] Jalaluddin. 2003. Teologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

[2] Abuddin Nata. 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
[3] Abdul Mukti Rouf. 2008. Manusia Super. Pontianak: STAIN Pontianak
Press.
[4]Aisyah Bintu Syati. 1999. Manusia Dalam Perspektif AL-Quran.
Jakarta: Pustaka Firdaus.

BAB II

Pembahasan
)(QS. Al-Anfl 24

)(24

)Insan (QS. Al-Mukminn: 12-13

) (12 ) (13


)(14

)Basyar. (QS. Al-Hijr: 28-29


) (28

)Khalifah (QS. Al-Baqarah 30



)(30

I. Hakikat Manusia dalam Perspektif Al-Quran

Apa Hakikat manusia dalam perspektif Al-Quran ? Di dalam Al-Quran, manusia


merupakan salah satu subjek yang dibicarakan, terutama yang menyangkut asal-
usul dengan konsep penciptaannya, kedudukan manusia dan tujuan hidupnya. Hal
tersebut merupakan sesuatu yang wajar karena al-Quran memang diyakini oleh
kaum muslimin sebagai firman Allah SWT yang ditujukan kepada dan untuk
manusia.

Ada tiga kata yang digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada manusia,4 yaitu:
a. Menggunakan kata yang terdiri dari alif, nun dan sin semacam insan, ins, nas
atau unas.

b. Menggunakan kata basyar.

c. Menggunakan kata Bani adam dan Dzuriyat Adam.

Sementara Ramayulis dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam mengatakan bahwa


istilah manusia dalam Al-Quran dikenal tiga kata, yakni kata al-insn, al-basyr dan
al-ns.5

Walaupun ketiga kata di atas menunjukkan arti pada manusia, tetapi secara khusus
memiliki pengertian yang berbeda:

1) Al-Insn

Al-Insn terbentuk dari kata yang berarti lupa. Kata al-insn dinyatakan
dalam al-Quran sebanyak 73 kali yang disebut dalam 43 surat. Penggunaan kata al-
insn pada umumnya digunakan pada keistimewaan manusia penyandang predikat
khalifah di muka bumi, sekaligus dihubungkan dengan proses penciptaannya.
Keistimewaan tersebut karena manusia merupakan makhluk psikis disamping
makhluk pisik yang memiliki potensi dasar, yaitu fitrah akal dan kalbu. Potensi ini
menempatkan manusia sebagai makhluk Allah SWT yang mulia dan tertinggi
dibandingkan makhluk-Nya yang lain.

Nilai psikis manusia sebagai al-insn yang dipadu wahyu Ilahiyah akan membantu
manusia dalam membentuk dirinya sesuai dengan nilai-nilai insaniah yang terwujud
dalam perpaduan iman dan amalnya. Sebagaimana firman Allah SWT Artinya :

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, Maka bagi mereka
pahala yang tiada putus-putusnya. (QS. At-Thiin: 6)
Dengan pengembangan nilai-nilai tersebut, akhirnya manusia mampu mengemban
amanah Allah SWT di muka bumi. Quraish Syihab dalam bukunya Wawasan Al-
Quran mengatakan bahwa kata insan terambil dari akar kata uns yang berarti jinak,
harmonis dan tampak. Menurutnya pendapat ini jika ditinjau dari sudut pandang Al-
Quran lebih tepat dari yang berpendapat bahwa ia terambil dari kata nasiya (lupa),
atau nasa-yanusu yang berarti (berguncang). Kata insan, digunakan Al-Quran untuk
menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia
yang berbeda antara seseorang dengan yang lain, akibat perbedaan fisik, mental
dan kecerdasan.

2) Al-Basyar

Al-Basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu
dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti
kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda dengan
kulit binatang yang lain.8

Kata Al-Basyar dinyatakan dalam al-Quran sebanyak 36 kali yang tersebut dalam 26
surat.9 Kata-kata tersebut diungkap dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk
mutsanna (dual) untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriahnya serta
persamaannya dengan manusia seluruhnya.

Pemaknaan manusia dengan Al-Basyar memberikan pengertian bahwa manusia


adalah makhluk biologis serta memiliki sifat-sifat yang ada di dalamnya, seperti
makan, minum, perlu hiburan, seks dan lain sebagainya. Karena kata Al-Basyar
ditunjukkan kepada seluruh manusia tanpa terkecuali, ini berarti Nabi dan Rasul pun
memiliki dimensi Al-Basyar seperti yang diungkapkan firman Allah SWT dalam Al-
Quran Surat Al-Kahfi ayat 110 :

Artinya:

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku (QS. Al-Kahfi 110)
Dengan demikian penggunaan kata al-basyar pada manusia menunjukkan
persamaan dengan makhluk Allah SWT lainnya pada aspek material atau dimensi
jasmaniahnya.

3) Al-ns

Kata al-ns menunjukkan pada hakikat manusia sebagai makhluk social dan
ditunjukkan kepada seluruh manusia secara umum tanpa melihat statusnya apakah
beriman atau kafir.11 Penggunaan kata al-ns lebih bersifat umum dalam
mendefinisikan hakikat manusia dibanding dengan kata al-insn.12

Kata al-ns juga dipakai dalam Al-Quran untuk menunjukkan bahwa karakteristik
manusia senantiasa berada dalam keadaan labil. Meskipun telah dianugerahkan
Allah SWT dengan berbagai potensi yang bisa digunakan manusia untuk mengenal
Tuhannya, namun hanya sebagian manusia saja yang mau mempergunakannya,
sementara sebagian yang lain tidak, justru mempergunakan potensi tersebut untuk
menentang ke-Mahakuasa-an Tuhan. Dari sini terlihat bahwa manusia mempunya
dimensi ganda, yaitu sebagai makhluk yang mulia dam yang tercela.

Dari uraian di atas, bahwa pendefinisian manusia yang diungkap dalam Al-Quran
dengan istilah Al-Insn, Al-Basyar dan al-ns menggambarkan tentang keunikan dan
kesempurnaan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Hal ini memperlihatkan
bahwa manusia merupakan satu kesatuan yang utuh, antara aspek material
(fisik/jasmani), dan immaterial (psikis/ruhani) yang dipandu oleh ruh Ilahiah. Kedua
aspek tersebut saling berhubungan.

Dengan kelengkapan dua aspek material dan immaterial di atas, manusia dapat
melaksanakan tugas-tugasnya. Disini manusia memerlukan bimbingan, binaan dan
pendidikan yang seimbang, harmonis dan integral agar kedua aspek tersebut dapat
berfungsi dengan baik dan produktif.

Produksi dan Reproduksi Manusia


Manusia adalah makhluk Allah. Ia bukan terjadi dengan sendirinya, tetapi dijadikan
oleh Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam Al Quran Surat Ar-Rum ayat 40,
yang berbunyi:

Artinya:

Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki, kemudian


mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali) (QS. Ar-Rum : 40)

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang unsur penciptaannya terdapat ruh Illahi
sedang manusia tidak diberi pengetahuan tentang ruh kecuali sedikit.

Artinya:

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: Roh itu Termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit. (QS. Al-Israa :
85)

Proses penciptaan manusia seperti yang dimuat pada Al-Quran Surat Ash-Shaad
ayat 71-72 dan Al-Mukminn ayat 12-13 di atas, penggunaan kata al-insn
mengandung dua dimensi, Pertama; dimensi tubuh / materiil (dengan berbagai
unsurnya). Kedua ; dimensi spiritual (ditiupkan-Nya ruh-Nya kepada manusia).13

Quraish Syihab dalam Wawasan Al-Quran menjelaskan bahwa Al-Quran ketika


berbicara tentang penciptaan manusia pertama, menunjuk kepada sang Pencipta
dengan menggunakan pengganti nama berbentuk tunggal :14

Artinya:

(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat : Sesungguhnya aku akan


menciptakan manusia dari tanah. (QS. Shd: 71)
Artinya:

Allah berfirman: Hai iblis, Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang
telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri
ataukah kamu (merasa) Termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi ?. (QS. Shd: 75)

Tetapi ketika berbicara tentang reproduksi manusia secara umum, Yang Maha
Pencipta ditunjuk dengan menggunakan bentuk jamak.

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat : Sesungguhnya


aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari
lumpur hitam yang diberi bentuk, Maka apabila aku telah menyempurnakan
kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah
kamu kepadanya dengan bersujud. (QS. Al-Hijr : 28-29)

Seperti telah disebutkan di atas bahwa Al-Quran juga menggunakan kata ath-thin
untuk unsur materiil asal manusia. Salah satunya menggunakan kata sullatin min
thn, dalam konteks kejadian manusia pada umumnya. Di bagian lain diungkap
menggunakan kata thnin lzib seperti yang termuat dalam Al-Quran Surat Ash-
Shfft ayat 11 :

Maka Tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah) : Apakah mereka yang lebih
kukuh kejadiannya ataukah apa yang telah Kami ciptakan itu ? Sesungguhnya Kami
telah menciptakan mereka dari tanah liat. (QS. Ash-Shfft : 11)

Selain menggunakan kedua kata di atas (sullatin min thn dan thnin lzib), dalam
Al-Quran juga terdapat kata shalshl yang dirangkai dengan ungkapan min hamain
masnn seperti yang disebut dalam Surat Al-Hijr ayat 26 :

Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering
(yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk .
Artinya:

Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar (QS. Ar-Rahmn ; 14)

Dari uraian di atas, kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan unsur materiil
asal-usul manusia adalah

Sullah artinya bagian yang ditarik dari sesuatu dengan pelan dan tersembunyi.
Bagian yang ditarik tersebut menurut Ath-thabarsyi disebut sebagai sari sesuatu
yang dikeluarkan darinya (shafwatusy-syayi al-lat yakhruju minh).16

Shalshl yang berarti tanah lempung, berasal dari kata shalshalah yang artinya
berbunyi, tanah lempung disebut dengan shalshalah karena ia mengeluarkan bunyi
bila sudah kering seperti tembikar (al-fakhkhr) yang mengeluarkan bunyi besi.

10

Lzib, para mufassir sering mengartikan thnun lzib dengan thnun lshiq yang
maksudnya tanah yang lengket.

Hamaun masnn, kata hama adalah kata lain yang menunjuk pada jenis tanah asal
manusia. Kata hamaun pada dasarnya berarti tanah hitam yang berbau busuk. Arti
tersebut tidak jauh berbeda dengan arti yang dikemukakan ath-Thabary sebagai
tanah yang berubah menjadi hitam.

Kata turb disebutkan sebagai unsur materiil asal manusia yang berarti juga
tanah atau debu. Semua kata tersebut menjelaskan unsur materiil dari ciptaan
manusia yang terdiri dari bermacam-macam jenis tanah yang boleh jadi
melambangkan komponen-komponen kimiawi pembentuk fisik manusia, dan inti
tanah yang berupa tanah lempung dan berbau, menggambarkan suatu unsur
materiil yang amat sederhana dan rendah. Unsur inilah yang digabungkan dengan
unsur yang amat sempurna dan mulia yakni ruh Tuhan.

Ruh Tuhan yang ditiupkan ke dalam unsur materi manusia itu merupakan ruh
kehidupan yang suci. Ungkapan yang digunakan Al-Quran adalah rhiy (ruh-Ku) dan
rhih (ruh-Nya).
Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan
kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan
bersujud.19 (QS. Al-Hijr : 29)

Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Nya


dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati (tetapi) kamu
sedikit sekali bersyukur. (QS. As-Sajdah: 9)

Perpaduan antara dua unsur di atas (unsur materiil dan unsur ruh) menunjukkan
suatu perpaduan unsur yang bersih dan baik, namun mempunyai karakter yang
berlawanan, yaitu unsur yang rendah dan hina dengan unsur yang suci dan
mulia.20

Disamping dua unsur di atas, akal adalah salah satu aspek penting dalam hakikat
manusia. Banyak ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang akal. Akal adalah alat
untuk berpikir. Jadi salah satu hakikat manusia ialah ia ingin, ia mampu dan ia
berpikir.

Ahmad Tafsir dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam mengatakan bahwa menurut
Harun Nasution ada tujuh kata yang digunakan al-Quran untuk mewakili konsep
akal ; yaitu 21

Pertama; kata nazara.

Artinya:

Maka Apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka,
bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak
mempunyai retak-retak sedikitpun ? (QS. Qaaf: 6)

Kedua; kata tadabbara


Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan
Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman
(madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. Al-Nahl :
29)

Keempat; kata faqiha. Kelima; kata tadzakkara. Keenam; kata fahima. dan Ketujuh;
kata aqala.

Kata aqala dalam Al-Quran kebanyakan digunakan dalam bentuk fiil (kata kerja),
hanya sedikit dalam bentuk ism (kata benda).

Ini menunjukkan bahwa pada akal yang penting ialah berpikir bukan akal sebagai
otak yang berupa benda.

III. Kedudukan Manusia

Kesatuan wujud manusia antara fisik dan psikis serta didukung oleh potensi-potensi
yang ada membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan al-taqwim. Dalam
hubungannya dengan Pendidikan Islam, menempatkan manusia pada posisi yang
strategis, yaitu:

a. Manusia sebagai makhluk yang mulia

b. Manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi

c. Manusia sebagai makhluk paedagogik

a. Manusia sebagai makhluk yang mulia


Manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk beragama sesuai dengan
fitrahnya. Manusia adalah hamba Allah (abd Allah). Esensi dari ketaatan seorang
hamba adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan terhadap Tuhannya. Sebagai
hamba Allah manusia tidak bisa lepas dari kekuasaan-Nya karena fitrah untuk
beragama.

Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui

(QS. Al-Ruum 30)

Berdasarkan ayat di atas, menjelaskan bahwa bagaiamana pun primitifnya suku


bangsa manusia, mereka akan mengakui adanya Zat Yang Maha Kuasa di luar
dirinya.37 Dengan demikian, rasa tunduk dan kepatuhan manusia kepada Zat Yang
Maha Agung, merupakan tabiat asli (fitrah) manusia yang dimiliki oleh setiap
manusia sebagai nilai ubudiyah kepada-Nya.

b. Manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: Sesungguhnya aku


hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. (QS. Al-Baqarah 30)

Artinya:

Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat (QS
Al-Anam 165)

Ayat-ayat di atas disamping menjelaskan kedudukan manusia di alam raya ini


sebagai khalifah, juga memberi isyarat tentang perlunya sikap moral atau etika
yang harus ditegakkan dalam melaksanakan fungsi kekhalifahannya.
Untuk melaksanakan tugasnya sebagai khalifah, Allah telah memberikan kepada
manusia seperangkat potensi (fitrah) berupa aql, qalb dan nafs. Namun demikian,
aktualisasi fitrah itu tidaklah otomatis berkembang melainkan tergantung pada
manusia itu sendiri. Untuk itu, Allah SWt menurunkan wahyu-Nya kepada para Nabi
dan Rosul, agar menjadi pedoman bagi manusia dalam mengaktualisasikan
fitrahnya secara utuh, selaras dengan tujuan penciptaanya, sehingga manusia
dapat tampil sebagai makhluk Allah yang tinggi martabatnya.38

Ahmad Hasan Firhat membedakan kedudukan kekhalifahan manusia pada dua


bentuk:39

Pertama, khalifah kauniyah. Dimensi ini mencakup wewenang manusia secara


umum yang telah dianugerahkan Allah SWT untuk mengatur dan memanfaatkan
semesta beserta isinya.

manusia meliputi pemaknaan yang bersifat umum, tanpa dibatasi oleh agama apa
yang mereka yakini. Artinya label kekhalifahan yang dimaksud diberikan kepada
semua manusia sebagai penguasa alam semesta.

Kedua, khalifah Syariyat; Dimensi ini wewenang Allah yang diberikan kepada
manusia untuk memakmurkan alam semesta. Hanya saja untuk melaksanakan
tugas dan tanggung jawab ini, predikat khalifah secara khusus ditujukan kepada
orang-orang mukmin. Hal ini dimaksudkan agar dengan keimanan yang dimilikinya,
mampu menjadi pilar dan control dalam mengatur mekanisme alam semesta,
sesuai dengan nilai-nilai ilahiyah yang telah digariskan Allah lewat ajaran-Nya.
Dengan prinsip ini, manusia akan senantiasa berbuat kebaikan dan memanfaatkan
alam semesta ini demi kemaslahatan umat manusia.

c. Manusia sebagai makhluk paedagogik

Makhluk paedagogik ialah makhluk Allah yang dilahirkan membawa potensi dapat
dididik dan dapat mendidik.40 Manusia adalah makhluk paedagogik, karena
memiliki potensi dapat dididik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di
bumi. Manusia dilengkapi dengan fitrah Allah, berupa bentuk atau wadah yang
dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan keterampilan yang dapat berkembang,
sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang

Manusia dari Perspektif al Quran dan al Hadits

laqad khalaqnal insaana fii ahsani taqwiim...


Menurut Raghib Al Asfahani seorang pakar bahasa al Quran, sebagaimana dikutip Quraish Shihab
memandang kata taqwim pada ayat ini sebagai isyarat tentang keistimewaan manusia dibandingkan
binatang, yaitu akal, pemahaman dan bentuk fisiknya yang tegak lurus. Jadi, kalimat ahsanu taqwim
berarti bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya, yang dapat melaksanakan fungsinya sebaik
mungkin. Berarti sebaik-baik bentuk dalam ayat ini tidak bisa hanya difahami baik dalam bentuk fisik
semata, namun juga baik dalam bentuk psikisnya. Allah berbuat demikian karena Allah ingin
menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Oleh karenanya Allah menciptakan manusia dalam
sebaik-baik bentuk, sehingga tidak ada satu makhlukpun yang lebih tinggi derajatnya dari manusia.
Selayaknya ilmu perakitan komputer, maka Allah telah merakit manusia dengan sistem hardware dan
software, lengkap, berkualitas tinggi dan multifungsi. Kesemua perangkat ini bekerja secara sinergis
dan dinamis agar manusia bisa menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di bumi.
Al-Quran dengan gamblang menjelaskan bahwa manusia telah diserahi mahligai/singgasana untuk
bertahta yaitu dunia, power untuk berbuat yaitu kekuatan fisik dan psikis, serta sarana dan prasarana
yaitu alam semesta termasuk di dalamnya hewan dan tumbuhan, yang bisa digunakan manusia untuk
kesejahterannya.
Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang
di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin.. (QS.
Luqman/31: 20)
Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya
daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan
kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya,
dan supaya kamu bersyukur. (QS. An Nahl/16: 14).
Dalam al-Qur'an, ada tiga kata yang digunakan untuk menunjukkan arti manusia, yaitu kata insan,
kata basyar dan kata Bani Adam. Kata insan dalam al-Qur'an dipakai untuk manusia yang tunggal,
sama seperti ins. Sedangkan untuk jamaaknya dipakai kata an-nas, unasi, insiya, anasi. Adapun kata
basyar dipakai untuk tunggal dan jamak. Kata insan yang berasal dari kata al-uns, anisa, nasiya dan
anasa, maka dapatlah dikatakan bahwa kata insan menunjuk suatu pengertian adanya kaitan dengan
sikap, yang lahir dari adanya kesadaran penalaran Kata insan digunakan al-Qur'an untuk menunjukkan
kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang
dengan yang lain adalah akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan .

Kata insan jika dilihat dari asalnya nasiya yang artinya lupa, menunjuk adanya kaitan dengan
kesadaran diri. Untuk itu, apabila manusia lupa terhadap seseuatu hal, disebabkan karena kehilangan
kesadaran terhadap hal tersebut. Maka dalam kehidupan agama, jika seseorang lupa sesuatu
kewajiban yang seharusnya dilakukannya, maka ia tidak berdosa, karena ia kehilangan kesadaran
terhadap kewajiban itu. Tetapi hal ini berbeda dengan seseorang yang sengaja lupa terhadap sesuatu
kewajiban. Sedangkan kata insan untuk penyebutan manusia yang terambil dari akar kata al-uns atau
anisa yang berarti jinak dan harmonis , karena manusia pada dasarnya dapat menyesuaikan dengan
realitas hidup dan lingkungannya. Manusia mempunyai kemampuan adaptasi yang cukup tinggi, untuk
dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupannya, baik perubahan sosial
maupun alamiah. Manusia menghargai tata aturan etik, sopan santun, dan sebagai makhluk yang
berbudaya, ia tidak liar baik secara sosial maupun alamiah.
Kata basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk baik laki-laki ataupun perempuan, baik satu
ataupun banyak. Kata basyar adalah jamak dari kata basyarah yang berarti kulit. "Manusia dinamai
basyar karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain". Al-Qur'an
menggunakan kata ini sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna
[dual] untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriyahnya serta persamaannya dengan manusia
seluruhnya. Karena itu Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk menyampaikan bahwa "Aku adalah
basyar (manusia) seperti kamu yang diberi wahyu (QS. al-Kahf /18: 110). Di sisi lain diamati bahwa
banyak ayat-ayat al-Qur'an yang menggunakan kata basyar yang mengisyaratkan bahwa proses
kejadian manusia sebagai basyar, melalui tahapan-tahapan sehingga mencapai tahapan kedewasaan.
Firman allah (QS.al-Rum /3 : 20) "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya [Allah] menciptakan kamu
dari tanah, ketika kamu menjadi basyar kamu bertebaran". Bertebaran di sini bisa diartikan
berkembang biak akibat hubungan seks atau bertebaran mencari rezki

Penggunaan kata basyar di sini "dikaitkan dengan kedewasaan dalam kehidupan manusia, yang
menjadikannya mampu memikul tanggungjawab. Dan karena itupula, tugas kekhalifahan dibebankan
kepada (perhatikan QS al-Hijr /15: 28), yang menggunakan kata basyar, dan QS. al-Baqarah /2 : 30
yang menggunakan kata khalifah, yang keduanya mengandung pemberitahuan Allah kepada malaikat
tentang manusia .
Dijelaskan bahwa manusia dalam pengertian basyar tergantung sepenuhnya pada alam, pertumbuhan
dan perkembangan fisiknya tergantung pada apa yang dimakan. Sedangkan manusia dalam
pengertian insan mempunyai pertumbuhan dan perkembangan yang sepenuhnya tergantung pada
kebudayaan, pendidikan, penalaran, kesadaran, dan sikap hidupnya. Untuk itu, pemakaian kedua kata
insan dan basyar untuk menyebut manusia mempunyai pengertian yang berbeda. Insan dipakai untuk
menunjuk pada kualitas pemikiran dan kesadaran, sedangkan basyar dipakai untuk menunjukkan pada
dimensi alamiahnya, yang menjadi ciri pokok manusia pada umumnya, makan, minum dan mati .
Dari pengertian insan dan basyar, manusia merupakan makhluk yang dibekali Allah dengan potensi
fisik maupun psikis yang memiliki potensi untuk berkembang. Al-Qur'an berulangkali mengangkat
derajat manusia dan berulangkali pula merendahkan derajat manusia. Manusia dinobatkan jauh
mengungguli alam surga, bumi dan bahkan para malaikat. Allah juga menetapkan bahwa manusia
dijadikan-Nya sebagai makhluk yang paling sempurna keadaannya dibandingkan dengan makhluk-
makhluk lain (Q.S. At Tiin/95: 4). Allah sendirilah yang menciptakan manusia yang proporsional (adil)
susunannya (Q.S. Al Infithaar/82: 7).

Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk berpribadi, sebagai makhluk yang hidup bersama-sama
dengan orang lain, sebagai makhluk yang hidup di tengah-tengah alam dan sebagai makhluk yang
diciptakan dan diasuh oleh Allah. Manusia sebagai makhluk berpribadi, mempunyai fungsi terhadap
diri pribadinya. Manusia sebagai anggota masyarakat mempunyai fungsi terhadap masyarakat.
Manusia sebagai makhluk yang hidup di tengah-tengah alam, berfungsi terhadap alam. Manusia
sebagai makhluk yang diciptakan dan diasuh, berfungsi terhadap yang menciptakan dan yang
mengasuhnya. Selain itu manusia sebagai makhluk pribadi terdiri dari kesatuan tiga unsur yaitu :
unsur perasaan, unsur akal, dan unsur jasmani .
Al-Qur'an menggambarkan manusia sebagai makhluk pilihan Tuhan, sebagai khalifah-Nya di muka
bumi, serta sebagai makhluk semi-samawi dan semi duniawi, yang di dalam dirinya ditanamkan sifat-
sifat : mengakui Tuhan, bebas, terpercaya, rasa tanggungjawab terhadap dirinya maupun alam
semesta; serta karunia keunggulan atas alam semesta, lagit dan bumi. Manusia dipusakai dengan
kecenderungan jiwa ke arah kebaikan maupun kejahatan. Kemaujudan mereka dimulai dari kelemahan
dan ketidakmampuan, yang kemudian bergerak ke arah kekuatan. Tetapi itu tidak akan menghapuskan
kegelisahan psikis mereka, kecuali jika mereka dekat dengan Tuhan dan selalu mengingat-Nya.

Manusia terbagi pada dua unsur, jasmani dan rohani. Unsur jasmani sudahlah jelas, sedangkan unsur
rohani ini terbagi pada empat bagian. Empat bagian itu adalah ruh, nafs/jiwa , qalbu/hati , akal/daya
fikir .
RUH, sekilas mungkin ruh bisa dipahami sebagai nyawa, karena apabila ruh diambil maka manusia itu
dikatakan tidak bernyawa. Namun sesungguhnya ruh tidaklah hanya sebatas nyawa, ketika manusia
dicabut nyawanya, seketika itu juga itu fisiknya mati, namun ruh tetaplah hidup. Ia kembali ke hadhirat
Illahi, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Lalu apabila dipertanyakan tentang penjelasan
ruh, tiada seorangpun bisa menjawabnya, bahkan Nabi Muhammad SAW sekalipun.
Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah ruh itu termasuk urusan Tuhanku dan
tidaklah kamu dberi pengetahuan melainkan sedikit (Q.S. Al Israa/17: 85)

Sedikit mengutip Cak Nur, bahwa manusia menurutnya merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang
mengagumkan dan penuh misteri. Dia tersusun dari perpaduan dua unsur ; segenggam tanah bumi,
dan ruh Allah, maka siapa yang hanya mengenal aspek tanahnya dan melalaikan aspek tiupan ruh
Allah, maka dia tidak akan mengenal lebih jauh hakikat manusia . Selanjutnya, ketika manusia
menyadari hakikat penciptaannya maka hendaknya ia sadar apa tugas penciptaannya,
Kembali kepada unsur rohani manusia, setelah ruh maka unsur selanjutnya adalah jiwa/nafs. Jenis-jenis
derivat nafsiyah dalam ilmu nafsiologi terdiri dari nafs Ammarah (yang cenderung jahat), nafs
Musawwilah (yang menipu diri sendiri, setingkat dengan nafs Ammarah), nafs Lawwamah (nafsu yang
bisa mengarah pada kebaikan dan juga kejahatan) dan nafs Muthmainnah (nafsu yang sudah
dikendalikan oleh iman hingga tidak mudah mengarah kepada perbuatan tercela) .

Dalam wadah nafs terdapat hati . Hati dan akal bekerja sama dengan jiwa dalam mencapai kebutuhan
akan kesejahteraan dan kesenangan hidup. Jiwa adalah pendorong bagi hati dan akal untuk bersinergi
mencapai keinginan. Bila suatu keinginan telah diraih, maka jiwa akan segera beralih pada keinginan
dan hasrat yang lain. William Stren, mengatakan bahwa manusia adalah Unitas yaitu jiwa dan raga
merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan dalam bentuk dan perbuatan. jika jiwa terpisah dari
raga, maka sebutan manusia tidak dapat dipakai dalam arti manusia yang hidup. Jika manusia
berbuat, bukan hanya raganya saja yang berbuat atau jiwanya saja, melainkan keduanya sekaligus.
Secara lahiriyah memang raganya yang berbuat yang tampak melakukan perbuatan, tetapi perbuatan
raga ini didorong dan dikendalikan oleh jiwa . Jiwa takkan pernah berhenti melakukan perbuatan apa
saja demi mengejar keinginannya sampai benar-benar ada halangan yang membuat suatu keinginan
itu tidak mampu teraih.
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat difahami manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan Allah
dari semua ciptaan-Nya, tetapi hanya manusialah yang paling sempurna, sehingga kepadanya
dipercayakan untuk mengelola alam ini. Memang manusia telah dipersiapkan Allah sedemikian rupa,
dengan dimensi jasmani dan rohani yang tidak bisa terlepas dari ketergantungan terhadap alam,
terutama untuk memenuhi kebutuhan dimensi jasmaninya. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah
memiliki tanggung jawab dan juga potensi yang sangat besar sebagai khalifah di bumi, namun begitu
manusia membutuhkan ikatan yang kuat dengan penciptanya agar hidupnya terarah dan bahagia
secara psikologis.

R PUSTAKA

http://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/09/19/proses-kejadian-manusia-dan-nilai-
nilai-pendidikan-di-dalamnya/

http://nyaknurul.blogspot.com/2011/03/asal-mula-kejadian-manusia.html

http://www.gudangmateri.com/2010/12/proses-penciptaan-manusia-menurut-islam.html

http://alhayaat.wordpress.com/2009/05/28/proses-penciptaan-manusia-menurut-islam-
dan-iptek/
http://hanykpoespyta.wordpress.com/2008/04/19/manusia-antara-pandangan-
antropologi-dan-agama-islam/

Dr. Bucaille, Maurice. (1984). Asal-Usul Manusia Menurut Bibel, Al-Quran dan Sains.
Bandung: Penerbit Mizan.

Syueb, Sudono. Buku Pintar Agama Islam. (2011). Percetakan Bushido Indonesia: Delta Media

Prof. DR. Daradjat, Zakiah. dkk. (1986). Dasar-dasar Agama Islam. Jakarta.

[1] Prof. DR. Zakiah Daradjat. dkk, Dasar-dasar Agama Islam (Jakarta : 1986), hal : 48.

[2] Sudono Syueb, Buku Pintar Agama Islam, (Percetakan Bushido Indonesia: Delta Media,
2011), hal: 70.

[3] Hanykpoespyta, Manusia : Antara Pandangan Antropologi dan Agama


Islam, (http://hanykpoespyta.wordpress.com/2008/04/19/manusia-antara-pandangan-
antropologi-dan-agama-islam/, diposting : 19 April 2008)

[4] Muhammad Fathurrohman, M.Pd.I, Proses Kejadian Manusia dan Nilai-nilai


Pendidikan di Dalamnya, (http://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/09/19/proses-
kejadian-manusia-dan-nilai-nilai-pendidikan-di-dalamnya/, diposting : 19 September
2012)

[5] Dr. Maurice Bucaille, Asal-Usul Manusia Menurut Bibel, Al-Quran dan Sains, (Bandung:
Penerbit Mizan, 1984, edisi ke-3), hal: 169.

[6] Ahliana Afifati, Proses Penciptaan Manusia Menurut Islam dan Iptek,
(http://alhayaat.wordpress.com/2009/05/28/proses-penciptaan-manusia-menurut-islam-
dan-iptek/ diposting : 28 Mei 2009).

[7] Prof. DR. Zakiah Daradjat. dkk, Dasar-dasar Agama Islam (Jakarta : 1986), hal : 48

Manusia Sebagai Khalifah


Surat Al Baqarah : 30

Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya Aku hendak

menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan

(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal
kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman:

Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.. (QS Al Baqarah : 30)

a. Kandungan ayat

Allah SWT menciptakan manusia di muka bumi agar manusia dapat menjadi kalifah di muka bumi tersebut.

Yang dimaksud dengan khalifah ialah bahwa manusia diciptakan untuk menjadi penguasa yang mengatur

apa-apa yang ada di bumi, seperti tumbuhannya, hewannya, hutannya, airnya, sungainya, gunungnya,

lautnya, perikanannya dan seyogyanya manusia harus mampu memanfaatkan segala apa yang ada di bumi

untuk kemaslahatannya. Jika manusia telah mampu menjalankan itu semuanya maka sunatullah yang

menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi benar-benar dijalankan dengan baik oleh manusia tersebut,

terutama manusia yang beriman kepada Allah SWT dan Rasulullah SWT.

Kesimpulan kandungan Surat Al Baqarah : 30, diantaranya:

1. Allah memberitahu kepada malaikat bahwa Allah akan menciptakan khalifah (wakil Allah) di bumi

2. Allah memilih manusia menjadi khalifah di muka bumi

1. malaikat menyangsikan kemampuan manusia dalam mengemban tugas sebagai manusia. Menurut

pandangan malaikat, manusia suka membuat kerusakan dan menumpahkan darah

2. Malaikat beranggapan bahwa yang pantas menjadi khalifah di bumi adalah dirinya. Malaikat merasa

selalu bertasbih, bertauhid dan menyucikan Allah

3. Allah lebih mengetahui apa yang tidak diketahui oleh malaikat

2. Surat Al Mukminun : 12-14

Bacalah Surat Al Mukminun ayat 12-14 berikut dengan fasih dan benar! Teks lihat google Al-Quran onlines

Artinya: 12. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.

13. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). 14.

Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal

daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus

dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,

Pencipta Yang Paling Baik. (QS Al Mukminun : 12-14)


a. Kandungan ayat

Dalam surat Al Mukminun ayat 12-14 Allah SWT menerangkan tentang proses penciptaan manusia. Sebelum

para ahli dalam bidang kedokteran modern mengetahui proses asal usul kejadian penciptaan manusia dalam

rahim ibunya, Allah SWT sudah terlebih dahulu mejelaskan perihal kejadian tersebut dalam Al Quran seperti

dalam surat Al Mukminun ayat 12-14, dan diperkuat oleh ayat lainnya diantaranya Surat Al Hasyr ayat 24

yang berbunyi: Teks lihat google Al-Quran onlines

Artinya : Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai

asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha

Bijaksana.(QS Al Hasyr : 24)

Pada surat Al Mukminun ayat 12 -14 Allah SWT menjelaskan bahwa proses penciptaan manusia dalam rahim

ibunya terbagi menjadi 3 fase yaitu:

1. Fase air mani

2. Fase segumpal darah

3. Fase segumpal daging

Yang masing-masing fasenya memakan waktu 40 hari, hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits yang di

riwayatkan oleh bukhari:

Artinya :

Dari Abdullah bin Masud ra.,ia berkata : Rasululla saw bercerita kepada kami, beliaulah yang benar dan

dibenarkan : Sesungguhnva penciptaan perseoranganmu terkumpul dalam perut ibunva empat puluh hari

dan empat puluh malam atau empat puluh malam, kemudian menjadi segumpal darah, semisal itu (40 hari

= pen) kemudian menjadi segumpal daging, semisal itu (40 hari = pen), kemudian Allah mengutus

Malaikat, kemudian dipermaklumkan dengan empat kata, kemudian malaikat mencari rizkinya, ajalnya

(batas hidupnya), amalnya serta celaka dan bahagianya kemudian Malaikat meniupkan ruh padanya.

Sesungguhnya salah seorang di antaramu niscaya beramal dengan amal ahli (penghuni) sorga, sehingga

jarak antara sorga dengan dia hanya satu hasta, namun catatan mendahuluinya, maka ia beramal dengan

penghuni neraka, maka ia masuk neraka. Dan sesungguhnya salah seorang diantaramu, beramal dengan

amal ahli neraka, sehingga jarak antara neraka dengan dia hanya satu hasta, namun catatan mendahuinya,

maka ia beramal dengan amal penghuni sorga, maka ia masuk sorga. (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).
Sedangkan dalam surat Al Hasyr Allah menjelaskan bahwa janin sebelum menjadi manusia sempurna juga

mengalami tiga fase, yaitu:

1. Taswir, yaitu digambarkan dengan bentuk garis-garis, waktunya setelah 42 hari

2. Al Khalq, yaitu dibuat bagian-bagian tubuhnya

3. Al Baru, yaitu penyempurnaan terhadap bentuk janin

Kesimpulan kandungan surat Al Mukminun ayat 12-14 ini antara lain:

1. Menjelaskan tentang proses kejadian manusia

2. Allah memberi kesempatan hidup di dunia kepada manusia

3. Usia manusia ditentukan oleh Allah SWT

4. Manusia diperintahkan untuk memikirkan proses kejadiannya agar tidak sombong kepada Allah dan

sesama manusia

3. Surat Adz Dzariyat ayat 56

Bacalah surat Az Zariyat berikut ini dengan fasih dan benar! Teks lihat google Al-Quran onlines

Artinya: Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah kepadaku. (QS Adz

Zariyat : 56)

a. Kandungan ayat

Surat Adz dzariyat ayat 56 mengandung makna bahwa semua makhluk Allah, termasuk jin dan manusia

diciptakan oleh Allah SWT agar mereka mau mengabdikan diri, taat, tunduk, serta menyembah hanya

kepada Allah SWT. Jadi selain fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi (fungsi horizontal), manusia

juga mempunya fungsi sebagai hamba yaitu menyembah penciptanya (fungsi vertikal), dalam hal ini adalah

menyembah Allah karena sesungguhnya Allah lah yang menciptakan semua alam semesta ini.

Seperti diutarakan pada surat Al Mukminun ayat 12-14 bahwa Allah SWT yang menciptakan manusia dari

saripati tanah yang terkandung dalam tetesan air yang hina, yaitu air mani, oleh karenanya merupakan
suatu keharusan bagi manusia untuk menyembah penciptanya, yang telah menjadikan manusia sebagai

makhluk mulia diantara makhluk lainnya.

4. Surat Al Hajj ayat 5

Bacalah surat Al Hajj ayat 5 berikut ini dengan fasih, tartil, dan benar! Teks lihat google Al-Quran onlines

Artinya: Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah)

sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari

segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna,

agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu

yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-

angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di

antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang

dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di

atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang

indah. (QS Al Hajj : 5)

B. PROSES KEJADIAN MANUSIA

Manusia dalam pandangan Islam tediri atas dua unsur, yaitu jasmani dan rohani. Jasmani manusia bersifat

materi yang berasal dari unsur-unsur sari pati tanah. Sedangkan roh manusia merupakan substansi

immateri, yang keberadaannya dia alam baqa nanti merupakan rahasia Allah SWT. Proses kejadian manusia

telah dijelaskan dalam Al Quranul Karim dan Hadits Rasulullah SAW.

Tentang proses kejadian manusia, Allah SWT telah berfirman dalam Al Quran surat Al Mukminun ayat 12

14 Teks lihat google Al-Quran onlines

Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal) dari tanah.

Kemudian kami jadikan sari pati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudain

airmani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan

segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging.

Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah, Pencipta yang paling

baik. (QS Al Mukminun : 12-14).

Tentang proses kejadian manusia ini juga dapat dilihat dalam pada QS As Sajadah ayat 7 9 yang berbunyi:

Teks lihat google Al-Quran onlines


Artinya : 7. yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan

manusia dari tanah. 8. kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. 9. kemudian Dia

menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu

pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (QS As Sajadah : 7 9)

Dalam hadits Rasulullah SAW tentang kejadian manusia, beliau bersabda yang artinya: Sesungguhnya

setiap kalian dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya 40 hari sebagai nutfah, kemudain sebagai alaqah

seperti itu pula (40 hari), lalu sebagai mudgah seperti itu, kemudian diutus malaikat kepadanya, lalu

malaikat itu meniupkan ruh kedalam tubuhnya. (Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari r.a dan muslim)

Ketika masih berbentuk janin sampai umur empat bulan, embrio manusia belum mempunyai ruh, karena

baru ditiupkan ke janin itu setelah berumur 4 bulan (4X30 hari). Oleh karena itu, yang menghidupkan tubuh

manusia itu bukan roh, tetapi kehidupan itu sendiri sudah ada semenjak manusia dalam bentuk nutfah. Roh

yang bersifat immateri mempunyai dua daya, yaitu daya pikir yang disebut dengan akal yang berpusat

diotak, serta daya rasa yang disebut kalbu yang berpusat di dada. Keduanya merupakan substansi dai roh

manusia.

C. PERANAN MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH

Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, ada dua peranan penting yang

diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai hari kiamat. Pertama, memakmurkan bumi (al imarah).

Kedua, memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan yang datang dari pihak manapun (ar riayah).

1. Memakmurkan Bumi

Manusia mempunyai kewajiban kolektif yang dibebankan Allah SWT. Manusia harus mengeksplorasi

kekayaan bumi bagi kemanfaatan seluas-luasnya umat manusia. Maka sepatutnyalah hasil eksplorasi itu

dapat dinikmati secara adil dan merata, dengan tetap menjaga kekayaan agar tidak punah. Sehingga

generasi selanjutnya dapat melanjutkan eksplorasi itu.

2. Memelihara Bumi

Melihara bumi dalam arti luas termasuk juga memelihara akidah dan akhlak manusianya sebagai SDM

(sumber daya manusia). Memelihara dari kebiasaan jahiliyah, yaitu merusak dan menghancurkan alam demi

kepentingan sesaat. Karena sumber daya manusia yang rusak akan sangata potensial merusak alam. Oleh

karena itu, hal semacam itu perlu dihindari.


Allah menciptakan alam semesta ini tidak sia-sia. Penciptaan manusia mempunyai tujuan yang jelas, yakni

dijadikan sebagai khalifah atau penguasa (pengatur) bumi. Maksudnya, manusia diciptakan oleh Allah agar

memakmurkan kehidupan di bumi sesuai dengan petunjukNya. Petunjuk yang dimaksud adalah agama

(Islam).

Mengapa Allah memerintahkan umat nabi Muhammad SAW untuk memelihara bumi dari kerusakan?, karena

sesungguhnya manusia lebih banyak yang membangkang dibanding yang benar-benar berbuat shaleh

sehingga manusia akan cenderung untuk berbuat kerusakan, hal ini sudah terjadi pada masa nabi nabi

sebelum nabi Muhammad SAW dimana umat para nabi tersebut lebih senang berbuat kerusakan dari pada

berbuat kebaikan, misalnya saja kaum bani Israil, seperti yang Allah sebutkan dalam firmannya dalam surat

Al Isra ayat 4 yang berbunyi : Teks lihat google Al-Quran onlines

Artinya : dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu: Sesungguhnya kamu akan

membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan

kesombongan yang besar. (QS Al Isra : 4)

Sebagai seorang muslim dan hamba Allah yang taat tentu kita akan menjalankan fungsi sebagai khalifah

dimuka bumi dengan tidak melakukan pengrusakan terhadap Alam yang diciptakan oleh Allah SWT karena

sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Seperti firmannya dalam surat Al

Qashash ayat 77 yang berbunyi: Teks lihat google Al-Quran onlines

Artinya: dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan

janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)

sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)

bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS AL Qashash : 7)

D. TUGAS MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK

Manusia diciptakan oleh Allah SWT agar menyembah kepadanya. Kata menyembah sebagai terjemahan dari

lafal abida-yabudu-ibadatun. Beribadah berarti menyadari dan mengaku bahwa manusia merupakan

hamba Allah yang harus tunduk mengikuti kehendaknya, baik secara sukarela maupun terpaksa.

1. Ibadah muhdah (murni), yaitu ibadah yang telah ditentukan waktunya, tata caranya, dan syarat-syarat

pelaksanaannya oleh nas, baik Al Quran maupun hadits yang tidak boleh diubah, ditambah atau dikurangi.

Misalnya shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya.


2. Ibadah ammah (umum), yaitu pengabdian yang dilakuakn oleh manusia yang diwujudkan dalam bentuk

aktivitas dan kegiatan hidup yang dilaksanakan dalam konteks mencari keridhaan Allah SWT

Jadi, setiap insan tujuan hidupnya adalah untuk mencari keridhaan Allah SWT, karena jiwa yang

memperoleh keridhaan Allah adalah k=jiwa yang berbahagia, mendapat ketenangan, terjauhkan dari

kegelisahan dan kesengsaraan bathin. Sedankan diakhirat kelak, kita akan memperoleh imbalan surga dan

dimasukkan dalam kelompok hamba-hamba Allah SWT yang istimewa. Sebagaimana firman Allah SWT yang

artinya: Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhainya. Maka

masuklah dalam jamaah hamba-hambaku. Dan masuklah ke dalam surgaku. (QS Al Fajr : 27-30)

Selama hidup di dunia manusia wajib beribadah, menghambakan diri kepada Allah. Seluruh aktivitas

hidupnya harus diarahkan untuk beribadah kepadanya. Islam telah memberi petunjuk kepada manusia

tentang tata cara beribadah kepada Allah. Apa-apa yang dilakukan manusia sejak bangun tidur samapai

akan tidur harus disesuaikan dengan ajaran Islam.

Jin dan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT mempunayi tugas pokok di muka bumi, yaitu untuk

mengabdi kepada Allah SWT. Pengabdian yang dikehendaki oleh Allah SWT adlah bertauhid kepadanya,

yakni bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Jin dan manusia wajib mengesakan Allah dalam segala situasi

dan kondisi, baik dalam keadaan suka maupun duka.

Petunjuk Allah hanya akan diberikan kepada manusia yang taat dan patuh kepada Allah dan rasulnya, serta

berjihad dijalannya. Taat kepada Allah dibuktikan dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi segala

larangannya. Taat kepada rasul berarti bersedia menjalankan sunah-sunahnya. Kesiapan itu lalu ditambah

dengan keseriusan berjihad, berjuang di jalan Allah dengan mengorbankan harta, tenaga, waktu, bahkan

jiwa

1.2 Rumusan Masalah


Apa pengertian manusia menurut pandangan Islam?
Dari apa manusia itu diciptakan?
Bagaimana asal usul manusia diciptakan?
Bagaimana proses penciptaan manusia itu?
Apa tujuan dan fungsi penciptaan manusia?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Untuk mengetahui pengertian manusia menurut pandangan Islam.
Untuk mengetahui dari apa manusia itu diciptakan.
Untuk menjelaskan bagaimana asal kejadian manusia dan siapa pencipta-Nya
berdasarkan Al-Quran, hadist, dan iptek.
Untuk mengetahui bagaimana proses penciptaan manusia.
Untuk mengetahui tujuan dan fungsi penciptaan manusia.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Manusia
2.1.1 Pengertian Manusia Menurut Pandangan Islam
Manusia dalam pandangan kebendaan (materialis) hanyalah merupakan sekepal tanah di bumi.
Manusia dalam pandangan kaum materialism, tidak lebih dari kumpulan daging, darah, urat, tulang,
urat-urat darah dan alat pencernaan. Akal dan pikiran dianggapnya barang benda, yang dihasilkan
oleh otak.[1] Pandangan ini menimbulkan kesan seolah-olah manusia ini makhluk yang rendah dan
hina, sama dengan hewan yang hidupnya hanya untuk memenuhi keperluan dan kepuasan semata.
Dalam pandangan Islam, manusia itu makhluk yang mulia dan terhormat di sisi-Nya, yang diciptakan
Allah dalam bentuk yang amat baik. Manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu
yang diturunkan Allah, berupa Al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu
berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin : 95:4). Namun
demikian, manusia akan tetap bermartabat mulia kalau mereka sebagai khalifah (makhluk alternatif)
tetap hidup dengan ajaran Allah (QS. Al-Anam : 165). Karena ilmunya itulah manusia dilebihkan
(bisa dibedakan) dengan makhluk lainnya, dan Allah menciptakan manusia untuk berkhidmat
kepada-Nya, sebagaimana firman Allah dalam surat Adz-Dzariyat (51) : 56.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-
Ku. (Adz-Dzariyat (51) : 56).
2.1.2 Pengertian Hakikat Manusia
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling mulia diantara makhluk ciptaan-Nya. Oleh sebab
itu manusia diharuskan mengenal siapa yang menciptakan dirinya sebelum mengenal lainnya.[2]
Hakekat manusia adalah sebagai berikut :

Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak
pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk
mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik
untuk ditempati.
Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan
baik dan jahat.
Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama lingkungan sosial,
bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya
tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
2.2 Asal Usul Manusia
2.2.1 Manusia dalam Pandangan Antropologi
Pada awalnya di dunia ini hanya ada satu sel yang kemudian berkembang dan mengalami
percabangan-percabangan. Percabangan ini mengakibatkan adanya variasi mahluk hidup di dunia
ini. Menurut Charles Darwin dalam teori Evolusinya, manusia merupakan hasil evolusi dari kera
yang mengalami perubahan secara bertahap dalam waktu yang sangat lama. Dalam perjalanan
waktu yang sangat lama tersebut terjadi seleksi alam. Semua mahluk hidup yang ada saat ini
merupakan organisme-organisme yang berhasil lolos dari seleksi alam dan berhasil
mempertahankan dirinya. Dalam teorinya ia mengatakan : Suatu benda (bahan) mengalami
perubahan dari yang tidak sempurna menuju kepada kesempurnaan. Kemudian ia
memperluas teorinya ini hingga sampai kepada asal-usul manusia.
Dapat disimpulkan bahwa manusia dalam pandangan Antropologi terbentuk dari satu sel sederhana
yang mengalami perubahan secara bertahap dengan waktu yang sangat lama (evolusi).
Berdasarkan teori ini, manusia dan semua mahluk hidup di dunia ini berasal dari satu moyang yang
sama. Nenek moyang manusia adalah kera. Teori Evolusi yang dikenalkan oleh Charles Darwin ini
akhirnya meluas dan terus dipakai dalam antropologi.[3]
Teori ini mempunyai kelemahan karena ada beberapa jenis tumbuhan dan hewan yang tidak
mengalami evolusi dan tetap dalam keadaan seperti semula. Misalnya sejenis biawak/komodo yang
telah ada sejak berjuta-juta tahun yang lalu dan hingga kini tetap ada. Jadi dapat kita katakan bahwa
teori yang dianggap ilmiah itu ternyata tidak mutlak karena antara teori dengan kenyataan tidak
dapat dibuktikan.

2.2.2 Manusia dalam Pandangan Agama Islam


Dalam Agama Islam, segala sesuatunya telah diatur dengan baik dan digambarkan dalam kitab suci
Al-Quran. Tidak luput olehNya, bagaimana proses pembentukkan manusia yang juga digambarkan
sejelas-jelasnya. Dalam Al-Quran jika dipadukan dengan hasil penelitian ilmiah menemukan titik
temu mengenai asal usul manusia ini.

Terwujudnya alam semesta ini berikut segala isinya diciptakan oleh Allah dalam waktu enam masa.
Keenam masa itu adalah Azoikum, Ercheozoikum, Protovozoikum, Palaeozoikum,
Mesozoikum, dan Cenozoikum. Dari penelitian para ahli, setiap periode menunjukkan perubahan
dan perkembangan yang bertahap menurut susunan organisme yang sesuai dengan ukuran dan
kadarnya masing-masing (tidak berevolusi).[4]
Manusia dikaruniakan oleh Allah akal untuk berfikir. Dengan akal, manusia mampu membedakan
antara yang haq (benar) dengan yang bathil (salah). Dengan akal pula, manusia mampu
merenungkan dan mengamalkan sesuatu yang benar tersebut. Dengan karunia akal, manusia
diharapkan dapat memilah dan memilih nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan.

Disamping memiliki akal, manusia selalu terlahir dengan 3 naluri yang pasti ada dalam dirinya,
yaitu :

Naluri untuk mensucikan sesuatu : naluri untuk beragama dan menyebah


sesuatu yang lebih dari pada dirinya.
Naluri untuk mempertahankan eksistensi diri : manunia punya kecenderungan
marah, sedih, senang dll.
Naluri untuk melestarikan dirinya : naluri kasih sayang.
2.3 Proses Penciptaan Manusia
2.3.1 Penciptaan Manusia Menurut Bibel
Menurut penjelasan di dalam Bibel, Bibel tidak memuat pernyataan-pernyataan mengenai berbagai
fenomena alam yang pada setiap masa sejarah manusia dapat menjadi subyek pengamatan dan
dapat meningkatkan banyaknya penjelasan atas kemahakuasaan Tuhan, disertai dengan rincian-
rincian spesifik tertentu. Sebagaimana akan kita lihat nanti, teks-teks semacam itu hanya ada di
dalam Al-Quran.

Penjelasan-penjelasan Bibel mengenai asal-usul penciptaan manusia, dijelaskan di dalam Kitab


Genesis dalam ayat-ayat yang membahas penciptaan secara keseluruhan. Salah satu ayat yang
ada di dalam Kitab Genesis berbunyi : Lalu Tuhan berkata, Biarlah kita membuat manusia dalam
citra kita, sesuai dengan kita; dan jadilah mereka menguasai ikan di laut, burung di udara, ternak,
dan segala suatu di atas bumi serta setiap makhluk yang melata di atas bumi.[5]
2.3.2 Penciptaan Manusia Menurut Al-Quran
Al-Quran menyatakan proses penciptaan manusia mempunyai dua tahapan yang berbeda,
yaitu: Pertama, disebut dengan tahapan primordial. Manusia pertama, Adam a.s. diciptakan
dari al-tin (tanah), al-turob (tanah debu), min shal(tanah liat), min hamain masnun (tanah
lumpur hitam yang busuk) yang dibentuk Allah dengan seindah-indahnya, kemudian Allah
meniupkan ruh dari-Nya ke dalamA diri (manusia) tersebut (Q.S, Al Anaam (6):2, Al Hijr
(15):26,28,29, Al Muminuun (23):12, Al Ruum (30):20, Ar Rahman (55):4). Kedua, disebut dengan
tahapan biologi. Penciptaan manusia selanjutnya adalah melalui proses biologi yang dapat
dipahami secara sains-empirik. Di dalam proses ini, manusia diciptakan dari inti sari tanah yang
dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku (alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku
tersebut kemudian dijadikan-Nya segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan
tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan ruh (Q.S, Al Muminuun (23):12-14). Hadits yang
diriwayatkan Bukhari dan Muslim menyatakan bahwa ruh dihembuskan Allah swt. ke dalam janin
setelah ia mengalami perkembangan 40 hari nuthfah, 40 hari alaqah dan 40 hari mudghah.
Penciptaan manusia dan aspek-aspeknya itu ditegaskan dalam banyak ayat. Beberapa di antaranya
sebagai berikut:

1. Manusia tidak diciptakan dari mani yang lengkap, tetapi dari sebagian kecilnya
(spermazoa).
2. Sel kelamin laki-lakilah yang menentukan jenis kelamin bayi.
3. Janin manusia melekat pada rahim sang ibu bagaikan lintah.
4. Manusia berkembang di tiga kawasan yang gelap di dalam rahim.
5. Setetes Mani
Sebelum proses pembuahan terjadi, 250 juta sperma terpancar dari si laki-laki pada satu waktu dan
menuju sel telur yang jumlahnya hanya satu setiap siklusnya. Sperma-sperma melakukan
perjalanan yang sulit di tubuh si ibu sampai menuju sel telur karena saluran reproduksi wanita yang
berbelok2, kadar keasaman yang tidak sesuai dengan sperma, gerakan menyapu dari dalam
saluran reproduksi wanita, dan juga gaya gravitasi yang berlawanan. Sel telur hanya akan
membolehkan masuk satu sperma saja.

Artinya, bahan manusia bukan mani seluruhnya, melainkan hanya sebagian kecil darinya. Ini
dijelaskan dalam Al-Quran :

Apakah manusia mengira akan dibiarkan tak terurus? Bukankah ia hanya setitik mani
yang dipancarkan? (QS Al Qiyamah:36-37).
1. Segumpal Darah Yang Melekat di Rahim
Setelah lewat 40 hari, dari air mani tersebut, Allah menjadikannya segumpal darah yang disebut
alaqah.

Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah. (al Alaq/96:2).


Ketika sperma dari laki-laki bergabung dengan sel telur wanita, terbentuk sebuah sel tunggal yang
dikenal sebagai zigot , zigot ini akan segera berkembang biak dengan membelah diri hingga
akhirnya menjadi segumpal daging. Tentu saja hal ini hanya dapat dilihat oleh manusia dengan
bantuan mikroskop.

Tapi, zigot tersebut tidak melewatkan tahap pertumbuhannya begitu saja. Ia melekat pada dinding
rahim seperti akar yang kokoh menancap di bumi dengan carangnya. Melalui hubungan semacam
ini, zigot mampu mendapatkan zat-zat penting dari tubuh sang ibu bagi pertumbuhannya. Pada
bagian ini, satu keajaiban penting dari Al Quran terungkap. Saat merujuk pada zigot yang sedang
tumbuh dalam rahim ibu, Allah menggunakan kata alaq dalam Al Quran. Arti kata alaq dalam
bahasa Arab adalah sesuatu yang menempel pada suatu tempat. Kata ini secara harfiah
digunakan untuk menggambarkan lintah yang menempel pada tubuh untuk menghisap darah.
1. Pembungkusan Tulang oleh Otot
Disebutkan dalam ayat-ayat Al Quran bahwa dalam rahim ibu, mulanya tulang-tulang terbentuk, dan
selanjutnya terbentuklah otot yang membungkus tulang-tulang ini.

Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik (QS Al Muminun:14)

Para ahli embriologi beranggapan bahwa tulang dan otot dalam embrio terbentuk secara
bersamaan. Karenanya, sejak lama banyak orang yang menyatakan bahwa ayat ini bertentangan
dengan ilmu pengetahuan. Namun, penelitian canggih dengan mikroskop yang dilakukan dengan
menggunakan perkembangan teknologi baru telah mengungkap bahwa pernyataan Al-Quran
adalah benar kata demi katanya.[6]
Penelitian di tingkat mikroskopis ini menunjukkan bahwa perkembangan dalam rahim ibu terjadi
dengan cara persis seperti yang digambarkan dalam ayat tersebut. Pertama, jaringan tulang rawan
embrio mulai mengeras. Kemudian sel-sel otot yang terpilih dari jaringan di sekitar tulang-tulang
bergabung dan membungkus tulang-tulang ini.

1. Saripati Tanah dalam Campuran Air Mani


Cairan yang disebut mani tidak mengandung sperma saja. Ketika mani disinggung di Al-Quran,
fakta yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern, juga menunjukkan bahwa mani itu ditetapkan
sebagai cairan campuran: Dialah Yang menciptakan segalanya dengan sebaik-baiknya, Dia mulai
menciptakan manusia dari tanah liat. Kemudian Ia menjadikan keturunannya dari sari air yang hina.
(Al-Quran, 32:7-8).

2.4 Manusia dari Perspektif Al-Quran dan Al Hadist serta Iptek


Menurut Raghib Al Asfahani seorang pakar bahasa Al-Quran, sebagaimana dikutip Quraish Shihab
memandang kata taqwim pada ayat ini sebagai isyarat tentang keistimewaan manusia dibandingkan
binatang, yaitu akal, pemahaman dan bentuk fisiknya yang tegak lurus. Jadi, kalimat ahsanu taqwim
berarti bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya, yang dapat melaksanakan fungsinya sebaik
mungkin. Allah berbuat demikian karena Allah ingin menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi.
Oleh karenanya Allah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk, sehingga tidak ada satu
makhlukpun yang lebih tinggi derajatnya dari manusia.

Selayaknya ilmu perakitan komputer, maka Allah telah merakit manusia dengan sistem hardware
dan software, lengkap, berkualitas tinggi dan multifungsi. Kesemua perangkat ini bekerja secara
sinergis dan dinamis agar manusia bisa menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di bumi.

Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk berpribadi, sebagai makhluk yang hidup bersama-sama
dengan orang lain, sebagai makhluk yang hidup di tengah-tengah alam dan sebagai makhluk yang
diciptakan dan diasuh oleh Allah. Manusia sebagai makhluk berpribadi, mempunyai fungsi terhadap
diri pribadinya. Manusia sebagai anggota masyarakat mempunyai fungsi terhadap masyarakat.
Manusia sebagai makhluk yang hidup di tengah-tengah alam, berfungsi terhadap alam. Manusia
sebagai makhluk yang diciptakan dan diasuh, berfungsi terhadap yang menciptakan dan yang
mengasuhnya. Selain itu manusia sebagai makhluk pribadi terdiri dari kesatuan tiga unsur yaitu :
unsur perasaan, unsur akal, dan unsur jasmani. Al-Quran menggambarkan manusia sebagai
makhluk pilihan Tuhan, sebagai khalifah-Nya di muka bumi, serta sebagai makhluk semi-samawi
dan semi duniawi, yang di dalam dirinya ditanamkan sifat-sifat : mengakui Tuhan, bebas, terpercaya,
rasa tanggungjawab terhadap dirinya maupun alam semesta, serta karunia keunggulan atas alam
semesta, langit dan bumi. Manusia dipusakai dengan kecenderungan jiwa ke arah kebaikan maupun
kejahatan. Kemaujudan mereka dimulai dari kelemahan dan ketidakmampuan, yang kemudian
bergerak ke arah kekuatan. Tetapi itu tidak akan menghapuskan kegelisahan psikis mereka, kecuali
jika mereka dekat dengan Tuhan dan selalu mengingat-Nya.

2.5 Tujuan dan Fungsi Penciptaan Manusia


Tujuan utama penciptaan manusia adalah agar manusia itu mengabdi kepada Allah artinya sebagai
hamba Allah agar menuruti apa saja yang diperintahkan oleh Allah swt.

Sedangkan fungsi dari penciptaan manusia ini secara global kami menyebutkan tiga kalsifikasi,
yaitu:

1. Manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi


Khalifah disini maksudnya menjadi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan
segala isinya. Sebagai pedoman hidup manusia dalam melaksanakan tugas itu,
Allah menurunkan agama-Nya. Agama menjelaskan dua jalan yaitu jalan yang bahagia
dan jalan yang akan membahayakannya.
Perbedaan tingkat yang akan diadakan oleh Allah di dalam masyarakat manusia, bukanlah
suatu kesempatan bagi si kuat untuk menganiaya si lemah atau si kaya tidak
memperdulikan si miskin, melainkan suatu penyusunan masyarakat ke arah kebaikan
hidup bersama melalui tolong menolong.[7]
2. Manusia sebagai Warosatul Anbiya
Kehadiran Nabi Muhammad saw. di muka bumi ini mengemban misi sebagai Rahmatal lil Alamiin
yakni suatu misi yang membawa dan mengajak manusia dan seluruh alam untuk tunduk dan taat
pada syariat-syariat dan hukum-hukum Allah swt. guna kesejahteraan perdamaian, dan
keselamatan dunia akhirat.

Misi tersebut berpijak pada trilogy hubungan manusia, yaitu:


Hubungan manusia dengan Tuhan, karena manusia sebagai makhluk ciptaan-
Nya.
Hubungan manusia dengan masyarakat, karena manusia sebagai anggota
masyarakat.
Hubungan manusia dengan alam sekitarnya, karena manusia selaku pengelola,
pengatur, serta pemanfaatan kegunaan alam.
3. Manusia sebagai Abd (Pengabdi Allah)
Fungsi ini mengacu pada tugas-tugas individual manusia sebagai hamba Allah swt. Tugas ini
diwujudkan dalam bentuk pengabdian ritual kepada Allah swt. dengan penuh keikhlasan. Secara
luas konsep abd ini meliputi seluruh aktivitas manusia dalam kehidupannya. Semua yang dilakukan
oleh manusia dalam kehidupannya dapat dinilai sebagai ibadah jika semua yang dilakukan
(perbuatan manusia) tersebut semata-mata hanya untuk mencari ridha Allah swt.

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengertian manusia menurut pandangan Islam, manusia itu makhluk yang mulia
dan terhormat di sisi-Nya, yang diciptakan Allah dalam bentuk yang amat baik.
Manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan
Allah, berupa al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu
berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin :
95:4).
Manusia adalah makhluk yang sadar diri. Ini berarti bahwa ia adalah satu-
satunya makhluk hidup yang mempunyai pengetahuan atas kehadirannya
sendiri. Ia mampu mempelajari, manganalisis, mengetahui dan menilai dirinya.
Terdapat dua pendapat mengenai asal usul manusia, yaitu bahwa asal usul
manusia dari nabi Adam a.s yang merupakan pendapat para ahli agama sesuai
dengan kitab-kitab suci sebagai dasar (termasuk agama Islam). Pendapat kedua
berdasarkan penemuan fosil-fosil oleh para ilmuan yang berpendapat bahwa asal
usul manusia sesuai dengan teori evolusi merupakan hasil evolusi dari kera-kera
besar selama bertahun-tahun dan telah mencapai bentuk yang paling sempurna.
Teori kedua yang dianggap ilmiah itu ternyata tidak mutlak karena antara teori
dengan kenyataan tidak dapat dibuktikan.
Proses kejadian manusia berdasarkan Al-Quran dan As Sunnah terjadi dalam dua
tahap. Pertama, tahapan primordial, yakni proses penciptaan nabi Adam a.s
sebagai manusia pertama. Kedua, tahapan biologi, yakni manusia diciptakan dari
inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam tempat
yang kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku (alaqah) yang
menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya
segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang lalu
kepadanya ditiupkan ruh.
Allah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk, sehingga tidak ada satu
makhlukpun yang lebih tinggi derajatnya dari manusia. Selayaknya ilmu
perakitan komputer, maka Allah telah merakit manusia dengan sistem hardware
dan software, lengkap, berkualitas tinggi dan multifungsi. Kesemua perangkat ini
bekerja secara sinergis dan dinamis agar manusia bisa menjalankan fungsinya
sebagai khalifah Allah di bumi.
Tujuan utama penciptaan manusia adalah agar manusia menyembah dan
mengabdi kepada Allah swt. Sedangkan fungsi penciptaan manusia ke dunia,
diklasifikasikan ke dalam tiga (3) pokok, yaitu:
1. Manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi
2. Manusia sebagai Warosatul Anbiya
3. Manusia sebagai Abd (Pengabdi Allah)

Anda mungkin juga menyukai