1. Definisi
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir.Hampir sebagian
besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan
kontraksi uterus.
2. Klasifikasi
a. Plasenta adhesiva :implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi
fisiologis.
b. Plasenta akreta : implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan myometrium
c. Plasenta inkreta : implantasi jonjot korion plasentahingga
mencapai /memasuki myometrium
d. Plasenta perkreta :implantasi jonjot korion plasenta menembus
lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e. Plasenta inkarserata :tertahannya plasenta di cavum uteri
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
3. Epidemiologi
Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (1994)
angka kematian ibu adalah 390/100.000 kelahiran hidup dan umumnya
di negara miskin terdapat sekitar 20-50 % kematian wanita disebabkan
oleh permasalahan kehamilan dan persalinan khususnya perdarahan.
Perdarahan setelah persalinan disebabkan karena atoni uteri, sisa
plasenta, laserasi jalan lahir, kelainan darah dan salah satunya adalah
retensio plasenta.
Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%60%)
kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca
persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16%17% di
Rumah Sakit Umum H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun (1997
1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan
akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu
kasus.
Angka Kematian Ibu di provinsi Sulawesi Tenggara masih cukup tinggi
dibandingkan dengan Angka Kematian Ibu nasional. Menurut estimasi
Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2005 Angka Kematian Ibu di
Sulawesi Tenggara diperkirakan 312 per 100.000 kelahiran hidup
(Dinkes, 2005).
Di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, retensio
plasenta yang termasuk dalam hemoragi (perdarahan) postpartum
menduduki peringkat ke-1 terbanyak berdasarkan data dari bagian
Rawat Inap Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara yang menampilkan 50 kasus Obstetri
terbanyak tahun 2007 ( RSUD Provinsi Sultra Rekam Medis, 2007).
Selanjutnya berdasarkan data dari Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Muna, pada tahun 2005 kasus retensio plasenta terdapat
38 kasus (25%), tahun 2006 terdapat 54 kasus (36%), tahun 2007
terdapat 58 kasus (38%) sedang tahun 2008 terdapat 60 kasus (42%)
per 141 persalinan normal tanpa komplikasi. Berdasarkan data yang
ada kasus retensio plasenta tahun 2007 lebih tinggi di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Muna dari pada di Rumah Sakit Umum
Daerah Provinsi Sulawesi tenggara (Profil Kesehatan Muna, 2007).
4. Patofisiologi
5. Etiologi dan Factor resiko
SEBAB FUNGSIONIL
SEBAB PATOLOG-ANATOMIS
a. Plasenta accrete
b. Plasenta increta
c. Plasenta percreta
Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis
menembus desidua sampai myometrium sampai di bawah peritoneum
( plasenta akreta-percreta)
Jika plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum
keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau
karena salah penanganan kala III ,akibatnya terjadi lingkaran kontriksi
pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta
( inkarserasio plasenta )
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan
tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi
perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau
rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
Faktor resiko
6. Manifestasi klinis
Gejala Separasi/akreta Plasenta Plasenta akreta
parsial inkarserata
Konsistensi Kenyal Keras Cukup
uterus
Tinggi Sepusat 2 jari bawah Sepusat
fundus pusat
Bentuk Discoid Agak globuler Discoid
uterus
Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak ada
Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Separasi Lepas sebagian Sudah lepas Melekat
plasenta seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali
,kecuali akibat
inversio oleh
tarikan kuat pada
tali pusat
Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera,
uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
a. Waktu hamil
Kebanyakan pasien memiliki kehamilan yang normal
Insiden perdarahan antepartum meningkat, tetapi keadaan
ini biasanya menyertai plasenta previa
Terjadi persainan prematur, tetapi kalau hanya ditimbulkan
oleh perdarahan
Kadang terjadi ruptur uteri
b. Persalinan kala I dan II
Hampir pada semua kasus proses ini berjalan normal
c. Persalinan kala III
Retresio plasenta menjadi ciri utama
Perdarahan post partum, jumlahnya perdarahan tergantung
pada derajat perlekatan plasenta, seringkali perdarahan
ditimbulkan oleh Dokter kebidanan ketika ia mencoba untuk
mengeluarkan plasenta secara manual
Komplikasi yang serius tetapi jarang dijumpai yaitu invertio
uteri, keadaan ini dapat tejadi spontan, tapi biasanya
diakibatkan oleh usaha-usaha untuk mengeluarkan plasenta
Ruptura uteri, biasanya terjadi saat berusaha mengeluarkan
plasenta
7. Pemeriksaan diagnostic
a. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal,
meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum
sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan
polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana
plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif
setelah bayi dilahirkan.
b. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di
dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap
menempel di dalam uterus.
c. Pemeriksaan Penunjang
Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin
(Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta
jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi,
leukosit biasanya meningkat.
Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung
protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time
(aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau
Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan
yang disebabkan oleh faktor lain
8. Penatalaksanaan medis
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta dilakukan
apabila plasenta belum lahir dalam 1/2-1 jam setelah bayi lahir terlebih
lagi apabila disertai perdarahan.
Tindakan penanganan retensio plasenta :
Bila placenta tidak lahir dalam 30 menit sesudah lahir, atau terjadi
perdarahan sementara placenta belum lahir, lakukan :
a. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line
dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan
kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang
hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan
darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan
yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan
Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus
berkontraksi.
c. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil
lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
Pastikan bahwa kandung kencing kosong dan tunggu terjadi
kontraksi, kemudian coba melahirkan plasenta dengan
menggunakan peregangan tali pusat terkendali
d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual
plasenta.
Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga
persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30
menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti
forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk
eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
Manual plasenta :
Memasang infus cairan dekstrose 5%.
Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya
dalam keadaan suci hama.
Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan
dimasukkan dalam rongga rahim dengan menyusuri tali pusat
sebagai penuntun. Tepi plasenta dilepas - disisihkan dengan tepi
jari-jari tangan - bila sudah lepas ditarik keluar. Lakukan
eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa plasenta dan
bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi
robekan jalan lahir (uterus) dan membawa infeksi
e. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan
dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan
kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta
dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah
sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis
dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan
dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per
oral.
g. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.
Atau :
a. Coba 1-2 kali dengan perasat Crede.
b. Mengeluarkan plasenta dengan tangan (manual plasenta).
c. Memberikan transfusi darah bila perdarahan banyak.
d. Memberikan obat-obatan misalnya uterotonika dan antibiotik.
PLASENTA INKARSERATA
PLASENTA AKRETA
a. Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah
ikutnya fundus atau korpus bila tali pusat ditarik.Pada
pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta karena
implantasi yang dalam.
b. Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar
adalah menentukan diagnosis ,stabilisasi pasien dan rujuk ke
rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan
operatif.
SISA PLASENTA
9. Asuhan keperawatan
Diagnose keperawatan
a. Nyeri akut b.d adanya agen injury fisik karena adanya tarikan
tali pusat menyebebkan inversion uteri
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
melalui vaskuler yang berlebihan.
c. Resiko infeksi b.d trauma jaringan
Intervensi
a. Nyeri akut b.d adanya agen injury fisik karena adanya tarikan
tali pusat menyebebkan
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
melalui vaskuler yang berlebihan.
Intervensi:
-Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran,
perhatiakan faktor-faktor penyebab atau pemberat pada situasi
hemoragi (misalnya laserasi, fragmen plasenta tertahan, sepsis,
abrupsio plasenta, emboli cairan amnion atau retensi janin mati
selama lebih dari 5 minggu)
Rasional : Membantu dalam membuat rencana perawatan yang
tepat dan memberikan kesempatan untuk mencegah dan
membatasi terjadinya komplikasi.
-Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan; timbang dan
hitung pembalut, simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi
oleh perawat.
Rasional : Perkiraan kehilangan darah, arteial versus vena, dan
adanya bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa banding
dan menentukan kebutuhan penggantian.
-Kaji lokasi uterus dan derajat kontraksilitas uterus. Dengan
perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil
menempatkan tangan kedua diatas simpisis pubis.
Rasional : Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam
diagnosa banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat
menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan diatas
simphisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama
masase.
-Perhatikan hipotensi atau takikardi, perlambatan pengisian
kapiler atau sianosis dasar kuku, membran mukosa dan bibir.
Rasional : Tanda-tanda ini menunjukan hipovolemi dan
terjadinya syok. Perubahan pada tekanan darah tidak dapat
dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30 - 50%.
Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
-Pantau parameter hemodinamik seperti tekanan vena sentral
atau tekanan baji arteri pulmonal bila ada.
Rasional : Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume
sirkulasi dan kebutuhan penggantian.
-Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 derajat dan
tubuh horizontal.
Rasional : Perdarahan dapat menurunkan atau menghentikan
reduksi aktivitas. Pengubahan posisi yang tepat meningkatkan
aliran balik vena, menjamin persediaan darah keotak dan organ
vital lainnya lebih besar.
-Pantau masukan dan keluaran, perhatikan berat jenis urin.
Rasional : Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi
kehilangan cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan
dengan keluaran 30 50 ml/jam atau lebih besar.
-Hindari pengulangan/gunakan kewaspadaan bila melakukan
pemeriksaan vagina dan/atau rectal
Rasional : Dapat meningkatkan hemoragi bila laserasi servikal,
vaginal atau perineal atau hematoma terjadi.
- Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis
Rasional : Meningkatkan relaksasi, menurunkan ansietas dan
kebutuhan metabolik.
-Kaji nyeri perineal menetap atau perasaan penuh pada vagina.
Berikan tekanan balik pada laserasi labial atau perineal.
Rasional : Haematoma sering merupakan akibat dari
perdarahan lanjut pada laserasi jalan lahir.
-Pantau klien dengan plasenta acreta (penetrasi sedikit dari
myometrium dengan jaringan plasenta), HKK atau abrupsio
placenta terhadap tanda-tanda KID (koagulasi intravascular
diseminata).
Rasional : Tromboplastin dilepaskan selama upaya
pengangkatan placenta secara manual yang dapat
mengakibatkan koagulopati.
-Mulai Infus 1 atau 2 i.v dari cairan isotonik atau elektrolit
dengan kateter !8 G atau melalui jalur vena sentral. Berikan
darah lengkap atau produk darah (plasma, kriopresipitat,
trombosit) sesuai indikasi.
Rasional : Perlu untuk infus cepat atau multipel dari cairan atau
produk darah untuk meningkatkan volume sirkulasi dan
mencegah pembekuan
-Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
Oksitoksin, Metilergononovin maleat, Prostaglandin F2 alfa.
Rasional : Meningkatkan kontraktilitas dari uterus yang
menonjol dan miometrium, menutup sinus vena yang terpajan,
dan menghentikan hemoragi pada adanya atonia. Magnesium
sulfat
Rasional : Beberapa penelitian melaporkan penggunaan MGSO4
memudahkan relaksasi uterus selama pemeriksaan manual.
Terapi Antibiotik.
Rasional : Antibiotok bertindak secara profilaktik untuk
mencegah infeksi atau mungkin perlu diperlukan untuk infeksi
yang disebabkan atau diperberat pada
subinvolusi uterus atau hemoragi.
-Pantau pemeriksaan laboratotium sesuai indikasi : Hb dan Ht.
Rasional : Membantu dalam menentukan kehilangan darah.
Setiap ml darah membawa 0,5 mgHb.