Anda di halaman 1dari 14

1.

Definisi
Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter, buli-buli,
ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan
keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin (Sukandar, E., 2004). Infeksi saluran kemih
tergantung banyak faktor yaitu usia, jenis kelamin, prevalensi bakteriuria dan faktor
predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal.

2. Klasifikasi
Infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi infeksi di dalam saluran kemih. Akan
tetapi karena adanya hubungan satu lokasi dengan lokasi lain sering didapatkan bakteri di dua
lokasi yang berbeda. Klasifikasi diagnosis Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria yang
dimodifikasikan dari panduan EAU (European Association of Urology) dan IDSA (Infectious
Disease Society of America) terbagi kepada ISK non komplikata akut pada wanita,
pielonefritis non komplikata akut, ISK komplikata, bakteriuria asimtomatik, ISK rekurens,
uretritis dan urosepsis (Naber KG et al). Pielonefritis akut (PNA) adalah proses inflamasi
parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri. Pielonefritis kronis (PNK) mungkin akibat
lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran
kemih dan refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti
pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonifritis kronik yang spesifik.
(Sukandar, E., 2004)
Selain itu, ISK juga dinyatakan sebagai ISK uncomplicated (simple) dan ISK
complicated. ISK simple adalah infeksi yang terjadi pada insan sehat dan tidak menyebar ke
tempat tubuh yang lain. ISK simple ini biasanya sembuh sempurna sesuai dengan pemberian
obat. Sementara ISK complicated adalah infeksi yang disebabkan oleh kelainan anatomis
pada seluran kemih, menyebar ke bagian tubuh yang lain, bertambah berat dengan underlying
disease, ataupun bersifat resisten terhadap pengobatan. Berbanding dengan yang simple, ISK
complicated lebih sukar diobati.

3. Epidemiologi
ISK tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor
predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. Selama
periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK
dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor
predisposisi (pencetus). Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada
perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1 % meningkat menjadi 5%
selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai
30%, baik laki-laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi seperti berikut litiasis,
obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, diabetes mellitus pasca
transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit sickle-cell, senggama, kehamilan dan
peserta KB dengan table progesterone, serta kateterisasi. (Sukandar, E., 2004).

Tabel 3.1 Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih menurut usia dan jenis kelamin (Nguyen,
2004).

Persentasi Kejadian (%)


Umur (tahun) Perempua Laki-laki Faktor Risiko
n
<1 0,7 2,7 Kelainan anatomi gastrourinary
15 4,5 0,5 Kelainan anatomi gastrourinary
6- 15 4,5 0,5 Kelainan fungsional gastrourinary
16 35 20 0,5 Hubungan seksual, diaphgram
36- 65 35 20 Pembedahan, obstruksi prostat, pemasangan
kateter
> 65 40 35 Inkontinensia, pemasangan kateter, obstruksi
prostat
Pada anak yang baru lahir hingga umur 1 tahun, dijumpai bakteriuria di 2,7% lelaki dan
0,7% di perempuan (Wettergren, Jodal, and Jonasson, 1985). Insidens ISK pada lelaki yang
tidak disunat adalah lebih banyak berbanding dengan lelaki yang disunat (1,12% berbanding
0,11%) pada usia hidup 6 bulan pertama ( Wiswell and Roscelli, 1986). Pada anak berusia 1-5
tahun, insidens bakteriuria di perempuan bertambah menjadi 4.5%, sementara berkurang di
lelaki menjadi 0,5%. Kebanyakan ISK pada anak kurang dari 5 tahun adalah berasosiasi
dengan kelainan congenital pada saluran kemih, seperti vesicoureteral reflux atau
obstruction. Insidens bakteriuria menjadi relatif constant pada anak usia 6-15 tahun. Namun
infeksi pada anak golongan ini biasanya berasosiasi dengan kelainan fungsional pada saluran
kemih seperti dysfunction voiding. Menjelang remaja, insidens ISK bertambah secara
signifikan pada wanita muda mencapai 20%, sementara konstan pada lelaki muda. Sebanyak
sekitar 7 juta kasus cystitis akut yang didiagnosis pada wanita muda tiap tahun. Faktor risiko
yang utama yang berusia 16-35 tahun adalah berkaitan dengan hubungan seksual. Pada usia
lanjut, insidens ISK bertambah secara signifikan di wanita dan lelaki. Morbiditas dan
mortalitas ISK paling tinggi pada kumpulan usia yang <1 tahun dan >65 tahun. (Nguyen,
H.T., 2004).

4. Etiologi
Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan oleh kuman gram
negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak baik pada yang simtomatik maupun
yang asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti Proteus mirabilis (30 % dari infeksi
saluran kemih pada anak laki-laki tetapi kurang dari 5 % pada anak perempuan ), Klebsiella
pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa dapat juga sebagai penyebab. Organisme gram
positif seperti Streptococcus faecalis (enterokokus), Staphylococcus epidermidis dan
Streptococcus viridans jarang ditemukan. Pada uropati obstruktif dan kelainan struktur
saluran kemih pada anak laki-laki sering ditemukan Proteus species. Pada ISK nosokomial
atau ISK kompleks lebih sering ditemukan kuman Proteus dan Pseudomonas (Lumbanbatu,
S.M., 2003).
Tabel 4.1 Mikroorganisme yang paling sering sebagai penyebab infeksi saluran kemih
(Sukandar, 2004).

Gram Positif Gram Negatif


Proteus mirabilis Staphylococcus aureus
Proteus vulgaris Streptococcus fecalis
Enterobacter cloacae
Enterobacter aerogenes
Providencia rettgeri
Providencia stuartii
Morganella morganii
Citrobacter freundii
Citrobacter diversus
Escherichia coli
Klebsiella pneumoniae
Klebsiella oxytosa
Serratia morcescens
Psuedomonas
aeruginosa

5. Patofisiologi
Pada individu normal, biasanya laki-laki maupun perempuan urin selalu steril karena
dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Utero distal merupakan tempat kolonisasi
mikroorganisme nonpathogenic fastidious Gram-positive dan gram negative. (Sukandar, E.,
2004) Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke dalam
kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal.
Proses ini, dipermudah refluks vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat
jarang ditemukan di klinik, mungkit akibat lanjut dari bakteriema. Ginjal diduga merupakan
lokasi infeksi sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat Stafilokokus aureus.
Kelainan ginjal yang terkait dengan endokarditis (Stafilokkokus aureus) dikenal Nephritis
Lohein. Beberapa penelitian melaporkan pielonefritis akut (PNA) sebagai akibat lanjut invasi
hematogen. (Sukandar, E., 2004).

6. Manifestasi Klinik
Setiap pasien dengan ISK pada laki dan ISK rekuren pada perempuan harus dilakukan
investigasi faktor predisposisi atau gejala.
a. Pielonefritis Akut (PNA).
Manifestasi klinis PNA seperti panas tinggi (39,5-40,5 C), disertai mengigil dan sekit
pinggang. Manifestasi klinis PNA ini sering didahului gejala ISK bawah (sistitis).
b. ISK bawah (sistitis).
Manifestasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik, polakiuria, nokturia, disuria, dan
stanguria.
c. Sindroma Uretra Akut (SUA).
Manifestasi klinis SUA sulit dibedakan dengan sistitis. SUA sering ditemukan pada
perempuan usia antara 20-50 tahun. Presentasi klinis SUA sangat miskin (hanya disuri
dan sering kencing) disertai cfu/ml urin <105 ; sering disebut sistitis abakterialis.
Sindrom uretra akut (SUA) dibagi 3 kelompok pasien, yaitu:
Kelompok pertama pasien dengan piuria, biakan uria dapat diisolasi E-coli
dengan cfu/ml urin 103-105. Sumber infeksi berasal dari kelenjar peri-uretral atau
uretra sendiri. Kelompok pasien ini memberikan respon baik terhadap antibiotik
standar seperti ampsilin.
Kelompok kedua pasien leukosituri 10-50/lapangan pangdang tinggi dan kultur
urin steril. Kultur khusus ditemukan clamydia trachomalis atau bakteri anaerobic.
Kelompok ketiga pasien tanpa piuri dan biakan urin steril.
d. ISK rekuren.
ISK rekuren terdiri 2 kelompok; yaitu:
Re-infeksi (re- infections). Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6
minggu mikroorganisme (MO) yang berlainan.
Relapsing infection. Setiap kali infeksi disebabkan MO yang sama, disebabkan
sumber infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat. (Sukandar, E., 2004)

7. Pemeriksaan penunjang diagnosis ISK


Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa puter, kultur urin, serta
jumlah kuman/mL urin merupakan protocol standar untuk pendekatan diagnosis ISK.
Pengambilan dan koleksi urin, suhu, dan teknik transportasi sampel urin harus sesuai dengan
protocol yang dianjurkan. (Sukandar, E., 2004).
Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus
berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk mengetahui
adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK.Renal imaging
procedures untuk investigasi faktor predisposisi ISK termasuklah ultrasonogram (USG),
radiografi (foto polos perut, pielografi IV, micturating cystogram), dan isotop scanning.
(Sukandar, E., 2004).
Pemeriksaan Laboratorium
a. Urinalisis
Leukosuria
Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap
dugaan adalah ISK. Dinyatakan positif bila terdapat > 5 leukosit/lapang
pandang besar (LPB) sedimen air kemih. Adanya leukosit silinder pada
sediment urin menunjukkan adanya keterlibatan ginjal. Namun adanya
leukosuria tidak selalu menyatakan adanya ISK karena dapat pula dijumpai
pada inflamasi tanpa infeksi. Apabila didapat leukosituri yang bermakna, perlu
dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur.
Hematuria
Dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK, yaitu bila
dijumpai 5-10 eritrosit/LPB sedimen urin. Dapat juga disebabkan oleh
berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun oleh
sebab lain misalnya urolitiasis, tumor ginjal, atau nekrosis papilaris.
b. Bakteriologis
Mikroskopis
Dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau tanpa pewarnaan gram.
Dinyatakan positif bila dijumpai 1 bakteri /lapangan pandang minyak emersi.
Biakan Bakteri
Dimaksudkan untuk memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri
dalam jumlah bermakna sesuai dengan criteria Cattell, 1996:
o Wanita, simtomatik
>102 organisme koliform/ml urin plus piuria, atau
10 5 organisme pathogen apapun/ml urin, atau
Adanya pertumbuhan organisme pathogen apapun pada urin yang
diambil dengan cara aspirasi suprapubik
o Laki-laki, simtomatik
>103 organisme patogen/ml urin
o Pasien asimtomatik
105 organisme patogen/ml urin pada 2 contoh urin berurutan.
c. Tes kimiawi
Yang paling sering dipakai ialah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah sebagian
besar mikroba kecuali enterokoki, mereduksi nitrat bila dijumpai lebih dari 100.000 -
1.000.000 bakteri. Konversi ini dapat dijumpai dengan perubahan warna pada uji
tarik. Sensitivitas 90,7% dan spesifisitas 99,1% untuk mendeteksi Gram-negatif. Hasil
palsu terjadi bila pasien sebelumnya diet rendah nitrat, diuresis banyak, infeksi oleh
enterokoki dan asinetobakter.
d. Tes Plat-Celup
Lempeng plastik bertangkai dimana kedua sisi permukaannya dilapisi perbenihan
padat khusus dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan digenangi urin. Setelah itu
lempeng dimasukkan kembali ke dalam tabung plastik tempat penyimpanan semula,
lalu dilakukan pengeraman semalaman pada suhu 37 C. Penentuan jumlah kuman/ml
dilakukan dengan membandingkan pola pertumbuhan pada lempeng perbenihan
dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan keadaan kepadatan koloni yang
sesuai dengan jumlah kuman antara 1000 dan 10.000.000 dalam tiap ml urin yang
diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup akurat. Tetapi jenis kuman dan
kepekaannya tidak dapat diketahui.

8. Manajemen Infeksi Saluran Kemih


a. Infeksi Saluran Kemih Bawah
Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotika
dan kalau perlu terapi asimtomatik untuk alkalinisasi urin:
Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48jam dengan
antibiotika tunggal; seperti ampisilin 3 gram, trimetoprim 200mg
Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisi (lekositoria) diperlukan terapi
konvensional selama 5-10 hari
Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua
gejala hilang dan tanpa lekositoria.
Reinfeksi berulang (frequent re-infection)
Disertai faktor predisposisi. Terapi antimikroba yang intensif diikuti koreksi
faktor resiko.
Tanpa faktor predisposisi
Asupan cairan banyak
Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba takaran
tunggal (misal trimetroprim 200mg)
Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan.
Sindroma uretra akut (SUA). Pasien dengan SUA dengan hitungan kuman 10
memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan hasi l yang baik
dengan tetrasiklin. Infeksi disebabkan MO anaerobic diperlukan antimikroba yang
serasi, misal golongan kuinolon. (Sukandar, E., 2004).

b. Infeksi Saluran Kemih Atas


Infeksi saluran kemih atas dapat dibagi menjadi pielonefritis akut dan pielonefritis
kronis. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap untuk
memlihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam.
Indikasi rawat inap pielonefritis akut adalah seperti berikut:
Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotika
oral.
Pasien sakit berat atau debilitasi.
Terapi antibiotika oral selama rawat jalan mengalami kegagalan.
Diperlukan invesstigasi lanjutan.
Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi.
Komorbiditas sepert i kehamilan, diabetes mellitus, usia lanjut .
The Infection Disease of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi
antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72jam sebelum diketahui MO sebagai
penyebabnya yaitu fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan
sefalosporin dengan spectrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.
Antibiotika merupakan terapi utama pada ISK. Hasil uji kultur dan tes
sensitivitas sangat membantu dalam pemilihan antibiotika yang tepat. Efektivitas
terapi antibiotika pada ISK dapat dilihat dari penurunan angka lekosit urin disamping
hasil pembiakan bakteri dari urin setelah terapi dan perbaikan status klinis pasien.
Idealnya antibiotika yang dipilih untuk pengobatan ISK harus memiliki sifat-sifat
sebagai berikut : dapat diabsorpsi dengan baik, ditoleransi oleh pasien, dapat
mencapai kadar yang tinggi dalam urin, serta memiliki spektrum terbatas untuk
mikroba yang diketahui atau dicurigai. Pemilihan antibiotika harus disesuaikan
dengan pola resistensi lokal, disamping juga memperhatikan riwayat antibiotika yang
digunakan pasien (Coyle and Prince, 2005).
Gambar 8.1 Algoritma terapi infeksi saluran kemih pada laki-laki
(Coyle and Prince, 2005)
Gambar 8.2 Algoritma terapi infeksi saluran kemih pada perempuan
(Coyle and prince, 2005)

9. Obat-obat untuk Infeksi Saluran Kemih


Kombinasi sulfametoksazole dan trimethoprim atau biasa disebut kotrimoksazol dapat
menghambat sintesis asam dihidrofolat bakteri melalui kompetisi dengan asam para-
aminobenzoat mengakibatkan inhibisi pertumbuhan bakteri. Meskipun keduanya bersifat
bakteriostatik, namun bila dikombinasikan dapat menjadi bakterisid terhadap bakteri yang
sama. Pada umumnya, kombinasi ini merupakan kombinasi yang bersifat potensiasi (saling
menguatkan) serta menurunkan resiko resistensi. Aktivitas antibakterinya cukup bagus pada
banyak patogen penyebab ISK Kecuali pada Pseudomonas aeruginosa.(Howes dan Kantor,
2005; Tjay dan Raharja, 2013).
Seftriakson merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang memiliki
spektrum luas terhadap bakteri gram negatif, namun efikasinya rendah pada bakteri gram
positif. Meskipun demikian, antibiotik ini memiliki efikasi yang baik terhadap beberapa
organisme yang resisten terhadap antibiotik tertentu. Mekanisme kerjanya dengan mengikat
satu atau lebih protein pengikat penisilin, merupak sintesis sel dinding bakter, dan bersifat
bakterisid. Dosis lazimnya antara 1-2 gram secara intravena pada 2 hingga 4 pemberian
dalam sehari dan tidak melewati 4 gram sehari. Seftriakson kontraindikasi dengan pasien
yang memiliki hipersensitifitas terhadap seftriakson. Antibiotik ini berinteraksi dengan
aminoglikosida yang mengakibatkan naiknya potensi nefrotoksik. Penggunaan bersamaan
probenesid akan meningkatkan kadar seftriakson melalui penghambatan kliren (Tjay dan
Rahardja, 2013).
Kombinasi amoksisilin dan klavulanat, biasa disebut co-amoxiclav. Amoksisilin
menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan terikat pada sisi protein pengikat penisilin.
Penambahan klavulanat dapat menghambat enzim beta laktamase yang dikeluarkan bakteri
untuk merusak cincin beta laktam pada amoksisilin. Kombinasi ini jarang menimbulkan
alergi dan efektif pada sebagian besar bakteri penginfeksi, kecuali pada spesies mycoplasma
dan legionella. Dosis penggunaan pada dewasa antara 500-875 mg dua kali sehari peroral
atau 250-500 mg tiga kali sehari selama 7-10 hari. Interaksinya dengan walfarin atau heparin
dapat meningkatkan resiko pendarahan. Antibiotik ini akan bekerja sinergis bersama
pemberian antibiotik golongan aminoglikosida (Tjay dan Rahardja, 2013).
Sefotaksim merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga. Antibiotik ini
sering digunakan sebagai terapi parenteral awal pasien pediatrik yang mengalami pielonefritis
akut. Dosis dewasa 1-2 gram intravena atau intra muscular tiap 6-8 jam. Sefotaksim dikontra
indikasikan pada pasien yang memiliki alergi terhadap sefotaksim. Konsentrasi sefotaksim
akan meningkat bila berinteraksi dengan probenesid. Penggunaan sefotaksim sebaiknya
berhati-hati pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal, alergi penisilin, dan memiliki
riwayat colitis (Tjay dan Rahardja, 2013).
Ciprofloxacin merupakan antibiotik golongan kuinolon untuk menangani berbagai jenis
infeksi akibat bakteri, misalnya infeksi saluran kemih, infeksi pada saluran pencernaan,
infeksi pada mata, dan infeksi menular seksual. Jenis obat ini bekerja dengan membunuh atau
mencegah perkembangan bakteri yang menjadi penyebab infeksi. Dosis dewasa 250 mg tiga
kali sehari secara oral (Tjay dan Rahardja, 2013).
10. Pembahasan Kasus
Tabel 10.1 Tabel profil pasien
Nama Tn. S
Umur 69 tahun
Alamat -
Berat badan / tinggi badan -
MRS 18 oktober
Keluhan utama Panas 3 hari
Keluhan tambahan Nafsu makan turun, BB turun, sedikit
kencing, benjolan di pipi kanan, dan sudah
diperiksa di THT dan akan dioperasi.
Benjolan di pipi sejak 5 bulan yang lalu.
Diagnosis ISK + sepsis + ameloblastoma

Tabel 10.2 Tabel data klinik


No Data Klinik Tanggal
18/10 19/10 20/10 21/10 22/10 23/10
0
1 Suhu (37 C0,5) 38,6 37,5 36,8 37,8 36,5
2 Nadi 112 116 80 88 93 80
3 TD 120/60 110/60 100/60 100/60 120/80 130/80
4 RR 32 28 24 32 28 24
5 KU Lemah Lemah Lemah Lemah sedang Sedang
6 GCS 446 456 446

Tabel 10.3 Tabel data laboratorium


DATA LAB Tanggal
No
18/10 19/10 20/10 21/10 22/10 23/10
1. WBC (4,3-10,3x103) 7.200 11.100 9.150
2. Hb (11,4-15,1) 12,2 11,9 12,9
3. Hct(37,7-53,7) 34,2 35,5 37,0
4. RBC (4,04-6,13) 3,91 3,84 4,1
5. Trombosit (142- 69000 113.000 169.000
424x103)
6. SGOT (10-36 U/L) 37 77
7. SGPT (10-40 U/L) 25 56
8. BUN (6-20 mg/dl) 25,5 41,8 28,5
9. Creatinin (0,5-1,5 1,3 1,4 1,2
mg/dl)
10. GDA 164 114 144
11. Total protein (6,6- 6,8
8,8)
12. As. Urat (3,4-5,7) 4,9 4,5
13. Albumin (3,5-5,2 2,8 2,5
g/dl)
14. Na (136-144) 132 132
15. K (3,8-5,0) 4,04 3,9
16. Cl (97-103) 103,3 103
Urin :
17. Glukosa (-) -
18. Blood (-) 1+
19. pH 5,5
20. Protein (-) 3+
21. Lekosit (-) -
22. Epitel (2-3) 5-7

Tabel 10.4 Tabel profil terapi

N Rut Tanggal Pemberian Obat


Obat Regimentasi 18/1 20/1 21/1 22/1
o e 19/10 23/10
0 0 0 0
1 RD5 RD5 RD5
RD5 : PZ 14
: PZ : PZ : PZ
RD5 IV 1500 cc/hr PZ = tts/mn
= = =
1:1 t
1:1 1:1 1:1
2 IV 1x500 mg //
Levofloxacin
drip
3 Ciprofloxacin IV 2x200mg
4 Ranitidin IV 2x1ampul
5 Parasetamol PO 3x500mg k/p //
6 Metamizol IV 3x1ampul k/p //
7 Albumin 25 % 100 cc ad //
IV
Alb3 g/dl

Tabel 10.5 Tabel DFP 2 (Drug Related Problem)


Nama : Tn. S No RM: Dokter :
Umur : 69 tahun Ruangan: Apoteker :
No Hari / Kode Uraian Masalah Rekomendasi / Tindak
Tanggal Masalah Saran Lanjut

11. Daftar Pustaka


Coyle, E. A. & Prince, R. A., 2005, Urinary Tract Infection and Prostatitis, in 7 Edition,
The McGraw Hill Comparies, Inc., USA.
Nguyen, H.T. (eds), 2004. Bacterial Infection of the Genitourinary Tract. In: Tanagho,
E.A., and McAninch, J.W., ed. Smiths General Urology 16 edtion. The McGraw
Hill companies: US of America.
Sukandar, E., 2004, Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
Tjay, T.H & Rahardja, K., 2013, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingnya, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai