Anda di halaman 1dari 12

INFARK MIOKARD DENGAN AV BLOCK

PENDAHULUAN
Infark miokard adalah kumpulan gejala klinis akibat tersumbatnya arteri
koroner, yang menyebabkan matinya sel-sel otot jantung pada daerah vaskularisasi
arteri koroner tersebut.1 Arteri koroner umumnya terdiri dari dua cabang utama, yaitu
right coronary artery (RCA) dan left coronary artery (LCA); dalam perjalanannya
left coronary artery bercabang menjadi left anterior descending (LAD) dan left
circumflex (LCX).
Pada populasi umum, atrioventricular (AV) node dan SA node sebagian besar
mendapat vaskularisasi dari RCA yaitu masingmasing 90% dan 60%; selain itu
ventrikel kanan, sepertiga septum interventricular posterior, bagian inferior ventrikel
kiri, dan sebagian posterior ventrikel kiri mendapat vaskularisasi dari RCA.
Penyumbatan RCA umumnya menimbulkan manifestasi klinis berupa sinus
bradikardi, AV block, infark ventrikel kanan, serta infark posteroinferior ventrikel
kiri.2
Complete heart block, atau biasanya dikenal sebagai AV block derajat III,
merupakan gangguan konduksi jantung yang aktivitas konduksinya tidak melalui AV
node, sehingga aktivitas konduksi di atrium dan aktivitas konduksi di ventrikel tidak
berhubungan.
Gambaran AV block derajat III pada elekrokardiografi adalah kompleks QRS
sesuai dengan frekuensi irama ventrikuler dan gelombang P sesuai dengan frekuensi
irama sinus. Salah satu penyebab terjadinya complete heart block adalah infark
miokard pada RCA.3

1. Boyle AJ, Jaffe AS. Acute Myocardial Infarction. In: Crawford MH ed.
Current Diagnosis & Treatment Cardiology 3rd ed. New York: McGraw-
Hill; 2009:51-72.
2. Myocardial Infarction.http://www.emedicine.medscape.com. Accessed
Desember 25, 2016.
3. Third-Degree Heart Block. http: //www.emedicine.medscape.com. Accessed
Desember 25, 2016.

GANGGUAN KONDUKSI
karena aktivitas listrik memicu aktivitas mekanis rnaka gangguan pola listrik
biasanya disertai oleh gangguan aktivitas kontraktil jantung. karena iru, evaluasi pola-
pola ekg dapat memberi informasi yang bermanfaat mengenai status jantung.
penyimpangan utama dari keadaan normal yang dapat ditemukan melalui
elektrokardiografi adalah (1) kelainan kecepatan denyut jantung, (2) kelainan irama,
dan (3) miopati jantung.1
1. kelainan kecepatan
kecepatan denyut jantung dapat ditentukan dari jarak antara dua kompleks qrs
yang berurutan di kertas berskala yang digunakan untuk merekam ekg. kecepatan
denyut jantung yang melebihi 100 denyut per menit disebut takikardi (taki artinya
"cepat"), sementara denyut yang kurang dari 60 kali per menit disebut bradikardia
(bradi artinya "lambat").1

Gambar 2. Kelainan Kecepatan

2. Kelainan Irama
Irama merujuk kepada keteraturan arau spacing gelombang EKG. Setiap variasi
dari irama normal dan rangkaian eksitasi jantung disebut aritmia. Hal ini dapat
disebabkan oleh focus ektopik, perubahan aktivitas pemacu nodus SA, atau
gangguan hantaran. Kecepatan jantung juga sering berubah. Ekstrasistol, atau
kontraksi uentrikel prematur, yang berasal dari suatu fokus ektopik adalah
penyimpangan yang sering ditemukan. Kelainan lain pada irama yang mudah
dideteksi oleh EKG adalah flutter atrium, fibrilasi atrium, fibrilasi ventrikel, dan
blok jantung.1
1. Flutter atrium ditandai oleh langkaian depolarisasi atrium yang cepat tetapi
reguler dengan kecepatan antara 200 sampai 380 denyut per menit. Ventrikel
jarang mengikuti kecepatan atrium yang tinggi ini. Karena periode refrakter
jaringan penghantar lebih lama daripada yang dimiliki oleh otot atrium maka
nodus AV tidak mampu berespons terhadap setiap impuls yang
berkonvergensi padanya dari atrium. Mungkin hanya satu dari setiap dua atau
tiga impuls atrium berhasil melewati nodus AV ke ventrikel. Keadaan ini
disebut sebagai irama 2:l atau 3:1. Kenyataan bahwa tidak setiap impuls
atrium mencapai ventrikel pada flutter arrium rnerupakan hal penting, karena
hal ini tidak memr-rngkinkan denyut ventrikel yang cepat yang melebihi 200
kali per menit. Kecepatan setinggi ini tidak memungkinkan pengisian
ventrikel yang memadai di antara denyutan. Dalam hal ini, curah jantung akan
berkurang hingga ke tahap yang menyebabkan pingsan atau bahkan
meninggal akibat berkurangnya aliran darah ke otak. 1

Gambar 2. EKG Atrial flutter.


2. Fibrilasi atrium ditandai oleh depolarisasi atrium yang cepat, ireguler, dan tak
terkoordinasi, tanpa gelombang P yang jelas. Karena itu, kontraksi atrium
menjadi kacau dan asinkron. Karena impuls yang mencapai nodus AV tidak
teratur maka irama ventrikel juga sangat ireguler. Kompleks QRS berbentuk
normal tetapi muncul secara ;eficit;. Waktu di antara dua denyut ventrikel
untuk pengisian ventrikel bervariasi. Sebagian denyut ventrikel berlangsung
sedemikian berdekatan sehingga isi ventrikel sangat sedikit. Karena pengisian
kurang maka kontraksi berikutnya menjadi lebih lemah. Pada kenyataannya,
sebagian dari kontraksi ventrikel mungkin terlalu lemah untuk
menyemprotkan darah sehingga nadi pergelangan tangan tidak teraba. Dalam
situasi ini, iika kecepatan denyut jantung diukur secara langsung, baik dengan
denyut apeks atau via EKG, dan kecepatan denyut nadi diukur secara
bersamaan di pergelangan tangan, maka kecepatan denyut jantung akan
melebihi denyut nadi. Perbedaan kecepatan denyut jantung dan nadi ini
dikenal sebagai ;eficit denyut. Dalam keadaan normal, kecepatan jantung
sama dengan kecepatan nadi, karena setiap kontraksi jantung memicu denyut
nadi akibat semproran darah ke dalam arteri. 1

Gambar 2. EKG Atrial Fibrillation


3. Fibrilasi ventrikel adalah kelainan ilarna yang sangat serius di mana otot
ventrikel memperlihatkan kontraksi kacau tak terkoordinasi. Terbentuk
banyak impuls yang merambat acak ke semua arah di sekitar ventrikel.
Rekaman EKG pada fibrilasi ventrikel sangat ireguler tanpa pola atau irama
yar.rg dapat dideteksi. Jika kontraksi rnenjadi sedemikian kacau maka ve
ntrikel tidak cfektif sebagai pompa. Jika sirkulasi tidak dipulihkan dalam
waktu kurang dari empat menit melalui kompresi jantung eksternal atau
defibrilasi listrik maka terjadi kerusakan otak ireversibel disertai ancaman
kematian. 1
Gambar 2. EKG Fibrilasi ventrikel
4. Jenis lain aritmia, blok jantung, terjadi karena defek di sistem hantaran
jantung. Atrium masih berdenyut teratur, tetapi ventrikel kadang-kadang gagal
terangsang dan karenanya tidak berkontraksi setelah atrium berkontraksi.
Impuls antara atrium dan ventrlkel dapat terhamlrat dalam derajat yang
bervariasi. Pada sebagian bentuk blok jantung, hanya setiap impuls atrium
kedua atau ketiga yang diteruskan ke ventrikel. Hal ini dikenal sebagai blok
2:1 atat 3:1, yang dapat dibedakan dari irama 2:1 atau 3:1 yang berkaitan
derrgan flutter atrium oleh kecepatan yang ditunjukkan. Pada blok jantung,
kecepatan atrium normal tetapi kecepatan ventrikel jauh di bawah normal,
sementara pada flutter atrium kecepatan atrium sangat tinggi disertai
kecepatan ventrikel normal atau di atas normal. Blok jantung total ditandai
oleh disosiasi total aktivitas atrium dan ventrikel, dengan impuls dari atrium
tidak dihantarkan ke ventrikel sama sekali. Nodus SA terus mengatur
depolarisasi atrium, tetapi ventrikel menghasilkan sendiri impuls mereka
dengan kecepatan yang jauh lebih rendah daripada kecepatan atrium. Pada
EKG, gelombang P memperlihatkan irama normal. QRS dan gelombang T
juga muncul teratur tetapi jauh lebih lambat daripada gelombang P dan sama
sekali independen dari irama gelombang P. Karena aktivitas atrium dan
ventrikel tidak sinkron maka gelombang untuk repolarisasi atrium mungkin
muncul, tidak lagi ditutupi oleh kompleks QRS. 1
Gambar 2. EKG Blok Jantung Komplit

Sinus bradikardi dan Blok Jantung pada STEMI


Sinus bradikardi sering terjadi dalam beberapa jam awal STEMI,
terutama pada infark inferior. Dalam beberapa kasus, hal ini disebabkan oleh
karena opioid. Sinus bradikardi seringkali tidak memerlukan pengobatan. Bila
disertai dengan hipotensi berat, sinus bradikardi perlu diterapi dengan atropin.
Bila gagal dengan atropin, dapat dipertimbangkan penggunaan pacing
sementara. Blok jantung derajat satu tidak memerlukan pengobatan. Untuk
derajat dua tipe I (Mobitz I atau Wenckebach), blokade yang terjadi biasanya
dikaitkan dengan infark inferior dan jarang menyebabkan efek hemodinamik
yang buruk. Apabila terjadi perubahan hemodinamik, berikan atropin dahulu,
baru pertimbangkan pacing. Hindari penggunaan agen-agen yang
memperlambat konduksi AV seperti penyekat beta, digitalis, verapamil atau
amiodaron. Blok AV derajat dua tipe II (Mobitz II) dan blok total dapat
merupakan indikasi pemasangan elektroda pacing, apalagi bila bradikardi
disertai hipotensi atau gagal jantung. Bila gangguan hemodinamik yang
terjadi berat, hati-hati dalam pemberian pacing AV sekuensial. Pada pasien
yang belum mendapatkan terapi reperfusi, revaskularisasi segera perlu
dipertimbangkan.2
Sinus bradikardi sering terjadi dalam beberapa jam awal STEMI,
terutama pada infark inferior. Dalam beberapa kasus, hal ini disebabkan oleh
karena opioid. Sinus bradikardi seringkali tidak memerlukan pengobatan. Bila
disertai dengan hipotensi berat, sinus bradikardi perlu diterapi dengan atropin.
Bila gagal dengan atropin, dapat dipertimbangkan penggunaan pacing
sementara. 2
Blok jantung derajat satu tidak memerlukan pengobatan. Untuk derajat
dua tipe I (Mobitz I atau Wenckebach), blokade yang terjadi biasanya
dikaitkan dengan infark inferior dan jarang menyebabkan efek hemodinamik
yang buruk. Apabila terjadi perubahan hemodinamik, berikan atropin dahulu,
baru pertimbangkan pacing. Hindari penggunaan agen-agen yang
memperlambat konduksi AV seperti penyekat beta, digitalis, verapamil atau
amiodaron. Blok AV derajat dua tipe II (Mobitz II) dan blok total dapat
merupakan indikasi pemasangan elektroda pacing, apalagi bila bradikardi
disertai hipotensi atau gagal jantung. Bila gangguan hemodinamik yang
terjadi berat, hati-hati dalam pemberian pacing AV sekuensial. Pada pasien
yang belum mendapatkan terapi reperfusi, revaskularisasi segera perlu
dipertimbangkan. 2
Asistol dapat terjadi setelah blok AV, blok bifasik atau trifasik atau
countershock elektrik. Bila elektroda pacing terpasang, perlu dicoba
dilakukan pacing. Apabila tidak, lakukan kompresi dada dan napas buatan,
serta lakukan pacing transtorakal. Elektroda pacing transvena perlu
dimasukkan bila terdapat blok AV lanjut dengan low escape rhythm seperti
yang telah dijelaskan di atas, dan dipertimbangkan apabila terjadi blok bifasik
atau trifasik. Rute subklavia sebaiknya dihindari setelah fibrinolisis atau bila
terdapat antikoagulasi, dan dipilih rute alternatif. Pacing permanen
diindikasikan pada pasien dengan blok AV derajat tiga persisten, atau derajat
dua persisten terkait bundle branch block, dan pada Mobitz II transien atau
blok jantung total terkait bundle branch block awitan baru. 2

AV BLOK Derajat I

AV Block Derajat II tipe 1


AV BLOK Derajat II tipe 2 (Mobits II)

5. Bundle Branch Blok


Gangguan konduksi melalui cabang bundel kanan dan cabang bundel kiri
dapat berkembang dari kerusakan iskemik atau degeneratif. Hasil dari, ventrikel
yang terkena tidak terdepolarize secara normal. Proses tertunda ini
memperpanjang depolarisasi dan kompleks QRS melebar. Sebuah durasi QRS
yang normal adalah 0,10 detik ( 2,5 kotak kecil). Ketika sebuah bundle branch
block melebar dengan durasi QRS 0,10-0,12 detik (2,5-3,0 kotak kecil), disebut
incomplete bundle branch block. Jika durasi QRS lebih besar dari 0,12 detik (3,0
kotak kecil), disebut complete bundle branch block.3
Pada right bundle branch block (RBBB), depolarisasi normal dari ventrikel
kanan terganggu. Proses depolarisasi berkepanjangan ini memperlebar QRS
kompleks dan menghasilkan arus depolarisasi yang terlambat didalam arah
anterior ventrikel kanan. Karena bagian terminal kompleks QRS di RBBB
mewakili kekuatan ventrikel kanan ini yang bertindak sendiri, EKG mencatat
defleksi positif (dikenal sebagai gelombang R) di lead V1 dan defleksi negatif
(gelombang S) di V6 di sisi berlawanan dari jantung. Munculnya kompleks QRS
di lead V1 dengan RBBB (upward R, downward S, upward R) sering
digambarkan memiliki penampilan "rabbit ears. 3
Left bundle branch block (LBBB), lebih menonjolkan kelainan QRS.
Depolarisasi awal yang normalnya dari septum kiri tidak terjadi; depolarisasi
pertama terjadi di kanan septum ventrikel, melalui cabang bundel yang tepat.
Dengan demikian, kekuatan awal depolarisasi diarahkan menuju ventrikel kiri
bukan kanan. Oleh karena itu, defleksi negatif di V1 dan normal gelombang Q di
V6 tidak ada. Hanya setelah depolarisasi ventrikel kanan slow cell-to-cell
menyebar mencapai left ventricular myocytes. Sehingga menggambarkan
komplek QRS melebar dengan defleksi positif di lead V5 dan V6. 3
Gambar 2. Bundle Branch Block

Daftar Pustaka
1. Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia dari sel ke system ed.6. Jakarta,
EGC, 2012.
2. PERKI. Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut edisi ketiga. Jakarata,
PERKI, 2015
3. Lilly Leonard S. Patophysiology of hearth disease fifth edition. Lippincott
Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer business, Philladelphia, 2011.

CONTOH KASUS STEMI DENGAN AV BLOCK


Sebuah kasus emergency call dari rumah - seorang laki-laki berusia 56 tahun.
Pasien mengeluh lemas, capek, dan terdapat episode hilang kesadaran dengan jerking
singkat kurang dari satu menit. Dua hari sebelumnya pasien mengeluh dada sesak
disertai mual dan muntah; sejak itu pula pasien merasa tidak mampu melakukan
aktivitas harian seperti biasanya. Riwayat penyakit: DM sejak 10 tahun tidak
terkontrol baik, hipertensi tidak ada, dislipidemia disangkal, tidak merokok, dan
riwayat penyakit jantung dalam keluarga tidak diketahui pasti. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan: sakit berat, pucat; nadi 46x/menit regular, pernapasan 24x/menit,
tekanan darah 100/60 mmHg, SpO2 91%, gula darah sewaktu 241mg/dL, kolesterol
142 mg/dL, trigliserida 90 mg/dL, dan asam urat 10,9 mg/dL. Pada pemeriksaan EKG
didapatkan STEMI Inferior dengan AV block derajat III.4
Diagnosis: Inferior Myocardial Infarction dengan Complete Heart Block.
Tata laksana: O2 3L/menit via nasal canula, clopidogrel 300 mg (4 tab),
acetylsalicylic acid 320 mg (4 tab), atorvastatin 20 mg, enoxaparin 4.000 IU sc, drip
dopamine 5g/kgBB/menit dalam NaCl 0,9%. Rencana dirujuk ke RS dengan
fasilitas CathLab.4

DISKUSI
Kasus infark miokard dengan complete heart block di daerah yang tidak memiliki
fasilitas cathlab merupakan tantangan luar biasa dalam penanganan awal dan proses
rujukan pasien ke RS dengan fasilitas cathlab yang menghabiskan waktu kurang
lebih delapan jam. Kondisi hemodinamik pasien yang tidak stabil memerlukan tenaga
medis dengan kapabilitas fundamental ciritical care dalam proses rujukan. Hasil
penanganan kasus ini merupakan pembelajaran dan untuk pemahaman lebih baik
mengenai infark miokard dengan complete heart block.1

1. Verdy. Inferior myocardial infarction dengan complete heart block. CDK-189.


2012. 39(1). Hal 44-6.

Anda mungkin juga menyukai