Anda di halaman 1dari 17

PAPER TENTANG PENENTUAN HARGA PELAYANAN PUBLIK

(CHARGING FOR SERVICES)

Oleh:
Kelompok 6

Finda Prisilla 1410531007


Mutia Novita Sari 1410531010
Caecy Lia Febriyanti 1410531016
Fazliannisa S 1410532009

FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
LATAR BELAKANG

Salah satu tugas pokok pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada


masyarakat. Pemberian pelayanan publik pada dasarnya dapat dibiayai melalui dua
sumber, yaitu: Pajak dan pembebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen
jasa publik. jika pelayanan publik dibiayai dengan Pajak, maka setiap wajib pajak harus
membayar tanpa memperdulikan apakah dia menikmati secara langsung jasa publik
tersebut atau tidak. Hal tersebut karena Pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara
yang tidak memiliki jasa timbal (kontraprestasi) individual yang secara langsung dapat
dinikmati oleh pembayar Pajak. Jika pelayanan publik dibiayai melalui pembebanan
langsung, maka yang membayar hanyalah mereka yang memanfaatkan jasa pelayanan
publik tersebut, sedangkan yang tidak menggunakan tidak diwajibkan untuk membayar.

Kewajiban aparatur negara yang juga mengikuti kewajiban negara dalam


menyelenggarakan tugas negara seperti yang diamanatkan UUD 1945, GBHN dan UU
APBN (mardiasmo 2000) adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat (public
service) dalam bentuk penyediaan jasa dan barang secara prima. Dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat, instansi milik pemerintah apakah BUMD dan BUMN akan
memberikan tarif pelayanan publik yang diwujutkan dalam bentuk retribusi, pajak dan
pembebanan tarif Jasa langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik
(charging for sevice).
A. PENENTUAN HARGA PELAYANAN PUBLIK
Salah satu tugas pokok pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada
masyarakat (public services). Pemberian pelayanan public pada dasarnya dibiayai
melalui 2 sumber, yaitu :
1. Pajak
2. Pembebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa public.
Jika pelayanan public dibiayai dengan pajak, maka setiap wajib pajak harus
membayar tanpa mempedulikan apakah dia menikmati secara langsung jasa public
tersebut atau tidak. Hal tersebut dikarenakan pajak merupakan iuran masyarakat kepada
negara yang tidak memiliki jasa timbal balik (kontraprestasi) individual yang secara
langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak. Jika pelayanan public dibiayai melalui
pembebanan langsung, maka yang membayar hanyalah mereka yang memanfaatkan jasa
pelayanan public tersebut, sedangkan yang tidak menggunakan tidak diwajibkan untuk
membayar. Permasalahan yang kemudian muncul adalah apakah suatu pelayanan public
lebih baik dibiayai melalui pajak atau dengan pembebanan langsung kepada konsumen.

B. PELAYANAN PUBLIK YANG DAPAT DIJUAL


Dalam memberikan memberikan pelayanan public, pemerintahan dapat
dibenarkan menarik tarif untuk pelayanan tertentu baik secara langsung atau tidak
langsung melalui perusahaan milik pemerintah. Beberapa pelayanan public yang dapat
dibebankan tarif pelayanan misalnya :
1. Penyediaan air bersih.
2. Transportasi public.
3. Jasa pos dan telekomunikasi.
4. Energy dan listrik.
5. Perumahan rakyat.
6. Fasilitas pariwisata.
7. Pendidikan.
8. Jalan tol.
9. Irigasi.
10. Jasa pemadaman kebakaran.
11. Pelayanan kesehatan.
12. Pengolahan sampah/limbah
Pembebanan tarif pelayanan public kepada konsumen dapat dibenarkan karena beberapa
alasan, yaitu :
1. Adanya Barang Privat Dan Barang Public
Terdapat 3 jenis barang yang menjadi kebutuhan masyarakat, yaitu :
a. Barang privat
Yaitu barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaat barang atau jasa
tersebut hanya dinikmati secara individual oleh yang membelinya, sedangkan
yang tidak mengkonsumsi tidak dapat menikmati barang/jasa tersebut.
Contoh : makanan, listrik dan telepon.
b. Barang public
Yaitu barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaatnya dinikmati oleh
seluruh masyarakat secara bersama-sama.
Contoh : pertahanan nasional, pengendalian penyakit, jasa polisi.
c. Campuran antara barang privat dan public
Terdapat beberapa barang dan jasa yang merupakan campuran antara barang
privat dan barang public. Karena, meskipun dikonsumsi secara individual
seringkali masyarakat secara umum juga membutuhkan barang dan jasa
tersebut. Contoh : pendidikan, pelayanan kesehatan, transportasi public, dan
air bersih. Barang barang tersebut sering disebut dengan merit good
karena semua orang membutuhkannya akan tetapi tidak semua orang bisa
mendapatkan barang dan jasa tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan barang
tersebut pemerintah dapat menyediakannya secara langsung (direct public
privision), memberikan subsidi, atau mengontrakkan ke pihak swasta. Sebagai
contoh pendidikan, meskipun pemerintah bertanggungjawab untuk
menyediakan pendidikan, namun bukan berarti barang tersebut sebagai pure
public good yang harus dibiayai semuanya dengan pajak dan dilaksanakan
sendiri oleh pemerintah. Dapat saja sektor swasta terlibat dalam penyediaan
pelayanan pendidikan tersebut.

Pada tataran praktek, terdapat kesulitan membedakan barang public dan barang
barang privat. Beberapa sebab kesulitan membedakan barang public dengan barang
privat tersebut antara lain :
1) Batasan antara barang public dan barang privat sulit untuk ditentukan.
2) Terdapat barang dan jasa yang merupakan barang/jasa public, tapi dalam
penggunaannya tidak dapat dihindari keterlibatan beberapa elemen
pembebanan langsung. Contohnya adalah biaya pelayanan medis, tariff
obat-obatan, dan air. Pembebanan terhadap pemanfaatan barang tersebut
memaksa orang untuk berhati-hati dalam mengkonsumsi sumber-sumber
yang mahal atau langka.
3) Terdapat kecenderungan untuk membebankan tarif pelayanan daripada
membebankan pajak karena pembebanan tarif lebih mudah
pengumpulkannya. Jika digunakan pajak, maka akan terdapat kesulitan
dalam menentukan besar pajakyang pantas dan cukup. Sedangkan jika

digunakan pembebanan tarif pelayanan, orang harus membayar untuk


memperoleh jasa yang diinginkannya, dan mungkin bersedia untuk
membayar lebih tinggi dibandingkan dengan tarif pajak. Terdapat
argument yang menyatakan bahwa pembebanan pada dasarnya demokratis
karena orang dapat memilih barang apa yang ingin mereka bayar dan apa
yang tidak mereka inginkan, sehingga pola pengeluaran public dapat
diarahkan menurut pilihan mereka.
Biasanya terdapat anggapan bahwa dalam suatu sistem ekonomi campuran
(mixed economy), barang privat lebih baik disediakan oleh pihak swasta (privat market)
dan barang public lebih baik diberikan secara kolektif oleh pemerintah yang dibiayai
melalui pajak. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan pemerintah menyerahkan
penyediaan barang public kepada sektor swasta melalui regulasi, subsidi, atau sistem
kontrak.
Jika manfaat dirasakan secara perorangan, seperti listrik,telepon, dan air bersih,
maka untuk memperoleh barang-barang tersebut masyarakat biasanya dibebani dengan
tarif untuk penyediaan kebutuhan tersebut. Jika manfaat dirasakan secara umum, karena
spillover effects (eksternalitas positif), yang tidak bisa dihilangkan dan pasti ada seperti
pertahanan dan pengendalian kesehatan, maka pendanaan untuk hal-hal tersebut lebih
tepat didanai lewat pajak.
Dalam hal penyediaan pelayanan public, yang perlu diperhatikan adalah :
1. Identifikasi barang/jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat (apakah barang
public atau privat)
2. Siapa yang lebih berkompeten (lebih efisien) untuk menyediakan kebutuhan
public tersebut (pemerintah atau swasta)
3. Dapatkah penyediaan pelayanan public tertentu diserahkan kepada sektor
swasta dan sektor ketiga
4. Pelayanan public apa saja yang tidak harus dilakukan oleh pemerintah
namun dapat ditangani oleh swasta.
Pola hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

2. Efisiensi Ekonomi
Ketika setiap individu bebas menentukan banyaknya barang dan jasa yang mereka
ingin konsumsi , mekanisme harga memiliki perang penting dalam mengalokasikan
sumber daya melalui :
a. Pendistribusian permintaan, pihak yang mendapatkan manfaat paling banyak
harus membayar lebih banyak pula.
b. Pemberian insentif untuk menghindari pemborosan.
c. Pemberian insentif pada suplier berkaitan dengan skala produksi.
d. Penyediaan sumber daya padasupplier untuk mempertahankan dan
meningkatkan persediaan jasa (supply of servise).

Untuk public goods, pemerintah lebih baik menetapkan harga di bawah harga
normalnya (full price) atau bahkan tanpa dipungut biaya.

Mekanisme pembebanan tarif pelayanan merupakan satu cara


menciptakan keadilan dalam distribusi pelayanan publik.
3. Prinsip Keuntungan
Ketika pelayanan tidak dinikmati oleh semua orang, pembebanan langsung kepada
masyarakat yang menerima jasa tersebut dianggap wajar bila didasarkan prinsip
bahwa yang tidak menikmati manfaat tidak perlu membayar. Jadi pembebanan hanya
dikenakan kepada masyarakat atau mereka yang diuntungkan kepada pelayanan
tersebut. Pemerintah tidak boleh melakukan maksimisasi keuntungan bahkan lebih baik
menetapkan harga di bawah full price, subsidi, bahkan tanpa dipungut biaya. Fee adalah
biaya atas perijinan atau lisensi yang diberikan pemerintah.
Biaya perijinan/lisensi relatif kecil, umumnya berupa biaya
administrasi & pengaawasan, yang didasarkan pada:
a. Kategori perijinan yang dilakukan.
b. Ada tidaknya keuntungan yg diperoleh pemegang ijin/lisensi atas
ijin/lisensi yang dimiliki.

C. ARGUMEN TERHADAP TARIF PEMBEBANAN PELAYANAN


Dalam praktik,pembebanan langsung (direct charging) biasanya ditentukan karena
alasan-alasan sebagai berikut :

1. Suatu jasa, baik merupakan barang publik maupun barang privat, mungkin
tidak dapat diberikan kepada setiap orang, sehingga tidak adil bila biayanya
dibebankan kepada semua masyarakat melalui pajak, sementara mereka tidak
menikmati jasa tersebut.

2. Suatu pelayanan mungkin membutuhkan sumber daya yang mahal atau langka
sehingga konsumsi publik harus didisiplinkan (hemat), misalnya pembebanan
terhadap penggunaan air dan obat-obatan medis.

3. Terdapat variasi dalam konsumsi individual yang lebih berhubungan dengan


pilihan daripada kebutuhan, misalnya penggunaan fasilitas rekreasi.

4. Suatu jasa mungkin digunakan untuk operasi komersial yang menguntukan dan
untuk memenuhi kebutuhan domestic secara individual maupun industrial,
misalnya air, listrik, jasa pos dan telepon.

5. Pembebanan dapat digunakan untuk mengetahui arah dan skala permintaan


publik atas suatu jasa apabila jenis dan standar pelayanannya tidak dapat
ditentukan secara tegas.
Terlepas dari kasus yang merupakan barang publiK murni, terdapat argument yang
menentang pembebanan tarif pelayanan, yaitu :
1. Terdapat kesulitan administrasi dalam menghitung biaya pelayanan
2. Yang miskin tidak mampu untuk membayar
Adanya eksternalitas, merit good dan persyaratan legal
Terdapat kesulitan administrasi dalam menghitung biaya pelayanan

Penetapan tarif pelayanan mensyaratkan adanya sistem pencatatan dan


pengukuran yang handal (seperti:tarif jalan tol, meteran untuk air). Hal tersebut dapat
meningkatkan biaya penyediaan pelayanan. Akan tetapi keterukuran membuat
penafsiran tarif pelayanan lebih mudah dibandingkan dengan perhitungan pajak (seperti:
menghitung besarnya biaya untuk air dan listrik lebih mudah dibandingakan dengan
menghitung pajak penghasilan).

Yang miskin tidak mampu untuk membayar

Kesenjangan ekonomi dan pendapatan yang lebar menyebabkan orang miskin


tidak mampu membayar pelayanan dasar yang mestinya mereka dapatkan, seperti
pendidikan, kesehatan, air bersih, transportasi umum dan bahkan makanan sehat.
Namun, yang menjadi masalah adalah dapatkah kita membuat daftar kebutuhan
dasar secara objektif. Yang penting bagi seseorang belum tentu penting bagi orang lain,
sehingga skala prioritas dan pilihan individu berbeda- beda. Pilihan yang berbeda-beda
tesebut membutuhkan perlakuan yang berbeda-beda pula, sehingga pembebanan tarif
pelayanan dipandang sesuai dengan pilihan kebutuhan seseorang. Pelayanan publik
dapat juga diberikan secara gratis oleh pemerintah, akan tetapi penyediaan gratis
tersebut akan mempengaruhi pilihan individu. Pemberian beras gratis mungkin tidak pas
untuk orang tertentu karena mungkin ia lebih suka diberi uang untuk membeli pakaian.
Keputusan untuk membebankan biaya pelayanan kepada pelanggan harus dikompensasi
dengan pemberian subsidi atau pemberiian pelayanan gratis.
Penyediaan pelayanan gratis atau subsidi mungkin sia-sia dan kurang efektif.
Apakah subsidi menjamin dinikmati bagi yang miskin? Mungkin saja subsidi
menguntungkan yang kaya jika dikorupsi oleh birokrasi. Atau justru yang miskin
mensubsidi yang kaya. Bila kita peduli pada golongan miskin,
pendekatan terbaik adalah melalui distribusi pendapatan (lumpsum transfer), tetapi hal ini
sulit dilakukan di Negara berkembang.
Adanya Eksternalitas, Merit Good, Dan Persyaratan Legal.

Eksternalitas positif (spilover effects) misalnya tarif pelayanan yang terlalu tinggi
membuat masyarakat tidak terdorong untuk menggunakannya. Demikian juga barang yang
dianggap sebagai merid good mungkin lebih baik diberikan secara gratis atau tanpa beban
biaya, seperti pendididkan. Selain itu terdapat peraturan perundang undangan yang
mensyaratkan pemerintah untuk menyediakan pelayanan tertentu seperti pendidikan dasar 9
tahaun, sehingga kebutuhsan barabg tersebut biasanya dianggap bebas dari beban
masyarakat dan tidak perlu ditarik tarif pelayanan.

Terdapat cara alternatif untuk alokasi sumber daya selain dengan pembebanan harga
pelayanan, misalnya melalui pembagian kupon (cards) dan vouchers. Meskipun metode
kupon tersebut menjamin kaum miskin mendapat kesempatan yang sama, akan tetapi sistem
kupon tersebut tidak dapat memenuhi fungsi sistem harga dan mudah untuk
disalahgunakan.

D. PRINSIP DAN PRAKTEK PEMBEBANAN


Prinsip dan praktek pembebanan sebagian barang dan jasa yang disediakan
pemerintah lebih sesuai dibiayai dengan pembebanan tarif. Semakin dekat suatu pelayanan
terkait dengan barang privat, semakin sesuai barang tersebut dikenai tarif. namun batasan
identifikasi barang privat dan public kadang sulit dan harus dilakukan dengan
dasar tiap pelayanan. Dalam praktiknya, pelayanan yang gratis secara nominal seringkali
sulit dijumpai.Pelayanan gratis menyebabkan insentif rendah, sehingga terkadang
kualitas pelayanan menjadi sangat rendah. Misalnya pemberian pelayanan kesehatan
gratis biasanya kualitasnya kurang memuaskan. Kesalahan penetapan tarif
pelayanan publik merupakan penyebab utama defisit anggaran di negara berkembang
(devas, 1989), pelayanan gratis mengakibatkan insentif yang rendah sehingga kualitas
menjadi sangat rendah dan tidak memuaskan.

E. KEGUNAAN PEMBEBANAN DALAM PRAKTEK


Praktik pembebanan pelayanan publik berbeda-beda tiap negara, antara hjasa yang
disediakan langsung oleh pemerintah dan yang disediakan oleh perusahaan milik negara,
dan antar pemerintah pusat dan daerah. Charging for services merupakan alah satu sumber
penerimaan bagi pemerintah daerah tertentu. Pemerintah memperoleh penerimaan dari
beberapa sumber,antara lain:
1. Pajak
2. Pembebanan langsung pada masyarakat (Charging for services)
3. Laba BUMN/BUMD
4. Penjualan aset milik pemerintah
5. Hutang
6. Pembiayaan defisit anggaran (Mencetak Uang)
Data biaya kadang sulit diperoleh dan sulit diperbandingkan, terutama antara jasa
yang disediakan langsung oleh pemerintah dan yang disediakan oleh perusahaan milik
negara. Pada kasusu perusahaan negara, hanya net defisit atau surplus yang muncul dalam
rekening pemerintah.
Pada umumnya kita mengharapkan bahwa penyedia barang publik seperti pertahanan,
kesehatan publik dan jasa kepolisian seharusnya diberikan secara gratis, dalam arti
dibiayai dari pajak. Sementara itu, penyediaan barang privat yaitu jasa untuk mkepentingan
individu seperti listrik, telepon, transportasi umum ditarik sebesar harga pemulihan biaya
totalnya (full cost recovery price). Untuk barang campuran (mixed/merit good), seperti
pendidikan menengah, penyembuhan kesehatan, sanitasi disediakan melalui pajak dan
sebagian dari tarif.

F. PENETAPAN HARGA PELAYANAN


Jika pemerintah tidak membebankan biaya pelayanan kepada konsumennya, maka
pemerintah harus memutuskan berapa beban yang pantas dan wajar atau dengan kata lain
berapa harga pelayanan yang akan ditetapkan? Aturan yang biasa dipakai adalah bahwa
beban (Charge) dihitung sebesar total biaya untuk menyediakan pelayanan tersebut (Full
cost recovery). Akan tetapi untuk menghitung biaya total tersebut terdapat beberapa
kesulitan, karena :
1. Kita tidak tahu secara tepat berapa biaya total (full cost) untuk menyediakan suatu
pelayanan. Oleh karena itu, kita perlu memperhitungkan semua biaya sehingga
dapat mengindentifikasi biaya secara tepat untuk setiap jenis pelayanan. Amun
tidak boleh terjadi pencampuradukan biaya untuk pelayanan yang berbeda atau
harus ada prinsipdifferent costs for different purposes. Biaya overhead harus
dibebankan secara proporsional terhadap berbagai pelayanan. Selain itu juga harus
diidentifikasi adanya biaya-biaya tersembunyi (hidden costs) dalam penyediaan
pelayanan publik. Hidden costs juga terkait dengan biaya birokrasi ( costs of
bureaucracy).
2. Sangat sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi. Karena jumlah biaya untuk
melayani sau orang dengan orang lain berbeda- beda, maka diperlukan pembedaan
pembebanan tarif pelayanan, sebagai contoh diperlukan biaya tambahan untuk
pengumpulan sampah dari lokasi rumah yang sulit dijangkau atau memiliki jarak
yang jauh. Jika hal ini dilakukan maka akan terlihat tidak adil, meskipun untuk hal
tertentu. Misalnya : bus kota, jarak jauh maupun dekat dikenai tarif sama. Namun
yang jelas, pada prinsipnya pembebanan harus merefleksikan biaya total (full cost)
untuk menyediakan pelayanan tersebut.
3. Pembebanan tidak memperhitungkan kemampuan masyarakat untuk membayar.
Jika orang miskintidak mampu membayar suatu pelayanan yang sebenarnya vital,
maka mereka harus disubsidi. Mungkin perlu dibuat diskriminasi harga atau
diskriminasi produk untuk menghindari subsidi.
4. Biaya apa saja yang harus diperhitungkan : apakah hanya biaya operasi langsung
(currnt operation costs), atau perlu juga diperhitungkan biaya modal (capital
costs). Aturan umumnya adalah bahwa kita harus memasukkan bukan saja biaya
operasi dan pemeliharaan, akan tetapi juga biaya penggantian barang modal yang
sudah usang (kadaluwarsa), dan biaya penambahan kapasitas. Prinsip tersebut
disebut marginal costs pricing.
Ahli ekonomi umumnya menganjurkan untuk menggunakan marginal costs pricing,
yaitu tarif yang dipungut seharusnya sama dengan biaya untuk melayani konsumen
tambahan (costs of serving the marginal consumer). Harga tersebut adalah harga yang juga
berlaku dalam pasar persaingan untuk pelayanan tersebut. Marginal costs pricing mengacu
pada harga pasar yang paling efisien (economically efficient price), karena pada tingkat
harga tersebut (ceteris paribus) akan memaksimalkan manfaat ekonomi dan penggunaan
sumber daya yang terbaik. Masyarakat akan memperoleh peningkatan output dari barang
atau jasa sampai titik dimana marginal costssama dengan harga.

Penetapan harga pelayanan publik dengan menggunakan marginal cost pricing,


setidaknya harus memperhitungkan :

1. Operasi biaya variabel (variable operating cost)


2. Semi variable overhead cost seperti biaya modal atas aktiva yang digunakan
untuk memberikan pelayanan.
3. Biaya penggantian atas aset modal yang digunakan dalan penyediaan
pelayanan
4. Biaya penambahan aset modal yang digunakan untuk memenuhi tambahan
permintaan.
Akan tetapi, marginal cost pricing tidak memperhitungkan pure historic capital cost
atau pure overhead cost, yang tidak terkait sama sekali dengan penggunaan jasa. Contoh
kasus klasik dari historical cost adalah seperti jembatan penyebrangan.Marginal cost
pricing menganjurkan tidak ada biaya yang ditarik atas jasa penyebrangan karena marginal
cost yang ada nol. Memungut biaya penyebrangan sehingga menimbulkan kapasitas
menganggur atas jembatan tersebut, ini akan mengurangitotal economic benefit.

Sebaliknya, marginal cost untuk menyediakan rumah tidak sama dengan nol, karena
sejak ditempati kapasitas ruang yang sudah digunakan, sehingga marginal cost-nya
sama dengan biaya untuk menyediakan rumah pengganti dan biaya pemeliharaan.

Contoh : penyediaan air, marginal cost-nya misalnya :

a. Tambahan air yang dikonsumsi


b. Tambahan jarak yang diambil
c. Pemasangan pipa besar untuk industri

G. PERMASALAHAN MARGINAL COST PRICING


Penggunaan marginal cost pricing memiliki beberapa permasalahan, antara lain :

1. Sulit untuk memperhitungkan secara tepat marginal cost untuk jasa tertentu,
dalam praktik, kadang biaya rata-rata (average cost) digunakan sebagai pengganti
walau hal ini menyimpang dari syarat ekonomis dan efisiensi. Juga terdapat
masalah pengukuran dan pengumpulan data biaya yang membuat marginal cost
sulit diimplementasikan.
2. Apakah harga seharusnya didasarkan pada biaya marginal jangka pendek (short
run MC) atau biaya marginal jangka panjang (long run marginal cost). Dalam
kasus penyediaan air, akan timbul suatu titik ketika marginal consumer
memerlukan pabrik baru. Tidak mungkin mengharapkan konsumen menanggung
full cost sendirian.
3. Marginal cost pricing bukan berarti full cost recovery. Historic capital cost tidak
mungkin dipulihkan, demikian juga full operating cost. Ketika sumber daya yang
terbatas, kegagalan untuk menutup biaya menimbulkan adanya penghematan
yang dikorbankan (opportunity loss) dalam pemakaian alternative sumber daya
tersebut. Kerugian tersebut harus diukur dengan efisiensi yang dikorbankan
(efficiency loss) yang berasal dari penaikan harga di atas marginal cost.

4. Konsep kewajaran digunakan untuk menunjukkan :


Hanya mereka yang menerima manfaat yang membayar.
Semua konsumen membayar sama tanpa memandang perbedaan biaya
dalam menyediakan pelayanan tersebut.
5. Ekternalitas konsumsi, seperti manfaat kesehatan umum dari air bersih untuk
minum dan mandi dapat secara signifikan merubah efisiensi harga yang
ditentukan olehmarginal cost.
6. Pertimbangan ekuitas mensyaratkan yang kaya membayar lebih, paling tidak
untuk jasa seperti air, dimana terdapat beberapa macam bentuk diskriminasi
harga, (seperti tarif progesif) yang mungkin digunakan.

H. KOMPLEKSITAS STRATEGI HARGA


1. Two-part tariffs : banyak kepentingan public (seperti listrik) dipungut dengan
two-part tariffs, yaitu fixed charge untuk menutupi biaya overhead
atau biaya infrastruktur dan variable charge yang didasarkan atas besarnya
konsumsi.
2. Peak-load tariffs : pelayanan publik dipungut berdasarkan tarif tertinggi.
Permasalahannya adalah beban tertinggi, membutuhkan tambahan kapasitas yang
disediakan, tarif tertinggi untuk periode puncak yang harus menggambarkan
higher marginal cost (seperti telepon dan transportasi umum).

3. Diskriminasi harga. Hal ini adalah salah satu cara untuk mengakomodasikan
pertimbangan keadilan (equity) melalui kebijakan penetapan harga. Jika
kelompok dengan pendapatan berbeda dapat diasumsikan memiliki pola
permintaan yang berbeda, pelayanan yang diberikan kepada kelompok dengan
pendapatan tinggi. Hal tersebut tergantung dari kemampuan mencegah orang
kaya menggunakan pelayanan yang dimaksudkan untuk orang miskin.
4. Full cost recovery. Harga pelayanan didasarkan pada biaya penuh atau biaya total
untuk menghasilkan pelayanan. Penetapan harga berdasarkan biaya penuh atas
pelayanan publik perlu mempertimbangkan keadilan (equity) dan kemampuan
publik untuk membayar.
5. Harga diatas marginal cost. Dalam beberapa kasus, sengaja ditetapkan harga
diatasmarginal cost, seperti tarif parker mobil, adanya beberapa biaya perijinan
ataulicence fee.

I. TAKSIRAN BIAYA
Penentuan harga dengan teknik apapun yang digunakan pada dasarnya adalah
mendasarkan pada usaha penaksiran biaya secara akurat. Hal ini melibatkan beberapa
pertimbangan sebagai berikut :
a. Opportunity cost untuk staf, perlengkapan, dll.
b. Opportunity cost of capital
c. Accounting price untuk input ketika harga pasar tidak menunjukkan value to
society (opportunity cost)
d. Pooling, ketika biaya berbeda-beda antara setiap individu
e. Cadangan inflasi
Pelayanan menyebabkan unit kerja harus memiliki data biaya yang akurat agar dapat
mengestimasi marginal cost, sehingga dapat ditetapkan harga pelayanan yang tepat. Prinsip
biaya memberikan dasar yang bermanfaat untuk penentuan harga di sektor publik.
Marginal cost pricing bukan merupakan satu-satunya dasar untuk penetapan harga di
sektor publik. Digunakan MC pricing atau tidak, yang jelas harus ada kebijakan yang jelas
mengenai harga pelayanan yang mampu menunjukkan biaya secara akurat dan mampu
mengidentifikasi skala subsidi publik.

J. PENERAPAN PARKIR METER DI KOTA PADANG


Kota Padang memberlakukan parkir meter (smart parking meter) mulai 1 September
depan. Pada tahap awal, pengoperasiannya dilakukan di tiga titik. Yakni jalan Permindo,
Niaga dan Pondok.

Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Padang


Dedi Henidal menuturkan, inti penerapan "smart parking meter" adalah sebagai sarana
penerapan pola simple, modern, akuntabel dan transparan dalam pengelolaan parkir di Kota
Padang sebagai peningkatan PAD.
Disebutkannya, parkir meter diterapkan untuk roda dua dengan tarif Rp 2.000 pada 1 jam
pertama dan Rp 1.000/jam berikutnya serta ditambah dengan premi asuransi Rp 200 setiap
kali masuk.

Lalu, untuk kendaraan roda empat dengan tarif Rp. 3.000 pada 1 jam pertama dan Rp
1.000/jam berikutnya dengan premi Rp 300 setiap kali masuk.

"Nantinya juru parkir akan menuntun penggunaan kartu di lokasi parkir," ujar Dedi
Henidal dalam keterangan pers di kantor Dishubkominfo Padang, Rabu (24/8/2016).

Parkir meter ini dalam pengoperasiannya tidak menggunakan uang tunai melainkan
smart card atau e-tiket yang berisikan saldo yang akan diedarkan ke masyarakat. Harga kartu
perdana e-ticket sebesar Rp 20 ribu dengan saldo Rp 10 ribu, kartu perdana harga Rp 30 ribu
dengan saldo saldo Rp 20 ribu, dan kartu perdana harga Rp 60 ribu dengan saldo Rp 50 ribu.

Kartu tersebut bisa diisi ulang dengan nominal Rp 10 ribu, Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu.
Kartu ini, hanya dapat digunakan untuk transaksi di alat parkir meter. Apabila tak digunakan,
saldo yang ada di dalam kartu tidak akan hangus dan tidak ada masa kadaluarsa.

"Untuk mendapatkan kartu perdana dan isi ulang bisa didapat di ruas jalan yang telah
dipasang parkir meter," ungkap Dedi.

Dituturkan Dedi, dalam mengoperasikan parkir meter ini, Pemko Padang bekerjasama
dengan PT Mas Arya Tunggal Abadi (MATA) selama 15 tahun. Tahap awal, perusahaan
tersebut menstorkan potensi parkir di tiga wilayah tersebut sebesar Rp 350 juta. Lalu, di
bulan kedua baru bagi hasil 50 persen dengan PT MATA setelah dikeluarkan biaya
operasional dan nilai investasi. Setelah 15 tahun tersebut, parkir meter menjadi milik Pemko
dan sepenuhnya masuk PAD Kota Padang.

Dedi menambahkan, pada tahun 2016 ini juga akan ditambahkan 5 kawasan lagi yang
akan dipasang parkir meter.

"Dengan parkir meter ini, maka akan lebih transparan dan akuntable serta jelas uang
masuk ke kas PAD Kota Padang. Lalu, tak ada kebocoran dan mendukung pembayaran non
tunai yang dicanangkan oleh Bank Indonesia," imbuh Dedi.
Pada tempat yang sama, Direktur Utama PT MATA, Ade Syofyan mengatakan, sebanyak
43 parkir meter dipasang untuk motor dan 32 parkir meter untuk mobil pada tiga jalan
tersebut dengan nilai investasi secara keseluruhan Rp 3,6 miliar.

Dikatakan Ade, isi ulang saldo dilakukan di pos pelayanan yang ada di tiap ruas jalan
yang telah dipasang parkir meter. Cara mengunakan mesin parkir meter itu, perhatikan nomor
Satuan Ruang Parkir (SRP), tekan tombol nomor SRP di mesin yang berkode sama, lalu
tempelkan kartu pembayaran pada bagian pembaca kartu di mesin tersebut. Apabila
meninggalkan lokasi parkir, ulang kembali proses seperti awal tersebut.(Charlie/Mursalim)
KESIMPULAN

Penyediaan pelayanan publik dapat dibiayai melalui dua sumber, yaitu pajak dan
penbebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa public (charging for
services). Pembebanan tarif dilakukan karena alasan efisiensi ekonomi, untuk memperoleh
keuntungan dank arena adanya barang privat dan barang publik yang perlu diatur
penggunaannya secara proporsional dan memenuhi asas keadilan.

Pembebanan pelayanan publik merupakan salah satu sumber penerimaan bagi


pemerintah selain pajak, penjualan asset milik pemerintah, utang dan laba BUMN/BUMD.
Masalah utama dalam pembebanan pelayanan publik adalah menentukan beberapa harga
yang harus dibebankan. Aturan yang bias dipakai adalah beban dihitung sebesar total biaya
untuk menyediakan pelayanan tersebut. Dalam menentukan harga pelayanan publik juga
dianut konsep different cost for different purpose yaitu membedakan cost untuk pelayanan
yang berbeda. Masalah lain adalah adanya hidden cost yang menyulitkan dalam mengetahui
total cost. Kesulitan untuk menghitung biaya total adalah karena sulit mengukur jumlah
yang dikonsumsi dan perbedaan jumlah biaya untuk melayani masing-masing orang.
Pembebanan tidak memperhitungkan kemampuan mayarakat untuk membayar dan biaya
apa saja yang diperhitungkan sehingga untuk memudahkan digunakan konsep current cost
operation, capital cost, dan marginal cost (biaya penambahan kapasitas).

Marginal cost pricing menganut prinsip bahwa tarif yang dipungut seharusnya sama
dengan biaya untuk melayani tambahan konsumen. Marginal cost pricingmemperhatikan
biaya operasi variabel, semi variabel overhead cost, biaya penggantian atas asset modal dan
biaya penambahan asset modal yang digunakan untuk memenuhi tambahan permintaan.
Namun demikian, konsep marginal cost pricing juga mengahadapi berbagai kendala. Oleh
karena itu perlu ditemukan metoda terbaik untuk menetapkan harga pelayanan publik

Anda mungkin juga menyukai