Oleh:
Kelompok 6
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
LATAR BELAKANG
Pada tataran praktek, terdapat kesulitan membedakan barang public dan barang
barang privat. Beberapa sebab kesulitan membedakan barang public dengan barang
privat tersebut antara lain :
1) Batasan antara barang public dan barang privat sulit untuk ditentukan.
2) Terdapat barang dan jasa yang merupakan barang/jasa public, tapi dalam
penggunaannya tidak dapat dihindari keterlibatan beberapa elemen
pembebanan langsung. Contohnya adalah biaya pelayanan medis, tariff
obat-obatan, dan air. Pembebanan terhadap pemanfaatan barang tersebut
memaksa orang untuk berhati-hati dalam mengkonsumsi sumber-sumber
yang mahal atau langka.
3) Terdapat kecenderungan untuk membebankan tarif pelayanan daripada
membebankan pajak karena pembebanan tarif lebih mudah
pengumpulkannya. Jika digunakan pajak, maka akan terdapat kesulitan
dalam menentukan besar pajakyang pantas dan cukup. Sedangkan jika
2. Efisiensi Ekonomi
Ketika setiap individu bebas menentukan banyaknya barang dan jasa yang mereka
ingin konsumsi , mekanisme harga memiliki perang penting dalam mengalokasikan
sumber daya melalui :
a. Pendistribusian permintaan, pihak yang mendapatkan manfaat paling banyak
harus membayar lebih banyak pula.
b. Pemberian insentif untuk menghindari pemborosan.
c. Pemberian insentif pada suplier berkaitan dengan skala produksi.
d. Penyediaan sumber daya padasupplier untuk mempertahankan dan
meningkatkan persediaan jasa (supply of servise).
Untuk public goods, pemerintah lebih baik menetapkan harga di bawah harga
normalnya (full price) atau bahkan tanpa dipungut biaya.
1. Suatu jasa, baik merupakan barang publik maupun barang privat, mungkin
tidak dapat diberikan kepada setiap orang, sehingga tidak adil bila biayanya
dibebankan kepada semua masyarakat melalui pajak, sementara mereka tidak
menikmati jasa tersebut.
2. Suatu pelayanan mungkin membutuhkan sumber daya yang mahal atau langka
sehingga konsumsi publik harus didisiplinkan (hemat), misalnya pembebanan
terhadap penggunaan air dan obat-obatan medis.
4. Suatu jasa mungkin digunakan untuk operasi komersial yang menguntukan dan
untuk memenuhi kebutuhan domestic secara individual maupun industrial,
misalnya air, listrik, jasa pos dan telepon.
Eksternalitas positif (spilover effects) misalnya tarif pelayanan yang terlalu tinggi
membuat masyarakat tidak terdorong untuk menggunakannya. Demikian juga barang yang
dianggap sebagai merid good mungkin lebih baik diberikan secara gratis atau tanpa beban
biaya, seperti pendididkan. Selain itu terdapat peraturan perundang undangan yang
mensyaratkan pemerintah untuk menyediakan pelayanan tertentu seperti pendidikan dasar 9
tahaun, sehingga kebutuhsan barabg tersebut biasanya dianggap bebas dari beban
masyarakat dan tidak perlu ditarik tarif pelayanan.
Terdapat cara alternatif untuk alokasi sumber daya selain dengan pembebanan harga
pelayanan, misalnya melalui pembagian kupon (cards) dan vouchers. Meskipun metode
kupon tersebut menjamin kaum miskin mendapat kesempatan yang sama, akan tetapi sistem
kupon tersebut tidak dapat memenuhi fungsi sistem harga dan mudah untuk
disalahgunakan.
Sebaliknya, marginal cost untuk menyediakan rumah tidak sama dengan nol, karena
sejak ditempati kapasitas ruang yang sudah digunakan, sehingga marginal cost-nya
sama dengan biaya untuk menyediakan rumah pengganti dan biaya pemeliharaan.
1. Sulit untuk memperhitungkan secara tepat marginal cost untuk jasa tertentu,
dalam praktik, kadang biaya rata-rata (average cost) digunakan sebagai pengganti
walau hal ini menyimpang dari syarat ekonomis dan efisiensi. Juga terdapat
masalah pengukuran dan pengumpulan data biaya yang membuat marginal cost
sulit diimplementasikan.
2. Apakah harga seharusnya didasarkan pada biaya marginal jangka pendek (short
run MC) atau biaya marginal jangka panjang (long run marginal cost). Dalam
kasus penyediaan air, akan timbul suatu titik ketika marginal consumer
memerlukan pabrik baru. Tidak mungkin mengharapkan konsumen menanggung
full cost sendirian.
3. Marginal cost pricing bukan berarti full cost recovery. Historic capital cost tidak
mungkin dipulihkan, demikian juga full operating cost. Ketika sumber daya yang
terbatas, kegagalan untuk menutup biaya menimbulkan adanya penghematan
yang dikorbankan (opportunity loss) dalam pemakaian alternative sumber daya
tersebut. Kerugian tersebut harus diukur dengan efisiensi yang dikorbankan
(efficiency loss) yang berasal dari penaikan harga di atas marginal cost.
3. Diskriminasi harga. Hal ini adalah salah satu cara untuk mengakomodasikan
pertimbangan keadilan (equity) melalui kebijakan penetapan harga. Jika
kelompok dengan pendapatan berbeda dapat diasumsikan memiliki pola
permintaan yang berbeda, pelayanan yang diberikan kepada kelompok dengan
pendapatan tinggi. Hal tersebut tergantung dari kemampuan mencegah orang
kaya menggunakan pelayanan yang dimaksudkan untuk orang miskin.
4. Full cost recovery. Harga pelayanan didasarkan pada biaya penuh atau biaya total
untuk menghasilkan pelayanan. Penetapan harga berdasarkan biaya penuh atas
pelayanan publik perlu mempertimbangkan keadilan (equity) dan kemampuan
publik untuk membayar.
5. Harga diatas marginal cost. Dalam beberapa kasus, sengaja ditetapkan harga
diatasmarginal cost, seperti tarif parker mobil, adanya beberapa biaya perijinan
ataulicence fee.
I. TAKSIRAN BIAYA
Penentuan harga dengan teknik apapun yang digunakan pada dasarnya adalah
mendasarkan pada usaha penaksiran biaya secara akurat. Hal ini melibatkan beberapa
pertimbangan sebagai berikut :
a. Opportunity cost untuk staf, perlengkapan, dll.
b. Opportunity cost of capital
c. Accounting price untuk input ketika harga pasar tidak menunjukkan value to
society (opportunity cost)
d. Pooling, ketika biaya berbeda-beda antara setiap individu
e. Cadangan inflasi
Pelayanan menyebabkan unit kerja harus memiliki data biaya yang akurat agar dapat
mengestimasi marginal cost, sehingga dapat ditetapkan harga pelayanan yang tepat. Prinsip
biaya memberikan dasar yang bermanfaat untuk penentuan harga di sektor publik.
Marginal cost pricing bukan merupakan satu-satunya dasar untuk penetapan harga di
sektor publik. Digunakan MC pricing atau tidak, yang jelas harus ada kebijakan yang jelas
mengenai harga pelayanan yang mampu menunjukkan biaya secara akurat dan mampu
mengidentifikasi skala subsidi publik.
Lalu, untuk kendaraan roda empat dengan tarif Rp. 3.000 pada 1 jam pertama dan Rp
1.000/jam berikutnya dengan premi Rp 300 setiap kali masuk.
"Nantinya juru parkir akan menuntun penggunaan kartu di lokasi parkir," ujar Dedi
Henidal dalam keterangan pers di kantor Dishubkominfo Padang, Rabu (24/8/2016).
Parkir meter ini dalam pengoperasiannya tidak menggunakan uang tunai melainkan
smart card atau e-tiket yang berisikan saldo yang akan diedarkan ke masyarakat. Harga kartu
perdana e-ticket sebesar Rp 20 ribu dengan saldo Rp 10 ribu, kartu perdana harga Rp 30 ribu
dengan saldo saldo Rp 20 ribu, dan kartu perdana harga Rp 60 ribu dengan saldo Rp 50 ribu.
Kartu tersebut bisa diisi ulang dengan nominal Rp 10 ribu, Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu.
Kartu ini, hanya dapat digunakan untuk transaksi di alat parkir meter. Apabila tak digunakan,
saldo yang ada di dalam kartu tidak akan hangus dan tidak ada masa kadaluarsa.
"Untuk mendapatkan kartu perdana dan isi ulang bisa didapat di ruas jalan yang telah
dipasang parkir meter," ungkap Dedi.
Dituturkan Dedi, dalam mengoperasikan parkir meter ini, Pemko Padang bekerjasama
dengan PT Mas Arya Tunggal Abadi (MATA) selama 15 tahun. Tahap awal, perusahaan
tersebut menstorkan potensi parkir di tiga wilayah tersebut sebesar Rp 350 juta. Lalu, di
bulan kedua baru bagi hasil 50 persen dengan PT MATA setelah dikeluarkan biaya
operasional dan nilai investasi. Setelah 15 tahun tersebut, parkir meter menjadi milik Pemko
dan sepenuhnya masuk PAD Kota Padang.
Dedi menambahkan, pada tahun 2016 ini juga akan ditambahkan 5 kawasan lagi yang
akan dipasang parkir meter.
"Dengan parkir meter ini, maka akan lebih transparan dan akuntable serta jelas uang
masuk ke kas PAD Kota Padang. Lalu, tak ada kebocoran dan mendukung pembayaran non
tunai yang dicanangkan oleh Bank Indonesia," imbuh Dedi.
Pada tempat yang sama, Direktur Utama PT MATA, Ade Syofyan mengatakan, sebanyak
43 parkir meter dipasang untuk motor dan 32 parkir meter untuk mobil pada tiga jalan
tersebut dengan nilai investasi secara keseluruhan Rp 3,6 miliar.
Dikatakan Ade, isi ulang saldo dilakukan di pos pelayanan yang ada di tiap ruas jalan
yang telah dipasang parkir meter. Cara mengunakan mesin parkir meter itu, perhatikan nomor
Satuan Ruang Parkir (SRP), tekan tombol nomor SRP di mesin yang berkode sama, lalu
tempelkan kartu pembayaran pada bagian pembaca kartu di mesin tersebut. Apabila
meninggalkan lokasi parkir, ulang kembali proses seperti awal tersebut.(Charlie/Mursalim)
KESIMPULAN
Penyediaan pelayanan publik dapat dibiayai melalui dua sumber, yaitu pajak dan
penbebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa public (charging for
services). Pembebanan tarif dilakukan karena alasan efisiensi ekonomi, untuk memperoleh
keuntungan dank arena adanya barang privat dan barang publik yang perlu diatur
penggunaannya secara proporsional dan memenuhi asas keadilan.
Marginal cost pricing menganut prinsip bahwa tarif yang dipungut seharusnya sama
dengan biaya untuk melayani tambahan konsumen. Marginal cost pricingmemperhatikan
biaya operasi variabel, semi variabel overhead cost, biaya penggantian atas asset modal dan
biaya penambahan asset modal yang digunakan untuk memenuhi tambahan permintaan.
Namun demikian, konsep marginal cost pricing juga mengahadapi berbagai kendala. Oleh
karena itu perlu ditemukan metoda terbaik untuk menetapkan harga pelayanan publik