html
Alwi Shahab
FK Unsri/RSMH Palembang
Pendahuluan
Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinis yang terjadi akibat penurunan kadar glukosa darah
dibawah rentang batas normal. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh berbagai kelainan dan berat
ringannya ditentukan pula oleh lamanya terjadi penurunan kadar glukosa darah serta berat ringan
gejala yang timbul. Pada pasien DM, hipoglikemia terutama terjadi akibat pemberian obat-obat
golongan sulfonilurea dan pemakaian insulin. Pengaruh buruk hipoglikemia terutama akan
menyebabkan gangguan fungsi syaraf otak yang bila berlangsung lama akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Kekawatiran akan terjadinya hipoglikemia dalam penatalaksanaan
DM, terutama pada pasien usia lanjut menimbulkan permasalahan dalam kendali glukosa darah
yang akan meningkatkan risiko komplikasi makro dan mikrovaskular akibat hiperglikemia.
Tinjauan pustaka ini akan membahas patofisiologi dan penatalaksanaan hipoglikemia pada
pemakaian insulin terutama pada pasien DM usia lanjut.
Definisi Hipoglikemi
Diagnosis hipoglikemi ditegakkan berdasarkan trias Whipple, yaitu :
Adanya gejala2 dan tanda2 hipoglikemi
Kadar glukosa plasma yang rendah
Terjadi pemulihan gejala setelah kadar glukosa plasma kembali normal melalui pemberian
glukosa eksogen.
Namun, nilai cutoff dari kadar glukosa plasma untuk menetapkan hipoglikemi masih simpang
siur. Berbagai kepustakaan menggunakan rentang nilai antara 45 sampai 75 mg/dl (2,5 4,2
mmol/l). Dalam praktek sehari-hari, definisi hipoglikemi disesuaikan dengan keadaan klinis.
Walaupun tidak ada ketentuan pasti tentang seberapa rendah kadar glukosa darah sebagai
patokan mendefinisi-kan hipoglikemi, namun terdapat kesepakatan bahwa kadar glukosa plasma
vena antara 45 sampai 60 mg/dl (2,5 3,3 mmol/l) jelas mendukung diagnosis hipoglikemi, dan
bila dibawah 45 mg/dl (2,5 mmol/l) biasanya sudah menimbulkan gejala klinis yang berat. Bila
kadar glukosa darah yang rendah disertai dengan gejala2 neurologik, kecurigaan terhadap
hipoglikemi lebih tinggi dan perlu segera dicari faktor penyebabnya. Pada pasien diabetes yang
diterapi dengan insulin, kadar glukosa darah hendaklah dipertahankan diatas 75 mg/dl (4,2
mmol/l) untuk mencegah kemungkinan terjadinya hipoglikemi simtomatis dan hypoglycemia
unawareness.
Penatalaksanaan Hipoglikemia
Gejala-gejala dan tanda-tanda hipoglikemi bersifat non spesifik, sehingga langkah awal dalam
mengevaluasi pasien yang diduga mengalami hipoglikemia adalah dengan menentukan kadar
glukosa darah.
Pada kebanyakan pasien, pengukuran kadar glukosa darah saat terjadinya gejala-gejala klinis
sulit dilakukan karena gejala yang timbul terlalu singkat dan pasien jauh dari pusat pelayanan
kesehatan.
Pengukuran kadar glukosa darah kapiler dengan menggunakan glukometer dapat dipakai sebagai
pedoman untuk memastikan diagnosis serta untuk menyingkirkan kecurigaan hipoglikemi
sebagai penyebab timbulnya gejala-gejala klinis. Namun interpretasi hasilnya hendaklah
dilakukan secara hati2 karena pengukuran kadar glukosa darah secara teknis bisa salah bila
dilakukan oleh pasien sendiri yang mungkin belum pernah mengalami gejala-gejala otonomik
dan neurogligopenik.
Perlu dilakukan anamnesis yang teliti mengenai beberapa hal, antara lain :
pekerjaan pasien
riwayat keluarga yang menderita diabetes
riwayat pemakaian obat-obat golongan sulfonylurea atau insulin
riwayat konsumsi alcohol
riwayat penyakit yang menjadi faktor predisposisi
obat-obat lain yang digunakan pasien
Juga perlu ditanyakan tentang :
frekuensi dan lamanya episode gejala,
ada tidaknya gejala-gejala otonomik dan atau neuroglikopenik,
apakah gejala berkurang dengan minum larutan gula
kapan gejala2 tersebut terjadi (pada saat puasa atau sesudah makan)
Pasien yang mengalami hipoglikemi hanya pada periode postprandial mungkin menderita
idiopathic reactive hypoglycemia. Namun, penyebab hipoglikemi lain seperti insulinoma dapat
pula menimbulkan hipoglikemi postprandial.
Kelompok usia lanjut perlu mendapat perhatian khusus, karena mereka sering tidak mengalami
gejala-gejala dini hipoglikemi akibat gangguan fungsi syaraf otonom (hypoglycemia
unawareness), sehingga glukosa darah dapat turun mencapai kadar yang sangat rendah (< 40
mg/dl) yang dapat menimbulkan kerusakan syaraf otak yang irreversible.Penatalaksanaan
hipoglikemi di rumah sakit sebaiknya melibatkan kerjasama tim. Pemantauan kadar glukosa
darah yang ketat perlu dilakukan untuk menentukan penatalaksanaan yang efisien dan efektif.
Penilaian terhadap keadaan umum dan status gizi pasien perlu dilakukan agar dapat ditentukan
apakah pasien masih bisa diberikan terapi oral atau sudah memerlukan terapi parenteral. Setelah
kejadian hipoglikemi teratasi, harus segera dicari faktor penyebabnya serta dilakukan
penyesuaian dosis OHO atau insulin, atau bila perlu diganti dengan obat-obat yang lebih aman
dalam mengendalikan kadar glukosa darah. Insulin basal yang dikombinasi dengan OHO aman
digunakan pada pasien2 DM tipe2. Dalam suatu review dari beberapa studi klinis acak
terkendali, yang membandingkan pemberian insulin monoterapi dan kombinasi dengan OHO, 13
dari 14 diantaranya tidak menunjukkan perbedaan bermakna dari angka kejadian hipoglikemi.
Penggunaan insulin analog terbukti mengurangi angka kejadian hipoglikemi. Dalam beberapa
studi menunjukkan bahwa angka kejadian hipoglikemi lebih rendah pada pemakaian insulin
glargine dan insulin detemir, dibandingkan dengan insulin NPH. Sebelum dipulangkan, pasien
dan keluarganya diberikan edukasi tentang cara-cara pengenalan dan penanggulangan
hipoglikemi, pengaturan makan dan dosis OHO atau insulin.
Gambar 1. Mekanisme pertahanan tubuh dalam pencegahan hipoglikemi
Tabel 1. Tanda-tanda dan gejala-gejala hipoglikemi pada orang dewasa
Dibawah ini ditampilkan suatu algoritma penatalaksanaan hipoglikemi pada pasien2 hipoglikemi
yang dirawat di rumah sakit.
Gambar 2. Algoritma Tatalaksana Hipoglikemi menurut Lovelace Medical Center Diabetes
Episodes of Care {Dikutip dari : Tomky D. Detection, Prevention, and Treatment of
Hypoglycemia in the Hospital. Diabetes Spectrum 2005;18(1):42.}.
Simpulan :
Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinis yang terjadi akibat penurunan kadar glukosa darah
dibawah rentang batas normal. Bila kadar glukosa darah turun sampai dibawah 40 mg/dl, akan
memberikan gejala-gejala neurologik yang berat dan irreversibel. Pada pasien DM, hipoglikemia
terutama terjadi akibat pemberian obat-obat golongan sulfonilurea dan pemakaian insulin.
Kekawatiran akan terjadinya hipoglikemia dalam penatalaksanaan DM, terutama pada pasien
usia lanjut menimbulkan permasalahan dalam kendali glukosa darah yang akan meningkatkan
risiko komplikasi makro dan mikrovaskular akibat hiperglikemia. Pada kelompok usia lanjut,
manifestasi gejala dan tanda2 hipoglikemia seringkali tidak jelas dikarenakan adanya neuropati
otonom (hypoglycemia unawareness) , sehingga terkadang pasien datang ke rumah sakit sudah
dalam keadaan hipoglikemia yang berat. Hipoglikemia dapat memprovokasi terjadinya gangguan
hemodinamik sehingga dapat meningkatkan angka kejadian stroke, infark miokard, dan aritmia
ventrikel serta sudden death.
Hipoglikemia dapat pula menimbulkan penurunan kesadaran dan kejang, yang pada usia lanjut
akan meningkatkan risiko jatuh dan fraktur karena adanya komorbiditas seperti osteoporosis.
Dalam pencegahan dan penatalaksanaan hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 usia lanjut, edukasi
terhadap keluarga memegang peranan yang sangat penting. Pemberian insulin analog yang
bersifat lebih fisiologik dalam mengendalikan kadar glukosa darah, dapat mengurangi frekuensi
kejadian hipoglikemia.
Daftar Pustaka :
United Kingdom Prospective Diabetes Study Group: Intensive blood-glucose control with
sulphonylureas or insulin compared with conventional treatment and risk of complications in
patients with type 2 diabetes (UKPDS 33). Lancet 1998; 352:837852.
Cryer PE: Hypoglycaemia: the limiting factor in the glycaemic management of type I and type II
diabetes.Diabetologia 2002; 45:937948.
Tomky D. Detection, Prevention, and Treatment of Hypoglycemia in the Hospital. Diab Spectr.
2005;18(1):42
Zammit NN, Frier BM. Hypoglycemia in type 2 diabetes. Diab Care 2005;28(12):2948-2957.