10 Februari 2014
PENDAHULUAN
B. KATA KUNCI:
1. Anak laki-laki.
2. Usia 1 tahun 11 bulan.
3. Demam dan batuk, 6 bln.
4. Sesak napas.
5. Anoreksia.
6. Edema.
7. Diare disertai darah & lender.
8. Sosio-ekonomi rendah.
9. Riwayat kontak dengan penderita Tbc paru tidak jelas.
10.KU: Sakit berat.
11.Gizi buruk.
12.Apati.
13.BB : 8,1 kg.
14.TB/PB : 76 cm = 7,6 m.
15.LP : 45 cm.
16.Sianosis.
17.Gangguan pernapasan : Sesak, Pernapasan Cuping hidung,
retraksi, takhipnu.
18.Skor Dehidrasi 10 (sedang berat).
19.Hepatomegali (3 b.a.c).
20.Udem dan ascites.
C.PERTANYAAN:
1. Apa yang dimaksud dengan malnutrisi ?
2. Apa saja penyebab dari PEM ?
3. Bagaimana status gizi anak pada skenario ?
4. Bagaimana mekanisme udem dorsum pedis dan pretibial ?
5. Bagaimana patomekanisme hepatomegali ?
6. Bagaimana patomekanisme demam, batuk dan sesak nafas ?
7. Bagaimana patomekanisme sianosis ?
8.Pemeriksaan penunjang apa saja yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosis ?
9.Anamnesis tambahan apa saja yang diperlukan untuk
menunjang diagnosis ?
10. Bagaimana mekanisme diare dan tinja berdarah dan berlendir ?
11. Bagaimana pencegahan malnutrisi ?
12. Apa saja DD dari skenario ?
BAB II
PEMBAHASAN
PENDAHULUAN: (1,3)
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang
kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata.
Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk
karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena
kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan
kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada
anak balita (di bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh
membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu
kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau
dengan ungkapan lain status gizinya berada di bawah standar
rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat
dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah
teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan
kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses
terjadinya kekurangan gizi menahun.
Anak balita (di bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat
diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai
usia minimal 2 tahun. Apabila pertambahan berat badan sesuai
dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi
kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar
disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah
standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah
salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut.
Marasmus: (4)
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan
karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orang
tua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit
(kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering
diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering
rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena
masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus
adalah.
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar
lemak dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih
terasa lapar.
Kwashiorkor: (4,5)
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk
(suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi
disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh
lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak
sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki
sampai seluruh tubuh.
Patofisiologi Gizi Buruk:
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit
makan atau anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat
defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan,
pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah
rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin
C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan
nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami
rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin
A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut.
Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang
dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari
vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai
sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut
akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah
yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu.
Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau
kemunduran adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air
(dehidrasi). Reflek patella negatif terjadi karena
kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan
degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein,
Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter.
Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan
protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi
penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat
penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan
LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke
jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di
hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting
edema. Pitting edema adalah edema yang jika ditekan,
sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan
oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik
intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi
ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke
intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita
kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk
reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga
keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor,
selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika
ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah
sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan
mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama
karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada
ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi,
tekanan hidrostatik dan onkotik.
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama
marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi
karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang
tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak
terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi
kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari
interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit
infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain
pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga
berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis
besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :
a. Masukan makanan yang kurang :
Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit,
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang
dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak,
misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang
terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama:
Infeksi yang berat dan lama dapat menyebabkan
marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil
gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan
sifilis kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan:
Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis,
mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia,
hidrosefalus, dan cystic fibrosis pankreas
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus.
Pada keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat
refleks mengisap yang kurang kuat.
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian
makanan tambahan yang cukup.
f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis,
idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose
intolerance.
g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan
baru ditegakkan bila penyebab maramus yang lain
disingkirkan
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan
pemberian makanan tambahan yang kurang akan
menimbulkan marasmus.
i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi
untuk timbulnya marasmus, meningkatnya arus
urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan
penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan
pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer
akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai
infeksi berulang terutama gastroenteritis akan
menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.
b. Atasi/cegah hiportemia.
c. Atasi/cegah dehidrasi.
e. Obati/cegah infeksi.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
MIND MAP