Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan ekonomi semakin maju dengan adanya globalisasi
di berbagai bidang. Banyak perusahaan dan industri yang berdiri di Indonesia, baik
perusahaan asing maupun nasional. Hal ini merupakan keuntungan tersendiri untuk
Indonesia, dengan semakin banyaknya perusahaan-perusahaan yang berdiri otomatis
permintaan akan tenaga kerja juga semakin bertambah banyak. Dengan kondisi
tersebut berarti dapat membantu pemerintah terlebih dalam hal pemberantasan atau
peminimalisasian angka pengangguran di Indonesia. Perkembangan industri yang
semakin ketat sekarang ini membuat perusahaan-perusahaan mau tidak mau untuk
berusaha memperkerjakan tenaga kerja semaksimal mungkin dengan jumlah tenaga
kerja seminimal mungkin sehingga para pekerja dapat memberikan kontribusi dan
keuntungan yang besar bagi perusahaan sesuai dengan sasaran perusahaan itu. Agar
tujuan-tujuan mereka dapat tercapai maka perusahaan hanya akan memfokuskan diri
pada apa yang menjadi kegiatan utama atau bisnis inti mereka sedangkan proses
perekrutan, penyeleksian, dan pengadaan tenaga kerja diserahkan kepada pihak
ketiga. Hal semacam itulah yang dinamakan dengan outsourcing.
Outsourcing sendiri merupakan penyerahan pekerjaan tertentu suatu
perusahaan kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan tujuan untuk membagi resiko
dan mengurangi beban perusahaan tersebut. Dasar dari outsourcing ini ada pada Pasal
64 Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
yang berbunyi perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan
kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau
penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Dengan melakukan
outsourcing ini perusahaan akan menjadi lebih fleksibel, lebih dinamis, dan lebih
baik. Perusahaan akan dapat melakukan perubahan dengan cepat untuk memenuhi
perubahan kesempatan sesuai kondisi yang ada. Selain itu dengan melakukan
outsourcing ini perusahaan juga tidak akan menanggung segala resiko pekerjaan,
ketenagakerjaan, kriminalitas dan resiko-resiko yang lain karena segala resiko
tersebut sudah menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia tenaga kerja tersebut.
Dan juga efektifitas dan efisiensi dari perusahaan tersebut akan dapat terlaksana
karena perusahaan hanya memfokuskan pada apa yang menjadi bisnis inti mereka
tanpa mempedulikan hal-hal diluar bisnis intinya. Namun pelaksanaan sistem
outsourcing ini dianggap oleh tenaga kerja sebagai sistem yang kurang adil dimana
tidak adanya kepastian kelangsungan kerja bagi tenaga kerja kontrak. Selain itu dalam
sistem ini rawan sekali terjadinya penyimpangan dengan melanggar hak asasi manusia
tenaga kerja. Semisal, setiap saat pekerja dapat diberhentikan dan kompensasi PHK
tidak diberikan, tenaga kerja kontrak tidak diikutkan dalam program jamsostek, para
tenaga kontrak tidak mendapat THR, pemotongan upah tenaga kontrak secara
sepihak, dan penyimpangan-penyimpangan lainnya. Untuk mencegah adanya
pelanggaran hak asasi manusia dalam sistem outsourcing ini pemerintah memberikan
perlindungan hukum terhadap para tenaga kerja kontrak. Perlindungan hukum disini
dimaksudkan untuk untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan
serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan
kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan
kemajuan dunia usaha dan kepentingan pengusaha. Dimana perlindungan hukum ini
merupakan salah satu hak asasi manusia yang sangat dibutuhkan dan dilindungi oleh
negara. Hal ini sesuai dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi Tiap-tiap
warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,
dan Pasal 33 ayat (1) yang menyatakan bahwa Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama atas kekeluargaan. Muhammad Fajrin disini berpendapat bahwa pentingnya
perlindungan bagi pekerja/buruh biasanya berhadapan dengan kepentingan pengusaha
untuk tetap dapat bertahan dalam menjalankan usahanya. Sehingga seringkali pihak
yang terkait secara langsung adalah pengusaha dan pekerja/buruh. Secara umum
persoalan perburuhan lebih banyak diidentikkan dengan persoalan antara pekerja dan
pengusaha. Untuk menghadapi realita tersebut, peran pemerintah diperlukan untuk
melakukan campur tangan dengan tujuan mewujudkan perburuhan yang adil melalui
peraturan perundang-undangan. Maka dari itu pemerintah mengeluarkan Undang-
Undang Ketenagakerjaan yaitu Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 mengenai
perlindungan bagi pekerja/buruh secara umum dalam Undang-undang tersebut diatur
mengenai perlindungan terhadap penyandang cacat, perlindungan terhadap
perempuan, perlindungan terhadap waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja,
juga perlindungan dalam hal pengupahan dan dalam hal kesejahteraan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1 Pengertian Perlindungan Hukum


Menurut Harjono, pengkaji hukum belum secara komprehensif mengembangkan
konsep perlindungan hukum dari perspektif keilmuan hukum. Banyak tulisan-
tulisan yang dimaksudkan sebagai karya ilmiah ilmu hukum baik dalam tingkatan
skripsi, tesis, maupun disertasi yang mempunyai tema pokok bahasan tentang
perlindungan hukum. Namun tidak secara spesifik mendasarkan pada konsep-
konsep dasar keilmuan hukum secara cukup dalam mengembangkan konsep
perlindungan hukum. Bahkan dalam banyak bahan pustaka, makna dan batasan-
batasan mengenai perlindungan hukum sulit ditemukan, hal ini mungkin didasari
pemikiran bahwa orang telah dianggap tahu secara umum apa yang dimaksud dengan
perlindungan hukum sehingga tidak diperlukan lagi sebuah konsep tentang apa yang
dimaksud Perlindungan Hukum. Konsekuensi dari tidak adanya konsep tersebut
akhirnya menimbulkan keragaman dalam pemberian maknanya, padahal perlindungan
hukum selalu menjadi tema pokok dalam setiap kajian hukum. Padanan kata
perlindungan hukum dalam bahasa Inggris adalah legal protection, dalam bahasa
Belanda rechtsbecherming. Kedua istilah tersebut juga mengandung konsep atau
pengertian hukum yang berbeda untuk memberi makna sesungguhnya dari
perlindungan hukum. Di tengah langkanya makna perlindungan hukum itu,
kemudian Harjono berusaha membangun sebuah konsep perlindungan hukum dari
perspektif keilmuan hukum, menurutnya:
perlindungan hukum mempunyai makna sebagai perlindungan dengan
menggunakan sarana hukum atau perlindungan yang diberikan oleh hukum,
ditujukan kepada perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu, yaitu
dengan cara menjadikan kepentingan yang perlu dilindungi tersebut ke dalam
sebuah hak hukum
Konsep tentang perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh yang dipergunakan
adalah perlindungan terhadap hak pekerja/buruh dengan menggunakan sarana hukum.
Atau perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap pekerja/buruh atas tindakan-
tindakan pengusaha pada saat sebelum bekerja (pre-employment), selama bekerja
(during employment) dan masa setelah bekerja (Post employment).

2 Pengertian Pekerja Kontrak


Menurut ketentuan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di
dalamnya diberikan batasan tentang pengertian ketenagakerjaaan sebagai berikut:
1 Ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tenaga kerja
pada waktu sebelum, dan setelah selesainya masa hubungan kerja.
2 Tenaga kerja adalah objek, yaitu setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa untuk kebutuhan sendiri dan
orang lain.
3 Pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain dengan
menerima upah berupa uang atau imbalan dalam bentuk lain.
4 Pemberi kerja adalah orang-orang perseorangan atau badan hukum yang
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain.
Karyawan kontrak dalam perarturan ketenagakerjaan di Indonesia memang
diperbolehkan dan sudah diatur. Kontrak kerja untuk karyawan sejatinya dimaksudkan
untuk diberlakukan kepada pekerjaan-pekerjaan yang memiliki karekteristik tertentu,
yaitu :
1 Pekerjaan yang selesai atau sementara sifatnya.
2 Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu
lama dan paling lama 3 (tiga) tahun.
3 Pekerjaan yang bersifat musiman.
4 Pekerjaan yang berkaitan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk
tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Karyawan kontrak adalah karyawan yang diperbantukan untuk menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan rutin perusahaan, dan tidak ada jaminan kelangsungan masa
kerjanya. Dalam hal ini kelangsungan masa kerja karyawan kontrak ditentukan oleh
prestasi kerjanya. Apabila prestasi kerjanya baik, akan diperpanjang kontrak kerjanya.
Dampak psikis dari ketentuan yang menyatakan masa kerja karyawan kontrak
tergantung pada prestasi kerjanya adalah karyawan kontrak menjadi mempunyai
motivasi berprestasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan karyawan menginginkan untuk
dapat terus bekerja dan mendapatkan penghasilan dari pekerjaannya. Penghasilan
tersebut dipergunakan karyawan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan
keluarganya. Seseorang yang dikontrak biasanya beban kerjanya hampir sama atau
bahkan lebih berat dari pada pegawai tetap, namun dari segi gaji atau fasilitas lainnya
tentu saja sangat berbeda. Bayangkan saja berapa keuntungan perusahaan dari segi
produktifitas misalnya, termasuk tidak adanya ketentuan pesangon yang jelas apabila
perusahaan tidak lagi menggunakan jasa si tenaga kerja kontrak. Banyak perusahaan
outsourcing (penyedia tenaga kontrak) yang melihat peluang ini. Sehingga perusahaan
yang membutuhkan pegawai kontrak tinggal memesan sesuai kualifikasi yang
diinginkan. Namun persoalan yang ditimbulkan akibat sistem kontrak ini seakan tak
berkesudahan. Mulai dari PHK sepihak, tidak adanya pesangon yang memadai, dan
terlebih lagi tidak adanya perlindungan hukum bagi karyawan kontrak yang akan
menuntut haknya di pengadilan. Bila merujuk kepada aturan yang berlaku, jenis
hubungan kerja PKWT hanya dapat diterapkan untuk 4 jenis pekerjaan, yaitu
pekerjaan yang sekali selesai, pekerjaan yang bersifat musiman, pekerjaan dari suatu
usaha baru, produk baru atau kegiatan baru, serta pekerjaan yang sifatnya tidak teratur
(pekerja lepas).
Ketentuan yang berlaku untuk karyawan kontrak adalah sebagai berikut:
1 Karyawan kontrak dipekerjakan oleh perusahaan untuk jangka waktu tertentu
saja, waktunya terbatas maksimal hanya 3 tahun.
2 Hubungan kerja antara perusahaan dan karyawan kontrak dituangkan dalam
Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu.
3 Perusahaan tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan.
4 Status karyawan kontrak hanya dapat diterapkan untuk pekerjaan tertentu yang
menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu
tertentu, yaitu :
a Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya
b Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak
terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun ;
c Pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
e Untuk pekerjaan yang bersifat tetap, tidak dapat diberlakukan status
karyawan kontrak.
5 Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya
jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau
berakhirnya hubungan kerja bukan karena terjadinya pelanggaran terhadap
ketentuan yang telah disepakati bersama, maka pihak yang mengakhiri
hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar
gaji karyawan sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
6 Jika setelah kontrak kemudian perusahaan menetapkan ybs menjadi karyawan
tetap, maka masa kontrak tidak dihitung sebagai masa kerja.
Perbedaan pokok antara karyawan tetap dan kontrak terletak pada batas masa
berlakunya hubungan kerja dan hak pesangon apabila hubungan kerja terputus.
Artinya karyawan yang selesai kontrak tidak berhak atas pesangon, sedangkan
karyawan tetap yang di-PHK yang memenuhi syarat dan ketentuan tertentu berhak
atas pesangon.
3 Pengertian Outsourcing
Outsourcing dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia sendiri diartikan
sebagai pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja pengaturan hukum.
Outsourcing (Alih Daya) di Indonesia diatur dalam Undang Undang Ketenagakerjaan
Nomor 13 tahun 2003 (pasal 64, 65 dan 66) dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Republik Indonesia No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Tata
Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh (Kepmen 101/2004)
(http://jurnalhukum.blogspot.com). Beberapa pakar serta praktisi outsourcing (Alih
Daya) dari Indonesia juga memberikan definisi mengenai outsourcing, antara lain
menyebutkan bahwa outsourcing (Alih Daya) dalam bahasa Indonesia disebut sebagai
alih daya, adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses
bisnis kepada pihak luar (perusahaan jasa outsourcing). Pendapat serupa juga
dikemukakan oleh Muzni Tambusai, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan
Industrial Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang mendefinisikan
pengertian outsourcing (Alih Daya) sebagai memborongkan satu bagian atau beberapa
bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada perusahaan lain
yang kemudian disebut sebagai penerima pekerjaan. Ellram and Maltz (1995) define
outsourcing simply as moving functions or activities out of an organization. Artinya
bahwa outsourcing merupakan fungsi atau aktivitas penggerak diluar suatu organisasi.
Major (1993) suggests that is a new term for an old concept: to make an agreement of
external work. Yang berarti bahwa outsourcing ini adalah istilah baru untuk konsep
lama yaitu untuk mengadakan suatu kesepakatan dalam kegiatan-kegiatan atau
pekerjaan-pekerjaan eksternal.

BAB III

PEMBAHASAN

A Pengertian Perlindungan Hukum


Perlindungan Hukum merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan oleh
masing-masing individu. Perlindungan sendiri dapat diartikan sebagai upaya atau
usaha yang dilakukan untuk membuat seseorang merasa nyaman, tentram, aman.
Sedangkan hukum sendiri dapat diartikan sebagai sarana atau instrumen untuk
mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban subyek hukum sehingga hubungan yang
adil, aman, sentosa dapat terlaksana. Hukum disini haruslah dapat memberikan
perlindungan hukum bagi warga negaranya. F.H van Der Burg dan kawan-kawan
(dalam Ridwan, halaman 211:2003) mengatakan bahwa kemungkinan untuk
memberikan perlindungan hukum adalah penting ketika pemerintah bermaksud untuk
melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu terhadap sesuatu, yang oleh karena
tindakan atau kelalaiannya itu melanggar (hak) orang-orang atau kelompok tertentu.
Perlindungan hukum bagi rakyat ini merupakan konsep universal dalam artian konsep
ini dianut dan diterapkan oleh setiap negara yang mengedepankan diri sebagai negara
hukum, namun seperti yang disebutkan Paulus E. Lotulung (dalam Ridwan, halaman
211:2003), masing-masing negara tersebut mempunyai cara & mekanismenya sendiri
tentang bagaimana mewujudkan perlindungan hukum tersebut dan juga sampai sejauh
mana perlindungan hukum itu diberikan oleh pemerintah. Perlindungan hukum
selalau terkait dengan peran dan fungsi hukum sebagai pengatur dan pelindung
masyarakat. Menurut Bronislaw Malinowski (dalam Alexander, hal 16), bahwa
hukum tidak hanya berperan di dalam keadaan-keadaan yang penuh kekerasan dan
pertentangan, akan tetapi bahwa hukum juga berperan pada aktivitas sehari-hari.
Hukum menentukan kepentingan-kepentingan masyarakat yang dapat ditingkatkan
menjadi hak-hak hukum yang dapat dipaksakan pemenuhannya. Dalam hal ini dapat
disimpulkan bahwa perlindungan hukum itu adalah perlindungan yang diberikan oleh
pemerintah terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak cederai oleh
aparat penegak hukum dan juga bisa berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum
terhadap sesuatu atau juga bisa dikatakan bahwa perlindungan hukum merupakan
suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan
hukum, baik itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun dalam bentuk yang
bersifat represif (pemaksaan), baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam
rangka menegakkan peraturan hukum. Dimana perlindungan hukum merupakan
gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum,
yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum ini bisa juga
dilaksanakan dalam hal melindungi masyarakat terhadap sikap tindak atau perbuatan
hukum pemerintah yang memungkinkan lahirnya kerugian bagi masyarakat atau
badan hukum. Sehubungan dengan perbuatan hukum pemerintah tersebut yang dapat
terjadi baik dalam bidang publik maupun perdata, maka perlindungan hukum akibat
dari perbuatan pemerintah juga ada yang terdapat dalam bidang perdata maupun
publik.
1 Perlindungan Hukum dalam Bidang Perdata
Pemerintah dalam melaksanakan tugasnya memerlukan kebebasan bertindak
dan mempunyai kedudukan istimewa dibandingkan dengan rakyat biasa. Oleh
karenanya persoalan menggugat pemerintah di muka hakim ini tidaklah sama
dengan menggugat rakyat biasa. Hukum perdata memberikan perlindungan
yang sama baik kepada pemerintah maupun seseorang atau badan hukum
perdata.
2 Perlindungan Hukum dalam Bidang Publik
Tindakan hukum pemerintah adalah tindakan-tindakan yang berdasar sifatnya
menimbulkan akibat hukum. Karakteristik paling penting dari tindakan hukum
yang dilakukan oleh pemerintah adalah keputusan-keputusan atau ketetapan-
ketetapan pemerintah yang bersifat sepihak. Menurut Sjachran Basah (dalam
Ridwan, halaman 217:2003) dijelaskan bahwa perlindungan terhadap warga
negara diverikan bilamana sikap tindak administrasi negara itu menimbulkan
kerugian terhadapnya, sedangkan perlindungan terhadap administrasi negara
itu sendiri dilakukan terhadap sikap tindaknya dengan baik dan benar menurut
hukum baik tertulis atau asam umum tidak tertulis.
B Pengertian Outsourcing
Outsourcing merupakan pendekatan manajemen yang memberikan
kewenangan pada pihak ketiga untuk bertanggung jawab terhadap proses atau jasa
yang sebelumnya dilakukan oleh perusahaan sendiri. Menurut Ellram and Maltz
(Jonas, 2007) define outsourcing simply as moving functions or activities out of an
organization. Artinya bahwa outsourcing merupakan fungsi atau aktivitas penggerak
diluar suatu organisasi. Pendapat lainnya yaitu Major (Jonas, 2007) suggests that is a
new term for an old concept: to make an agreement of external work. Yang berarti
bahwa outsourcing ini adalah istilah baru untuk konsep lama yaitu untuk mengadakan
suatu kesepakatan dalam kegiatan-kegiatan atau pekerjaan-pekerjaan eksternal.
Saunders and Gebelt (dalam Salamah Wahyuni, 2008) mengatakan bahwa dalam
proses outsourcing ini ada dua aktor yang berperan, yaitu yang pertama outsourced
dan outsourcer. Outsourced ini menunjuk pada perusahaan yang menyerahkan
pekerjaan sedangkan outsourcer ini mengarah pada perusahaan yang menerima
pekerjaan. Hal yang sama diutarakan oleh Harland namun dalam sebutan yang
berbeda, menurut Harland 2 aktor tersebut adalah outsourcer dan outsourcee.
Outsourcer menunjuk pada perusahaan yang mempunyai wewenang dalam bisnis
tersebut sedangkan outsourcee merupakan perusahaan yang diberi wewenang
mengelolanya. Koszewska (2004) berpendapat A firm using outsourcing inevitably
loses some control over its future, which is to some degree given over into the hands
of another firm, whose primary motivation (one should bear in mind) is the
maximisation of its own. Ini berarti bahwa perusahaan-perusahaan yang
menggunakan outsourcing besar kemungkinannya bahwa mereka akan kehilangan
kendali di masa yang akan datang, dimana dalam beberapa hal kendali tersebut
diserahkan kepada perusahaan lain, yang motif utamanya adalah maksimalisasi
sendiri.

BAB IV

PENUTUP

A Kesimpulan
Perlindungan hukum dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh
hukum terhadap sesuatu atau juga bisa dikatakan bahwa perlindungan hukum
merupakan suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan
aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun dalam bentuk
yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis
dalam rangka menegakkan peraturan hukum. Dalam rangka pemberian perlindungan
hukum kepada tenaga outsourcing, pemerintah menetapkan peraturan perundang-
undangan yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
khususnya dalam pasal 64-66. Namun peraturan-peraturan tersebut ternyata memiliki
kelemahan-kelemahan sehingga ada kecenderungan bahwa peraturan tersebut dibuat
hanya untuk menguntungkan pengusaha. Selain itu, pelaksanaan outsourcing ini juga
menimbulkan dampak-dampak negatif terhadap tenaga kerja. Untuk itulah perlu
dilakukan perbaikan-perbaikan di kedepannya.
B Saran
1 Pemerintah perlu melakukan revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan dalam peraturan perundang-
undangan tersebut sehingga para pengusaha atau penyedia jasa outsourcing
tidak memiliki celah lagi untuk melakukan penyimpangan.
2 Pemerintah melakukan pengawasan lebih lagi dalam pelaksanaan outsourcing
ini dimana dalam sistem ini rentan sekali terjadinya penyimpangan.
3 Dari pihak tenaga kerja, sebaiknya mempelajari atau paling tidak mengerti
mengenai peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan sehingga bisa
memperjuangkan hak-haknya seumpama hak-haknya dilanggar.
Daftar Pustaka

Andi. 2013. Praktik Outsourcing di Indonesia Penyimpangan yang Berlindung Dibalik


UU Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003. Diperoleh pada 21 Mei 2014, pada
http://ilmupsiko.blogspot.com/

Cahyo. 2012. Perlindungan Hukum Outsourcing Tenaga Kerja. Diperoleh pada 19 Mei
2014, dari http://angkringanindustrialrelation.blogspot.com/

E.B Lumingas, Nicky. 2013. Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Outsourcing. Lex et
Societatis. Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. 148-162

Fajrin Pane, Muhammad. 2008. Perlindungan Hukum terhadap Pekerja/Buruh dalam


Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tesis Pascasarjana pada Ilmu Hukum USU,
Sumatera Utara

HR, Ridwan. 2003. Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: UII Press

Harjono. 2008. Konstitusi Sebagai Rumah Bangsa. Penerbit Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi

Ingai, Alexander. 2013. Tinjauan Hukum terhadap Pelaksanaan Perjanjian Kerja Antara
Tenaga Kerja Outsourcing di Bank CIMB Niaga Samarinda dengan PT Prime
Resourch. Skripsi Sarjana pada Ilmu Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda

Jehani, Libertus. 2008. Hak-Hak Karyawan Kontrak. Jakarta: Forum Sahabat

Koszewska, Magorzata. 2004. Outsourcing as a Modern Management Strategy.


Prospects for Its Development in The Protective Slothing Market. AUTEX Research
Journal. Vol. 4. No. 4. 228-231

Latupono, Barzah. 2011. Perlindungan Hukum dan Hak Asasi Manusia terhadap Pekerja
Kontrak (Outsourcing) di Kota Ambon. Jurnal Sasi. Vol. 17 No. 3. 59-69

Marina, Liza. Perlindungan Hukum bagi tenaga Kerja dalam Perjanjian Kerja
Outsourcing. Jurnal Supremasi Hukum. Volume III NO.2

Meyer, Thomas and Florian Schler. 2012. Outsourcing-Division of labour gives


competitive edge. The Outsourcing Journal. Q2/3-2012. 4-9
Royen, Uti Ilmu. 2009. Perlindungan Hukum terhadap Pekerja/Buruh Outsourcing (Studi
Kasus di Kabupaten Ketapang). Tesis Program Magister pada Ilmu Hukum
Universitas Diponegoro, Semarang

Rundquist, Jonas. 2007. Outsourcing of New Product Development - A decision


Framework. Licentiate Thesis. Department of Business Administration and Social
Sciences.

Status Hukum. 2012. Perlindungan Hukum. Diperoleh pada 19 Mei 2014, dari
http://statushukum.com

Suwondo, Chandra. 2003. Outsourcing Implementasi di Indonesia. Jakarta: PT Elex Media


Komputindo

Wahyuni, Slamah dkk. 2008. Outsourcing Sumber Daya Manusia: Tinjauan dari
Perspektif Vendor dan Karyawan. Jurnal Aplikasi Manajemen.Volume 9. Nomor 1.
124-133

Anda mungkin juga menyukai