I. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk :
1. Inventarisasi flora dan fauna gua
2. Pemetaan gua
3. Mengetahui kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang tinggal paling
dekat dengan gua
4. Mendapatkan data ilmiah tentang kondisi fisik gua, sehingga data yang dihasilkan
dapat digunakan dalam perencanaan Gua Putih menjadi objek Wisata minat
khusus.
Eksplorasi Fauna Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) 2007
31 Januari-5 Februari 2007
Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi-Jawa Barat
3.1 Hasil
3.1.1 Inventarisasi Fauna Gua
Ditemukan sebanyak 20 spesies fauna gua baik secara langsung maupun tidak
langsung. Ada beberapa spesies yang sampai saat ini belum terientifikasi atau tidak
ditemukannya fieldguide serta literatur. Berikut ini daftar spesies yang ditemukan.
Tabel 1. Fauna Gua Putih
Nama Surveyor : Tim KPG RAFFLESIA
Hari/Tanggal : Jumat & Minggu/ 1 & 3 Feb 2007
Nama Gua : PUTIH
Tanggal Jenis fauna Jumlah
Kelelawar (tak terhitung)
Jangkrik 3
Udang 3
Ketam 2
I Kaki seribu 3
Serangga kecil 2
Lele 3
Kodok 2
Jentik (tak terhitung)
Ketam 7
Kaki seribu 2
Kodok 2
Katak 1
Lipan 3
Ikan 2
3 Nyamuk (tak terhitung)
Jangkrik 4
Kelelawar (tak terhitung)
Lele 2
Jentik (tak terhitung)
Lanjutan Tabel 2.
8 9 330 330 -13 7 60 130 25
9 10 270 308 10 14 95 0 115
10 11 370 351 0 15 155 95 70
11 12 200 332 41 17 250 0 110
12 13 360 20 30 17 250 120 0
13 14 200 328 31 17 215 70 90
14 15 300 18 23 5 190 0 180
15 16 630 62 4 21 200 115 0
16 17 680 355 7 15 180 160 215
17 18 500 92 2 9 75 0 180
18 19 430 95 7 10 100 80 0
19 20 360 50 11 18 155 70 2
20 21 560 63 3 18 110 160 40
21 22 730 40 0 12 85 0 180
23 23 500 75 14 13 165 1 250
Eksplorasi Fauna Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) 2007
31 Januari-5 Februari 2007
Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi-Jawa Barat
3.2. Pembahasan
3.2.1. Inventarisasi Fauna Gua
3.2.1.1. Fauna Gua
Fauna gua merupakan binatang yang hidup dan mencari makan di dalam gua,
namun ada pula binatang yang mencari makan di luar gua misalnya kelelawar dan walet.
Biota karst ini memiliki keunikan dan tingkat endemisme yang tinggi dengan kelembaban
dan suhu konstan sepanjang masa menyebabkan biotanya memiliki karakter khas.
Pigmen kulitnya mereduksi sehingga kulitnya transparan dan matanya mengecil bahkan
buta serta organ sensorinya berkembang menjadi lebih panjang. Berdasarkan derajat
adaptasi binatang gua terhadap lingkungan tempat tinggalnya di dalam gua, binatang gua
dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :
1. Troglobite : Binatang yang telah beradaptasi secara penuh terhadap
lingkungan gua dan merupakan penghuni tetap gua
2. Troglophile : Binatang ini secara teratur memasuki gua tetapi tidak sepenuhnya
didalam gua. Sebagian siklus hidup binatang ini dapat
berlangsung di dalam atau di luar gua
3. Trogloxene : Binatang yang kadang-kadang memasuki gua. Trogloxene ini ada
yang datang ke dalam gua secara sengaja dan ada yang masuk
kedalam gua secara tidak sengaja.
Binatang yang termasuk dalam golongan troglobite pada gua Putih adalah lipan, udang
dan jangkrik. Sedangkan kelelawar, ikan, lele, ketam, kaki seribu dan serangga kecil
termasuk dalam golongan troglophile.
Selain itu terdapat jentik, nyamuk, kodok dan juga katak yang diketemukan
dalam gua, termasuk dalam golongan trogloxene. Secara umum Ko dalam Samoedra (
2001 ) mengelompokkan fauna didalm kawasan kars menjadi :
1. Golongan Arthropoda : termasuk udang. Kepiting, serangga, dan laba-laba.
2. Golongan Moluska, termasuk keong dan bekicot yang dapat dimakan serta jenis lain
yang dianggap dapat menjadi media penularan penyakit bagi manusia dan ternak.
3. Golongan ikan
4. Golongan burung termasuk walet
5. Golongan mamalia termasuk kelelawar
6. Golongan ular
Eksplorasi Fauna Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) 2007
31 Januari-5 Februari 2007
Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi-Jawa Barat
2. Kelelawar
Kelelawar yang ditemukan di Gua Putih hanya 1 jenis berjenis Hipposideros larvatus
3. Laba-Laba
Laba-laba yang ditemukan di Gua Putih termasuk famili Sporossidae ordo
Arachnida. Binatang ini termasuk troglobit yaitu binatang yang hidup permanen di dalam
gua. Laba-laba ini ditemukan di lantai, dinding gua dan ceruk, dengan jumlah 6, dan
aktivitasnya diam.
Genus Arthropoda merupakan bagian dari mata rantai atau jaring makanan yang
penting, selain itu anggota Arthropoda seperti Collembola merupakan anggota
Arthropoda yang berfungsi sebagai indikator lingkungan setempat. Gambar tidak
terdokumentasikan
4. Lipan Kecil
Lipan yang ditemukan di Gua Putih berada lantai dan dinding gua. Fungsi dari
lipan ini adalah sebagai detrifor atau pengurai (Samoedra, 2001) sedangkan menurut
Poulson dan White (1969) lipan termasuk dalam hewan troglofil yang artinya hewan yang
mencari makan, berkembang biak dan tidur di dalam gua akan tetapi masih bisa hidup di
luar gua yang lingkungannya mirip dengan habitat aslinya. Lipan di Gua Putih ini memiliki
ciri kaki banyak, pigmen terang dengan panjang tubuh sekitar 10 cm dan tidak ditemukan
indra penglihatan. Gambar tidak terdokumentasikan.
5. Kodok
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Gua Putih, kodok yang ditemukan
termasuk marga Bufonidae yang merupakan kodok sejati. Pada saat dilakukan
infentarisasi fauna gua, kodok jenis ini ditemukan pada lantai gua putih dengan jumlah 1
individu. Kodok ini umumnya mudah dijumpai, dicirikan dengan hampir seluruh
permukaan tubuhnya kasar, terdapat kelenjar paratoid pada setiap spesiesnya, berbadan
tegap dengan kaki agak pendek. Biasanya hidup didarat dan dua spesies yang selalu
berada disekitat air, seperti Bofo asper dan Bufo justaxfer ( Mistar, 2003 ).
Menurut Iskandar ( 1998 ), kodok ini melompat-lompat kecil dari satu tempat
ketempat lain, meskipun beberapa jenis hampir seluruhnya akuatik namun kebanyakan
jenis menggunakan sebagian besar waktunya didarat atau dilubang-lubang. Karakteristik
kodok yang demikian itu menyebabkan kodok ini lebih mudah dijumpai pada lantai gua.
tetapi dapt pula hidup dilingkungan epigion diluar gua (Hazelton dan Glennie dalam
Samoedra, 2001).
Pada saat pengamatan di Gua Putih ikan yang ditemukan adalah jenis lele.
Menurut Ko ( 2003), spesies ikan yang hidup secara eksklusif dalam sungai dan kolam-
kolam bawah tanah memiliki morfologi yang telah disesuaikan dengan kondisi gua yang
gelap abadi, hal ini sesuai dengan ikan yang ditemukan di Gua putih yaitu memiliki ciri
transparan, berbentuk pipih, memiliki jenggot, berukuran kecil dan bergerak cepat. Ikan
didalam gua berasal dari luar gua dan kadang-kadang hewan tersebut hanyut ke dalam
gua saat banjir di kawasan kars. Foto tidak terdokumentasikan.
7. Udang
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, udang ditemukan hampir disepanjang
sungai yang terdapat didalam gua. Udang sering ditemukan berenang di genangan air
dan bersembunyi di balik batu dalam air. Udang dapat digolongkan hewan troglobit
akuatik yaitu hewan yang menghuni sungai, genangan air dan danau bawah tanah (Ko,
2003). Habitat udang yang berupa aliran sungai atau genangan air temporer juga yang
memiliki kondisi khas (beratap sehingga menghindarkan dari pengaruh lingkungan), hal
ini memicu banyaknya makanan tersebar di sepanjang aliran sungai (Alle dan Schmidt
dalam Samodra, 2001). Ciri-ciri udang yang berhasil ditemukan yaitu transparan dan kecil
ini disebabkan karena adaptasi dengan lingkungan untuk mempertahankan hidupnya.
8. Ketam
Hewan ini termasuk kelompok hewan akuatik yang hidup disepanjang aliran
sungai bawah tanah didalam gua. Ketam yang ditemukan didalam Gua Putih memiliki
kaki yang relatif lebih panjang dari ketam yang biasa kita jumpai diperairan air tawar, ini
merupakan salah satu bentuk adaptasi ketam Gua terhadap lingkungan yang ekstrim.
Ketam makan berbagai macam ikan seperti lele dan ikan-ikan lain yang terdapat didalam
goa, ketam juga memakan udang-udangan yang terdapat didalam gua.
Kelelawar
Komunitas Atap
Komunitas Lantai
Bangkai Kotoran basah
Pengurai Guano
Laba-laba Jangkrik
Kodok
Komunitas akuatik
Jentik Ketam
Secara fungsional suatu ekosistem dapat digambarkan sebagai jaring-jaring makanan. Jaring-jaring
makanan disusun oleh ratai-rantai makanan yang jalannya selalu dimulai dari sumber energi dan berakhir
dengan perombak atau pembusuk. Urutan transfer energi dimulai dari produsen kemudian dari produsen energi
ditransfer kekonsumen 1 hingga top konsumen, oleh karena proses menua, sakit, mati atau dibunuh oleh
makhluk hidup lain, makhluk-makhluk produsen dan konsumen ini kemudian dirombak atau dibusukkan oleh
jasad renik menjadi unsur-unsur hara yang dikembalikan kedalam tanah.
Eksplorasi Fauna Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) 2007
31 Januari-5 Februari 2007
Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi-Jawa Barat
Berdasarkan gambar 7 di atas, dapat kita ketahui bahwa Gua Putih terdiri atas
komunitas atap, komunitas lantai dan komunitas akuatik.. Komunitas atap adalah
komunitas yang menghuni atap dan celah-celah gua seperti kelelawar, komunitas lantai
gua adalah komunitas yang menghuni lantai atau dasar gua, jenisnya antara lain laba-
laba, jangkrik dan lipan. Sedangkan komunitas akuatik merupakan komunitas biota yang
hidup diperairan yang terdapat didalam goa. Komunitas-komunitas yang ada tersebut
saling terkait antara satu dengan yang lainnya dan merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan. Komunitas atap Gua Putih termasuk ke dalam kategori troglophile, yaitu
binatang yang secara teratur memasuki gua tetapi tidak sepenuhnya hidup di dalam gua.
Sebagian siklus hidup binatang ini dapat berlangsung di dalam atau di luar gua.
Komunitas atap mencari makan di luar gua dan beristirahat di dalam gua. Pada
ekosistem gua, komunitas atap merupakan sumber makanan bagi komunitas lantai gua,
yaitu berupa kotoran basah (guano). Komunitas fauna atap yang telah mati dapat
menjadi sumber makanan berupa bangkai. Pada komunitas lantai dan akuatik, tedapat
jaring-jaring makanan yang cukup rumit. Secara keseluruhan komponen ekosistem Gua
Putih cukup lengkap karena terdiri dari produsen (sumber makanan), konsumen I,
Konsumen II, dan detritivor (pengurai).
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa fauna komunitas atap gua
memegang peranan yang besar dalam ekosistem gua. Selain itu, fauna komunitas atap
gua membantu dalam proses ekologi di sekitar gua. Kelelawar merupakan pemencar biji
yang baik. Satwa ini memiliki daya jelajah yang cukup luas, dengan radius 3 km
sehingga dapat membantu dalam proses peremajaan hutan dengan memencarkan biji
tumbuhan (KPG-HIMAKOVA, 2004).
meningkat jika tidak ada udara yang mengalir ke dalam kecuali dari mulut gua (Howard
dalam Whitten, 1999).
Ciri yang paling umum dari suatu gua karst adalah adanya stalakmit dan stalaktit.
Air yang melewati celah dan lapisan batu gamping melarutkan yang terdiri dari senyawa
penyusun utama batu gamping, yaitu kalsium karbonat (CaCO3) sehingga air
mengandung kalsium karbonat. Air celah ini kemudian muncul menetes dari atap-atap
gua dan meninggalkan partikel kalsium karbonat tersebut di atap, proses ini berlangsung
terus menerus dan tumbuh menjadi stalaktit. Karena perbedaan kadar kalsium karbonat
dan bentuk rekahan antara satu tempat dengan tempat yang lain menyebabkan stalaktit
berbeda-beda bentuk. Sebagian tetesan air tersebut menetes sampai kelantai
meninggalkan senyawa kalsium karbonat dalam bentuk stalakmit.
Berdasarkan keterangan dari pak Habib, sekitar satu kilometer dari mulut gua
horizontal terdapat ruangan besar yang dapat dimasuki hingga sekitar 200 orang lebih.
Hal menarik dari ruangan tersebut yaitu terdapat sebuah batu yang memiliki bentuk
menyerupai kepala gajah sehingga ruangan itu diberi nama ruang Gajah.
Gambar 8. Kondisi di dalam Gua Putih Gambar 9. Lorong di dalam Gua Putih
melakukan penelusuran. Peta ini juga bermanfaat untuk keperluan penelitian, pendataan
kawasan, kegiatan wisata gua baik minat umum maupun minat khusus dan lain
sebagainya.
Dari pemetaan gua, diperoleh data mengenai lorong sepanjang 105,9 m dengan
jumlah stasiun 23 buah. Dalam kegiatan ini, tidak seluruhnya lorong dalam gua dapat
terpetakan mengingat lorong dalam gua ini yang panjang dan keterbatasan waktu yang
ada.
Kondisi lorong yang terdapat dalam Gua Putih pada umumnya sempit dan sulit
dilalui serta panjang, hingga sampai saat ini panjang lorong seluruhnya masih belum
diketahui. Walaupun hampir seluruh lorongnya sempit, tetapi ada di beberapa tempat
terdapat ruangan berupa kubah. Untuk masuk kedalam gua Putih dapat dengan dua
jalan, yaitu melalui mulut gua horizontal yang sengaja dibuat oleh pengurus gua tersebut,
yaitu pak Habib atau melalui mulut gua yang merupakan sebuah lubang pada atap gua
(mulut gua vertikal).
.
keaslian gua tersebut, sehingga dengan begitu masyarakat sekitar dapat membuka
usaha untuk berdagang di sekitar situs gua ataupun menjadi enterpreuner bagi
pengunjung yang ingin memasuki Gua Putih. Sehingga dapat meningkatkan kondisi
ekonomi masyarakat sekitar gua.
4.2 Saran
Untuk dijadikan sebagai objek ekowisata, yaitu wisata minat khusus maka perlu
dilakukannya tindakan sebagai berikut :
1. Perencanaan yang matang mengenai kerja sama antara pengelola, masyarakat dan
stakeholder lainnya sebagai upaya tercapainya tujuan yang ingin dilaksanakan.
2. Publikasi yang luas mencakup peta lokasi dan papan interpretasi.
3. Penataan kawasan sekitar gua seperti penataan tempat sekitar pintu masuk gua dan
penanaman serta menjaga kelestarian vegetasi-vegetasi di atas gua.
4. Penegasan peraturan khusus tentang etika masuk gua sehingga segala kealamian
ornament-ornamen dan kondisi dalam gua tetap terjaga.
Eksplorasi Fauna Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) 2007
31 Januari-5 Februari 2007
Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi-Jawa Barat
DAFTAR PUSTAKA
GEMA. 2004. Sejarah Penelusuran Gua.Pencinta Alam Universitas Katolik St. Thomas,
Sumatera Utara. http://www.highcamp.web.id/file/rtikelanda/ file02.htm
HIKESPI. 1991. Laporan Lokakarya Standarisasi Pendataan Gua Secara Nasional. Tidak
Dipublikasikan.
HIKESPI. 2002. Kumpulan Makalah Pengarahan Caving Bagi Calon Penelusur Gua.
Tidak Dipublikasikan.
Iskandar, D.T. 1998. Amfibi Jawa dan Bali. Puslitbang – LIPI : Bogor
Ko. R.K.T. 2003. Keanekaragaman Hayati Kawasan Karst. Tidak Dipublikasikan
Whitten, T., R.E. Soeriatmadja dan S.A. Afiff. 1999. Ekologi Jawa dan Bali. Prehallindo.
Jakarta.