Anda di halaman 1dari 11

MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN

1. Pendahuluan
Mutu pelayanan keperawatan sebagai indicator kulaitas pelayanan kesehatan
menjadi salah satu factor penentu citra institusi pelayanan kesehatan di mata
masyarakat. Hal ini terjadi karena keperawatan merupakan kelompok profesi dengan
jumlah terbanyak, paling depan, dan terdekat dengan penderitaan, kesakitan serta
kesengsaraan yang dialami pasien dan keluarganya. Salah satu indicator dari mutu
pelayanan keperawatan itu adalah apakah mutu pelayanan keperawatan yang diberikan
itu memuaskan pasien atau tidak. Kepuasan merupakan perbandingan antara kualitas
jasa pelayanan yang didapat dengan keinginan, kebutuhan dan harapan
(Tjiptono,2001:54). Pasien sebagai pengguna jasa pelayanan keperawatan menuntut
pelayanan keperawatan yang sesuai dengan haknya, yakni pelayanan keperawatan
yang bermutu dan paripurna.
Kualitas rumah sakit sebagai institusi yang menghasilkan produk teknologi jasa
kesehatan sudah tentu tergantung juga pada kualitas pelayanan medis dan pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada pasien. Melihat fenomena di atas, pelayanan
keperawatan yang memiliki konstribusi yang sangat besar terhadap citra sebuah rumah
sakit dipandang perlu untuk melakukan evaluasi atas pelayanan yang telah diberikan.
Strategi untuk kegiatan jaminan mutu antara lain dengan baku mutu (benchmarking)
dan manajemen kualitas total (total quality management) (Marquis & Huston, 1998).
Baku mutu atau penelitian praktik terbaik (best practice research) adalah kegiatan
mengkaji kelemahan tertentu dari suatu institusi dan kemudian mengidentifikasi
institusi lain yang memiliki keunggulan dalam aspek yang sama. Kegiatan dilanjutkan
dengan berkomunikasi dalam menetapkan kesepakatan kerjasama untuk mendukung
dan meningkatkan kelemahan tersebut. (Marquis & Huston, 1998).
Pelaksanaan kegiatan jaminan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit
dapat pula dilakukan dalam bentuk kegiatan pengendalian mutu. Kegiatannya dapat
dilaksanakan dalam dua tingkat yaitu tingkat rumah sakit dan tingkat ruang rawat.
Tingkat rumah sakit dapat dilaksanakan dengan mengembangkan tim gugus kendali
mutu yang memiliki program baik jangka pendek maupun jangka panjang. Kegiatan
menilai mutu pada tingkat rumah sakit akan diawali dengan penetapan criteria
pengendalian, mengidentifikasi informasi yang relevan dengan criteria, menetapkan
cara mengumpulkan informasi/data, membandingkan informasi dengan criteria yang
telah ditetapkan, menetapkan keputusan tentang kualitas, serta memperbaiki situasi
sesuai hasil yang diperoleh, lalu menetapkan kembali cara mengumpulkan informasi .
Ada enam indicator utama kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, yaitu:
1. Keselamatan pasien (patient safety) yang meliputi: angka infeksi nosokomial, angka
kejadian pasien jatuh/kecelakaan, dekubitus, kesalahan dalam pemberian obat, dan
tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan
2. Pengelolaan nyeri dan kenyamanan
3. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
4. Perawatan diri
5. Kecemasan pasien
6. Perilaku (pengetahuan, sikap, keterampilan) pasien

2. Konsep Mutu Pelayanan Keperawatan


a. Defenisi
Peningkatan mutu pelayanan adalah derajat memberikan pelayanan secara
efisien dan efektif sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan yang
dilaksanakan secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien, memanfaatkan
teknologi tepat guna dan hasil penelitian dalam pengembangan pelayanan
kesehatan/keperawatan sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal.
b. Pengukuran mutu pelayanan
Menurut Donabedian, mutu pelayanan dapat diukur dengan menggunakan
tiga variable yaitu input, proses, dan output/outcome.
Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan
seperti tenaga, dana, obat, fasilitas peralatan, teknologi, organisasi, dan
informasi
Proses adalah inetraksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen
(pasien dan masyarakat). Setiap tindakan medis atau keperawatan harus selalu
mempertimbangkan nilai yang dianut pada diri pasien. Setiap tindakan korektif
dibuat dan meminimalkan resiko terulangnya keluhan atau ketidakpuasan pada
pasien lainnya. Program keselamatan pasien bertujuan untuk meningkatkan
keselamatan pasien dan meningkatkan mutu pelayanan. Interkasi profesional
yang lain adalah pengembangan akreditasi dalam meningkatkan mutu rumah
sakit dengan indicator pemenuhan standar pelayanan yang ditetapkan
Kementrian Kesehatan RI. ISO 9001:2000 adalah suatu standar internasional
untuk system manajemen kualitas yang bertujuan menjamin kesesuaian dari
suatu proses pelayanan terhadap kebutuhan persyaratan yang dispesifikasikan
oleh pelanggan dan rumah sakit. Keilmuan selalu diperbaruai untuk menjamin
bahwa tindakan medis/keperawatan yang dilakukan telah didukung oleh bukti
ilmiah yang mutakhir. Interkasi profesional selalu memperhatikan asas etika
terhadap pasien, yaitu:
Berbuat hal-hal yang baik (beneficence) terhadap manusia khususnya
pasien, staf klinis dan nonklinis, masyarakat dan plenggan secara umum
Tidak menimbulkan kerugian (nonmaleficence) terhadap manusia
Menghormati manusia (respect for persons) menghormati hak otonomi,
martabat, kerahasiaan, berlaku jujur, terbuka, empati
Berlaku adil (justice) dalam memberikan layanan
Output/outcome adalah hasil pelayanan kesehatan atau pelayanan keperawatan
yaitu berupa perubahan yang terjadi pada konsumen termasuk kepuasan dari
konsumen. Tanpa mengukur hasil kinerja dari rumah sakit/keperawatan tidak
dapat diketahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output
yang baik pula.

c. Upaya peningkatan mutu


Peningkatan mutu dilakukan dalam berbagai macam cara yaitu sebagai
berikut:
o Mengembangkan akreditasi dalam meningkatkan mutu rumah sakit dengan
indicator pemenuhan standar pelayanan yang ditetapkan Kementrian Kesehatan
RI
o ISO 9001:2000 yaitu suatu standar internasional untuk system manajemen
kualitas yang bertujuan menjamin kesesuaian proses pelayanan terhadap
kebutuhan persyaratan yang dispesifikasikan oleh pelanggan dan rumah sakit
o Memperbarui keilmuan untuk menjamin bahwa tindakan medis/keperawatan
yang dilakukan telah didukung oleh bukti ilmiah yang mutakhir
o Good corporate governance yang mengatur aspek institusional dan aspek bisnis
dalam penyelenggaraan sarana pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
transparansi dan akuntabilitas sehingga tercapai manajemen yang efisien dan
efektif
o Clinical governance merupakan bagian dari corporate governance, yaitu sebuah
kerangka kerja organisasi pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab atas
peningkatan mutu secara berkesinambungan. Tujuannya adalah tetap menjaga
standar pelayanan yang tinggi dengan menciptakan lingkungan yang kondusif.
Clinical governance menjelaskan hal-hal penting yang harus dilakukan seorang
dokter dalam menangani konsumennya (pasien dan keluarga)
o Membangun aliansi strategis dengan rumah sakit lain baik di dalam atau luar
negeri. Kerjasama lintas sector dan lintas fungsi harus menjadi bagian dari
budaya rumah sakit seperti halnya kerjasama tim yang baik. Budaya dikotomi
pemerintah dengan swasta harus diubah menjadi falsafah bauran pemerintah-
swasta (public-private mix) yang saling mengisi dan konstruktif
o Melakukan evaluasi terhadap strategi pembiayaan sehingga tarif pelayanan bisa
bersaing secara global misalnya, outsourcing investasi, contracting out untuk
fungsi tertentu seperti cleaning service, gizi, laundry, perparkiran
o Orientasi pelayanan. Sering terjadi benturan nilai, di satu pihak masih kuatnya
nilai masyarakat secara umum bahwa rumah sakit adalah institusi yang
mengutamakan fungsi social. Sedangkan di pihak lain, etos para
pemodal/investor dalam dan luar negeri menganggap rumah sakit adalah
industry dan bisnis jasa, sehingga orientasi mencari laba merupakan sesuatu
yang absah
o Orientasi bisnis dapat besar dampak positifnya bila potensial negative dapat
dikendalikan. Misalnya, tindakan medis yang berlebihan dan sebenarnya tidak
bermanfaat bagi pasien menciptakan peluang terjadinya manipulasi pasien demi
keuntungan financial bagi pemberi layanan kesehatan. Perlu mekanisme
pembinaan etis yang mengimbangi dua system nilai yang dapat bertentangan
yaitu antara fungsi social dan fungsi bisnis.
3. Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan
Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan struktur,
proses dan outcome system pelayanan rumah sakit tersebut. Mutu asuhan pelayanan
RS juga dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu
pelayanan dan tingkat efisiensi RS. Secara umum aspek penilaian meliputi evaluasi,
dokumen, instrument, audit (EDIA).
Aspek struktur (input)
Struktur adalah semua input untuk system pelayanan sebuah RS yang meliputi M1
(tenaga), M2 (sarana prasarana), M3 (metode asuhan keperawatan), M4 (dana), M5
(pemasaran), dan lainnya. Ada sebuah asumsi yang menyatakan bahwa jika struktur
system RS tertata dengan baik akan lebih menjamin mutu pelyanaan. Kualitas
struktur RS diukur dari tingkat kewajaran, kuantitas, biaya (efisiensi), dan mutu dari
masing-masing komponen struktur
Proses
Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain yang
mengadakan interkasi secara profesional dengan pasien. Interaksi ini diukur antara
lain dalam bentuk penilaian tentang penyakit pasien, penegakan diagnosis, rencana
tindakan pengobatan, indikasi tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur
pengobatan.
Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain
terhdaap pasien.
Indikator-indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan meliputi:
Angka infeki nosokomial : 1-2%
Angka kematian kasar: 3-4%
Kematian pasca bedah: 1-2%
Kematian ibu melahirkan: 1-2%
Kematian bayi baru lahir: 20/1000
NDR (Net Death Rate): 2,5%
ADR (Anesthesia Death Rate) maksimal 1/5000
PODR (Post-Operation Death Rate): 1%
POIR (Post-Operative Infection Rate): 1%
Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS:
Biaya per unit untuk rawat jalan
Jumlah penderita yang mengalami dekubitus
Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur
BOR: 70-85%
BTO (Bed Turn Over): 5-45 hari atau 40-50 kali per satu tempat tidur/tahun
TOI (Turn Over Interval): 1-3 hari TT yang kosong
LOS (Length of Stay): 7-10 hari (komplikasi, infeksi nosokomial; gawat
darurat; tingkat kontaminasi dalam darah; tingkat kesalahan; dan kepuasan
pasien)
Normal tissue removal rate: 10%
Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat diukur dengan
jumlah keluhan dari pasien/keluarganya, surat pembaca di Koran, surat kaleng,
surat masuk di kotak saran, dan lainnya.
Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri atas:
Jumlah dan persentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak RS dengan
asal pasien
Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan pembedahan dan
jumlah kunjungan SMF spesialis
Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut
di atas dibandingkan dengan standar (indicator) nasional. Jika bukan angka
standar nasional, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan hasil
pencatatan mutu pada tahun-tahun sebelumnya di rumah sakit yang sama,
setelah dikembangkan kesepakatan pihak manajemen/direksi RS yang
bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staf lainnya yang terkait.
Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:
Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi
Pasien diberi obat salah
Tidak ada obat/alat emergensi
Tidak ada oksigen
Tidak ada suction (penyedot lendir)
Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
Pemakaian obat
Pemakaian air, listrik, gas, dan lain-lain.
Indikator keselamatan pasien, sebagaimana dilaksanakan di SGH (Singapore
General Hospital, 2006) meliputi:
Pasien jatuh disebabkan kelalaian perawat, kondisi kesadaran pasien, beban kerja
perawat, model tempat tidur, tingkat perlukaan, dan keluhan keluarga
Pasien melarikan diri atau pulang paksa, disebabkan kurangnya kepuasan pasien,
tingkat ekonomi pasien, respons perawat terhadap pasien, dan peraturan tumah
sakit
Clinical incident diantaranya jumlah pasien phlebitis, jumlah pasien ulkus
dekubitus, jumlah pasien pneumonia; jumlah pasien tromboli, dan jumlah pasien
edema paru karena pemberian cairan yang berlebih
Sharp injury, meliputi bekas tusukan infuse yang berkali-kali kurangnya
keterampilan perawat, dan complain pasien
Medication incident, meliputi lima tidak tepat (jenis obat, dosis, pasien, cara,
waktu)
Tabel 20.1 Standar Nasional Indikator Mutu Pelayanan

Standar Nasional

BOR 75-80%

ALOS 1-10 hari

TOI (Turn Over Interval) 1-3 hari

BTO (Bed Turn Over) 5-45 hari

NDR (Net Death Rate) < 2,5%

GDR (Gross Death Rate) < 3%

ADR (Anesthesia Death Rate) 1,15000

PODR (Post-Operation Death Rate) < 1%

POIR (Post-Operative Infection Rate) < 1%

NTRR (Normal Tissue Removal Rate) < 10%

MDR (Maternal Death Rate) < 0,25%

IDR (Infant Death Rate) < 2%

4. Audit Internal Pelayanan Keperawatan


Audit internal adalah suatu kegiatan penjagaan mutu (menilai kesesuaian antara
fakta dan kriterianya) dan konsultasi oleh tim independen serta objektif yang dirancang
untuk memberikan nilai tambah sekaligus memajukan kegiatan organisasi dalam
mencapai tujuannya. Auditor internal membantu manajemen dalam hal:
Memonitor aktivitas yang tidak dapat dilakukan manajemen, dimana tim audit
setiap tahun mengajukan jadwal audit ke manajemen eksekutif (contoh audit
asuhan keperawatan, audit infeksi nosokomial)
Mengidentifikasi dan meminimalkan resiko
Memvalidasi laporan untuk manajemen senior dengan melakukan tinjauan
terhadap laporan untuk meyakinkan akurasi, ketepatan waktu dan maknanya,
sehingga keputusan manajemen yang didasrkan pada laporan tersebut lebih valid
Meninjau kegiatan yang sudah berlalu dan sedang berjalan
Kegiatan audit program berupa penilaian kebijakan atau program pada saat masih
dalam rancangan, pada saat diimplementasikan, dan hasil actual yang dicapai oleh
kebijakan atau program tersebut
Membantu manajer karena masalah dapat timbul bila manajer tidak cermat
mengendalikan aktivitasnya auditor internal pada umumnya dapat menemukan
masalah tersebut dan memberikan rekomendasi perbaikannya.
a. Objektivitas audit internal
Audit internal harus memiliki kriteria tertentu, yaitu:
Harus objektif dalam melaksanakan audit dan ini merupakan sikap mental
independen yang harus dijaga dalam menjalankan audit
Memiliki kejujuran atas hasil produknya dan tidak melakukan kompromi atas
kualitas audit
Menjaga agar tidak terjadi penugasan audit kepada auditor yang secara nyata
atau potensial memiliki konflik kepentingan dengan penugasan auditnya
Tidak dibebani tanggung jawab operasional

b. Pelaksanaan audit di keperawatan


Dilakukan oleh tim mutu pelayanan keperawatan yang bertugas menentukan
masalah keperawatan yang perlu diperbaiki
Menentukan criteria untuk memperbaiki masalah serta menilai pelaksanaan
perbaikan yang telah ditetapkan
Merupakan bagian integral dari tim mutu rumah sakit dan bisa merupakan salah
satu komponen dari komite keperawatan
Menyampaikan hasil laporan secara periodic pada komite keperawatan untuk
seterusnya disampaikan pada pimpinan rumah sakit sebagai bahan pertimbangan
kebijakan lebih lanjut
Diperlukan kerjasama dengan berbagai departemen yang ada di rumah sakit
untuk dapat mengidentifikasi masalah, menentukan criteria dan merencanakan
perbaikan, seperti departemen farmasi, infeksi nosokomial, rekam medis,
pelayanan medis, bagian pemasaran, dan lain-lain.
5. Audit Personalia
Audit personalia adalah pemeriksaan dan penilaian data-data personalia. Audit
personalia mengevaluasi kegiatan-kegiatan personalia yang dilakukan dalam suatu
organisasi, baik bagian perbagian maupun organisasi secara keseluruhan. Hasil
pemeriksaan dan penilaian menunjukkan atau mencerminkan hal-hal berikut:
Mengidentifikasi sumbangan departemen personalia kepada organisasi
Meningkatkan kesan profesional terhadap departemen personalia
Mendorong tanggung jawab dan profesionalisme lebih besar diantara karyawan
departemen personalia
Menstimulasi keseragaman kebijakan dan praktek personalia
Memperjelas tugas dan tanggung jawab departemen personalia
Menemukan masalah personalia secara kritis
Mengurangi biaya sumber daya manusia melalui prosedur personalia yang lebih
efektif
Menyelesaikan keluhan lama dengan aturan legal
Meningkatkan kesediaan untuk menerima perubahan yang diperlukan dalam
departemen personalia
Memberikan tinjauan terhadap system informasi departemen

a. Pendekatan teknis audit personalia


Ada lima pendekatan riset personalia yang dapat diterapkan untuk
melakukan audit personalia dalam suatu organisasi.
a) Pendekatan komperatif
Dilaksanakan dengan cara membandingkan organisasi/perusahaan lain, baik per
bagian atau secara menyeluruh, untuk menemukan bidang pelaksanaan kerja
yang tidak baik
b) Pendekatan wewenang dari luar
Bergantung pada penemuan-penemuan oleh para ahli atau konsultan dari luar
organisasi/perusahaan, yang digunakan sebagai standar penilaian dalam audit
personalia
c) Pendekatan statistic
Dengan memerhatikan dan/atau menggunakan data yang ada, standar disusun
secara statistic dengan berbagai program dan kegiatan yang dievaluasi.
d) Pendekatan kepatuhan
Dilaksanakan dengan cara mengambil sampel elemen-elemen. Selanjutnya,
system informasi personalia diperiksa terhadap pelanggaran hukum/peraturan
yang terjadi dengan maksud mengetahui kebenaran terjadinya pelanggaran
tersebut.
e) Pendekatan MbO (management by objective)
Dilaksanakan dengan membandingkan hasil kegiatan personalia dengan tujuan
yang telah ditetapkan. Bidang pelaksanaan kerja yang jelek dapat dideteksi dan
dilaporkan.

b. Laporan audit
Laporan audit umumnya disusun sebagai berikut:
Judul
Daftar isi
Ringkasan dan kesimpulan, terutama berguna untuk pimpinan eksekutif puncak
Masalah pokok (tujuan audit, analisis, evaluasi, dan sebagainya)
Kesimpulan dan saran
Tubuh (berisi: data, fakta, pandangan, serta alasan yang merupakan dasar
kesimpulan dan saran)
Sumber data
Lampiran yang dianggap penting
Laporan tersebut harus jelas menerangkan ruang lingkup dan tujuan audit.
Laporan juga harus lengkap tetapi cukup ringkas serta tidak memihak dengan
disertai kesimpulan serta saran yang objektif. Data-data yang mendukung laporan
harus kuat dan dapat dipertanggungjawabkan. Laporan audit yang baik dan objektif
sangat bermanfaat untuk dapat dipakai sebagai pedoman pengambilan kebijakan
tertentu. Indikator klinik mutu pelayanan keperawatan di klinik meliputi
keselamatan pasien, perawatan diri, kepuasan pasien, kenyamanan, kecemasan, dan
pengetahuan.
BACA BUKU MANAJEMEN KEPERAWATAN APLIKASI DALAM
PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL EDISI 3 OLEH NURSALAM,
2011, JAKARTA:SALEMBA MEDIKA
HALAMAN 304 -307 (TABEL INDIKATOR AUDIT KEPERAWATAN)
HALAMAN 307-339 INDIKATOR KLINIK MUTU PELAYANAN
KEPERAWATAN DI KLINIK (KESELAMATAN PASIEN, ANGKA
KEJADIAN DEKUBITUS, KESALAHAN PEMBERIAN OBAT OLEH
PERAWAT, PASIEN JATUH (PATIENT FALL), CEDERA AKIBAT
RESTRAINT, INFEKSI NOSOKOMIAL, FLEBITIS, PERAWATAN DIRI,
KEPUASAN PASIEN, KENYAMANAN (NYERI), KECEMASAN,
PENGETAHUAN (PERENCANAAN PULANG/DISCHARGE PLANNING)

DAFTAR PUSTAKA

Nursalam, 2011, Manajemen keperawatan aplikasi dalam praktik keperawatan profesional,


ed.3, Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai

  • Sap TB Paru
    Sap TB Paru
    Dokumen7 halaman
    Sap TB Paru
    Winda Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Pathway BPH
    Pathway BPH
    Dokumen1 halaman
    Pathway BPH
    Winda Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Kasus
    Kasus
    Dokumen3 halaman
    Kasus
    Winda Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen2 halaman
    1
    Winda Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • WOC Tuberculosis
    WOC Tuberculosis
    Dokumen1 halaman
    WOC Tuberculosis
    Winda Ramadhani
    Belum ada peringkat