I. Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa dapat melakukan proses solidifikasi limbah
berbahaya agar kontaminan dalam terlarut dalam larut atau terekstrak kembali ke air dan tidak
menyebar ke lingkungan.
Keuntungan Kerugian
Komposisi bitumen merupakan campuran hidrokarbon dengan berat molekul tinggi. Dua
komponen utama terdiri dari senyawa Asphaltene dan senyawa Malthene. Beberapa jenis bitumen
antara lain straight run distillation asphalts, oxidized asphalts, craked asphalts dan emulsified
asphalts.
Keuntungan Kerugian
biaya sedikit
Stabilisasi/Solidifikasi
Secara umum stabilisasi didefinisikan sebagai proses pencampuran bahan berbahaya dengan bahan
tambahan (aditif) dengan tujuan untuk menurunkan laju migrasi dan toksisitas bahan berbahaya
tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya
dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap
mempunyai arti yang sama (Roger Spence and Caijun Shi, 2006).
Prinsip kerja stabilisasi/solidifikasi adalah pengubahan watak fisik dan kimiawi bahan berbahaya
(limbah B-3) dengan cara penambahan senyawa pengikat sehingga pergerakan senyawa-senyawa B-
3 dapat dihambat atau terbatasi dan membentuk ikatan massa monolit dengan struktur yang kekar
(massive). Proses stabilisasi/solidifikasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6
golongan, yaitu :
1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus dalam
matriks struktur yang besar;
2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar
terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik;
3. Precipitation;
4. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan
pemadat melalui mekanisme adsorpsi;
5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan
pemadat;
6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang
tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali.
Menurut Roger Spence and Caijun Shi (2006), tata cara kerja stabilisasi/ solidifikasi :
1. Limbah B-3 sebelum distabilisasi/solidifikasi harus dianalisis karakteristik-nya guna
menentukan jenis stabillisasi/solidifikasi yang diperlukan terhadap limbah B-3 tersebut;
2. Setelah dilakukan stabilisasi/solidifikasi, terhadap hasil olahan tersebut selanjutnya dilakukan
uji kuat tekan (Compressive Strenghth) dengan Soil Penetrometer Test. Hasil uji tekan harus
mempunyai nilai tekanan minimum sebesar 10 ton/m.
3. Kemudian dilakukan uji TCLP untuk mengukur kadar/konsentrasi parameter dalam lindi. Hasil
uji TCLP sebagaimana dimaksud, kadarnya tidak boleh melewati nilai ambang batas
sebagaimana ditetapkan.
4. Hasil olahan yang telah memenuhi persyaratan kadar TCLP dan nilai uji kuat
tekan,disamping bisa dibuang ke landfill juga dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi. Produk
solidifikasi biasanya berupa blok monolitik, material berbasis lempung, granular, dan bentuk fisik
lain yang berupa padatan.
Solidifikasi Limbah
Pembuangan limbah padat menjadi isu utama dikarenakan potensinya untuk
mengkontaminasi air permukaan dan air tanah dengan kontaminan berupa arsenik, boron, logam
berat, anion sulfat, dsb. Pengolahan yang aman terhadap limbah padat dengan mengutamakan
perlindungan terhadap pencemaran air permukaan dan air tanah merupakan hal penting
(Marinkovic et al., 2003).
Solidifikasi/stabilisasi merupakan teknik yang secara luas diterapkan untu remediasi limbah
yang mengandung konstituen berbahaya. Pengolahan ini mencegah migrasi/penyebaran konstituen
berbahaya ke lingkungan. Solidifikasi (transformasi lumpur semi-liquid menjadi bentuk solid/padat)
mengarah pada perubahan karakteristik fisik limbah. Pengolahan ini mencakup peningkatan kekuatan
kompresi, penurunan permeabilitas, dan enkapsulasi konstituen berbahaya (Marinkovic et
al., 2003). Pengolahan limbah secara solidifikasi dapat diterapkan pada berbagai bentuk limbah, yaitu
lumpur, solid, liquid, drainase tambang, dan pupuk. Solidifikasi digunakan untuk mengubah limbah
menjadi bentuk fisik yang sesuai dan tahan yang lebih kompatibel untuk penyimpanan, landfill, atau
reuse yaitu bentuk padat yang memiliki interitas tinggi. Bentuk ini dapat diperoleh dengan atau tanpa
fiksasi kimiawi (Goni et al., 2009; Meegoda et al.,2003; Mater et al., 2006; Mijno et al., 2007, Jun et
al., 2005). Solidifikasi menciptakan barrier antara komponen limbah dan lingkungan dengan
mereduksi permeabilitas limbah danatau mengurangi luas area permukaan yang efektif untuk difusi
(Meegoda et al., 2003). Penelitian dari Andres et al. (2009) menyebutkan bahwa anhydrite dapat
mengimobilisasi logam berat pada sludge yang mengandung logam berat sebanyak 90% sehingga
aman untuk landfill.
Salah satu bahan yang digunakan dalam solidifikasi limbah adalah fly ash. Penambahan fly
ash dapat meningkatkan kekuatan ikatan pada limbah, workability, buffering capacity, dan heavy
metal leachability. Penambahan fly ash secara efektif mengimobilisasi tiga jenis logam berat Pb, Cr 3+,
dan Cr6+. Imobilisasi tetap terjadi secara efektif walaupun pH pada saat penambahan bersifat asam
atau basa (Dermatas dan Meng, 2003). Pada penelitian yang dilakukan oleh Marinkovic et al. (2003),
solidifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan fly ash-FGD gypsum-lime-water dan fly ash-
calcined FGD gypsum dapat digunakan sebagai proses solidifikasi. Sistem ini meningkatkan kekuatan
kompresi (0.34 MPa). Pada limbah yang mengandung kromium dibawah batas yang ditentukan EPA,
rasio komposisi limbah dengan fly ash tidak berpengaruh secara signifikan (Parsal et al., 1996).
Teknik ini menghasilkan limbah yang tersolidifikasi sehingga menghindarkan penyebaran konstituen
pada air permukaan atau air tanah. Karbonasi dengan menggunakan fly ash dan kapur juga efektif
dalam solidifikasi limbah organik dan inorganik (Swarnalatha et al., 2006). Penelitian yang dilakukan
oleh Arce et al. (2010) membuktikan bahwa karbonasi menggunakan fly ash menghasilkan stabilisasi
Ba yang efektif, sedangkan untuk Cl -, SO42-, dan F-karbonasi dengan fly ash dapat mensolidifikasi
setengah dari kandungannya pada limbah, dan untuk DOC (dissolved organic carbon) memerlukan
waktu retensi yang lama untuk mengoptimalkan solidifikasi. Selain itu fly ash juga dapat digunakan
pada solidifikasi dengan teknik geopolimer. Penelitian solidifikasi dengan menggunakan fly ash
dengan teknik geoplimerisasi telah dilakukan oleh Galiano et al. (2011) dengan menggunakan reagen
yaitu sodiumhydroxide, potassiumhydroxide, sodiumsilicate, potassium silicate, kaolin, metakaolin
dan ground blast furnace slag. Penelitian ini dilakukan pada limbah yang mengandung logam berat
yaitu Pb, Cd, Cr, Zn, dan Ba dengan hasilnya solidifikasi yaitu kekuatan kompresi mencapai 1-9 MPa
sehingga imobilisasi logam berat sangan efektif.
Cement based technology merupakan salah satu taknik dari solidifikasi yang menggunakan
batu kapur, tanah liat, atau materi silika yang dicampur pada suhu tinggi (Meegoda et al., 2003).
Salah satu contoh penerapan teknik ini yaitu dalam pengolahan limbah yang mengandung logam
berat seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Anastasiadou et al. (2012) yang menggunakan fly
ash kemudian dilakukan sementasi. Limbah yang diolah mengandung logam berat Cr, Fe, Ni, Cu, Cd
dan Ba. Dengan menggunakan teknik sementasi ini hasilnya aman untuk landfill atau digunakan
sebagai material konstruksi karena pengikatan logam berat yang cukup kuat sehingga tidak mudah
terlepas ke lingkungan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Coz et al. (2009) menunjukkan bahwa
pencampuran sodium silicate pada materi semen dapat meningkatkan leachabilitas logam berat
terutama Zn, dengan konsentrasi silikat 5-25% menghasilkan leachabilitas yang optimum pada materi
semen. Voglar dan Lestan (2010) menyatakan bahwa sementasi dapat diterapkan untuk solidifikasi
berbagai jenis logam berat yaitu Cd, Pb, Zn, Cu, Ni dan As . pada penelitian mereka selanjutnya,
Voglar dan Lestan (2011) menyatakan dalam jurnalnya bahwa formula solidifikasi paling efisien yaitu
semen kalsium aluminat ditambah dengan acrylic polymer akrimal menghasilkan materi yang dapat
mengikat sangat kuat terhadap logam berat antara lain Cd, Pb, Zn, Cu, Ni dan As sehingga materi
tersebut dapat digunakan untuk landfill atau landcover.
Kalsium sangat berperan dalam teknik sementasi, jenis kalsium yang sering digunakan
antara lain Calcium Silicate Hydrate, Calcium Hydroxide, Calcium Sulfoaluminate (Meegoda et
al., 2003). Kalsium berperan penting dalam teknik sementasi. Sementasi baik yang menggunakan
Portlan cement (PC) atau cement kiln dust (CDK) memanfaatkan ikatan yang terbentuk antara Ca
dengan As(III) dan As(V) untuk mengimobilisasi logam arsenit tersebut (Yoon et al., 2010). Penelitian
dari Qian et al., (2008) membuktikan bahwa teknik sementasi dapat mengimobilisasi logam berat,
terutama logam berat Zn dan Pb. Pada penelitian ini proses solidifikasi dilakukan dengan
menggunakan fly ash dan calcium sulfoaluminate cement matrix sehingga imobilisasi logam berat
yang efektif matrix semen. Ketidakadaan kalsium dalam materi dapat menurunkan pengikatan logam
berat pada semen, atau yang disebut dengan dekalsifikasi materi semen, dapat menurunkan luasan
area pengikatan logam berat (Laforest dan Duchesne, 2007).
Komponen organik pada limbah berpengaruh pada containment dan karakteristik kekuatan
pada limbah hasil solidifikasi. Kandungan minyak dan fenol dalam limbah mengganggu kekuatan dan
durabilitas sistem pengikatan pada solidifikasi (Minocha et al., 2003). Kandungan bahan organik juga
berpengaruh pada lama waktu hidrasi pada semen. Penelitian Zhang et al. (2008) menunjukkan
bahwa keberadaan sukrosa dan sorbitol pada limbah yaitu semakin mempercepat hidrasi semen,
keberadaan sukrosa atau sorbitol juga mengurangi leachabilitas semen terhadap Pb. Semakin besar
kandungan bahan organik (fenol) pada limbah maka dibutuhkan konsentrasi materi semen yang tinggi
untuk mendapatkan hasil solidifikasi yang cukup (Vipulanandan dan Krishnan, 1990). Komponen
organik ini dapat dihilangkan dengan cara pembakaran pada suhu 800 oC (Swranalatha et al.,2006).
Cara lain yaitu dengan menggunakan reactivated carbon yang memiliki daya serap tinggi terhadap
fenol (Arafat et al., 1999).
Tingkat kekerasan materi semen juga berpengaruh pada kemampuan mengimobilisasi logam
berat. Sala satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan tingkat kekerasan semen adalh dengan
menambahkan 2-chloroaniline yang berfungsi untuk mempermudah penghilangan air dari tanah liat
yang merupakan materi semen (Botta et al., 2004). Selain itu materi semen juga harus diperhatikan
dalam teknik solidifikasi. Pada penelitian Mohamed dan Gamal (2011) disebutkan bahwa cement kiln
dust kurang direkomendasikan untuk solidifikasi karena tidak stabil secara kimiawi yang kemampuan
mengikat logam beratnya kurang. Permeabilitas terhadap oksigen juga penting karena
menggambarkan kualitas fisik material limbah hasil solidifikasi (Poon et al., 1986).