Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Gangguan sistem endokrin merupakan suatu gangguan sistem tubuh yang melibatkan
banyak aspek. Hal ini disebabkan sistem endokrin dipertimbangkan sebagai salah satu sistem
tubuh yang kompleks. Diabetes Melitus sebagai salah satu gangguan sistem endokrin disebabkan
oleh adanya ketidakseimbangan antara persediaan dan kebutuhan insulin. Ada beberapa jenis
DM, tetapi umumnya hanya dua kategori yang dikenal yaitu Insulin Dependen Diabetes Melitus
(IDDM, Tipe I) dan Non Insulin Independent Diabetes Melitus) (NIDDM, Tipe II). Kemajuan
ilmu dan teknologi telah memberikan dampak positif dan negatif dalam kehidupan manusia.
Salah satu dampak negatif tersebut adalah meningkatnya jumlah klien dengan DM akibat
perubahan pola hidup. Di USA, jumlah klien DM telah meningkat tajam dimana terdapat 8 juta
orang mengalami NIDDM, dan 1 juta orang mengalami IDDM serta kemungkinan lebih dari 4
juta orang yang belum terdiagnosa (Golemon dan Gurin 1993). Menurut Black dan Matassarin
Jacob (1997) jumlah keseluruhan klien dengan DM adalah 114 juta, tetapi separuh dari jumlah
itu belum terdiagnosa. Peningkatan ini juga diyakini telah terjadi di Indonesia.
Perawat berada pada posisi tepat untuk terlibat dalam berbagai aspek pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada klien DM. Perawat perlu berpartisipasi secara aktif dari sejak
pengkajian sampai dengan evaluasi tindakan. Oleh karena itu, peran tenaga keperawatan dalam
memberikan keperawatan pada klien ini menjadi sangat penting terutama setelah diagnosis
ditegakkan agar komplikasi yang serius tidak terjadi, seperti salah satu contoh gangguan saraf
tepi dengan gejala berupa kesemutan, terutama pada kaki di waktu malam sehingga mengganggu
tidur, selain itu juga disertai gangguan penglihatan dan kelainan kulit berupa gatal/bisul.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
2. Jelaskan definisi diabetes melitus !
3. Sebutkan etiologi dari diabetes melitus tipe II?
4. Sebutkan manifestasi klinis dari diabetes mellitus tipe II ?
5. Jelaskan patofisiologi dari diabetes melitus tipe II !
6. Bagaimana penatalaksanaan pada penderita diabetes melitus tipe II ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk penderita diabetes melitus tipe II ?
8. Apa saja komplikasi yang dapat muncul dari diabetes melitus tipe II ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus tipe II ?

1.3 TUJUAN

2. Untuk mengetahui definisi diabetes mellitus tipe II


3. Untuk mengetahui etiologi dari diabetes mellitus tipe II
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari diabetes mellitus tipe II
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari diabetes mellitus tipe II
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari diabetes mellitus tipe II
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari diabetes mellitus tipe II
8. Untuk mengetahui komplikasi dari diabetes mellitus tipe II
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus tipe II

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 LAPORAN PENDAHULUAN DM TIPE II

A. DEFINISI

2
Diabetes melitus adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin dan
Diabetes melitus adalah penyakit yang ditandai oleh tingginya kadaar glukosa dalam darah, pada
dasarnya hal ini karena tubuh kekurangan hormone insulin yang diproduksi oleh kelenjar
pancreas.( Sri Hartini, 2009)
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai kelainan metabolik akibat
gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskopelektron. (Arif Mansjoer, 2005)
Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik (kebanyakan herediter) sebagai akibat dari
kurangnya insulin efektif baik oleh karena adanya disfungsi sel beta pankreas atau ambilan
glukosa di jaringan perifer, atau keduanya (pada DM tipe 2), dengan tanda-tanda hiperglikemia
dan glukosuria, disertai dengan gejala klinis akut (poliuria, polidipsia, penurunan berat badan),
dan ataupun gejala kronik atau kadang-kadang tanpa gejala. Gangguan primer terletak pada
metabolism karbohidrat, dan sekunder pada metabolism lemak dan protein.
Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen (gangguan multi sistem) yang
disebabkan oleh defesiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat yang ditandai dengan
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.

B. ETIOLOGI

Mekanisme yang tepat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes tipe 2 masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu tedapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang
berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe 2.

Faktor-faktor ini adalah :

a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun.
b.Obesitasterutama yang bersifat sentral (bentuk apel)
Orang yang mengalami obesitas,tubuhnya memiliki kadar lemak yang tinggi atau berlebihan
sehingga jumlah cadangan energy dalam tubuhnya banyak begitupun dengan yang tersimpan

3
dalam hati dalam bentuk glikogen. Insulin merupakan hormon yang bertugas untuk menurunkan
kadar glukosa dalam darah mengalami penurunan fungsi akibat dari kerja kerasnya dalam
melakukan tugas sebagai pendistribusian glukosa sekaligus pengkompensasi dari peningkatan
glukosa darah, sehingga menyebabkan resistensi insulin dan berdampak terjadinya DM tipe 2.
c. Kurang aktivitas
d. Riwayat keluarga
e. Kelompok etnik

C. MANIFESTASI KLINIS
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun
tidak semua dialami oleh penderita :
1. Polyuria
2. Polydipsia
3. Polyphagia
4. Glykosuria
5. Penurunan berat badan
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan dan kaki (parestesia).
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

D. PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe II disebabkan oleh beberapa faktor juga antara lain Usia, Obesitas,dan
Riwayat Keluarga. Dimana faktor tersebut akan mempengaruhi proses peningkatan kadar
glukosa dalam tubuh. Peningkatan kadar glukosa dalam darah secara terus-menerus
menyebabkan penurunan fungsi terhadap hormon insulin dimana tugas dari insulin ini berfungsi
untuk mengedarkan glukosa kepermukaan sel untuk metabolisme sel tersebut. Sehingga yang
seharusnya glukosa tersebut diedarkan kesetiap sel malah berkurang akibat penurunan fungsi
insulin sebagai akibatnya kadar glukosa secara terus-menerus mengalami penigkatan.

Ginjal merupakan tempat penyaring hasil dari sekresi dalam tubuh tidak mampu lagi
menyerap glukosa akibat dari hiperglikemia tersebut dan akibatnya glukosa tersebut terekskresi
bersama dengan urine ( glukosuria). Untuk meringankan kerja dari dari ginjal dalam pengeluaran

4
glukosa maka terjadi penyerapan air dan elektrolik dalam ginjal untuk mengencerkan glukosa,
sehingga urine keluar secara encer bersama air, elektronik dan zat-zat yang lainnya.Karena urine
keluar secara terus menerus bersama dengan air dan elektrolik maka tubuh mengalami
kekurangan cairan akibatnya terjadi dehidrasi. Efek dari dehidrasi tersebut menyebabkan volume
cairan dalam vaskuler berkurang sehingga darah bersifat lebih kental sehingga mempengaruhi
proses sirkulasi darah dalam tubuh.

Gangguan fungsi insulin itu juga mengakibatkan gangguan metabolisme lemak


(dislipidemia). Hal tersebut dapat dilihat dari terjadinya peningkatan kadar kolesterol total,
kolesterol-kolesterol jahat (LDL), trigliserida, namun disertai penurunan kolesterol HDL
(kolesterol baik). Akibat dari peningkatan kolesterol jahat tersebut mengakibatkan terdapatnya
plak-plak berupa lemak yang mengendap dalam pembuluh darah arteri yang berefek pada
gangguan pada sirkulasi darah atau yang biasa disebut dengan aterosklerosis. Akibat dari
aterosklerosis tersebut berdampak pada perubahan dan gangguan pada daerah makrovaskuler dan
microvaskuler. Untuk daerah makrovaskuler (pembuluh darah besar) yang berpengaruh adalah
organ jantung, serebral dan daerah ekstremitas (pergerakan). Khusus untuk organ jantung,
aterosklerosis menyebabkan penyakit arteri koroner dalam hal ini infark miokard (gagal
jantung) ini disebabkan karena kurangnya suplai oksigen terhadap sel-sel jantung akibat dari
sumbatan pada daerah pembuluh darah arteri koronaria. Dan untuk daerah cerebral, akan
berdampak pada penyakit stroke. Ini disebabkan karena perubahan aterosklerosis dalam
pembuluh darah serebral atau pembentukan embolus di tempat lain dalam sistem pembuluh
darah yang kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah serebral yang
menimbulkan serangan iskemia sepintas (tidaknya adanya aliran darah) dan menyebabkan
stroke.

Sedangkan untuk daerah ekstremitas (pergerakan), akan berdampak pada pembentukan


gangren yang disebabkan oleh sirkulasi yang buruk akibat dari sumbatan pada saluran peredaran
darah yang mengarah pada daerah ekstremitas khususnya bagian bawah (distal) selain itu pula
adanya gangguan kemampuan leukosit terhadap penghancuran bakteri yang berpengaruh
terhadap proses penyembuhan luka yang lama dan akibatnya akan terjadi gangren serta
berpotensi untuk diamputasi.

5
Untuk daerah mikrovaskuler yang berpengaruh adalah daerah retina (penglihatan) dan daerah
ginjal. Khusus untuk daerah retina (penglihatan), akan berdampak pada penyakit retinopati ini
disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata di mana
retina merupakan bagian mata yang menerima bayangan dan mengirimkan informasi tentang
bayangan tersebut ke otak. Bagian ini mengandung banyak sekali pembuluh darah dari berbagai
jenis seperti pembuluh darah arteri serta vena yang kecil, arteriol, venula dan kapiler. Dan
pembuluh darah inilah yang merupakan pusat sumbatan sehingga berpengaruh terhadap
gangguan penglihatan dan jika ini berlangsung lama tanpa ada tindakan yang progresif maka
akan berpotensi terhadap kebutaan.Sedangkan untuk daerah ginjal, akan berdampak pada
penyakit nefropati ini disebabkan oleh glukosuria yang terus menerus sehingga mekanisme
filtrasi ginjal mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah ke dalam urine.
Sebagai akibatnya, tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat.Kenaikan tekanan tersebut
diperkirakan diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati. Jika tubuh
membentuk zat keton lalu terjadi nefropati maka ginjal akan berdampak pada penurunan fungsi
yang berpotensi pada gagal ginjal.

E. PENATALAKSANAAN
Diabetes Melitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit dan
diperlukan kerja sama semua pihak di tingkat pelayanan kesehatan.

Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut :

a. Perencanaan makan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi yang baik yaitu :
1.) Karbohidrat sebanyak 60 70 %.
2.) Protein sebanyak 10 15 %.
3.) Lemak sebanyak 20 25 %.

6
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan
kegiatan jasmani.
b. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3 4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olahraga sedang adalah berjalan cepat selama 20 menit dan olahraga berat misalnya
jogging.

c. Pengelolaan farmakologis
Sarana pengelolaan farmakologis Diabetes berupa :
1.) Obat hipoglikemia oral (OHO).
a.) Golongan sulfonilurea.
Obat golongan ini sudah dipakai sejak tahun 1957 dan tidak dipakai pada tipe
Diabetes Melitus tipe I. Mekanisme kerja obat golongan sulfoniluera :

- Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan.


- Menurunkan ambang sekresi insulin.
- Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
b.) Golongan biguanid
Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah Metformin. Metformin
ini menurunkan kadar glukosa darah pengaruhnya terhadap kerja insulin pada
tingkat selular, distal dari reseptor insulin serta efeknya juga berefek
menurunkan kadar glukosa hati. Metformin mencapai kadar puncak dalam
darah setelah 2 jam.

c.) Alga glukosidase inhibitor acarbose.


Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat enzim alfa glukodosidase di
dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia post prandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan
tidak menyebabkan hiperglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar
insulin.

d.) Insulin sensitizing agent.

7
Thiazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek
farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. Golongan ini bekerja
meningkatkan glukosa disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa di
hati.

Tetapi baru mulai dicoba dan belum beredar di pasaran Indonesia.

2.) Insulin
Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan
perlahan-lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien.Bila sulfoniluera atau
metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapit dak tercapai sasaran
glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfoniluera dengan
metformin.Dan bila masih belum berhasil, dipakai kombinasi sulfoniluera dan
insulin.

Tabel I. Kategori Insulin

Perjalanan
Preparat Awitan Puncak Durasi Indikasi
Waktu

Kerja singkat Reguler - 1 jam 2-3 jam 4-6 Biasanya diberikan


jam 20-30 menit sebelum
makan ; dapat diguna-
kan sendiri atau di-
campur dengan insu-

8
lin kerja lama.

Biasanya diberikan
setelah makan.

Kerja sedang NPH (ne 3-4 jam 4-12 jam 16-20


utral Pro- jam
tamin Ha-
gedorn) ;
Lente (L)

Digunakan terutama
untuk mengontrol
Ultratelent
kadar glukosa puasa.
e (UL)
20-30
Kerja lama 6-8 jam 12-16
jam
jam

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tujuan pemeriksaan laboratorium pada DM adalah : menetapkan diagnosa, mengikuti
perjalanan penyakit, kontrol terapi dan deteksi dini adanya kelainan akibat DM.
1. Pemeriksaan kadar gula darah
Cara yang dianjurkan adalah cara enzimatik, dan yang banyak digunakan dalam
laboratorium adalah cara glukosa oksidase. Cara lain adalah cara o-toluidine. Kedua cara
ini dianggap memberi hasil yang mendekati kadar glukosa sesungguhnya.

Interpretasi Hasil Tes


Bukan DM Belum pasti DM
Tes Sampel
(mg/dl) DM (mg/dl) (mg/dl)
Plasma Vena < 110 110-199 200
GDS Darah Kapiler < 90 90-199 200
9
Plasma Vena < 110 110-125 126
GDP Darah Kapiler < 90 90-199 110
Plasma Vena < 140 140-200 > 200
GD2P Darah Kapiler <200 120-200 > 200
P

2. Tes toleransi glukosa (TTG)

Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan dengan adanya gejala khas DM berupa poliuria,
polidipsia, lemas,dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin dikemukakan oleh pasien
adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria,serta pruritus dan vulvae
pada pasien wanita. Jika keluhan dan gejala khas, ditemukannya pemeriksaan glukosa darah
sewaktu yang >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Umumnya hasil
pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang baru satu kali saja abnormal belum cukup untuk
diagnosis klinis DM.
Kalau hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO diperlukan untuk
konfirmasi diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya
diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar
glukosa pernah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM, baik pada 2 pemeriksaan yang
berbeda ataupun adanya 2 hasil abnormal pada saat pemeriksaan yang sama.
Cara pemeriksaan TTGO :
1. Tiga hari sebelumnya makan seperti biasa
2. Kegiatan jasmani cukup, tidak terlalu banyak
3. Puasa semalam, selama 10-12 jam
4. Glukosa darah puasa diperiksa
5. Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 ml, dan diminum selama / dalam
waktu 5 menit
6. Diperiksa glukosa darah 1 (satu) jam dan 2 (dua) jam sesudah beban glukosa.(Noer,
Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)

3. Pemeriksaan gula urin.


4. Penetapan albumin urin

G. KOMPLIKASI

10
Komplikasi diabetes mellitus dapat muncul secara akut dan secara kronik, yaitu timbul
beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah mengidap diabetes mellitus.
1. Komplikasi Akut Diabetes Mellitus
Dua komplikasi akut yang paling penting adalah reaksi hipoglikemia dan koma diabetik.
a. Reaksi Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-
tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan sebagainya. Penderita koma hipoglikemik
harus segera dibawa ke rumah sakit karena perlu mendapat suntikan glukosa 40% dan infuse
glukosa. Diabetisi yang mengalami reaksi hipoglikemik (masih sadar), atau koma hipoglikemik,
biasanya disebabkan oleh obat anti-diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau
penderita terlambat makan, atau bisa juga karena latihan fisik yang berlebihan.
b. Koma Diabetik
Berlawanan dengan koma hipoglikemik, koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam
tubuh terlalu tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul
adalah:
1) Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang besar)
2) Minum banyak, kencing banyak
3) Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan dalam, serta
berbau aseton
Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma diabetik harus
segara dibawa ke rumah sakit
2. Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus
Umumnya terjadi pada 10-15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskuler (penyakit pembuluh darah besar):
Pembuluh coroner
Vaskilar perifer
Vaskular otak
b. Mikrovaskuler (penyakit pembuluh darah kecil) :
Mengenai mata (Retinopati)
Mengenai ginjal (Nefropati)
Penyakit Neuropati (merupakan saraf sensorik-motorik) yang anatomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:

11
1) Grade 0 : tidak ada luka
2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah
distal

2.2 ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. K DENGAN DM TIPE II

A. PENGKAJIAN
Identitas
Nama : Ny. K

Umur : 55 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Pendidikan tekahir : Tidak tamat SD

Agama : Islam

Status : menikah

Admininstrasi : Kartu Jakarta Sehat

MRS : 20 September 2013

12
Diangnosa medis : DM tipe II, Chronic Kidney Disease (CKD), Deep Vein Thrombosis
(DVT), Congestive Heart Failure (CHF), Community Acquired
Pneumonia (CAP), Dan Atrial Fibrilasi Normo Respon (AFNR).

Keluhan utama

Satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien pingsan di bawa ke rumah sakit Citayana, di
rumahsakit Citayana diperiksa GDS menunjukan 87 mg/dL, fungsi ginjal, fungsi hati dan darah
lengkap, di diagnosis CKD, anemia, hipoglikemia, dyspepsia. Di RS Citayana mendapat terapi
infus D10% 20 tetes per menit ceftriaxone 1 x 2g, D 40%.atas permintaan keluarga, pasien
dirujuk ke RSCM.

Riwayat kesehatan sekarang

Saat datang ke IGD pasien sudah sadar, namun masih lemas, sudah tidak diare hanya mual,
kadang muntah.Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien diare 20 kali/hari, sudah diberi
diapet tapi tidak ada perubahan.Bengkak dikedua tungkai sejak 1 minggu sebelum MRS,
semakin lama kaki membengkak disertai sesak, mual, muntah.Sebelum ini pasien juga pernah
mengalami bengkak pada kedua kaki, mual muntah dalam setahun ini, tapi akhirnya dapat hilang
dengan sendirinya.Sesak dirasakan terutama saat pasien berjalan atau beraktifitas.Buang air kecil
semakin lama semakin berkurang dan frekuensinya semakin jarang.Kedua kaki dirasakan nyeri
bahkan saat berjalan dan istirahat.Batuk berdahak jarang, nyeri ulu hati ada, tidak nafsu makan.

Riwayat penyakit dahulu

DM sejak 15 tahun yang lalu, berobat tidak teratur, sempat menggunakan insulin suntik 3 x/
haritapi sudah berhenti hampir 1 tahun, sejak January 2012 pasien dikatakan sakit ginjal,
hipertensi disangkal, asma, alergi, sakit jantung disangkal. Tahun 2012 pernah dirawat inap
karena mual, muntah.

Tindakan yang dilakukan di IGD

13
Pemberian oksigen 2 liter per menit, infus, Lasix 1 x 40 mg (intra Vena/ IV) Vitamin B12 3 x 500
mg (per oral/PO), asam folat 1 x 15 mg (PO), CaCO3 3 x 1 (PO), retriksi cairan 600 ml/hari,
balance cairan negative 500 ml/hari, OMZ 1 x 40 mg (IV), Domperidone 3 x 100 mg (PO), (PO),
ceftriaxone 1 x 2 gr (IV), azitromicin 1 x 500 mg (PO), koreksi bicnat 50 meq dalam 2 jam,
dilanjutkan bicnat 50 meq 10 jam, bicnat 3 x 1000 mg (PO), insulin dosis koreksi 30 menit
sebelum makan (gula darah <200 mg/dl : insulin tidak diberikan, gula darah 201-250 mg/dl :
dosis insulin yng diberikan 3 unit, gula darah 251-300 mg/dl dosis insulin yang diberikan 6 unit,
gula darah 301-351 g/dl : dosis insulin yang diberikan 9 unit.

Pemeriksaan fisik & Hasil Lab


Oksigenasi

Pengkajian oksigenasi meliputi pengkajian pernafasan dan sirkulasi. Pengkajian pernafasan


ditemukan bentuk dada simetris, pernafasan 22 x/menit, Cheyne stokes (-), hiperventilasi (-),
gerakan dada simetris, terpasang oksigen 2 liter per menit via nasal, tidak ada retraksi dinding
dada, orthopnoea, dispnea paroxsimal nokturna, palpasi : femitus vocal kanan dan kiri sama,
perkusi sonor, auskultasi bunyi nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi basa halus bilateral
positif rontgen thorax : tanggal 20-09-2013 menunjukan kardiomegali dengan aorta elongasi,
kalsifikasi, curiga bendungan paru. Pasien mengeluh sesak bila berjalan walau dekat, tidur
dengan menggunakan 2 bantal, sesak dalam malam hari.Saat ini pasien mengatakan tidak sesak,
jika posisi setangah duduk. Tetapi jika terlentang dengan satu bantal, dada terasa sesak, batuk
tidak ada sesak dirasakan terutama saat pasien berjalan atau beraktifitas.Hasil analisa gas darah
tanggal 24-09-2013.pH : 7, 292 (N ; 7, 35 7, 45), PCO 2 : 25. 80 mmHg (N : 35 45), PO 2 : 86,
40 mmHg (75-100 mmHg ), HCO 3 : 12.60 mmol/L (N : 21.00-25.00), total CO 2 ; 13.40 mmol/L
(N : 21-27), O2 saturasi : 94.60 % (95-98), standar HCO 3 : 14.9 mmol/L (N ; 22-24), standar base
Excess : -14.2 mmol/L (N : 22-24).

14
Sirkulasi

Pengkajian sirkulasi ditemukn konjungtiva tampak pucat, tidak ada sianosis, TD=130/70 mmHg,
HR=80x/menit, irama tidak teratur, kuat, capillary refill 3 detik, JVP tidak meningkat (53cm),
inspeksi : ictus cordis tak tampak, palpasi: IC teraba di IC 5 bergeser sinistra dari mid sternalis,
teraba 2 jari lateral, perkusi: batas jantung kiri melebar, auskultasi: bunyi jantung 1 & 2 ireguler,
tidak ada bunyi jantung tambahan. Pasien mengatakan mudah lelah. Sirkulasi perifer
menunjukkan akral hangat, pada perabaan tungkai pedis dextra dingin dibandingkan pedis
sinistra, nyeri dipedis 3 detik pada pedis sinistra, warna normal dalam waktu 4 detik pada pedis
dextra, digiti 1 & 4 pedis dextra hiperpigmentasi kering, awalnya karena muncul benjolan,
sekitar gatal, dan pecah, sehingga terdapat bekas luka yang sudah mengering. Lingkaran paha
kanan adalah 56cm, lingkaran paha kiri; 54cm,lingkaran betis kanan adalah 38cm, lingkar betis
kiri 37cm. berikut ini hasil pemeriksaan kaki pasien Ny.K:

Hasil Pemeriksaan Kaki

Komponen Kaki Kanan Kaki Kiri


Arteri femoralis ++kuat ++kuat
Arteri popliteal ++kuat ++kuat
Arteri dorsalis pedis ++kuat ++kuat
Arteri tinia posterior +lemah +lemah
Ankle brachial 0,92 0,92
Interpretasi: sirkulasi arteri masih dalam keadaan normal

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 24-25 september 2013 menunjukan hemoglobin


8,2gr/dL (N;12-15), hematocrit 24,3% (N; 36-46), eritrosit 3x10 6/ L (N; 3.8-4.8x10 6/ L),
MCV 81 fL (N; 80-95), MCH 27.3pg (N; 27-31), MCHC 33.7 g/dL, trombosit: 476x10 3/ L
(150-400x10 3/ L). APTT pasien/control:39.6/31.8 detik (31-47), d-Dimer Kuantitatif 400 g/L
(0-300), kadar fibrinogen 502 mg/dL (136-384), PT pasien/control; 12,2/11,3 detik (9.8-12.6),
trigliserida 113mg/dL (N; <150), serum iron (Fe) 31 g/dL (37-145), TIBC 127 g/dL (228-428),
saturasi transferin 24% (15-45), prokalsitonin 1,38 ng/mL (<0,1), kolestrol LDL 62mg/dl (N;
<100), kolestrol HDL; 31 mg/dL (>40).

15
Hasil EKG tanggal 23 september 2013 ditemukan atrial fibrilasi normo respon, VES jarang,
normoaxis, HR; 75x/menit, T inverted V5-V6-AVL, CAD highlateral.

Hasil echocardiografi tanggal 25 september 2013: dimensi ruang jantung right ventrikel (RV)
membesar, dinding venrikel menebal di IVS (intra ventrikuler septum), left ventrikel wall motion
hipokinetik di anterior mid dan apical, katup-katup jantung TR moderate, MR mild, PR mild,
Fungsil LV sistolik baik, EF; 59%, fungsi RV sistolik menurun, TAPSE 59%, fungsi LV diastolic
tidak bisa dinilai.

Hasil Doppler vaskuler: caliber system arteri normal, caliber system vena mengalami dilatasi,
didapati thrombus pada derah SFV mid dan vena popliteal dextra, didapati edema superfisial,
kesimpulan: deep vein thrombosis ( DVT).

Nutrisi

Kebutuhan nutrisi Bb=56 kg, Tb=155 cm, IMT; 23,3, nafsu makan berkurang, turgor kulit cukup,
mukosa lembab, mulut bersih. Porsi makan yang disediakan habis porsi, mual ada, tidak
muntah, pasien mengatakan terjadi penurunan BB 23 kg dalam 15 tahun. Pasien lama tidak
menimbang BB. Inspeksi: buncit, auskultasi; 9 x/m, perkusi; timpani, shifting dullness, palpasi;
Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan pada kandung kemih. Sejak 4 hari sebelum masuk rumah
sakit nafsu makan berkurang, mual, muntah, diare. Pola makan sebelum sakit, karena pasien
sudah sakit DM selama 15 tahun dan pernah mendapat penyuluhan tentang perencanaan makan
diabetes yang intinya mengurangi makanan yang manis. Maka pasien makan 3 x sehari, porsi
nasi dikurangi hanya satu centong. Berdasarkan penghitungan kalori didapatkan BB ideal 90% x
(155-100) x 1 kg=49,5 kg. kebutuhan basal: 25% x 49,5=1238 kal. Dikurangi 5% dari kebutuhan
basal karena umur > 40 tahun=61,9 kalori, aktifitas ringan 10% dari kebutuhan basal= 123,8 kal,
stress metabolic 30% dari kebutuhan basal=371, 4 kal, gemuk -20% dari kebutuhan basal= 247,6
kal. Total kebutuhan kalori pada pasien 1238-61, 9 + 123, 8 + 371,4- 247, 6= 1523,7 kkal atau
dibulatkan 1500 kkal.

16
Hasil laboratorium menunjukkan SGOT; 15 U/L (N; <27), SGPT; 14 U/L (N; <34). Albumin
adalah 2.02 g/dL (N; 3,4-4, 8), protein total 5,9 g/dL (N;6,4-8,7), Globulin 3.88 g/dL (N; 1, 80-
3,90), ratio albumin-globulin 0,5 (N; 1), HbA1c tanggal 25 september: 8,7% (N; <5,7), HbsAg
non reaktif, anti HVC non reaktif.

Eliminasi

Buang air besar atau BAB pada pasien Ny.K adalah tidak tentu, kadang 2x dalam sehari, kadang
sekali BAB dalam waktu 1-2 hari, dengan konsistensi lembek, warna kuning, masih dapat
merasakan jika ingin BAB. Buang air kecil atau BAK: folley cateter terpasang sejak tanggal 24
september 2013 dengan warna urin kuning warna keruh. Pasien mengatakan sekitar 2 tahun,
frekuensi kencing dan produksi kencing semakin berkurang, sekitar 400-600 cc, warna kuning
keruh, frekuensi kencing 3-5 sehari.Sejak januari 2012 pasien sudah dinyatakan sakit ginjal
(CKD stage 3).

Hasil laboratorium urine lengkap tanggal 25 september 2013 adalah warna kuning keruh (N;
kuning keruh), sedimen leukosit penuh/LPB, sedimen eritrosit penuh/LPB, silinder hyaline 0-1,
sel epitel: 1+ negative, Kristal, bakteri, lain lain hasilnya negative (N; negatife), berat jenis 1.015
(N; 1.005-1.030), PH 5.5 (N; 4.5-8), protein 2+ (N; negatife), keton negative (N; negatife),
darah/Hb 3+ (N; Negatif), bilirubin negatife (N; negatife), urobilinogen: 3.2 mol/L (N; 3.2-16),
nitrit negative (N;negative), leukosit esterase; 3+(negative).

Penatalaksanaan yaitu restriksi cairan 600 ml/hari, balance cairan negative 500ml/hari, Lasix
1x40 mg (IV), CaCo3 3x1 (PO), vitamin B12 3x500mg (per oral/PO), asam folat 1x15 mg (PO).

Aktivitas dan Istirahat

Kebutuhan activity daily living (ADL) sebagian besar dibantu, penilaian status fungsional
dengan barthel indeks: mandiri mengendalikan rangsang defekasi (BAB) nilai 2, tidak dapat
mengendalikan rangsang berkemih/memakai kateter bernilai 0, kemampuan mandiri
membersihkan diri, cuci muka, sisir rambut, sikat gigi nilainya 1, perlu pertolongan dalam
penggunaan jamban masuk dan keluar (melepaskan, memakai celana, membersihkan dan
menyiram) bernilai 1, mandiri saat makan nilainya 2, berubah sikap dari berbaring ke duduk
dengan bantuan 2 orang bernilai 2, tidak mampu berpindah/berjalan nilainya 0, tergantung orang

17
lain saat memakai baju nilainya 1, tidak mampu naik tangga nilainya 0, tergantung saat mandi
nilainya 0, nilai total status fungsional; 8 termasuk ketergantungan total. Pengkajian risiko
decubitus dengan skala Norton: kondisi fisik sedang (3), status mental; sadar (4), aktivitas
ditempat tidur (1), mobilitas sangat terbatas (1), inkontinensia; menunjukkan kontinen (4), total
nilai 13 hal ini menunjukkan rentang 12-15 (resiko sedang decubitus).

Kekuatan Otot:

5555 5555

5nyeri 4445

Pasien mengatakan mengalami gangguan tidur, terkadang bangun karena nyeri atau tidak tahu
penyebabnya.Biasanya tidur di RS jam 21.00-04.00, siang dapat tidur 2-3 jam, tetapi pasien
merasa tidak puas, kadang-kadang tidur masih mendengar lingkungannya.Mata tak tampak
merah.

Proteksi

suhu badan: 36,4C, berdasarkan penilain resiko jatuh didapatkan hasil: pasien tidak memiliki
riwayat jatuh yang baru atau tiga bulan terakhir ( nilainya 0 ), memiliki diapnosis sekunder lebih
dari 1 (nilainya 15), tidak menggunakan alat bantu jalan: pasien bedrest/ dibantu perawat
(nilainya 0), tidak menggunakan infus (nilainya 0), lemah cara berjalan atau berpindah (nilainya
150, status mental: orientasi sesuai kemampuan (nilainya 0), total penilaianya 30 pasien masuk
kategori resiko jatuh ringan, kulit keringterutama kaki, pecah-pecah dibagian tumit,
hiperpigmentasi dan kering digiti 1 dan 4 pedis dekstra, awalnya karna muncul benjolan, sekitar
gatal, dan pecah, sehingga terdapat bekas luka yang sudah mengering. Tangan kanan terpasang
infus secak tanggal 24 september 2013, kondisi bersih, terpasang kateter sejak tanggal 24
september 2013.

Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan hemoglobin 8,2 gr/ dL (N; 12-15), leokosit
22320/L (5000-1000), trombosit; 47610 / L (150-400 10 / L), basofil 0,1% (0,5-1),

18
eosinofil 0,6% (N; 1-4), neutrofil 92,3%, (N; 55-70) monisit 3,6% (N; 2-8), laju endap darah 140
mm (N; 0-20), prokalsitonin 1,38 ng/mL (< 0,1), albumin adalah 2.02 g/dL (N; 3,4-4,8). Hasil
pemeriksaan laboratorium tanggal 21 september 2013 menunjukkan HIV non reaktif.

Sensori

Pasien mengalami nyeri dikedua kaki terutama kaki kanan, kedua kaki bengkak, skala nyeri 4,
nyeri terasa berdenyut dan pegal, intesitasnya terjadi hilang timbul terutama saat kaki di gerakan
ekpresi wajah tampak nyeri saat digerakan, pasien meringis saat digerakkan kakinya,
pemeriksaan monofilament terjadi neuropati pada kedua kaki. Penglihatan kanan dan kiri tidak
buran, penglihatan tidak ganda, tidak melihat kilatan cahaya, terlihat bayangan hitam dimata kiri,
hasil pemeriksaan terdapat retinopati hipertensi grade 2, katarak senilis grade 1, non proliferative
diebetic retinopathy (NPDR) imatur grade 1.

Pendengaran masih berfungsi dengan baik, liang telinga kanan dan kiri bersih, tidak ada nyeri
tekan. Hidung simetris, tidak ada secret, tidak ada nyeri tekan disekitar hidung.Pasien dapat
mencium dan membedahkan bauh. Integument: kulit kaki terlihat kering dan pecah-pecah
ditumit dan gatal tidak ada.

Cairan Dan Elektrolit

Sejak dinyatakan sakit ginjal tahun 2012 pasien diminta mengurangi minum, akhirnyabpasien
minum 750-1500 cc/hari.Riwayat pasien sering mengkonsumsi obat saat pusing. JVP 5 -+ 3 cm,
tirgor sedang, tidak ada tanda dehidrasi, selama di rmah sakit minum -+ 600 cc/hari. Pasien
terpasang kateter dengan urine output sehari -+ 800-1200 ml, terdapat pitting edema ++/++,
shifting dullness, lingkar perut 105 cm. Balance cairan tanggal 23-09-2013 dalam 12 jam (j. 10-
07) intake: 600 ml, urine 600 cc, IWL; 200 cc= -200 cc.

Hasil laboratorium menunjukkan natrium 133 mEq/L (N;132-147), kalium 3.73 mEq/L (N; 3.30-
5.40), khlorida (Cl) 100,4 mEq/L (N; 94-111), kreatinin darah 5, 30 mg/dL (N; 0, 60-1, 20),
eGFR 8,5 mL/min/1,73m^2 (N; 68-102 EPI-2009), Ureum darah 220 mg/dL (N; <50), Kalsium
(Ca ++) Ion 1,14 (N; 1, 01-1, 31), Fosfat organik (P) darah 6,5 mg/dL (N; 2,7-4,5), Magnesium
(Mg) darah 2,06 mg/dL (N; 1,70-2,55), Asam urat 10,9 mg/dL (N;< 5,7), tanggal 24-09-2013
hasil analisis gas darah menunjukkan: pH 7,292 (Normal/N; 7,35-7,45), PCO 2 : 25.80 mmHg

19
(N;35-45), PO2; 86.40 mmHg (75-100 mmHg), Total CO 2; 13.40 mmol/L (N; 21-27), O2 saturasi:
94.60% (95-98), HCO3 ; 12.60 mmol/L (N; 21.00-25.00), Standar HCO 3 :14.9 mmol/L (N; 22-
24), Standar Base Excess : -14.2 mmol/L (N; 22-24), inteprestasi hasil analisa gas darah adalah
asidosis metabolic. Hasil JSG abdomen tanggal 21 September 2013 menunjukkan gambarn CKD
bilateral, asites.

Fungsi Neurologis

Pengkajuan fungsi neurologi ditemukan kesadaran pasien compos mentis, Glascow Coma
Scale/GCSV E4, M5, V6.

Pupil bulat isokhor diameter 3mm/3mm, fungsi kognitif: orientasi orang, tempat dan waktu baik,
pemeriksaan neuropatik sensorik: monofilament kaki kanan/kiri: neuropati positif. Pemeriksaan
neuropatik motorik tidak ada perubahan bentuk kaki (hallux valgus, hammer, claw) terdapat
kalus di digiti 1 pedis dextra dan telapak kaki kanan metatarsal head digiti 1.Neuropati otonom;
kulit kering dan pecah-pecah. Gastroparesis: tidak ada, tidak ada hipotensi ortorstetik (tekanan
darah berbaring130/70 mmHg, tekanan darah duduk 115/65 mmHg). Pasien mengatakan terasa
tebal, baal/kesemutan pada jari kaki dan tungkai sejak 2 tahun ini.

Fungsi Endokrin

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit minum
tidak dibatasi, minum cukup sekitar 1500 cc & kencing juga biasa, hanya menurun jumlahnya
dan jarang frekuensinya. Pasien mengatakan kadar gula darah jarang kontrol dalam 1 tahun ini,
riwayat dapat terapi insulin Cuma 1X dan berhenti karena tidak ada uang untuk membeli insulin,
sehingga pasien kembali ke obat glibenklamid 1 x 1 tanpa resep dokter. Hiperpigmentasi dan
kering pada digiti 1 & 4 pedis dextra, awalnya karena muncul benjolan yang tidak dirasakan,
sekitarnya gatal, dan pecah sejak 2 tahun yang lalu, nilai HbA1c; : 8,7% (N, <5,7)

Penatalaksanaan:

O2 3 per menit, IV cateter, ceftriaxone 1 x 2 gr IV, azitromicyn 1x 50 mg, lasix 1 x 40 mg,


heparin 1 x 5000 ui, periksa sputum BTA, rontgen paru, periksa analisis gas darah (AGD). Diit
DM ginjal lunak 1700 kal 3 porsi besar, 3 porsi kecil, protein 40 g (0,8 gr/kgBB), lemak 4,7 gr
(25%), karbohidrat 280 gr (66%) Omeprazol 1x40 mg, Plasbumin 20% 100 cc (tanggal 29

20
September), Insulin cordos >200 kelipatan 3, domperidone 3x100 mg (PO), ceftriaxone 1x2 gr
IV, rencana albumin 20% 100 cc, untuk mata belum ada terapi khusus, hanya saran kontrol poli
mata tiao bulan untuk evaluasi retinopati, control tekanan darah, restriksi cairan 600cc/hari,
restriksi garam (<2 gr/hr), lasix 1x40 mg (IV), vitamin B12 3x500 mg (per oral/PO), asam folat
1x15 mg (PO), CaCo3 3x1 (PO).

PENYIMPANGAN KDM

Etiologi Kerusakan Ketidakseimban Gula dalam darah tidak


sel beta gan produksi dapat dibawa masuk
insulin dalam sel
Glukosur Batas melebihi Hiperglike Anabolisme
ia ambang ginjal mia protein
menurun

Dieresi
Vikositas Syok Kerusakan pada
s
darah hiperglikemik antibodi
osmoti
meningkat Koma
Poliuri
Aliran darah diabetik
-Rete
lambat
Iskemik
nsi Resiko Edema Neuropa
jaringan
Kehilang
Urine Ketidakefektifa ti
infeksi
Hambatan Nyeri
an n perfusi sensori
mobilitas akut
elektrolit jaringan perifer Nekrosi
perifer
Dehidra Kehilangan fisik
dalam Kerusakan s luka
si kalori integritas kulit Gangre
Resiko Sel kekurangan Protein & ne
syok
Merangsa BB
bahan untuk lemak
ng turun
metabolisme dibakar
hipotalam Katabolis Pemecaha Keletih
Pusat lapar
me lemak n protein an 21
dan haus
Katabolis
Polidipsi Keton Ureum
me lemak
,
Asam
polipagi
Ketidakseimba
ngan nutrisi Ketoasidosis Gangguan Sesak
kurang dari pernapasan napas
kebutuhan akut Gangguan
ANALISA DATA
pertukaran gas
N TANDA & GEJALA ETIOLOGI MASALAH
O
1 DS: pasien mengatakan Penurunan sirkulasi darah Ketidakefektifan
kedua tungkai bengkak sejak ke perifer, proses penyakit perfusi jaringan
1 minggu yang lalu SMRS. DM. perifer
DO: tungkai pedis dextra
dingin, bengkak di pedis
kanan, pucat saat elevasi.
2 DS: pasien mengatakan Ketoasidosis Gangguan
sesak napas terutama saat pertukaran gas
berjalan atau beraktivitas
DO: bunyi napas vesikuler,
Hasil analisa gas darah
tanggal 24-09-2013 :
pH : 7, 292 (N ; 7, 35 7,
45), PCO2 : 25. 80 mmHg
(N : 35 45, HCO3 : 12.60
mmol/L (N : 21.00-25.00),
total CO2 ; 13.40 mmol/L (N
: 21-27), O2 saturasi : 94.60
% (95-98)
3 DS: klien mengatakan nyeri Neuropati perifer Nyeri akut
dikedua kaki terutama di
kaki kanan, nyeri terasa
berdenyut dan pegal,

22
intensitas terjadi hilang
timbul terutama saat kaki
digerakkan.
DO: pasien tampak
meringis, skala nyeri 4.
4 DS: klien mengatakan tidak Penurunan kekuatan otot, Hambatan mobilitas
mampu berpindah/berjalan nyeri. fisik
dan dibantu saat mau duduk
dari berbaring
DO: kekuatan otot
5555 5555
5nyeri 4445

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d. penurunan sirkulasi darah ke perifer, proses
penyakit DM.
2) Gangguan pertukaran gas b.d. ketoasidosis
3) Nyeri akut b.d neuropati perifer
4) Hambatan mobilitas fisik b.d. kelemahan otot, nyeri

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d. penurunan sirkulasi darah ke perifer, proses
penyakit DM
Tujuan: mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal dengan
Kriteria Hasil:
Edema berkurang/hilang
Rencana tindakan :
Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah:Tinggikan kaki
sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari
penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut
dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi
oedema.

23
Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa: Hindari diet tinggi kolestrol,
teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat
vasokontriksi.
Rasional: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok
dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk
mengurangi efek dari stres.
Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan
gula darah secara rutin.
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah
sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara
rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien.
Kolaborasi pemberian diuretik
Rasional : diuretik berfungsi mengurangi cairan didalam tubuh

2) Gangguan pertukaran gas b.d. ketoasidosis


Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan , diharapkan kerusakan pertukaran gas
teratasi, dengan
Kriteria hasil:
Irama pernapasan teratur

Oksigenasi pasien adekuat

AGD dalam batas normal


Rencana tindakan:
Posisikan pasien semifowler untuk memaksimalkan ventilasi udara
Rasional: Melancarkan pernapasan klien
Monitor frekuensi, ritme, kedalaman pernapasan.
Rasional : Untuk mendeteksi adanya gangguan pernapasan
Pertahankan kepatenan jalan napas.
Rasional : Untuk membuat klien agar bernafas dengan baik tanpa adanya gangguan.
Pantau gas darah arteri (AGD), serum dan tingkat elektrolit urine.
Rasional : Untuk mengetahui tekanan gas darah (O 2 dan CO2) sehingga kondisi pasien
tetap dapat dipantau.
Berikan terapi oksigen, sesuai kebutuhan
Rasional : Memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh

3) Nyeri akut b.d neuropati perifer

24
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang dengan
Kriteria Hasil :
Skala nyeri 0-1
Mampu mengontrol nyeri
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Rencana tindakan :
Lakukan pengkajian nyeri secara menyeluruh termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi
ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam
melakukan tindakan.
Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangsangan yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
pasien.
Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot
untuk relaksasi seoptimal mungkin.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obatobat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien
4) Hambatan mobilitas fisik b.d. kelemahan otot, nyeri
Tujuan : dapat melakukan aktivitas secara maksimal dengan
Kriteria hasil:
Klien meningkatkan aktivitas fisik
Mampu mempertahankan posisi yang optimal
Rencana tindakan :
Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
Rasional : mengidentifikasi kelemahan/kekuatan dan dapat memberikan informasi
bagi pemulihan
Ubah posisi minimal 2 jam (terlentang,miring)
Rasional : menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan
Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada ekstremitas
Rasional : meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi dan membantu
mencegah kontraktur.

25
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien
(jika perlu)
Rasional : program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang
berarti/menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronik yang menimbulkan gangguan multisistem
dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja
insulin yang tidak adekuat.
2. Pengkajian data penyakit Diabetes Mellitus dapat memberikan hasil bervariasi antara
pasien satu dengan yang lain. Pada umumnya data dan gejala yang ditemukan timbul sebagai
akibat terjadinya kekurangan insulin sehingga glukosa tidak masuk ke dalam sel.
3. Perawatan dan pengobatan Diabetes Mellitus terdiri dari diet, yang merupakan hal yang
sangat berperan, latihan fisik yang tepat, obat-obatan dan juga pendidikan kesehatan
mengenai penyakit tersebut.

26
B. Saran-saran
1. Untuk klien dan keluarga
Setelah mengetahui tentang penyakit Diabetes Mellitus serta komplikasi yang ada maka klien
perlu menyadari keadaan dirinya, sehingga perlu melakukan kontrol yang efektif mungkin
untuk mencegah terjadinya peningkatan gula darah dan diharapkan keluarga dapat bekerja
sama dalam hal ini.
2. Untuk petugas di ruangan
Harus ada kerjasama dan komunikasi yang baik antara perawat dengan perawat, perawat
dengan klien dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebab dengan adanya kerjasama dan
komunikasi yang baik, dengan memandang individu sebagai makhluk biopsiko sosial dan
spiritual.
3. Untuk masa yang akan datang, penulis mengusulkan jika memungkinkan bahwa dalam
melaksanakan asuhan keperawatan untuk penulisan karya tulis ini perlu diberi waktu agak
lama agar memudahkan dalam melakukan evaluasi.

27

Anda mungkin juga menyukai