Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktivitas gerak tubuh manusia bergantung pada efektifitasnya interaksi antara
sendi yang normal dengan unit- unit neuromuscular yang menggerakannya. Elemen
tersebut juga berinteraksi untuk mendistribusikan stress mekanik ke jaringan sekitar
sendi. Otot, tendon, ligament, rawan sendi, dan tulang saling bekerja sama agar fungsi
tersebut dapat berlangsung dengan sempurna (Noer S., 1996).
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan, dan
otot menyusun kurang lebih 50% (Smeltzer S.C dan Bare B.G., 2002). Struktur tulang
memberi perlindungan terhadap organ vital, termasuk otak, jantung, dan paru- paru.
Reeves (2001) mengatakan bahwa kerangka berfungsi untuk membentuk dan
menopang tubuh, melindungi organ penting, dan berperan sebagai penyimpan mineral
tertentu seperti kalsium, magnesium, dan fosfat.
Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik dimana terdapat
tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada laki- laki dari
pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan
olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor.
Jumlah kroban kecelakaan lalu lintas di Indonesia cendrung turun, yaitu
47.401 orang pada tahun 1989, menjadi 38.815 orang pada tahun 1995. Rasio jumlah
korban cedera sebesar 16,80 per 10.000 penduduk dan rasio korban meninggal
sebesar 5,63 per 100.000 penduduk. Angka kematian tertinggi berada di wilayah
Kalimantan Timur, yaitu 11,07 per 100.000 penduduk dan terendah di Jawa Tengah,
yaitu sebesar 2,67 per 100.000 penduduk (Depkes, 1996).
Footner (1992), mengemukakan enam puluh persen amputasi dilakukan
kepada klien diatas 60 tahun, dan umumnya akibat iskemia (kematian jaringan).
Amputasi digunakan untuk menghilangkan gejala perbaikan fungsi, dan
menyelamatkan atau memperbaiki kualitas hidup klien.

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. FRAKTUR
a. Pengertian
Menurut Smeltzer (2002) adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya. Demikian pula menurut Doengnes (2000) memberikan
batasan, fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Dapat disimpulkan bahwa
fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang
utuh, yang biasanya di sebabkan oleh trauma/ rudapaksa atau tenaga fisik yang
ditentukan oleh jenis dan luasnya trauma.

b. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smeltzer, 2002). Umumnya fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang.
Fraktur cendrung terjadi pada laki- laki, biasanya fraktur terjadi dibawah 45 tahun
dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan
oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan orang tua, perempuan lebih
sering mengalami fraktur dari pada laki- laki yang berhubungan meningkatnya
insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormone pada menopause
(Reeves, 2001).

c. Klasifikasi Fraktur
Ada lebih dari 150 klasifikasi fraktur, namun yang paling sering kita ketahui
ada dua fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup (fraktur simple)
adalah fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit atau kulit tidak tembus
oleh fragmen tulang. Sedangkan fraktur terbuka (fraktur komplikata/ kompleks/
compound) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa
sampai kepatahan tulang. Konsep penting yang harus diperhatikan pada fraktur
terbuka adalah apakah terjadi kontaminasi oleh lingkungan pada tempat terjadinya
fraktur tersebut (Price, 1995).

2
Sehingga fraktur terbuka terbagi dalam beberapa gradiasi. Gradiasi fraktur
terbuka menjadi tiga: grade I dengan luka bersih kurang dari 1cm panjangnya,
grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif, dan grade
III sangat terkontaminasi serta mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif,
merupakan yang paling berat (Smeltzer, 2002).
Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal). Sebaliknya fraktur tidak
komplit terjadi ketika tulang yang patah hanya terjadi pada sebagian garis tengah
tulang.
Berdasarkan klasifikasi Price (1995), klasifikasi patah tulang ditinjau menurut
sudut patah terdiri atas fraktur transversal, fraktur oblik, dan fraktur spiral. Fraktur
transversal adalah fraktur yang garis patahannya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang. Pada fraktur semacam ini, segmen- segmen tulang yang patah
direposisi atau direduksi kembali ke tempatnya semula, maka segmen- segmen itu
akan stabil, dan biasanya mudah dikontrol dengan bidai gips. Fraktur oblik adalah
fraktur yang garis patahannya membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak
stabil dan sulit diperbaiki. Sedangkan fraktur spiral adalah fraktur meluas yang
mengelilingi tulang (Reeses, 2001). Fraktur memuntir biasanya terjadi di seputar
batang tulang, timbul akibat torsi pada ekstremitas dan merupakan jenis fraktur
rendah energy yang hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak serta
cendrung sembuh dengan imobilitas luar (Price,1995).
Fisura, disebabkan oleh beban lama atau trauma ringan yang terus menerus
yang disebut fraktur kelelehan, misalnya diafisis metatarsal. Fraktur impaksi
adalah fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
Sedangkan fraktur kompresi adalah fraktur dimana antara 2 tulang mengalami
kompresi pada tulang ketiga yang berada diantaranya (terjadi pada tulang
belakang).

3
Table Klasifikasi Fraktur menurut beberapa ahli
Price Sjamsuhidayat Doenges Reeves Smeltzer
(1995) (1996) (2000) (2001) (2002)
Transversal Tertutup Incomplete Tertutup Komplit
Oblik Terbuka Complete Terbuka Tidak komplit
Spiral Fisura Tertutup Komplit Terbuka
Serong Retak tak
Segmental Terbuka Tertutup
sederhana komplit
Lintang
Impaksi Patologis Oblik Greensick
sederhana
Patologik Kominutif Transversal Transversal
Greenstick Segmental Segmental Oblik
Avulsi Dahan hijau Kominutif Spiral
Sendi Kompresi Kominutif
Beban lainnya Impaksi Depresi
Impresi Kompresi
Patologis Patogik
Avulsi
Epifiseal
Impaksi

d. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
Gejala umu fraktur adalah rasa sakit, pembengkakan, dan kelainan bentuk.
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antarfragmen.
Setelah terjadi fraktur, bagian- bagian yang tak dapat digunakan dan
cendrung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normal. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) eksteremitas
yang bias diketahui dengan membandingkan ekstremitas normal.

4
Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering melingkupi satu sama lain sampai 2,5- 5 cm (1-2 inchi).
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.
Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bias baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

e. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan kedaruratan
Bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk melakukan imobilitas
bagian tubuh segera sebelum klien dipindahkan. Bila klien mengalami cedera,
sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas
sampai bawah tempat patahan untuk mencegah terjadinya gerak rotasi maupun
angulasi. Pembidaian sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan
lunak oleh fragmen tulang.
Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan timbulnya rasa
nyeri, kerusakan jaringan lunak, dan pendarahan lebih lanjut. Nyeri yang
terjadi karena fraktur yang sangat berat dapat dikurangi dengan menghindari
fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai
sementara dengan bantalan yang memadai, dan kemudian dibebat dengan
kencang namun tetap harus memperhatikan nadi perifer. Imobilisasi tulang
panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat ke dua
tungkai bersama, dengan ekstremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi
ekstremitas yang cedera.

5
Pertolongan pertama pada penderita patah tulang di luar rumah sakit adalah
sebagai berikut.
Jalan napas
Bila penderita tidak sadar, jalan napas dapat tersumbat karena
lidahnya sendiri yang jatuh ke dalam faring, sehingga menutup jalan
napas atau adanya sumbatan oleh lendir, darah, muntahan atau benda
asing. Untuk mengatasi keadaan ini, penderita dimiringkan sampai
tengkurap. Rahang dan lidah ditarik kedepan dan bersihkan faring
dengan jari- jari.
Perdarahan pada luka
Cara yang paling efektif dan paling aman adalah dengan
meletakan kain yang bersih (kalau bias yang steril) yang cukup tebal
dan dilakukan penekanan dengan tangan atau dibalut dengan verban
yang cukup menekan. Dalam melakukan penekanan atau pembebatan
pada daerah yang mengalami perdarahan, harus diperhatikan denyut
nadi perifer, serta pengisian kapiler untuk mencegah terjadinya
kematian jaringan.
Syok
Pada suatu kecelakaan kebanyakan syok yang terjadi adalah
syok hemoragik. Syok bias terjadi bila orang kehilangan darahnya
30% dari volume darahnya. Pada fraktur femur tertutup orang dapat
kehilangan darah 1000- 1500 cc.
Empat tanda syok yang dapat terjadi setelah trauma adalah sebagai
berikut :
a) Denyut nadi lebih dari 100x/ menit
b) Tekanan sistolik kurang dari 100mmHg
c) Wajah dan kuku menjadi pucat atau sianotik
d) Kulit tangan dan kaki dingin

Paling baik untuk mengatasi syok karena pendarahan adalah


diberikan darah (tranfusi darah), sedangkan cairan lainnya seperti
plasma, dextran, dan lain- lain kurang tepat karena tidak dapat
menunjang perbaikan karena tidak ada sel darah yang sangat
diperlukan untuk transportasi oksigen.

6
Fraktur dan dislokasi
Fraktur dan dislokasi dari anggota gerak harus dilakukan
imobilisasi sebelum penderita dibawa kerumah sakit. Guna bidai selain
untuk imobilisasi atau mengurangi sakit, juga mencegah kerusakan
jaringan lunak yang lebih parah. Pada fraktur/ dislokasi servikal dapat
dipergunakan gulungan kain tebal atau bantalan pasir yang diletakan di
alas keras. Fraktur/ dislokasi didaerah bahu atau lengan atas cukup
diberikan sling (mitella). Untuk lengan bawah dapat dipakai papan dan
bantalan kapas. Fraktur femur atau dislokasi sendi panggul dapat
dipakai papan panjang dipasang yang dari aksila sampai pedis dan di
fiksasi dengan tungkai sebelah normal. Fraktur tungkai bawah dan
lutut dapat dipakai papan ditambah bantalan kapas dari pangkal paha
sampai pedis. Untuk trauma di daerah pedis dapat dipakai bantalan
pedis.
2. Prinsip Penanganan Fraktur
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi (Smeltzer,
2002). Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesajajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur
adalah dengan reduksi tertutup , traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang
dipilih untuk meruduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan
manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk
mendapatkan efek reduksi dan immobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan
dengan spasme otot yang terjadi.
Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan
bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, plat, paku, dan batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan
tulang solid terjadi.
Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah mengimobilisasi
dan mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna

7
dan eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin, dan teknik gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk
fiksasi interna.
Mempertahankjan dan mengembalikan fragmen tulang, dapat
dilakukan dengan mempertahankan reduksi dan imonilisasi. Pantau status
neurovascular, latihan isometric, dan memotivasi klien untuk berpatisipasi
dalam memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.
3. Empat R pada Fraktur
Istilah empat R pada fraktur disampaikan oleh Price (1995), yaitu
rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi. Rekognisi menyangkut diagnosis
fraktur pada tempat kejadian dan kemudian di rumah sakit. Riwayat
kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan, dan deskripsi
tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri, menentukan apakah ada
kemungkinan fraktur dan apakah perlu dilakukan pemeriksaan spesifik untuk
mencari adanya fraktur.
Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen
tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
Fraktur tertutup pada tulang panjang sering ditangani dengan reduksi tertutup.
Untuk evaluasi awal biasanya dapat dilaksanakan pemasangan bidai-gips dan
untuk mengurangi nyeri selama tindakan, klien dapat diberinarkotika
intravena, sedative atau blok saraf local. Retensi, sebagai aturan umum, maka
gips yang dipasang untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi di
atas fraktur dan di bawah fraktur. Bila kedua sendi posisinya membentuk
sudut dengan sumbu longitudinal tulang patah, maka koreksi angulasi dan
oposisi odapat dipertahankan., sekaligus mencegah perubahan letak rotasional.
4. Penatalaksanaan Fraktur Terbuka
Patah tulang terbuka memerlukan pertolongan segera. Penundaan
waktu dalam memberikan pertolongan akan mengakibatkan komplikasi infeksi
karena adanya pemaparan dari lingkungan luar. Waktu yang optimal untuk
melaksanakan tindakan sebelum 6-7 jam sejak kecelakaan, disebut golden
period.

8
Secara klinis patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat (Pusponegoro
A.D., 2007), yaitu;
Derajat I: terdapat luka tembus kecil seujung jarum, luka ini di dapat dari
tusukan fragmen-fragmen tulang dari dalam.
Derajat II: luka lebih besar dibandingkan dengan kerusakan kulit subkutis.
Kadang-kadang ditemukan adanya benda-benda asing disekitar luka.
Derajat III: luka lebih besar dibandingkan dengan luka pada derajat II.
Kerusakan lebih hebat karena sampai mengenai tendon dan otot-otot saraf
tepi.

Pada luka derajat I biasanya tidak mengalami kerusakan kulit, sehingga


penutupan kulit ditutup secara primer. Namun pada derajat II, luka lebih besar
dan bila dipaksakan menutup luka secara primer akan terjadi tegangan kulit.
Hal ini akan mengganggu sirkulasi bagian distal. Sebaiknya luka dibiarkan
terbuka dan luka ditutup setelah 5-6 hari (delayed primary suture). Untuk
fiksasi tulang pada derajat II dan III paling baik menggunakan fiksasi eksterna.
Fiksasi eksterna yang sering dipakai adalah Judet, Roger Anderson, dan
Methyl Methacrylate. Pemakaian gips masih dapat diterima, bila peralatan
tidak ada. Namun, kelemahan pemakaian gips adalah perawatan yang lebih
sulit.

Salah satu tindakan untuk fraktur terbuka yaitu dilakukan debridemen.


Debridemen bertujuan untuk membuat keadaan luka yang kotor menjadi
bersih, sehingga secara teoritis fraktur tersebut dapat dianggap fraktur tertutup.
Namun secara praktis, hal tersebut tidak pernah tercapai. Tindakan
debridemen dilakukan dalam anastesi umum dan selalu harus disertai dengan
pencucian luka dengan air yang steril/NaCl yang mengalir. Pencucian ini
memegang peranan penting untuk membersihkan kotoran-kotoran yang
menempel pada tulang.

Pada fraktur terbuka tidak boleh dipasang torniket, hal ini penting untuk
menentukan batas jaringan yang vital dan nekrotik. Daerah luka dicukur
rambutnya, dicuci dengan detergen yang lunak (misal Physohex), sabun biasa
dengan sikat lamanya kira-kira 10 menit, dan dicuci dengan air mengalir.

9
Dengan siraman air mengalir diharapkan kotoran-kotoran dapat terangkat
mengikuti aliran air.

Tindakan pembedahan berupa eksisi pinggir luka, kulit, subkutis, fasia,


dan pada otot-otot nekrosis yang kotor. Fragmen tulang yang kecil dan tidak
memengaruhi stabilitas tulang dibuang. Fragmen yang cukup besar tetap
dipertahankan.

2. AMPUTASI
a. Pengertian
Amputasi adalah pengangkatan /pemotongan sebagian tubuh/anggota gerak
yang di sebabkan oleh adanya trauma ,gangguan peredaran darah
,osteomelitis,kanker (PSIK FKUI,1996). Amputasi adalah pengangkatan melalui
bedah /traumatic pada tungkai( Doenges ,2000). Dalam kamus kedokteran
Dorland ,amputation adalah memotong atau memangkas ,pembuangan suatu
anggota badan atau suatu penumbuhan dari badan.
Dengan melihat beberapa pengertian di atas ,dapat disimpulkan bahwa
amputasi adalah pengangkatan, pemotongan,/pembuangan sebagian anggota
tubuh/anggota gerak yang di ssebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran
darah, osteomeilitis, dan kanker melalui proses pembedahan.

b. Etiologi
Penyakit vascular perifer prognesif ( serring terjadi sebagai gejala sisa diabetes
mellitus), gangrene ,trauma (cedera remuk,luka bakar),deformitas congenital,atau
tumor ganas. Penyakit vascular perifer merupakan penyebab tertinggi amputasi
ekstremita bawah (Smeltzer,2002). Footner (1992)nmengemukakan alas an
diperlukannya amputasi terjadi pada penyakit vascular perifer,trauma,neoplasma
malingnan, (misalnya osteoarkoma), infeksi (misalnya infeksi akut; gangrene,
infeksi kronik; osteomilitis), deformitas ,dan paralisis. Secara umum penyebab
amputasi menurut Doenges (2000) adalah kecelakaan ,penyakit, dan gangguan
kongenital.
Berdasarkan pendapat di atas ,dapat disimpulkan penyebab amputasi adalah
penyakit vascular perifer, infeksi, trauma, deformitas, tumor ganas, dan paralisis.

10
c. Faktor Yang Memengaruhi
Klien yang memerlukan amputasi biasanya usia muda dn lansia. Amputasi
yang terjadi di usia muda biasanya akibat trauma ekstremitas berat, sedangkan
pada lansia biasanya karena penyakit vaskuar perifer. Usia muda dapat melalui
proses penyembuhan dengan cepat , dan segera berpatisipasi dengan program
rehabilitas. Namun ,klien memerlukan banyak dukungan psikologis untuk
menerima ooerubahan mendadak terkait citra diri klien dan menerima stress akibat
hospitalisasi, rehabiltas jangka panjang, dan penyesuaian gaya hidup yang
berubah.Klien juga memerlukan waktu untuk mengatasi perasaan kehilangan
permanen. Reaksi klien susah di duga dan dapat berupa reaksi marah , depresi,
berduka disfungisonal, isolasi social,dan bermusuhan.
Pada lansia dengan penyakit vascular perifer sering di iringi dengan masalah
kesehatan yang lain , seperti diabetes melitus dan arterioskerosis. Amputasi yang
sudah lama dapat menghilangkan klien dari nyeri , disabilitas, dan
ketergantungan. Berbeda dengan orang muda , lansia sudah siap mengatasi
perasaannya dan siap menerima amputasii. Rehabilitas psikologik dan fisiologik
di mulai sebelum amputasi di laksanakan . Namun, kemajuan rehabilitas mungkin
terhambat akibat kelainan kardiovaskular, respirasi atau neurologic yang di derita
oleh lansia.

d. Kompilkasi
Perdarahan, infeksi, dan kerusakan kulit merupakan komplikasi amputasi.
Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat
menjadi massif. Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan, dengan peredaran
darah yang buruk atau adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit
akibat penyembuhan luka yang buruk dan iritasi penggunaan prosthesis. Menurut
Pusdiknakes (1995), komplikasi yang dapat terjadi pada amputasi adalah infeksi,
nyeri phantom, neuroma, dan fleksi kontraktur.

e. Penatalaksanaan
Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi,
menghasilkan sisa tungkai yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang untuk
pengguanaan hipotesis. Lansia mungkin mengalami keterlambatan penyembuhan,
karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lain. Percepatan penyembuhan

11
dapat dilakukan dengan penanganan yang lemah terhadap sisa tungkai,
pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres lunak atau rigid, dan
menggunakan teknik aseptic dalam perawatan luka untuk menghindari infeksi.
1. Balutan rigid tertutup
Digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga
jaringan lunak dan mengontrol nyeri, serta mencegah kontraktur. Segera
setelah pembedahan balutan gips rigid dipasang dan dilengkapi tempat
memasang ekstensi prosthesis sementara dan kaki buatan. Pasang kaus kaki
steril pada sisi steril, dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa
tungkai kemudian dibalut dengan gips elastis yang ketika mengeras akan
memberikan tekanan yang merata. Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi
peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai linggar dan harus di ganti.
2. Balutan lunak
Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi digunakan bila diperlukan
inspeksi berkala sisa tungkai sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat
dibalutkan pada balutan. Hematoma tungkai dikontrol dengan drainase luka
untuk meminimalkan infeksi.
3. Amputasi bertahap
Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangrene atau infeksi. Pertama
dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan
sepsis. Luka debridemen dan dibiarkan mongering. Sepsis ditangani dengan
antibiotic. Dalam beberapa hari, bila infeksi telah terkontrol dank lien telah
stabil, dilakukan amputasi defintif dengan penutupan kulit.
4. Prostesis
Prostesis sementara kadang diberikan pada hari pertama pascabedah,
sehingga latihan segara dapat dimulai. Keuntungan menggunakan prostesis
sementara adalah membiasakan klien menggunakan prosthesis sedini
mungkin. Kadang prosthesis darurat baru diberikan setelah satu minggu luka
menyembuh tanpa penyulit. Pada amputasi karena penyakit pembuluh darah,
prosthesis sementara diberikan setelah empat minggu.
Prosthesis bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang hilang.
Artinya defek system muskuloskeleta harus diatasi, termasuk defek faal. Pada
ekstremitas bawah, tujuan prosthesis ini sebagian besar dapat dicapai.

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR


a. Pengkajian
Aktivitas/Istirahat
Tanda: keterbatasan gerak/kehilangan fungsi motoric pada bagian yang terkena
(dapat segera atau sekunder, akibat pembengkakan/nyeri)
Sirkulasi
Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas)
atau hipotensi (hipovolemia). Takikardia (respon stress, hipovolemia). Penurunan/
tak teraba nadi distal, pengisian kapiler lambat (capillary refill), kulit dan kuku
pucat/sianotik. Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
Neurosensory
Gejala: Hilang gerak/sensasi, spasme otot. Kebas, kesemutan (parestesi)
Tanda: Deformitas local, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi krepitasi, spasme
otot, kelemahan/hilang fungsi. Agitasi berhubungan dengan nyeri, ansietas atau
trauma lain.
Nyeri/kenyamanan
Gejala: Nyeri berat tiba-tiba saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), taka da nyeri akibat
kerusakan saraf. Spasme/keram otot (setelah imobilisasi) dan keamanan.
Tanda: Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, dan perubahan warna kulit.
Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)
Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma, dan jenis
fraktur.
2. Scan tulang, tomogram, CT Scan/MRI: memperlihatkan tingkat keparahan
fraktur, juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram: dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vascular.
4. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multiple
trauma). Peningkatan jumlah SDP adalah proses stress normal setelah trauma.

13
5. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
multiple atau cedera hati.

b. Diagnosis Keperawatan
Secara umum Doenges (2002) merumuskan delapan masalah/diagnosis
keperawatan, yaitu: 1) resiko tinggi trauma tambahan, 2) nyeri berhubungan dengan
spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada jaringan lunak, stress, ansietas, alat
traksi/imobilisasi, 3) resiko tinggi terhadap disfungsi neirovaskular perifer, 4) resiko
tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas, 5) kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan kerusakan rangka neuromuscular, 6) kerusakan integritas kulit/jaringan
(actual/resiko tinggi) berhubungan cedera tusuk, fraktur terbuka, pemasangan pen
traksi, perubahan sensasi, imobilisasi fisik, 7) resiko tinggi terhadap infeksi, 8) dan
kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
Sementara Smeltzer (2002) merumuskan tiga diagnosis/masalah keperawatan
yang dapat terjadi pada fraktur tertutup, yaitu: 1) nyeri berhubungan dengan fraktur,
2) resiko terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan neurovascular, tekanan,
disuse, 3) kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan
menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ada Sembilan
masalah/diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien fraktur yaitu sebagai
berikut.
1. Resiko tinggi trauma tambahan berhubungan dengan kerusakan neurovascular,
tekanan, dan disuse.
2. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada
jaringan lunak, stress, ansietas, alat traksi/imobilisasi.
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neirovaskular perifer,
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuscular.
5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan menjalankan
aktivitas kehidupan sehari-hari.
6. Kerusakan integritas kulit/jaringan (actual/resiko tinggi) berhubungan cedera
tusuk, fraktur terbuka, pemasangan pen traksi, perubahan sensasi, imobilisasi
fisik.

14
7. Resiko tinggi terhadap infeksi.
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.

c. Intervensi Keperawatan
1. RESIKO TINGGI TRAUMA TAMBAHAN BERHUBUNGAN DENGAN
KERUSAKAN NEUROVASCULAR, TEKANAN, DAN DISUSE
INTERVENSI RASIONAL
Pertahankan tirah baring sesuai indikasi. Meningkatkan stabilitas menurunkan
Berikan sokongan sendi di atas dan di bawah kemungkinan gangguan posisi/
fraktur bila bergerak/ membalik. penyembuhan.

Letakan papan dibawah tempat tidur atau Tempat tidur lembut atau lentur dapat
tempatkan klien pada tempat tidur ortopedik. membuat deformitas gips yang masih basah,
mematahkan gips yang sudah kering atau
mempengaruhi dengan penarikan traksi
Sokong fraktur dengan bantal/ gulungan Mencegah gerakan yang tak perlu dan
selimut. Pertahankan posisi netral pada perubahan posisi. Posisi yang tepat dari
bagian yang sakit dengan bantalan pasir, bantal juga dapat mencegah tekanan
pembebat, gulungan trokanter atau papan deformitas pada gips yang kering.
kaki.
Tugaskan petugas yang cukup untuk Gips panggul/tubuh atau multiple dapat
membalik klien. Hindari menggunakan papan membuat berat dan tidak praktis secara
abduksi untuk membalik klien dengan gips ekstrem. Kegagalan untuk menyokong
spika. ekstremitas yang gips dapat menyebabkan
gips patah
Evaluasi pembebat ekstremitas terhadap Pembebat koaptasi mungkin digunakan untuk
resolusi edema. memberikan imobiliasasi fraktur dimana
edema jaringan berlebihan. Seiring dengan
berkurangnya edema, penilaian kembali
pembebat atau penggunaan gips plester
mungkin diperlukan untuk mempertahankan
kesejajaran fraktur.
Pertahankan posisi/ integritasi traksi Traksi memungkinkan tarikan pada aksis
panjang fraktur tulang dan mengatasi

15
tegangan otot/ pemendekan untuk
memudahkan posisi/ penyatuan. Traksi
tulang memungkinkan penggunaan berat
lebih besar untuk penarikan traksi daripada
digunakan untuk jaringan kulit.
Yakinkan bahwa semua klem berfungsi. Meyakinkan bahwa susunan traksi berfungsi
Memberi minyak pada katrol dan periksa tali dengan tepat untuk menghindari interupsi
terhadap tegangan. Amankan dan tutup penyambungan fraktur.
ikatan dengan plester pelekat.
Kaji ulang/ evaluasi foto Memberikan bukti visual mulainya
pembentukan kalus untuk menentukan
tingkat aktivitas dan kebutuhan perubahan/
tambahan terapi
Berikan/ pertahankan stimulasi listrik bila Mungkin diindikasikan untuk meningkatkan
digunakan pertumbuhan tulang pada keterlambatan
penyembuhan/ tidak menyatu

2. NYERI BERHUBUNGAN DENGAN SPASME OTOT, GERAKAN FRAGMEN


TULANG, CEDERA PADA JARINGAN LUNAK, STRESS, ANSIETAS, ALAT
TRAKSI/IMOBILISASI.
INTERVENSI RASIONAL
Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit Mengurangi nyeri dan mencegah kesalahn
dengan tirah baring, gips, pembebat posisi tulang/ tegangan jaringan yang cedera
Tinggikan ekstremitas yang sakit Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi
edema, dan mengurangi nyeri
Hindari penggunaan sprei/ bantal plastic Meningkatkan kenyamanan karena
dibawah ekstremitas dalam gips peningkatan produksi panas dalam gips yang
kering
Tinggikan penutup tempat tidur, pertahankan Mempertahankan kehangatan tubuh tanpa
linen terbuka pada ibu jari kaki ketidaknyamanan karena tekanan selimut
pada bagian yang sakit
Evaluasi nyeri; lokasi, karakteristik, Memengaruhi efektifitas intervensi. Tingkat

16
intensitas (skala 0-10). Perhatikan petunjuk ansietas dapat mempengaruhi persepsi reaksi
nyeri nonverbal (perubahan tanda vital dan terhadap nyeri
emosi/ perilaku)
Dorong klien untuk mengeksperikan masalah Membantu mengatasi ansietas. Klien dapat
berhubungan dengan cedera merasakan kebutuhan untuk menghilangkan
pengalaman kecelakaan.
Jelaskan prosedur sebelum memulai tindakan Memungkinkan klien untuk siap secara
mental dalam melakukan aktivitas dan
berpartisipasi dalm mengontrol tingkat
ketidaknyamanan.
Berikan obat sebelum perawatan latihan/ Meningkatkan relaksasi otot dan partisipasi
aktivitas klien
Lakukan dan awasi latihan rentang gerak Mempertahankan kekuatan/ mobilitas otot
pasif/ aktif yang sakit dan memudahkan resolusi
inflamasi pada jaringan yang cedera
Berikan alternative tindakan kenyamanan, Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan
seperti pijatan punggung, perubahan posisi area tekanan local dan kelelahan otot
Dorong penggunaan manajemen stress Memfokuskan kembali perhatian,
seperti relaksasi progresif, latihan nafas meningkatkan rasa control, dan dapat
dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan meningkatkan kemampuan koping dalam
terapeutik manajemen nyeri, yang mungkin menetap
untuk periode yang lama.
Identifikasi aktifitas yang tepat untuk usia Mencegah kebosanan, menurunkan tegangan,
klien, kemampuan fisik, dan penampilan meningkatkan kekuatan otot, dan dapat
pribadi meningkatkan harga diri dan kemampuan
koping klien
Observasi adanya keluhan nyeri yang tidak Dapat mengindikasikan terjadinya
biasa, tiba- tiba atau dalam, lokasi progesif komplikasi seperti infeksi, iskemia jaringan,
atau buruk tidak hilang dengan analgesik sindrom kompratemen
Lakukan kompres dingin 24- 28 jam pertama Menurunkan edema atau pembentukan
sesuai kebutuhan hematom, menurunkan sensai nyeri
Berikan obat sesuai order: narkotik dan Untuk menurunkan nyeri dan spasme otot
analgesic non- narkotik, NSAID. Berikan

17
narkotik sesuai order selama 3-5 hari
Berikan/ awasi analgesic yang dikontrol klien Pemberian rutin mempertahankan kadar
analgesic darah secara adekuat, mencegah
flukultasi dalam menghilangkan nyeri akibat
spasme/ tegangan otot

3. RESIKO TINGGI TERHADAP DISFUNGSI NEIROVASKULAR PERIFER


INTERVENSI RASIONAL
Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang Dapat menyebabkan bendungan sirkulasi bila
sakit terjadi edema
Evaluasi kualitas nadi perifer distal terhadap Penurunan nadi dapat menggambarkan
cedera dengan palpasi. Bandingkan dengan cedera vascular dan perlunya evaluasi medic
ekterimtas yang sehat segera terhadap status sirkulasi.
Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan Kembalinya warna harus cepat (< 3). Warna
kehangatan distal pada fraktur kulit putih menunjukan gangguan arterial.
Lakukan pengkajian neuromuscular. Perasaan kebas, kesemutan, peningkatan
Perhatikan perubahan fungsi motoric atau penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi pada
sensori. Minta klien untuk melokalisasi nyeri saraf tidak adekuat atau saraf rusak
Tes senasi saraf perifer dengan menusuk Panjang posisi saraf perifer meningkatkan
pada kedua selaput antara ibu jari pertama resiko cedera pada adanya frektur kaki,
dan kedua, kemudian kaji kemampuan untuk edema sindrom kompartemen atau malposisi
dorsofleksi ibu jari bila diindikasikan alat traksi
Kaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik Factor ini disebabkan atau mengindikasikan
kasar/ tekanan. Selidiki keluhan rasa tekanan jaringan/ iskemia, menimbulkan
terbakar dibawah gips kerusakan/ nekrosis
Awasi posisi/ lokasi cincin penyokong bebat Alat traksi dapat menyebabkan tekanan pada
pembuluh darah saraf, terutama pada aksila
dan lipatan paha, mengakibatkan iskemia dan
kerusakan saraf permanen
Pertahankan peninggi ekstremitas yang Meningkatkan drainase vena/ mengurangi
cedera kecuali ada kontraindikasi, seperti edema. Pada sindrom kompartemen peninggi
sindrom kompartemen ekstremitas menghalangi aliran arteri,

18
menurunkan perfusi
Kaji panjangnya ekstremitas yang cedera Peningkatan lingkar ektremitas yang cedera
terhadap edema, bandingkan dengan area diduga adanya edema umum, tetapi dapat
yang tidak cedera. Perhatikan luasnya menunjukan adanya perdarahan
hematom
Obeservasi tanda iskemia tiba- tiba, missal Dislokasi fraktur sendi (khusnya lutut/femur)
penurunan suhu kulit, dan peningkatan nyeri dapat menyebabkan kerusakan arteri yang
berdekatan, dengan akibat hilangnya aliran
darah ke distal
Dorong klien secara rutin latihan jari/ sendi Meningkatkan sirkulasi dan menurunkan
distal yang cedera pengumpulan darah khususnya pada
ektremitas bawah
Pantau tanda vital, perhatikan tanda- tanda Ketidakadekuatan volume sirkulasi akan
pucat umum, kulit dingin, perubahan mental memengaruhi system perfusi jaringan
Berikan kompres es sekitar fraktur sesuai Menurunkan edema/ pembentukan
indikasi hematoma, yang dapat menggangu sirkulasi
Pantau awasi Hb/Ht, pemeriksaan koagulasi Membantu dalam kalkulasi kehilangan darah
dan membutuhkan kefektifan terapi
pengganti
Berikan warafin natrium bila ada indikasi Mungkin diberikan secara profilaktik untuk
menurunkan thrombus vena dalam
Berikan kaos kaki antiembolik sesuai Menurunkan pengumpulan vena dan dapat
indikasi meningkatkan aliran balik vena, sehingga
menurunkan resiko pembentukan trombus

4. KERUSAKAN MOBILITAS FISIK BERHUBUNGAN DENGAN KERUSAKAN


RANGKA NEUROMUSCULAR.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan oleh Klien mungkin dibatasi oleh persepsi tentang
cedera/ pengobatan dan perhatikan persepsi keterbatasan fisik actual, memerlukan
klien terhadap imobilisasi informasi/ intervensi untuk meningkatkan
kemajuan kesehatan

19
Dorong partisipasi pada aktivitas/ rekreasi. Memberikan kesempatan untuk
Pertahankan rangsang lingkungan, seperti mengeluarkan energy, memfokuskan kembali
radio, TV, Koran, barang milik pribadi, jam perhatian meningkatkan rasa control harga
dan kalender diri, dan membantu menurunkan isolasi
sosial
Instruksikan klien untuk latihan rentang Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang
gerak aktif/pasif pada ektremitas yang sehat untuk meningkatkan tonus otot,
dan sakit mempertahankan gerak sendi, mencegah
kontraktur/ atrofi, dan reasobsi kalsium
karena tidak digunakan
Bantu mobilisasi dengan kursi roda, kruk, Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah
tongkat, sesegara mungkin. Intruksikan baring dan meningkatkan penyembuhan dan
keamanan dalam alat mobilitas normalisasi fungsi organ
Pantau tekanan darah dalam melakukan Hipotensi postural adalah masalah umum
aktifitas. Perhatikan adanya keluhan pusing yang menyertai tirah baring lama dan
memerlukan intervensi khusus
Konsul dengan ahli terapi fisik, okupasi, Berguna dalam membuat jadwal aktifitas
rehabilitasi klien. Klien dapat memerlukan bantuan
jangka panjang dengan gerakan, kekuatan,
dan aktifitas yang mengandalkan berat badan,
juga penggunaan alat, seperti walker, kruk
Gunakan pelunak feses, enema, dan laktasif Meningkatkan evakuasi isi usus
sesuai indikasi

5. KURANG PERAWATAN DIRI BERHUBUNGAN DENGAN HILANGNYA


KEMAMPUAN MENJALANKAN AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI-HARI
INTERVENSI RASIONAL
Dorong klien mengkekspresikan perasaan Fraktur memengaruhi kemampuan seseorang
dan mendiskusikan cedera dan masalah yang melakukan aktifitas sehari- hari seperti
berhubungan dengan cedera. Dengarkan kehilangan pekerjaan, perubhana gaya hidup
secara aktif
Motivasi penggunaan mekanisme Penghentian mendadak rutinitas dan rencana

20
penyelesaian masalah secara adaptif memerlukan mekanisme penyelesain masalah
Libatkan orang ynag berarti dan layanan Orang lain dapat membantu klien melakukan
dukungan bila diperlukan aktifitas sehari- hari
Modifikasi lingkungan rumah bila diperlukan Akomodasi untuk penatalaksaan dirumah
mungkin diperlukan untuk meningkatkan
perawatan diri dan keamanan
Dorong klien berpartisipasi dalam Klien mampu memperoleh kembali
pengembangan program terapi kemandirian dengan partisipasi aktif dalam
keputusan rencana terapi
Jelaskan berbagai program terapi Pendidikan dan pemahaman klien dapat
meningkatkan kepatuhan
Ajarkan penggunaan modalitas terapi dan Cedera akibat penggunaan modalitas atau alat
bantuan mobilisasi secara aman. Lakukan bantu mobilisasi dapat dicegah melalui
supervise agar pemakaiannya terjamin pendidikan
Evaluasi kemampuan klien untuk melakukan Meyakinkan kemampuan klien untuk
perwatan diri dirumah: merencankan regimen menangani fraktur dirumah. Kekurangan
terapi, mengenali risiko masalah, mengenali pengetahuan diri yang buruk di rumah
situasi yang tidak aman, dan menuruskan menymbang terjadinya ansietas dan
supervise kesehatan ketidakdispilinan terhadap program terapi

6. KERUSAKAN INTEGRITAS KULIT/JARINGAN (ACTUAL/RESIKO TINGGI)


BERHUBUNGAN CEDERA TUSUK, FRAKTUR TERBUKA, PEMASANGAN
PEN TRAKSI, PERUBAHAN SENSASI, IMOBILISASI FISIK
INTERVENSI RASIONAL
Kaji kulit dari adanya benda asing, Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit
kemerahan, perdarahan, perubahan warna dan masalah yang mungkin disebabkan oleh
(kelabu atau memutih) alat dan pemasangan gips/ bebat atau traksi,
pembentuk edema yang membutuhkan
intervensi medic lanjut
Masase kulit dan area tonjolan tulang Menurunkan tekanan pada area yang peka
dan resiko abrasi/ kerusakan kulit
Ubah posisi dengan sering Mengurangi tekanan konstan pada area yang

21
sama dan meniminalkan resiko kerusakn kulit
Kaji posisi cincin bebat pada alat traksi Posisi yang tidak tepat dapat menyebabkan
cedera/ kerusakan kulit
Bersihkan kulit dengan sabun dan air. Gosok Mempertahankan gips tetap kering dan
perlahan dengan alcohol dan bedak bersih. Terlalu banyak bedak dapat membuat
lengket bila kontak dengan air/ keringat
Potong pakaian dalam yang menutup area Berguna untuk bantalan tonjolan tulang,
dan perlebaran beberapa inchi di gips. mengakhiri ujung gips , dan melindungi kulit.

Gunakan telapak tangan untuk memasang , Mencegah lekukan/dataran di atas tonjolan


mempertahankan atau melepas gips, dan dan area penyokong berat badan (missal
dukung bantal setelah pemasangan. punggung tumit) ,yang akan menyebabkan
abrasi/trauma jaringan. Bentuk yang tidak
tepat atau gips kering mengiritasi kulit di
bawahnya dan dapat menimbulkan gangguan
sirkulasi.
Potong kelebihan plester dari ujung gips Plester yang lebih dapat mengiritasi kulit dan
sesegera mungkin saat gips lengkap. dapat mengakibatkan abrasi.
Tingkatkan pengeringan gips dengan Mencegah kerusakan kulit yang di sebabkan
mengangkat linen tempat tidur, memanjakan oleh tertutup pada kelembaban di bawah gips
pada sirkulasi udara dalam jangka lama.
Observasi area yang beresiko tertekan, Tekanan dapat menyebabkan ulerasi,
khususnya pada ujung dan bawah nekrosis, dan kelumpuhan saraf. Tidak ada
bebatan/gips. nyeri bila ada keerusakan saraf.
Lindungi gips dan kulit pada perineal. Mencegah kerusakan jaringan dan infeksi
Berikan perawatan yang sering. oleh kontaminasi fekal.
Instruksikan klien/keluarga untuk Gesekan benda asingg menyebabkan
menghindari memasukanbenda ke dalam kerusakan jaringan
gips.
Masase kulit sekitar akhir gips dengan Mempunyai efek pengering, yang
alkohol menguatkan kulit. Krim dan lotion tidak di
anjurkan karena terlalu banyak minyak
sehingga dapat menutup perimeter gips untuk

22
bernafas .Bedak tidak di anjurkan karena
resiko akumulasi berlebihan dalam gips.
Ubah posisi klien sesering mungkin, dengan Menimalkan tekanan pada kaki dan sekitar
posisi tengkurap dan kaki di atas kasur tepi gips.
Gunakan tempat tidur busa, bulu domba, karena imobilisasi, bagian tubuh/tulang yang
banta apung atau kasur udara sesuai indikasi. menonjol dan sakit akibat gips akan
mengalami penurunan sirkulasi.
Buat gips dengan katup tunggal, katup ganda Memungkinkan pengurangan tekanan dan
atau jendela sesuai order. memberikan akses untuk perawatan
luka/kulit.

7. RESIKO TINGGI TERHADAP INFEKSI


INTERVENSI RASIONAL
Inspeksi kulit dari adanya iritasi atau robekan Pin atau kawat tidak harus di masukkan
kontinuitas melalui kulit yang terinfeksi, kemerahan atau
abrasi dan dapat menimbulka infeksi.
Kaji sisi pin/kawat, perhatikan keluhan Dapat mengindikasikan timbulnya infeksi
peningkatan nyeri/rasa terbakar atau adanya lokal/nekrosis jaringan, yang dapat
edema, eritema, drainase/bau tak enak menimbulkan osteomielitis.
Lakukan perawatan pin atau kawat steril Mencegah kontaminasi silang dan
sesuai protocol dan mencuci tangan . kemungkinan infeksi.
Instruksikan klien untuk tidak menyentuh sisi Meminimalkan kesempatan untuk
insersi. kontaminasi
Tutupi pada akhir gips pertineal dengan Gips yang telah lembab, padat meningkatkan
plastik. pertumbuhan bakteri.
Observasi luka dari pembentukan bula, Tanda perkiraan infeksi gas gangrene.
krepitasi, perubahan warnaa kulit kecoklatan,
bau drainase tidak enak.
Kaji tonus otot ,refleks tendon dalam dan Kekuatan otot, spasme tonus otot rahang ,dan
kemampuan berbicara. disfagia menunjukan terjadinya tetanus.
Selidiki adanya keterbatasan gerak dengan Mengindikasikan terjadinya osteomielitis
edema local/eritema ekstremitas cedera.

23
Lakukan prosedur isolasi Adanya drainase puluren akan luka/linen
untuk mencegah kontaminasi silang
Awasi pemeriaan laboratorium seperti : Memantau hasil pemeriksaan laboratorium
Hitung darah lengkap anemia dapat terjadi pada
LED osteomyelitis.
Kultur dan sensitivitas meningkat pada osteomielitis.
luka/serum/tulang. mengidentifikasi organism penyebab
Scan radiostop infeksi.
titik panas menunjukan peningkatan
area vaskularitas, indikasi
osteomelitis.

Berikan obat sesuai order : Berikan obat sesuai order :


antibiotik IV/topical antibiotic spectrum luas dapat di
tetanus toksoid gunakan secara profilaksis atau di
tujukan pada mikroorganisme khusus
profilaktik karena kemungkinan
adanya tetanus pada luka terbuka.
Irigasi luka/tulang dan berikan sabun basah Debriemen lokal/pembersihan luka
/hangat sesuai iindikasi . mengurangi mikroorganisme dan nsiden
infeksi sestemik.
Siapkan pembedahan sesuai prosedur. sequestrektomi (pengangatan tulang nikrotik)
di perlukan untuk membantu penyembuhan
dan mencegah perluasan proes infeksi.

8. KURANG PENGETAHUAN TENTANG KONDISI, PROGNOSIS, DAN


KEBUTUHAN PENGOBATAN
INTERVENSI RASIONAL
Kaji ulang patogi, prognosis,dan harapan Memberikan dasar pengetahuan klien dimana
akan datang. klien dapat membuat pilihan informasi.
Beri penguatan metode mobilitas dan Banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau
ambulansi sesuai intruksi terapis fisik bila penjepit selama proses penyembuhan dapa

24
diindikasikan. tterjadi sekunder terhadap ketidak ketepatan
menggunakan alat ambulansi.
Buat daftar aktivitas, minta klien melakukan Penyusunan aktivitas sesuai kebutuhan dan
secara mandiri dan yang memerlukan yang memerlukan bantuanb.
bantuan.
Identifikasi adanya sumber pelayanan di Memeberikan bantuan untuk memudahkan
masyarakat , missal tim rehabiltasi , perawatan diri dan mendukung kemandirian.
pelayanan perawatan di rumah. Meningkatkan perawatan diri dan
mengoptimalkan penyembuhan.
Dorong klien melakukan latihan untuk sendi Mencegah kekakuan snedi, kontraktur, dan
atas dan ddi bawah fraktur. kelelahan otot,meningkatkan kembalinya
aktivitas sehari-hari secara dini.
Diskusikan pentingnya evaluasi klinis. Penyembuhn fraktur memerlukan waktu
tahunan untuk embuh total, dan kerja sama
klien dalam program pengobatan membantu
penyatuan yang tepat dari tulang.
Kaji ulang perawwatan pin atau luka yang Menurunkan resiko trauma tulang/jaringan da
tepat. infeksi yang dapat berlanjut osteomeilitis .
Diskusikan perawatan gips yang hijau atau Meningkatkan perawatan uantuk mencegah
basah. deformitas gips dan iritasi kulit/kesalahan
postur.
Anjurkan penggunaan pengering rambut Mempercepat pengeringan .
untuk mengeringkan area gipd yang lembab.
Demonstrasikan peggunaan kantung plastic Melindungi dari kelembaban ,yang
untuk menutup plester gips selama cuaca melunakan pleter gips dan dan melebabkan
lembab atau mandi gips.
Anjurkan penggunaan pakaian yang adaptif. Membantu aktivitas ,berpakaian rapih.
Ajarkan cara-cara menutupi ibu jari kaki. Membantu mempertahankan kehangatan
Contoh sarung tangan atau kaus kaki halus. /melindungi dari cedera.

25
d. Implementasi Keperawatan
Melakukan apa yang harus dilakukan pada saat itu sesuai dengan apa yang telah
direncanakan. Dan mencatat setiap tindakan yang dilakukan pada pasien.

e. Evaluasi Keperawatan

Mengevaluasi semua tindakan yang telah diberikan pada pasien. Jika dengan tindakan

yang diberikan pasien mengalami perubahan menjadi lebih baik. Maka tindakan dapat

dihentikan. Jika sebaliknya keadaan pasien menjadi lebih buruk, kemungkinan besar

tindakan harus mengalami perubahan atau perbaikan.

26
2. ASUHAN KEPERAWATAN AMPUTASI
a. Pengkajian
Aktifitas/ Istirahat : keterbatasan yang dimungkinkan oleh kondisi/ amputasi.
Integritas ego : masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situasi
finanansial, reaksi orang lain, perasaan putus asa, tidak berdaya.
Seksualitas : masalah tentang keintiman hubungan dengan pasangan
Interaksi social : masalah sehubungan dengan penyakit. Masalah tentang peran-
fungsi, reaksi orang lain, gangguan konsep diri
Pemeriksaan Diagnostik
1) Foto rontgen : mengindentifikasi abnormalitas tulang
2) CT scan : mengidentifikasi lesi neoplastic, osteomeilitis, pembentukan
hematoma.
3) Angiografi dan pemerikasaan aliran : mengevaluasi perubahan sirkulasi/
perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensi penyembuhan
jaringan setelah amputasi.
4) Ultrasound Doppler, Flowmetri Doppler : dilakukan untuk mengkaji dan
mengukur aliran darah.
5) Tekanan oksigen trankutaneus

b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera fisik/jaringan dengan trauma saraf.
2) Perubahan sensori/persepsi: nyeri tungkai panthom berhubungan dengn
amputasi.
3) Gangguan harga diri/citra diri, penampilan peran berhubungan dengan
kehilangan bagian tubuh.
4) Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan edema
jaringan, hematoma, penurunan aliran darah vena/ arteri.
5) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan ekstremitas.
6) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan
dengan salah interpretasi informasi, kurang terpajan informasi, dan kesulitan
mengingat.

27
c. Intervensi Keperawatan
1. NYERI (AKUT) BERHUBUNGAN DENGAN CEDERA FISIK/JARINGAN
DENGAN TRAUMA SARAF
INTERVENSI RASIONAL
Catat lokasi frekuensi dan intesitas nyeri Membantu dalam evaluasi kebutuhan dan
(skala 0-10). Amati perubahan karakteristik keefektifan intervensi. Perubahan dapat
nyeri, missal kebas, kesemutan. mengindikasikan terjadinya komplikasi,
missal nekrosis/infeksi.
Tinggikan bagian yang sakit dengan Mengurangi terbentuknya edema dengan
meninggikan tempat tidur atau menggunakan peningkatan aliran balik vena, mengurangi
bantal/guling sebagai penyangga. kelelahan otot dan tekanan pada
kulit/jaringan.
Tingkatkan kenyamanan klien (misal rubah Memfokuskan kembali perhatian,
posisi sesering mungkin, pijatan punggung). meningkatkan relaksasi, meningkatkan
Dorong penggunaan menajemen stress (misal koping, dan dapat menurunkan terjadinya
nafas dalam, visualisasi) nyeri.
Berikan pijatan lembut pada sisa tungkai Meningkatkan sirkulasi, mengurangi
(puntung) sesuai toleransi bila balutan telah ketegangan otot.
dilepas.
Amati keluhan nyeri bila tidak hilang dengan Dapat mengindikasikan sindrom
analgesic. kompartemen, khususnya traumatic.
Berikan obat sesuai indikasi, misal analgesic, Mengurangi nyeri/spasme otot.
relaksan otot.
Berikan pemanasan local sesuai indikasi. Mungkin diperlukan untuk meningktakan
relaksasi otot, sirkulasi, dan membantu
perbaikan edema.

28
2. PERUBAHAN SENSORI/PERSEPSI: NYERI TUNGKAI PANTHOM
BERHUBUNGAN DENGAN AMPUTASI
INTERVENSI RASIONAL
Kaji adanya nyeri phantom Nyeri tungkai phantom terjadi 2-3 bulan
setelah amputasi. Nyeri menjadi data dasar
dalam menentukan tindakan dan evaluasi
keberhasilan.
Jelaskan perasaan tentang nyeri. Membantu klien menyesuaikan persepsi
mereka sendiri.
Terima kenyataan sensasi nyeri phantom Mengetahui sensasi ini memungkinkan klien
tungkai yang biasanya hilang dengan memahami fenomena normal ini yang dapat
sendirinya dan banyak alat yang dicoba untuk terjadi segera atau beberapa minggu
menghilangkan nyeri. pascaoperasi. Meskipun biasanya sensasi
membaik sendiri, beberapa individu
mengalami ketidaknyamanan untuk beberapa
bulan/tahun. Nyeri phantom tidak teratasi
dengan obat nyeri tradisional.
Pertahankan TENS (stimulasi saraf eletrik Memberikan rangsangan saraf terus-menerus,
transkutan) blok transmisi sensasi nyeri.
Anjurkan untuk tetap aktif melakukan Membantu mengurangi terjadinya nyeri
aktivitas sesuai toleransi. phantom.
Berikan pijatan lembut pada sisa tungkai Meningkatkan sirkulasi dan mengurangi
(puntung) sesuai toleransi. ketegangan otot.
Berikan obat sesuai indikasi, missal Analgesic, mengurangi nyeri; antikonvulsan,
analgesic, antikonvulsan, dan anti depresan. mengontrol nyeri yang menusuk dan kram;
antidepresan memperbaiki alam perasaan dan
kemampuan menghadapi masalah.

29
3. GANGGUAN HARGA DIRI/CITRA DIRI, PENAMPILAN PERAN
BERHUBUNGAN DENGAN KEHILANGAN BAGIAN TUBUH.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji/pertimbangkan persiapan klien dan Klien yang memandang amputasi sebagai
pandangannya terhadap amputasi. rekontruksi hidup akan menerima diri yang
baru dengan cepat. Klien dengan amputasi
traumatic mempertimbangan amputasi
sebagai kegagalan dan berada pada resiko
tinggi gangguan konsep diri.
Dorong klien mengekspresikan ketakutan, Ekspresi perasaan membantu klien menerima
perasaan negative, dan kehilangan bagian kenyataan dan realitas hidup tanpa tungkai.
tubuh.
Beri penguatan informasi pascaoperasi Memberikan kesempatan untuk
termasuk tipe/lokasi amputasi, tipe protese, menananyakan dan mengasimilasi informasi
harapan setelah operasi, tindakan setelah dan mulai menerima perubahan gambaran
operasi termasuk control nyeri dan diri dan fungsi, yang dapat membantu
rehabiltasi. penyembuhan.
Kaji sistem pendukung (support system) Dukungan orang yang cukup dari orang
dukungan orang lain yang ada untuk klien. terdekat dan teman dapat membantu proses
rehabilitasi.
Diskusikan persepsi klien tentang diri dan Membantu mengartikan masalah sehubungan
hubungannya dengan perubahan dan dengan pola hidup sebelumnya dan
bagaiman klien melihat dirinya dalam membantu pemecahan masalah. Sebagai
pola/peran fungsi yang biasanya. contoh takut kehilangan kemandirian,
kemampuan bekerja, dan sebagainya.
Dorong partisipasi klien dalam aktivitas Meningkatkan kemandirian dan perasaan
sehari-hari. Berikan kesempatan untuk harga diri. Meskipun penyatuan sisa tungkai
memandang/ merawat sisa tungkai (puntung), dalam gambaran diri dapat memerlukan
dan menunjukkan tanda positif waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-
penyembuhan. tahun. Melihat sisa tungkai dan mendengar
pernyataan positif dapat membantu klien
dalam penerimaan.
Dorongan/berikan kunjungan oleh orang Teman senasib yang telah mengalami hal

30
yang telah di amputasi, khususnya yang telah yang sama bertindak sebagai model peran
berhasil dalam rehabilitasi. dapat memberikan keabsahan pernyataan,
juga harapan untuk pemulihan dan masa
depan normal.
Berikan lingkungan yang terbuka pada klien Meningkatkan pernyataan keyakinan/nilai
untuk mendiskusikan masalah tentang tentang subyek positif dan mengidentifikasi
seksualitas. kesalahan konsep/mitos yang dapat
memengaruhi penilaian situasi.
Perhatikan perilaku menarik diri, Mengidentifikasi tahap berduka/kebutuhan
membicarakan hal negative dari diri, untuk intervensi.
menyangkal atau terus-menerus melihat
perubahan nyata (amputasi).
Diskusikan tersedianya berbagai sumber, Membantu adaptasi lanjut yang optimal dan
missal konseling psikiatrik/seksual, terapi rehabilitasi.
kejujuran.

4. RESIKO TINGGI PERUBAHAN PERFUSI JARINGAN PERIFER


BERHUBUNGAN DENGAN EDEMA JARINGAN, HEMATOMA, PENURUNAN
ALIRAN DARAH VENA/ARTERI
INTERVENSI RASIONAL
Pantau tanda vital, palpasi nadi perifer, Indicator umum status sirkulasi dan keadaan
perhatikan kekuatan dan kesamaan. perfusi.
Lakukan pengkajian neurovascular periodic, Edema jaringan pascaoperasi, pembentukan
missal sensasi, gerakan, nadi, warna kulit, hematoma atau balutan terlalu ketat dapat
dan suhu. mengganggu sirkulasi pada sisa tungkai
(puntung), yang dapat mengakibatkan
nekrosis jaringan.
Inspeksi balutan/drainase, perhatikan jumlah Kehilangan darah terus-menerus
dan karakteristik balutan. mengindikasikan kebutuhan untuk
penggatian cairan dan evaluasi gangguan
koagulasi atau intervensi bedah untuk ligasi
pembedahan.

31
Berikan tekanan langsung pada sisi Tekanan langsung pada perdarahan dapat
perdarahan, bila terjadi perdarahan hubungi diteruskan dengan penggunaan balutan serat
dokter segera. pengaman, balutan elastic bila perdarah
terkontrol.
Evaluasi tungkai bawah yang tidak di operasi Peningkatan insiden pembentukan thrombus
dari adanya inflamasi, tanda human positif. pada klien penyakit vascular perifer
sebelumnya/perubahan diabetic.
Berikan cairan IV /produk darah sesuai order. Mempertahankan volume sirkulasi untuk
memaksimalkan perfusi jaringan.
Gunakan kaos kaki antiembolitik untuk kaki Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan
yang idak dioperasi. thrombus tanpa peningkatan resiko
perdarahan pascaoperasi/pembentukan
hematoma.
Pantau pemeriksaan laboratorium: Hasil pemeriksaan laboratorium berguna:
Hb/Ht indicator hipovolemia/dehidrasi yang
PT/APTT dapat mengganggu perfusi jaringan.
mengevaluasi kenutuhan/efektifitas
terapi antikoagulan dan
mengidentifikasi terjadinya komplikasi.

5. KERUSAKAN MOBILITAS FISIK BERHUNGAN DENGAN KEHILANGAN


TUNGKAI, KETIDAKNYAMANAN, GANGGUAN PERSEPTUAL
INTERVENSI RASIONAL
Berikan perawatan puntung secara teratur, Memberikan kesempatan untuk mengevaluasi
misal inspeksi area, bersihkan dan keringkan, penyembuhan dan komplikasi. Penutupan
dan tutup kembali puntung dengan balutan puntung mengontrol edema dan membantu
elastic. pembentukan puntung.
Segera tinggikan gips, bila gips berubah Edema yang terjadi dengan cepat dan
posisi. tehabilitasi dapat terhambat.
Bantu latihan rentang gerak, khususnya area Mencegah kontraktur, perubahan bentuk
yang sakit dan mulai sedini mungkin yang dapat terjadi dengan cepat dan dapat
pascaoperasi. memperlambat penggunaan protese.

32
Dorong latihan aktif/isometric untuk paha Meningkatkan kekuatan otot untuk
atas dan lengan. membantu pemindahan/ambulasi.
Berikan gulungan pada paha sesuai indikasi. Mencegah rotasi eksternal puntung tungkai.
Anjurkan klien untuk berbaring posisi Menguatkan otot ekstensor dan mencegah
tengkurap sesuai toleransi sedikitnya dua kali kontaktur refleksi pada panggul.
sehari dengan bantal dibawah abdomen dan
puntung ekstremitas.
Waspadai tekanan bantal di bawah Penggunaan bantal dpat menyebabkan
ekstremitas terhadap puntung untuk kontraktur fleksi permanen pada panggul dan
menggantung secara dependen di samping posisi dependen puntung mengganggu aliran
tempat tidur atau kursi. vena dan dapat meningkatkan pembengtukan
edema.
Tunjukkan/bantu ambulasi dan penggunaan Membantu perawatan diri dan kemandirian
alat mobilitas, contohnya kruk atau walker. klien. Teknik pemindahan /ambulasi yang
dapat mencegah abrasi.
Bantu dengan ambulasi. Menurunkan resiko cedera. Ambulasi setelah
tungkai bawah bergantung pada waktu
pemasangan protese.
Bantu klien melanjutkan latihan otot Membantu meningkatkan perbaikan rasa
preoperasi sesuai kemampuan, misal berdiri keseimbangan dan kekuatan kompensasi
pada telapak, berdiri pada ibu jari. bagian tubuh.
Rujuk ke tim rehabilitasi, misal ahli terapi Memberikan bentuk latihan/program aktivitas
fisik/fisioterapi. untuk memenuhi kebutuhan dan kekuatan
individu serta mengidentifikasi mobilitas
fungsional, membantu meningkatkan
kemandirian.
Berikan tempat tidur busa. Menurunkan tekanan pada kulit/jaringan
yang dapat mengganggu sirkulasi, resiko
iskemia/kerusakan jaringan.

33
6. KURANG PENGETAHUAN TENTANG KONDISI, PROGNOSIS, DAN
PENGOBATAN BERHUBUNGAN DENGAN SALAH INTERPRETASI
INFORMASI, KURANG TERPAJAN INFORMASI, KESULITAN MENGINGAT
INTERVENSI RASIONAL
Kaji ulang proses penyakit/prosedur bedah Memberikan dasar pengetahuan dimana klien
dan harapan klien yang akan datang. dapat membuat pilihan berdasarkan
informasi.
Anjurkan perawatan balutan/luka, inspeksi Meningkatkan perawatan diri, membantu
puntung menggunakan cermin untuk melihat penyembuhan dan pemasangan protese serta
semua area, pijat kulit, dan tutup puntung mengurangi resiko komplikasi.
dengan cepat.
Masase puntung setelah balutan dilepas dan Melembutkan jaringan parut dan mencegah
garis jahitan sembuh. perlengketan pada tulang, mengurangi nyeri
tekan, dan merangsang sirkulasi.
Hindari penggunaan losion/bedak. Meski dalam jumlah kecil mungkin
pemberian losion diindikasikan bila kulit
kering, krim pelembut kulit dapat
menyebabkan laserasi bila protese dipakai.
Bedak dapat mengeringkan dan dapat
mengakibatkan resiko iritasi kulit.
Gunakan kaos kaki yang pas, bersih, tidak Puntung dapat terus mengisut/atropi selama
berkerut pada tungkai. sampai dua tahun, dan kaos kaki yang tidak
pas, kotor dapat menybabkan iritasi kulit.
Gunakan T-shirt katun bersih untuk protese Mengabsorbsi keringat, mencegah iritasi kulit
tungkai atas. dari pengikat.
Tunjukan cara perawatan protese, tekankan Dorong pemasangan yang tepat/pas,
pentingnya pemeliharaan secara rutin. mengurangi resiko komplikasi dan
memperpanjang penggunaan protese.
Dorong kesinambungan program latihan Meningkatkan sirkulasi/penyembuhan dan
pascaoperasi. fungsi bagian yang sakit, membantu adaptasi
terhadap alat protese.
Identifikasi teknik untuk mengatasi nyeri Mengurangi ketegangan otot dan
phantom, latihan relaksasi, dan obat yang meningkatkan control situasi dan

34
mungkin digunakan. kemampuan koping.
Tekankan pentingnya diet seimbang dan Memenuhi kebutuhan nutrient untuk
pemasukan cairan adekuat. regenerasi jaringan, membantu
mempertahankan volume sirkulasi, dan
fungsi organ normal.
Anjurkan klien untuk berhenti merokok. Merokok berpotensi untuk vasokontriksi
perifer, gangguan sirkulasi, dan oksigenasi
jaringan.
Identifikasi tanda dan gejala yang Tindakan yang cepat mencegah komplikasi
memerlukan evaluasi medic, misal edema, serius dan atau kehilangan fungsi. Misal
eritema, nyeri phantom menetap. nyeri phantom tungkai kronis indikasi
neuromo dan memerlukan reseksi
pembedahan.
Identifikasi dukungan masyarakat dan Membantu pemindahan kerumah,
rehabilitasi, misal ortotisprotesis mendukung kemandirian, dan meningkatkan
bersertifikat, kelompok amputasi, pelayanan koping.
perawatan rumah sesuai kebutuhan.

d. Implementasi Keperawatan
Melakukan apa yang harus dilakukan pada saat itu sesuai dengan apa yang telah
direncanakan. Dan mencatat setiap tindakan yang dilakukan pada pasien.

e. Evaluasi Keperawatan

Mengevaluasi semua tindakan yang telah diberikan pada pasien. Jika dengan tindakan

yang diberikan pasien mengalami perubahan menjadi lebih baik. Maka tindakan dapat

dihentikan. Jika sebaliknya keadaan pasien menjadi lebih buruk, kemungkinan besar

tindakan harus mengalami perubahan atau perbaikan.

35
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang
utuh, yang biasanya di sebabkan oleh trauma/ rudapaksa atau tenaga fisik yang
ditentukan oleh jenis dan luasnya trauma. Sedangkan amputasi adalah pengangkatan,
pemotongan,/pembuangan sebagian anggota tubuh/anggota gerak yang di ssebabkan
oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomeilitis, dan kanker melalui
proses pembedahan.

B. SARAN
Kami sangat membutuhkan masukan yang bersifat membangun agar bias
memperbaiki makalah yang lain untuk kedepannya.

36
LAMPIRAN GAMBAR

37
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer S.C., Bare B.G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.

Penerjemah: Andry Hartono, H.Y. Kuncara, Elyna S.L.S., dan Agung Waluyo. Jakarta :

EGC.

Sjamsuhidayat R., dan Jong W.D. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah . Jakarta: EGC

Doenges M.E., Moorhouse M.F., dan Geissler A.C, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan:

Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Price S.A. dan Wilson L.M. 1996. Patofisiologi Proses-Proses Penyakit. Penerjemah: Peter

Anugrah. Jakarta: EGC

Reeves C.J., Roux G., Lockhart R. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Penerjemah: Joko

Setyono. Jakarta: Selemba Medika.

Ningsih, Nurna., Lukman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem

Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asihan Keperawatan Klien Gangguan Sistem

Muskuloskeletal. Jakarta: EGC

38

Anda mungkin juga menyukai