Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hepatitis adalah proses terjadinya inflamasi dan nekrosis jaringan hati yang
dapat disebabkan oleh infeksi, obat- obatan, toksi, gangguan metabolic, maupun
kelainan autorium. Infeksi yang disebabkan virus, bakteri, maupun parasite
merupakan penyebab terbanyak hepatitis akut. Virus hepatitis merupakan penyebab
terbanyak dari infeksi tersebut. Hepatitis akut merupakan suatu masalah kesehatan
masyarakat yang penting tidak hanya di Amerika Serikat tetapi juga di seluruh dunia.
The Center for Disease Control dan Prevention (CDC) memperkirakan setiap tahun
terjadi sekitar 300.000 infeksi virus hepatitis B di Amerika Serikat. Walaupun
mortalitas penyakit hepatitis rendah, factor morbiditas yang luas dan ekenomi yang
kurang memiliki kaitan dengan penyakit ini. Hepatitis virus akut adalah penyakit
infeksi yang penyebaran luas, walaupun efek utamanya pada hati.
Telah ditemukan 6 atau 7 katagori virus yang menjadi agen penyebab : Virus
Hepatitis A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HCV), Virus
Hepatitis D (HDV), Virus Hepatitis E (HEV), Hepatitis F (HFV), Hepatitis G (HGV).
Walaupun virus- virus ini dapat dibedakan melalui penanda antigenetiknya, namun
menimbulkan penyakit penyakit yang serupa secara klinis dan berkisar dari infeksi
subklinis asimotomatik hingga infeksi akut yang fatal.
Bentuk hepatitis yang paling dikenal adalah HAV (Hepatitis A) dan HBV
(Hepatitis B). kedua istilah ini lebih disukai daripada istilah lama yaitu hepatitis
infeksiosa dan hepatitis serum, sebab kedua penyakit ini dapat ditularkan secara
parenteral dan nonparenteral. Hepatitis virus yang tidak dapat digolongkan sebagai
hepatitis A atau B melalui pemeriksaan serologi disebut sebagai hepatitis non-A non-
B (NSNBH) dan sekarang disebut hepatitis C.

BAB II

1
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan hati yang memberikan
gejala klinis yang khas yaitu badan lemah, kencing berwarna seperti air the pekat, mata
dan seluruh badan menjadi kuning.
Penyakit ini telah dikenal sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu oleh Hippocrates, dan
semula dianggap sebagai suatu kesatuan klinik tersendiri pada akhir abad ke 18 dan 19.
Pada waktu itu hanya dikenal dua macam hepatitis, yang dapat menimbulkan epidemic,
yaitu Hepatitis Infeksiosa (HI) dan Hepatitis Serum (HS). Disebut Hi karena virus ini
masuk tubuh melalui tinja ke mulut dengan masa inkubasi 3-6 minggu. Sedangkan HS
cara penularannya melalui darah dengan masa inkubasi 2-6 bulan.
Tetapi perkembangan zamana dan kemajuan pemeriksaan imunologis, maka
pembagian tersebut diatas tidak berlaku lagi. Kini sebagai penyebab dari hepatitis dapat
dibagi atas :
1. Hepatitis oleh Virus
2. Hepatitis oleh Bakteri
3. Hepatitis oleh obat- obatan

Disamping pembagian hepatitis berdasar penyebabnya dapat juga dibagi atas perjalanan
penyakit yaitu : hepatitis akut, hepatitis kronik dan hepatitis Fulminana.

B. ETIOLOGI
1. Agen penyebab hepatitis dengan transmisi secara enterik.
a. Virus tanpa selubung
b. Tahan terhadap cairan empedu
c. Ditemukan di tinja
d. Tidak dihubungkan dengan penyakit hati kronik
e. Tidak terjadi viremia yang berkepanjangan atu kondisi karier intestinal

2. Agen penyebab hepatitis dengan transmisi melalui darah


a. Virus dengan selubung
b. Rusak bila terpajan cairan empedu/deterjen
c. Tidak terdapat dalam tinja
d. Dihubungkan dengan penyakit kronik
e. Dihubungkan dengan viremia persisten
3. Virus-virus lain yang dapat menyebabkan hepatitis yaitu; virus mumps, virus rubella,
virus cytomegalovirus, dan virus herpes

2
4. Hepatitis dapat juga disebabkan karena alkohol, obat-obatan, penyakit autoimun,
penyakit metabolic

C. PATOFISIOLOGI
Hepatitis oleh Virus
1. Hepatitis A
HAV masuk ke hati dari saluran pencernaan melalui aliran darah, menuju
hepatosit, dan melakukan replikasi di hepatosit yang melibatkan RNA-dependent
polymerase. Proses replikasi ini tidak terjadi di organ lain. Pada beberapa penelitian
didapatkan bahwa HAV diikat oleh immunoglobulin A (IgA) spesifik pada mukosa
saluran pencernaan yang bertindak sebagai mediator antara HAV dengan hepatosit
melalui reseptor asialoglikoprotein pada hepatosit. Selain IgA, fibronectin dan alfa-
2-makroglobulin juga dapat mengikat HAV. Dari hepar HAV dieliminasi melalui
sinusoid, kanalikuli, masuk ke dalam usus sebelum timbulnya gejala klinis maupun
laboratoris. Mekanisme kerusakan sel hati oleh HAV belum sepenuhnya dapat
dijelaskan, namun bukti secara langsung maupun tidak langsung menyimpulkan
adanya suatu mekanisme imunopatogenetik. Tubuh mengeliminasi HAV dengan
melibatkan proses netralisasi oleh IgM dan IgG, hambatan replikasi oleh interferon,
dan apoptosis oleh sel T sitotoksik.

2. Hepatitis B
Di Indonesia, jalur penularan infeksi VHB (virus hepatitis B) yang terbanyak
adalah secara parental yaitu secara vertical (transmisi) meternal-neonatal atau
horizontal (kontak antar individu yang sangat erat dan lama, seksual, iatrogenic,
penggunaan jarum suntik bersama). HBV dapat dideteksi pada semua secret dan
cairan tubuh manusia, dengan konsentrasi tertinggi terdapat pada serum. Infeksi
terjadi apabila seseorang mendapat paparan terhadap cairan tubuh orang yang
terinfeksi melalui kulit atau mukosa.
Bayi dari ibu dengan HBsAg positif berisiko terinfeksi HBV, akan tetapi
infeksi HBV paling sering terjadi pada bayi dengan ibu HBeAg positif atau
menderita hepatitis B akut pada trimester ketiga kehamilan. Fktor-faktor yang
berkaitan langsung dengan keadaan HBsAg positif pada bayi antara lain :
1. Titer HBsAg ibu
2. Status HBsAg ibu (hampir 90% bayi yang lahir dari ibu dengan HBeAg positif
menderita hepatitis B kronis; sedangkan bayi dari ibu dengan HBeAg negative
karier memiliki risiko sebesar 20%)
3. DNA HBV positif pada serum ibu
4. HBsAg positif pada darah plasenta

3
5. Saudara kandung dengan HBsAg positif

98% transmisi terjadi pada saat proses kelahiran, diduga melalui ingesti darah
maternal oleh bayi pada saat proses kelahiran. Meskipun demikian, transmisi virus
dapat terjadi in utero melalui kebocoran transplasenta (2%). HBeAg dapat
menembus plasenta dari ibu ke fetus. Belum ditemukan bukti bahwa menyusui
merupakan salah satu rute transmisi HBV.

Bayi yang terinfeksi HBV dari ibu dengan HBsAg positif tidak akan
menunjukkan manifestasi infeksi HBV secara serologis sampai berumur 1-3 bulan.
Meskipun terinfeksi HBV perinatal memiliki manifestasi klinis yang minimal, akan
tetapi 90% bayi dengan HBsAg positif akan menderita hepatitis kronis atau keadaan
karier kronis. Hal ini diduga disebabkan karena system imun bayi yang belum
matur. Hepatitis fulminan dapat terjadi pada transmisi perinatal ini, meskipun jarang
terjadi (1-2%). Bayi yang terinfeksi juga memiliki risiko tinggi menderita hepatitis
B kronis, sirosis dan karsinoma hepatoseluler.

Risiko terinfeksi HBV tidak hanya pada periode perinatal saja, namun bayi yang
rentan berisiko terinfeksi HBV dari anggota keluarga yang lain. Infeksi postnatal
dapat terjadi di lingkungan dimana banyak di jumpai karier HBsAg dan rendahnya
vaksinasi.

Virus hepatitis B merupakan virus nonsitopatik dan menyebabkan kerusakan


jaringan melalui reaksi imunologis. Beratnya kerusakan jaringan hati
menggambarkan derajat respons imunologis. Beratnya kerusakan jaringan hati
menggambarkan derajat respons imunologis. Pada hepatosit yang terinfeksi oleh
HBV melalui mekanisme imunitas selular terjadi eskposisi antigen virus, yaitu
HBcAg dan HBeAg, pada permukaan sel yang bergabung dengan class I major
histocompatibility complex (MHC I) dan menjadi target dari sel T sitotoksik (CTL)
untuk terjadinya proses lisis. Partikel virus yang tidak utuh dan berasal dari sel yang
lisis tidak menimbulkan infeksi, sedangkan virus utuh yang keluar akan dinetralisir
oleh antibody penetral. Mekanisme imunologis juga berperan pada manifestasi
ekstrahepatik. Kompleks imun yang mengandung HBsAg dapat menimbulkan
poliarteritis nodosa, glomerulonefritis membranosa, polimialgia, vaskulitis, dan
sindroma Guillain-Barre.

4
Mekanisme timbulnya infeksi kronis mungkin disebabkan oleh gangguan
imunologis; sehingga HBcAg dan MCH I tidak dapat dieksposisi pada permukaan
sel, atau sel T sitotoksik tidak teraktivitas. Anak laki-laki mudah mengalami infeksi
kronis daripada anak perempuan. Selain itu umur timbulnya infeksi sangat
berpengaruh terhadap kejadian infeksi kronis. Infeksi HBV dibawah umur 3 tahun
lebih sering menimbulkan hepatitis kronis daripada infeksi diatas umur 3 tahun.

3. Hepatitis C
HCV mempunyai kemampuan menimbulkan infeksi kronis yang tergantung
pada infeksi non-sitopatik terhadap sel hati dan respons imunologis dari host.
Seperti pada infeksi virus lainnya, eradikasi HCV melibatkan antibody penetral
(neutralising antibodies) terhadap virus yang beredar dalam sirkulasi dan aktivasi
sel T sitotoksik untuk merusak sel yang terinfeksi dan menghambat replikasi
intraselular melalui pelepasan sitokin. HCV dapat menghindar dari aktivitas
antibody penetral dengan cara mutasi komposisi antigeniknya. Mekanisme ini dapat
menyebabkan timbulnya kuasi spesies (quasi-species) yakni dalam sirkulasi seorang
penderita terdapat virus yang homogeny tetapi mempunyai variasi imunologis yang
menyebabkan efikasi dari antibodi penetral turun.
HCV mungkin juga menurunkan respons imun antivirus dengan cara infeksi
langsung pada sel limfoid dan mengganggu produksi interferon. Kerusakan
hepatoselular masih menjadi pertanyaan. Diduga terjadi melalui efek sitopatik
dengan ditemukannya perubahan degenerative yang disertai infiltrasi sel radang.
Genotip HCV 1b mungkin lebih bersifat sitopatik daripada genotip yang lain.
Mekanisme sitotoksisitas yang diperantarai sel (cell mediated cytotoxicity) diduga
juga berperan dalam kerusakan sel hati, yang ditunjukkan dengan ditemukannya sel
T sitotoksik yang bereaksi dengan HLA kelas I dan core beserta antigen envelope
HCV pada serum penderita HCV kronis. Infeksi HCV juga dihubungkan dengan
gangguan imunologis seperti krioglobulinemia, vaskulitis, glomerulonefritis, artritis,
dan tiroiditis. Kejadian ini tergantung pada lamanya stimulasi virus terhadap sistem
imun yang menyebabkan timbulnya reaksi antibody monoclonal dan pembentukan
kompleks imun dari IgG dan IgM atau karena HCV langsung menyerang jaringan
limfoid. Reaksi ini mungkin juga menimbulkan limfoma.

4. Hepatitis D
Oleh karena dibungkus HBsAg maka cara masuknya HDV kedalam sel hati
kemungkinan besar juga menggunakan reseptor HBV. HDV merupakan virus

5
sitopatik menyebabkan kerusakan langsung pada sel hati. Tidak ditemukan adanya
gambaran spesifik pada pemeriksaan hispatologi hati kecuali tingkat kerusakan yang
lebih berat. Mekanisme bagaimana infeksi HDV menyebabkan kerusakan hati masih
belum jelas.
Pada binatang percobaan tidak terbukti adanya efek sitopatik, namun pada
penderita dengan infeksi HDV ktonis terjadi replikasi intraselular yang hebat
dimana pada kondisi ini beban replikasi virus yang tinggi dapat memberi efek
langsung berupa kerusakan sel hati (sitopatik). Peran system imun [ada infeksi HDV
tidak jelas. Terjadi infiltrasi sel radang kronis pada prtal trek yang menandakan
peranan system imun, namun pengobatan kortikeostreoid tidak memberikan efek
yang menguntungkan.
Terdapat beberapa auto- antibody pada serum penderita dan infeksi kronis
HDV namun peranannya pada terjadinay kerusakan sel hati tidak jelas.

5. Hepatitis E
HEV dianggap sebagai virus yang bersifat sitopatik. Gambaran
histopatologisnya menyerupai hepatitis virus yang lain. Terdapat 2 macam
gambaran hispatologis yaitu tipe kolstatik dan tipe standar. Tipe standar ini sama
dengan perubahan pada infeksi virus hepatitis lain yaitu pembengkakan sel hati,
digenerasi asidofilik serta infiltrasi leukosit PNM pada daerah introlobular dan
traktrus portal. Sedangkan pada tipe kolestatik ditamdai dengan stasis empedu pada
kanalikuli dan parenkim sel. Respon imun humoral menimbulkan IgM dan IgG anti
HEV. IgM menurun dengan cepat dan hampir hilang pada masa konvalesens
sedangkan IgG anti HEV dapat bertahan sampai 10 tahun. Mekanisme kerusakan sel
hati pada infeksi HEV masih belum jelas, namun adanya infiltrasi limfosit di hati
dan ditemukannya cytotoxic suppression immunophenotype menandakan bahwa
kerusakan sel hati disebabkan mekanisme imunologis selular dan humoral.

6. Hepatitis G
Sebagian besar penderita terinfeksi HGV/ virus GB-C mengalami viremia
tetapi tidak didapatkan perubahan gambaran histopatologis yang bearti dan kadar
ALT dalam batas normal. Sampai saati ini tidak dapat dibuktikan bahwa infeksi
HGV menyebabkan gejala klinis. Ditemukannya HGV/ virus GB-C pada limfosit
dianggap bahwa virus ini mempunyai sifat biologis seperti virus Epstein-Barr atau
CMV.

Hepatitis oleh Obat- obatan

6
Mekanisme terjadinya nekrosis sel hati yang disebabkan oleh obat- obatan
hepatotoksik tidak diketahui secara pasti namun ada 7 dasar terjadinya kerusakan hati
sebagai berikut :
1. Berhubungan langsung atas proses metabolism di hati (kholestasis)
2. Kerusakan hati oleh efek toksik obat (nekrosis)
3. Kerusakan hati akibat reaksi imunologi
4. Karsinogenik/ mutagenic
5. Berhubungan dengan aliran darah ke hati
6. Transmisi oleh infeksi
7. Penyakit hati sebelumnya

Menurut Roberts (1991) setiap obat berbeda mekanismenya sedangkan menurut


Colon (1990) kerusakan hati oleh obat hepatotoksik pada dosis terapi kemungkinan
besar disebabkan factor kepekaan terhadap obat (idiosinkrasi).

Mekanisme ini dapat diklasifikaskian 2 tipe yaitu (1) yang dapat diramalkan (bias
any tergantung dosis), dan (2) yang tidak bias diramalkan atau idiosinkrasi
(biasanyanga tidak tergantung dosis). Kelainan idiosinkrasi terjadi akibat reaksi
imunologis dengan gejala dan tanda yang tampak dari luar hati seperti ruam, nyeri
sendi dan eosinophilia. Pada anak kelainan yang tidak tergantung dosis ini
(idiosinkrasi) jarang ditemui, , namun perlu juga diperhatikan timbulnya kelainan ini
tidak dapat diduga sebelumnya.

Secara histopatologis jerusakan yang terjadi pada bentuk hepatitik sulit dibedakan
dengan hepatitis virus. Kerusakan tersebut dapat berupa nekrosis fokal atau massif
dari sel hati. Hal ini tergantung pada pathogenesis (toksik/ idiosinkrasi) masing-
masing obat.

Pada kasus toksik biasanya kerusakan pada satu wilayah namun pada idiosinkrasi
nekrosis yang terjadi merata di beberapa wilayah (massif). Gambaran nekrosis pada
kasus toksis yang lebih utama adalah neurotrofil dan sedikit eosinophil. Pada nekrosis
massif yang disebabkan factor idiosinkrasi yang terlihat adalah sel mononuclear dan
ditandai dengan meningkatnya eosinophil.

D. MANIFESTASI KLINIS
Hepatitis oleh Virus
1. Hepatitis A

7
Gejala muncul secara mendadak: panas, mual, muntah, tidak mau makan dan nyeri
perut. Pada bayi dan balita, gejala-gejala ini sangat ringan dan jarang dikenali, dan
jarang terjadi ikterus (30%). Sebaliknya pada orang dewasa yang terinfeksi HAV,
hampir semuanya (70%) simtomatik dan dapat menjadi berat. Deibedakan menjadi
4 stadium yaitu :
1. Masa inkubasi, berlangsung selama 18-50 hari (rata-rata 28 hari).
2. Masa prodromal, terjadi selama 4 hari sampai 1 minggu atau lebih. Gejalanya
adalah fatigue, malaise, nafsu makan berkurang, mual, muntah, rasa tidak
nyaman di daerah kanan atas, demam (biasanya <39C), merasa dingin, sakit
kepala, gejala seperti flu. Tanda yang ditemukan biasanya hepatomegali ringan
dengan nyeri tekan.
3. Fase ikterik, dimulai dengan urin yang berwarna kuning tua, seperti teh, diikuti
oleh feses yang berwarna seperti dempul, kemudian warna sclera dan kulit
perlahan-lahan menjadi kuning. Gejala anoreksia, lesu, mual dan muntah
bertambah berat.
4. Fase penyembuhan, ikterik menghilang dan warna feses kembali normal dalam
4 minggu setelah onset.

Gejala klinis terjadi tidak lebih dari 1 bulan, sebagian besar penderita sembuh total,
tetapi relaps dapat terjadi dalam beberapa bulan. Tidak dikenal adanya petanda
viremia persisten maupun penyakit kronis.

a. Hepatitis A klasik.
Penyakit timbul secara mendadak didahului gejala prodromal sekitar 1 minggu
sebelum jaundice. Sekitar 80% dari penderita yang simtomatis mengalami jenis
klasik ini. IgG ant-HAV pada bentuk ini mempunyai aktivitas yang tinggi, dan
dapat memisahkan IgA dari kompleks IgA-HAV, sehingga dapat dieliminasi oleh
system imun, untuk mencegah terjadinya relaps.
b. Hepatitis A relaps.
Terjadi pada 4%- 20% penderita simtomatis. Timbul 6-10 minggu setelah
sebelumnya dinyatakan sembuh secara klinis. Kebanyakan terjadi pada umur
20-40 tahun. Gejala klinis dan laboratoris dari serangan pertama bias sudah
hilang atau masih ada sebagian sembelum timbulnya relaps. Gejala relaps lebih
ringan daripada bentuk pertama.
c. Hepatitis A kolestatik.
Terjadi pada 10% penderita simtomatis. Ditandai dengan pemanjangan gejala
hepatitis dalam beberapa bulan disertai panas, gatal-gatal, dan jaundice. Pada

8
saat ini kadar AST, ALT, dan ALP secara perlahan turun kea rah normal tetapi
kadar bilirubin serum tetap tinggi.
d. Hepatitis A protracted.
Pada bentuk protracted (8.5%), clearance dari virus terjadi perlahan sehingga
pulihnya fungsi hati memerlukan waktu yang lebih lama, dapat mencapai 120
hari. Pada biopsi hepar ditemukan adanya inflamasi portal dengan piecemeal
necrosis, periportal fibrosis, dan lobular hepatitis.
e. Hepatitis A fulminan.
Terjadi pada 0,35% kasus. Bentuk ini paling berat dan dapat menyebabkan
kematian. Ditandai dengan memberatnya ikterus, ensefalopati, dan pemanjangan
waktu protrombin. Biasanya terjadi pada minggu pertama saat mulai timbulnya
gejala. Penderita berusia tua yang menderita penyakit hati kronis (HBV dan
HCV) berisiko tinggi untuk terjadinya bentuk fulminan ini.
2. Hepatitis B
a. Hepatitis akut
Manifestasi klinis infeksi HBV cenderung ringan. Kondisi asimtomatis ini
terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa adanya riwayat hepatitis akut.
Apabila menimbulkan gejala hepatitis, gejalanya menyerupai hepatitis virus
yang lain tetapi dengan intensitas yang lebih berat. Gejala yang muncul terdiri
atas gejala seperti flu dengan malaise, lelah, anoreksia, mual dan muntah, timbul
kuning atau ikterus dan pembesaran hati; dan berakhir setelah 6-8 minggu. Dari
pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan kadar ALT dan AST sebelum
timbulnya gejala klinis, yaitu 6-7 minggu setelah terinfeksi. Pada beberapa
kasus dapat didahului gejala seperti serum sickness, yaitu nyeri sendi dan lesi
kulit (urtikaria, purpura, macula dan makulopapular). Icterus terdapat pada 25%
penderita, biasanya mulai timbul saat 8 minggu setelah infeksi dan berlangsung
selama 4 minggu. Gejala klinis ini jarang terjadi pada infeksi neonates, 10%
pada anak dibawah umur 4 tahun, dan 30% pada dewasa. Sebagian besar
penderita hepatitis B simtomatis akan sembuh tetapi dapat menjadi kronis pada
10% dewasa, 25% anak, dan 80% bayi.
b. Hepatitis kronis
Definisi hepatitis kronis adalah terdapatnya peningkatan kadar
aminotransferase atau HBsAg dalam serum, minimal selama 6 bulan. Sebagian
besar penderita hepatitis kronis adalah asimtomatis atau bergejala ringan dan
tidak spesifik. Peningkatan kadar aminotransferase serum (bervariasi mulai dari
minimal sampai 20 kali nilai normal) menunjukkan adanya kerusakan jaringan
hati yang berlanjut. Fluktuasi kadar aminotransferase serum mempunyai korelasi

9
dengan respons imun terhadap HBV. Pada saat kadar aminotransferase serum
meningkat dapat timbul gejala klinis hepatitis dan IgM anti-HBc. Namun gejala
klinis ini tidak berhubungan langsung dengan beratnya penyakit, tingginya,
kadar aminotransferase serum, atau kerusakan jaringan hati pada biopsi. Pada
penderita hepatitis kronis-aktif yang berat (pada pemeriksaan histopatologis
didapatkan bridging necrosis), 50% diantaranya akan berkembang menjadi
sirosis hati setelah 4 tahun, sedangkan penderita hepatitis kronis-aktif sedang
akan menjadi sirosis 6 tahun. Kecepatan terjadinya sirosis mungkin
berhubungan dengan beratnya nekrosis jaringan hati yang dapat berubah dari
waktu ke waktu sehingga untuk melakukan perkiraan kapan timbulnya sirosis
pada individu sukar untuk ditentukan.
c. Gagal hati fulminant
Gagal hati fulminan terjadi pada tidak lebih dari 1% penderita hepatitis B akut
simtomatik. Gagal hati fulminan ditandai dengan timbulnya ensefalopati
hepatikum dalam beberapa minggu setelah munculnya gejala pertama hepatitis,
disertai icterus, gangguan pembekuan, dan peningkatan kadar aminotransferase
serum hingga ribuan unit. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya reaksi
imunologis yang berlebihan dan menyebabkan nekrosis jaringan hati yang luas.
d. Pengidap sehat
Pada golongan ini tidak didapatkan gejala penyakit hati dan kadar
aminotransferase serum berada dalam batas normal. Dalam hal ini terjadi
toleransui imunologis sehingga tidak terjadi kerusakan pada jaringan hati.
Kondisi ini sering terjadi pada bayi di daerah endemic yang terinfeksi secara
vertikal dari ibunya. Prognosis bagi pengidap sehat adalah: (1) membaik (anti-
HBe positif) sebesar 10% setiap tahun, (2) menderita sirosis pada umur diatas 30
tahun sebesar 1% dan (3) menderita karsinoma hati kurang dari 1%.

3. Hepatitis C
a. Hepatitis C Akut
Infeksi HCV merupakan 20% bagian dari hepatitis akut di Amerika Serikat.
Perkiraan masa inkubasi sekitar 7 minggu yakni antara 2-30 minggu. Anak
maupun dewasa yang terkena infeksi biasanya tidak menunjukkan gejala dan
apabila ada, gejalanya tidak spesifik yaitu rasa lelah, lemah anoreksia, dan
penurunan berat badan. Sehingga dapat dikatakan bahwa diagnosis hepatitis C
pada fase akut sangat jarang. Pada penderita dewasa dengan gejala klinis, 30%
menunjukkan adanya ikterus. Pada pemeriksaan LFT, harga ALT dapat

10
meningkat sampai 10 kali harga normal. Antibodi terhadap HCV (anti-HCV)
mungkin belum terdeteksi, dan didapatkan setelah beberapa minggu atau bulan
setelah terjadinya infeksi akut.
Kadar transaminase serum meningkat selama fase akut, dan pada 40%
penderita akan menjadi normal walaupun tidak berhubungan dengan status
virologis. Hanya 15% penderita sembuh secara spontan dengan pembuktian
menggunakan metode PCR, dan 85% akan menjadi kronis. Tidak seperti HAV
maupun HBV, infeksi HCV jarang menyebabkan kegagalan hati fulminan.
b. Hepatitis C Kronis
Tidak kurang dari 85% penderita hepatitis C akut berkembang menjadi kronis.
Mekanisme mengenai mengapa virus masih tetap ada atau persisten setelah
infeksi akut belum diketahui. Data menunjukkan adanya diversitas dan
kemampuan virus untuk melakukan mutasi secara cepat. Sebagian besar
penderita tidak sadar akan penyakitnya, selain gejala minimal dan tidak spesifik
seperti rasa lelah, mual, mialgia, rasa tidak enak pada perut kanan atas, gatal-
gatal dan penurunan berat badan. Beberapa penderita menunjukkan gejala-gejala
ekstrahepatik yang dapat mengenai organ lain seolah-olah tidak berhubungan
dengan penyakit hati. Gejala ekstrahepatik bisa meliputi gejala hematologis,
autoimun, mata, persendian, kulit, ginjal, paru, dan system saraf. Sekitar 30%
penderita menunjukkan kadar ALT serum yang normal sedangkan yang lainnya
meningkat sekitar 3 kali harga normal. Kadar bilirubin dan fosfatase alkali
serum biasanya normal kecuali pada fase lanjut.
c. Sirosis Hati
Perkembangan dari hepatitis C kronis menjadi sirosis berlangsung dalam dua
atau tiga dekade. Prevalensi terjadinya sirosis pada penderita hepatitis C kronis
bervariasi antara 20%-30% bahkan ada yang dilaporkan mencapai 76%. Gejala
klinis sangat minimal sampai timbulnya komplikasi akibat sirosis. Terdapat
beberapa faktor prediktif terjadinya progresifitas penyakit yaitu:
Umur lebih dari 40 tahun saat terinfeksi
Laki-laki
Derajat fibrosis pada saat biopsy awal
Status imunologi
Ko-infeksi dengan virus hepatotropik lainnya atau dengan virus HIV
Infeksi genotip I
Adanya quasi-spesies
Overload besi
Konsumsi alcohol

11
Prognosis penderita sirosis dengan infeksi HCV secara umum adalah baik
sampai terjadinya dekompensasi. Fattovich dkk mendapatkan dari 384 penderita
sirosis kompensasi, survival ratenya mencapai 96%, 91%, dan 79% untuk waktu
3, 5, dan 10 tahun. Niederau dkk melalui studi prospektif terhadap 838 penderita
hepatitis C kronis mendapatka bahwa apabila terjadi dekompensasi hati, maka
memiliki 5-year survival rate kurang dari 50%. Ini merupakan suatu indikasi
untuk dilakukan transplantasi hati. Dengan adanya resiko terjadinya karsinoma
hepatoseluler, maka secara berkala setiap 6 bulan perlu dilakukan USG dan
pemeriksaan alfa-fetoprotein.
d. Karsinoma hepatoselular
Perkiraan insidens karsinoma hepatoselular sekitar 0,25-1,2 juta kasus baru
setiap tahun, sebagian besar berasal dari penderita dengan sirosis. Resiko
terjadinya karsinoma hepatoselular pada penderita sirosis karena hepatitis C
kronis diperkirakan sekitar 1%-4%. Perkembangan sejak terjadinya infeksi HCV
sampai timbulnya karsinoma hepatoselular berkisar antara 10-50 tahun.
DiBisceglie memperkirakan bahwa antara 1,9%-6,7% penderita sirosis HCV
berkembang menjadi HCC setelah 10 tahun.

4. Hepatitis D
Gambaran klinis infeksi HDV tergantung pada mekanisme infeksi. Pada
konfeksi gejala klinis hepatitis akut lebih berat daripada gejala klinis HBV saja.
Namun untuk menjadi hepatitis kronis kemungkinannya adalah rendah. Pada
superinfeksi jarang terjadi gejala klinis hepatitis akut namun sering terjadi hepatitis
kronis dan pada kejadian superinfeksi risiko terjadinya hepatitis fulminan lebih
tinggi. Pada anak yang menderita gagal hati fulminan harus dipikirkan kemungkinan
infeksi HDV.
Terdapat bentuk gejala klinis yang khusus berupa ikterus yang diikuti dengan
panas mendadak, hematemesis, dan gejala gagal hati fulminan. Terjadi terutama di
daerah lembah sungai Amazon, Amerika Selatan dan disebut sebagai hepatitis
Labrea, black fever atau hepatitis santa marta.

5. Hepatitis E
Gambaran klinis hepatitis E bervariasi antara bentuk ringan atau subklinis sampai
kasus fatal yang menyebabkan kematian. Masa inkubasinya 2-9 minggu. Bentuk
subklinisnya tidak dapt dikenali karena memberikan gejala seperti flu. Bentuk klinis
yang manifest dengan icterus akan sembuh sendiri seperti hepatitis A. Perbaikan
hiperbilirubinemia dan ALT dicapai setelah 3 minggu sejak mulai timbulnya sakit.

12
Bentuk klinis dan simtomatis timbul pada dewasa muda dan umur pertengahan.
Kasus berat dan menyebabkan kematian terjadi pada wanita hamil. Tidak pernah
didapatkan bentuk kronis.

6. Hepatitis G
Infeksi HGV/ virus GB-C tidak menimbulkan gejala peradangan pada hati.
Koinfeksi dengan virus lain tidak memperberat perjalanan penyakit HBV maupun
HCV. Tidak ditemukan kasus hepatitis kronis pada penderita yang terinfeksi HGV/
virus GB-C.

Hepatitis oleh Bakteri


Umunya penderita mengeluh panas badan meninggi terutama pada malam hari.
Keluhan panas ini makin meninggi, dan tidak akan menurun walaupun diberi
pengobatan. Disamping itu, nafsu makan berkurang, kadang- kadang tidak dapat buang
air besar selama beberapa hari.
Setelah satu minggu panas badan tetap tinggi yang disusul dengan perubahan warna
air kencing berwarna seperti the, dan bola mata penderita tampak kekuningan. Kelainan
ini biasanya tidak berlangsung lama. Dengan menurunnya suhu tubuh penderita, juga
disertai makin jernihnya air kencing dan bola mata.
Pada pemeriksaan jasmani teraba suhu badan meninggi. Tampak lidah kotor, disertai
tremor halus (lidah tifus). Kadang- kadang bibir penderita kering dan agak kotor. Pada
saat memeriksa lidah penderita, dapat diperhatikan palatum molle dan frenulum lingue
yang juga terlihat subikterik atau ikterik. Skelara mata tampak subikterik atau ikterik.
Demikian pula kulit penderita, tampak ikterik. Tanda- tanda icterus ini hanya dapat
dilihat selama suhu badan penderita meninggi, dan tidak berlangsung lama.
Menurunnya suhu badan disertai menghilangnya tanda- tanda icterus. Hal ini beda
dengan virus hepatitis akut, yang umumnya timbul icterus setelah gejala suhu badan
menurun/ menghilang.

Hepatitis oleh Obat- obatan


Timbulnya keluhan hepatitis untuk masing- masing obat adalah berbeda, tetapi
bervariasi antara 2-5 minggu setelah minum obat. Sebagai contoh, akibat pemberian
halothan, paracetamol dosis tinggi akan timbul keluhan pada minggu pertama setelah
pemberian obat. Sebaliknya, dapat timbul keluhan beberapa bulan setelah pengobatan
misalnya dengan oxyphenacetin. Demikian pula dosis masing- masing adalah berbeda

13
untuk menimbulkan tanda hepatitis. Dapat juga terjadi obat yang sama dengan dosis
yang sama pula, tetapi efek untuk menimbulkan hepatitis untuk masing- masing
individu adalah berbeda.
Keluhan yang mendahului sebelum timbulnya hepatitis tidak jelas, karena pada
umumnya penderita sedang/ telah minum obat untuk penyakit primernya. Oleh karena
itu, keluhan yang diajukan penderita bervariasi, bergantung kepada penyakit yang
diderita. Beberapa penderita mengeluh hipersensitif, misalnya menggigil, panas, gatal-
gatal yang tidak diketahui penyebabnya. Dapat juga mengluh rasa pegal- pegal disendi,
otot- otot, dan lain- lain. Dapat pula didahului gejala- gejala prodromal seperti hepatitis
virus akut.
Timbulnya icterus, dan sakit perut kanan atas dapat terjadi setelah beberapa hari
kemudian. Tinja kholis sering terjadi pada kelainan hati bentuk kholestatik, dan bila
kholestatisnya berlangsung lama akan ditemukan xanthoma didekat mata. Kelainan
fisik yang ditemukan tidak jauh berbeda dengan hepatitis akut. Pada umumnya, gejala
klinis menghilang 1-2 minggu setelah obat dihentikan pemberiannya, kecuali obat yang
bersifat toksis langsung perubahan klinisnya sangat lambat.

E. PATHWAY

KERUSAKAN INFEKSI: VIRUS, BAKTERI, JAMUR, ZAT TOKSIK:


IMUNOLOGIS PROTOZOA ALKOHOL, OBAT-
OBATAN, RACUN

SISTEM IMUN MELAKUKAN PERLAWANAN

14
PROSES INFLAMASI
KERUSAKAN HEPATOSELULER
KERUSAKAN
(TERUTAMA
FUNGSIRETICULUM ENDOPLASMIC)
INFLAMASI JARINGAN
HIPERTROPI PEMBULUH DARAH
DAN HYPERPLASIA DAN
SEL KUPFER
HATI
DUKTUS
1.Peningkatan kadar transaminae
2.Penurunan sintesis albumin
3. Sekresi empedu terganggu

F. PENATALAKSANAAN
Sebenarnya hepatitis Virus A akut tidak perlu perawatan, terutama pada
penderita usia dewasa muda, kecuali kalau keluarga karena takutnya memaksa para
dokter untuk minta dirawat. Sebaiknya jangan menolak keinginan keluarga.
Sebaliknya hepatitis virus A akut pada usia yang dewasa yang lebih tua misalnya usia
40 tahun lebih, keluhan dan gejalanya bisa lebih berat, sebaiknya para dokter harus
lebih waspada dan hati-hati. Jangan sekali-kali mengatakan ah tidak apa-apa, tidak
usah kuatir dll , karena pernah terjadi dokter mengatakan kata-kata demikian dan
ternyata penderita terserang penyakit hepatitis akut fulminan yang sangat sering
bersifat fatal;.
Diagnosis pasti HAA ditegakkan jika pemeriksaan IgM-anti HAV positip. Jika
tidak ada fasilitas ini, maka seringkali gambaran laboratorium awal bisa dipakai

15
prediksi kuat bahwa pasien menderita hepatitis A akut, yaitu angka transamianse Alt
dan Ast yang meningkat sangat tinggi, mencapai angka ribuan dan nilai Alt jauh lebih
tinggi dari nilai Ast. Hepatitis virus akut jarang disertai gejala sakit perut yang hebat
(kolik), karenanya jika timbulnya warna kuning dimata dan kulit disertai serang sakit
kolik, maka harus dipikirkan kemungkinan kolesistitis/kolelitiasis. Biasanya nilai
gama GT akan tinggi sekali dan jauh lebih tinggi dari Alt yang sering ikut meninggi.
Untuk mendiagnosis lebih mudah dan pasti pemeriksaan ultrasonografi akan
menemukan batu empedu dengan segera.
Bagaimana menatalaksana penyakit hepatitis virus A akut?. Hepatitis virus A
akut yang klasik yang merupakan bagian besar dari kasus umumnya akan
menyembuh dengan sempurna tanpa keluhan atau gejala sisa. Pengobatan bersifat
simtomatis. Pada fase preikterik penyakit (sebelum terlihat warna kuning baik di air
seni mata atau kulit), dapat diberikan panadol jika ada keluhan demam dan
mengganggu. Tidak jarang penderita mengeluh sangat lesu dan disertai mual dan
sampai muntah, maka sebaiknya diberikan obat anti-mual atau anti-muntah dapat
diberikan. Jika penderita dirawat dapat diberikan infus cairan atau makanan. Keluhan
biasanya mereda dan penderita merasa baik dan bisa mulai makan dalam waktu yang
singkat, namun justru gejala kuning dimata dan kulit menjadi nyata. Nilai Alt (SGPT)
dan Ast (SGOT) yang biasanya sangat tingggi pada awal-awal penyakit dan sering
mencapai ribuan, dengan cepat menurun pada akhir minggu pertama; sebaliknya nilai
bilirubin direk justru mulai meningkat.
Yang sering merisaukan penderita adalah rasa gatal mulai timbul dan makin
meningkatnya kuning. Seringkali dokter harus memberi antihistamin, kadang-kadang
cholestyramine. Kalau kuning sangat tinggi misalnya sampai diatas 15 mg%, maka
kepada penderita dapat diberikan kortikosteroid. Dewasa ini sudah terbiasa para
dokter memberikan obat-obat yang tergolong hepatoprotektor yang dapat membantu
menurunkan kadar Alt dan Ast. Kadar bilirubin yang tinggi (kolestasis) sering harus
dibedakan dengan kemungkinan adanya sumbatan dan kadang-kadang membutuhkan
waktu yang lama untuk bisa menurunkannya. Biasanya bilirubin akan segera menurun
setelah mencapai nilai puncaknya. Rata-rata nilai bilirubin yang meninggi akan
kembali mencapai nilai normal sekitar 1 bulan. Terlalu cepat kembali kekegiatan rutin
sering mengakibatkan nilai angka laborotrium (Alt dan bilirubin ) meningkat
kemabli.
Virus hepatitis B (VHB) dapat menyebabkan hepatitis virus B akut atau
hepatitis B kronik. Hepatitis virus B akut jarang terdiagnosa, karena keluhan dan

16
gejalanya yang kurang nyata, sehingga luput dari pengawasan dan tidak terdeteksi
atau terdiagnosa. Kalaupun ada keluhan atau gejala, sering bersifat hanya ringan saja,
dan kejadian hepatitis B akut yang asimtomatik bisa mencapai lebih dari 70%.
Sebanyak 30 % HAA dapat disertai keluhan dan gejala, yang biasanya berupa
kehilangan nafsu makan, mual, dan rasa tidak enak disakit perut diatas daerah hati.
Warna kuning di kulit dan mata bisa terlihat. Biasanya. Seseorang diduga menderita
hepatitis B akut jika ybs diketahui tercemar oleh kemungkinan VHB misalnya
seorang perwat tertusuk jarum yang mungkin mengandung VHB, seorang pegawai
laboratorium terhisap serum yang positip HBsAg dan kemudian dalam perjalanannya
mereka memperlihatkan keluhan dan gejala hepatitis virus. Periode dari saat diduga
tercemar sampai saat timbul keluhan dan gejala rata-rata mengambil waktu 90 hari,
dengan masa inkubasi tersingkat 1,5 bulan dan terlama 6 bulan. Pada umumnya
keluhan dan gejala dirasakan ringan sampai sedang, namun seringkali menghilang
dengan sendirinya tergantung daya tahan tubuh orang tersebut. Namun bisa terjadi
pada penderita lainnya keadaan gagal hati (fulminant hepatic failure).
Apabila seorang penderita hepatitis akut dan kemudian ybs tidak menyembuh,
dimana ternyata virusnya tidak bisa menghilang dari dalam tubuhnya, maka ia akan
masuk kedalam keadaan kronik atau menahun. Apakah seseorang yang terkena
hepatitis akut bisa berkembang menjadi menahun atau menyembuh sempurna, sangat
tergantung pada umur saat ia terkena infeksi. Misalnya infeksi hepatitis B terjadi pada
masa bayi dimana infeksi berlangsung saat persalinan dari seorang ibu yang
menderita infeksi HBV kepada bayinya, maka sekitar 90% bayi lebih yang terinfeksi
akan berkembang menjadi menahun dan terjangkit hepatitis kronik sampai dewasa.
Jika infeksi ini tidak dicegah dengan cara vaksinasi pada saat 2X 24 jam setelah lahir
maka infeksi bisa terjadi. Oleh karena itu imunisasi bayi dengan jalan menyuntik bayi
segera sesudah lahir menjadi suatu keharusan dan Insya Allah dapat mencegah
kejadian infeksi hepatitis B pada bayi-bayi yang baru lahir tersebut.
Apabila infeksi hepatitis B terjadi pada bayi usia lebih lanjut sampai usia
anak-anak balita, maka infeksi menahun hanya terjadi pada 20-30% saja jauh lebih
kecil kejadian kroniknya. Lebih-lebih jika infekasi hepatitis B nya terjadi pada anak-
anak muda atau dewasa, maka kejadian hepatitis menahun hanya terjadi pada 5-10%
kasus saja. Jadi betapa arti penting upaya imunisasi bayi-bayi segera setelah
persalinan. Kita sangat berterima kasih kepada pemerintah yang telah mencanangkan
vaksinasi hepatitis B secara bagi bayi-bayi yang baru lahir sampai umur satu tahun.

17
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Aktitivitas/istirahat: klien mengalami kelemahan, kelelahan, malaise umum.
b. Sirkulasi: klien mengalami bradikardi (hiperbilrubinemia berat), ikterik pada sklera, kulit, dan
membrane mukosa.
c. Eliminasi: urin gelap, diare/konstipasi, feses warna tanah liat, adanya/berulang hemodialisa.
d. Makanan/cairan: klien mengalami hilang nafsu makan (anoreksia), penurunan berat badan
atau meningkat (edema), mual/muntah dan asites.
e. Neurosensori: klien peka rangsang, cenderung tidur, letargis.
f. Nyeri/kenyamanan: klien mengeluh kram abdomen, nyeri tekan pada kuadran kanan atas,
mialgia, atralgia, sakit kepala, gatal (pruritus), otot tegang dan gelisah.
g. Keamanan: adanya transfuse darah, demam, urtikaria, lesi makulopapular, eritema tak
beraturan, eksaserbasi jerawat, angioma jarring-jaring, eritema palmar,ginekomastia (kadang-
kadang ada pada hepatitis alkoholik), splenomegali, pembesaran nodus servikal posterior.
h. Seksualitas: pola hidup/perilaku meningkatkan risiko terpajan.
i. Penyuluhan/pembelajaran: riwayat diketahui/mungkin terpajan oleh virus bakteri atau toksin;
adanya prosedur bedah; terpajan pada kimia toksik; obat resep. Obat jalanan (IV) atau
penggunaan alcohol.Diabetes, GJK, atau penyakit ginjal. Adanya infeksi pernapasan atas.

2. Diagnosa
a. Inteloren aktivitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan nutrisi sekunder
terhadap hepatitis, malaise umum, pembatasan aktivitas.

18
b. Risiko tinggi terhadap gangguan integritas kulit berhubungan dengan gatal sekunder
terhadap akumulasi garam empedu pada jaringan.
c. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat (diare dan muntah sekunder terhadap hepatitis).
d. Kurang pengetahuan tentang proses penyakitnya dan perawatan di rumah
berhubungan dengan kurang informasi.

3. Intervensi

INTOLERAN AKTIVITAS BERHUBUNGAN DENGAN TIDAK ADEKUATNYA


MASUKAN NUTRISI SEKUNDER TERHADAP HEPATITIS, MALAISE UMUM,
PEMBATASAN AKTIVITAS.
Tujuan : Klien berpartisipasi dalam perawatan.
Kriteria hasil : a. Klien tidak lelah.
b. Tidak ada takikardi dan takipnea bila melakukan aktivitas sehari-hari.
c. Dapat melakukan aktivitas sesuai toleransi klien.
Intervensi Keperawatan Rasional
Pantau hasil pemeriksaan enzim hepar serum. Identifikasi kemajuan/penyimpangan dari hasil
yang diharapkan.
Timbang dan catat berat badan setiap hari. Identifikasi keadaan nutrisi klien.
Anjurkan klien untuk istirahat 6-8 jam/hari. Istirahat dapat mengurangi kerja hepar.
Bantu klien dalam melakukan aktivitas sesuai Dapat mengurangi laju metabolisme hepar
kebutuhan
Beri kesempatan klien untuk melakukan Dengan berpartisipasi meningkatkan harga diri
aktivitas sesuai kemampuannya klien
Berikan terapi suplemen multivitamin, vitamin Vitamin untuk perbaikan jaringan dan Vit. K
K sesuai program medik. dapat meningkatkan pembekuan darah
Berikan diet tinggi karbohidrat dan rendah Meringankan kerja hepar, karena mudah
lemak dicerna
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk perencanaan Untuk merencanakan kebutuhan nutrisi klien
diet klien

RISIKO TINGGI TERHADAP GANGGUAN INTEGRITAS KULIT BERHUBUNGAN


DENGAN GATAL SEKUNDER TERHADAP AKUMULASI GARAM EMPEDU PADA
JARINGAN.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit.

19
Kriteria Hasil: a. Kulit tidak gatal.
b. Kulit utuh.
c. Tidak ada berkas garukan.
Intervensi Rasional
Lakukan tindakan kenyamanan; gosok Tindakan kenyamanan dapat meningkatkan
punggung, berikan aktivitas hiburan, istirahat, sehingga menurunkan tegangan hepar.
lingkungan tenang
Berikan antipiretik sesuai program medic Untuk mengatasi demam
Pertahankan laken dan pakaian tetap kering Laken dan pakaian basah dapat meningkatkan
rasa gatal
Dorong kunjungan dari keluarga dan teman Isolasi dapat menyebabkan kebosanan yang
menyebabkan depresi dan meningkatkan
ketidaknyamanan
Anjurkan klien mandi dengan air dingin Suhu dingin menyebabkan vasokonstriksi,
sehingga menurunkan ekresi garam empedu
pada kulit
Hindari penggunaan sabun alkalin Sabun alkalin mempunyai efek mengeringkan
gatal
Berikan lotion caladryl atau sejenisnya pada Lotion caladryl mengundang antihistamin
kulit sehingga dapat menurunkan sensasi gatal
Anjurkan menggunakan pakaian yang longgar Untuk melancarkan peredaran darah perifer
Pertahankan suhu kamar dingin Dapat menyebabkan vasokontriksi, sehingga
dapat menurunkan ekskresi garam empedu
pada kulit
Pertahankan suhu kamar dingin Mencegah terjadinya trauma kulit saat
menggaruk
Anjurkan klien menggunakan bantalan jari Mencegah iritasi pada kulit
untuk menggaruk kulit

RISIKO TINGGI TERHADAP KEKURANGAN VOLUME CAIRAN BERHUBUNGAN


DENGAN INTAKE YANG TIDAK ADEKUAT (DIARE DAN MUNTAH SEKUNDER

20
TERHADAP HEPATITIS).
Tujuan: Tidak terjadi kekurangan volume cairan.
Kriteria Hasil: a. Natrium serum dalam batas normal.
b. Membran mukosa lembab.
c. Pengeluaran urine lebih besar dari 30 ml/jam.
d. Keluhan harus berkurang.
e. Turgor kulit baik.
f. Pengisian kapiler cepat (< 3 detik).
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Pantau masukan dan pengeluaran cairan 1. Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan
setiap 8 jam. atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
Pantau elektrolit serum Untuk mengevaluasi volume cairan dalam
tubuh
Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam Penurunan TD dan peningkatan nadi
merupakan indikator dehidrasi
Monitor tanda-tanda dehidrasi seperti keluhan Tanda tersebut indikator terjadinya dehidrasi
haus, turgor kulit buruk, membrane mukosa,
kering pengisian kapiler >3 detik
Konsultasi dengan medik bila manifestasi Untuk mencari alternative intervensi dengan
dehidrasi menetap, walaupun masukan cairan cepat dan tepat
tinggi (pengeluaran urine pekat dan sedikit, TD
menurun, natrium serum tinggi, nadi cepat).
Berikan cairan, lakukan terapi IV sesuai Untuk pemenuhan kebutuhan cairan dengan
program medik tepat
Berikan terapi antidiare sesuai program medik Untuk mengontrol diare. Diare yang tidak
terkontrol dapat mnyebabkan kekurangan
cairan dan elektrolit lanjut

KURANG PENGETAHUAN TENTANG PROSES PENYAKITNYA DAN PERAWATAN


DI RUMAH BERHUBUNGAN DENGAN KURANG INFORMASI.
Tujuan: Pemahaman klien meningkat tentang proses penyakit dan perawatan di rumah.
Kriteria hasil: a. Klien memahami proses penyakit dan perawatan di rumah.
b. Klien kooperatif dalam perawatan.
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Jelaskan klien tentang penyakit hepatitis: Penyuluhan kesehatan meningkatkan
bagaimana penularannya, cara pencegahan. kepatuhan klien dengan program pengobatan.
Jelaskan tujuan pemberian obat Dengan mengetahui tujuan pengobatan, klien

21
dapat kooperatif
Jelaskan urine gelap dan berkabut sampai Menurunkan kecemasan klien
fungsi hepar kembali normal
Jelaskan rasional untuk prosedur perawatan Mencegah penularan penyakit
protektif dan pentingnya kewaspadaan isolasi
untuk pengunjung
Dorong klien untuk melaporkan kontak Mencegah penularan pada orang lain dan
langsung sebelumnya. Jelaskan bahwa pasangan
profilaksis diperlukan untuk kontak seksual
langsung
Berikan perjanjian tertulis untuk kunjungan Untuk mengetahui perkembangan penyakit
evaluasi dan perawatan diri
Anjurkan klien untuk mencari pertolongan Untuk mengatasi masalah dengan cepat
medis bila gejala hepatitis berulang atau
menetap
Jelaskan pada klien agar menghindari masukan Untuk mencegah terjadinya komplikasi dan k
alkohol lien mendapat pertolongan segera

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan hati yang memberikan
gejala klinis yang khas yaitu badan lemah, kencing berwarna seperti air the pekat, mata
dan seluruh badan menjadi kuning

B. SARAN
Kami merasa makalah ini banyak kekurangan, karena kirangnya referensi dan
pengetahuan pada saat pembuatan makalah ini. Maka dari itu kami sebagai penulis

22
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca agar kami
dapat membuat makalah kedepannya lebih baik lagi.

LAMPIRAN GAMBAR

23
24
KASUS

1.

DAFTAR PUSTAKA

Suratun & Lusiana. 2010. Asuhan keperawatan klien gangguan sistem gastrointestinal.
Jakarta: Penerbit Buku Kesehatan.

Price, S.A. & Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi:


konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi 6. Jakarta: EGC

Hadi, S. 2002. Gastroenterologi. Bandung:


P.T.Alumni

Juffrie, M.dkk. 2010. Buku Ajar


Gastroenterologi-Hepatologi Jilid I.
Jakarta: IDAI

25

Anda mungkin juga menyukai