Anda di halaman 1dari 22

Bed Side Teaching

SINUSITIS

Disusun Oleh :

Gemara Hanum 1210312065


Mayang Maliani 1210312077

Preseptor:

dr. Yan Edward, Sp.THT-KL (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK

KEPALA DAN LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL

PADANG

0
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Anatomi Sinus Paranasal


Sinus paranasal merupakan rongga hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala.

Manusia memiliki 4 pasang sinus paranasal yaitu, sinus maksila, sinus frontal,

sinus etmoid, dan sinus sfenoid. Semua sinus memiliki muara (ostium) ke dalam

rongga hidung. Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi

mukosa rongga hidung dan mulai berkembang saat usia fetus 3-4 bulan. Sinus ini

umunya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.1

Gambar 2. Anatomi Sinus Paranasal3


1.1.1. Sinus Maksila

1
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus

maksila berukuran 6-8 ml dan berkembang mencapai ukuran maksimal yaitu 15

ml saat dewasa.1
Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anteriornya adalah permukaan

fasil os maksila (fosa kanina), dinding posterior adalah permukaan infratemporal

maksila, dinding medialnya adalah dinding lateral ronngga hidung, dinding

superior adalah dasar orbita, dan dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris

dan palatum. Ostium sinus maksila berada di superior dinding medial sinus,

bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.1


1.1.2. Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke

empat fetus berasal dari sel-sel resesus frontan atau dari sel-sel infundibuum

etmoid.1
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari

yang lain. Ukuran sinus frontal saat dewasa adalah tinggi 2,8 cm, lebar 2,4 cm,

dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat dan tepi sinus berlekuk. Tidak

adanya gambaran septum atau lekuk-lekuk saat foto Rontgen menunjukka adanya

infeksi sinus.1
Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa

serebri anterior, sehingga infeksi sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini.

Ostium sinus frontal berada di resesus frontal yang berhubungan dengan

infundibulum etmoid. 1
1.1.3. Sinus Etmoid
Pada orang dewasa sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di

bagian posterior. Ukuran anterior posterior adalah 4-5 cm, tinggi 2,4 cm, lebar 0,5

cm dibagian anterior dan 1,5 cm di posterior.1

2
Sinus etmoid berongga-rongga tediri dari sel-sel yang menyerupai sarang

tawon. Sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di

meatus medius dan sinus etmoid posterior bermara ke meatus superior.1


Di bagian terdepan sinus etmoid anterior, terdapat bagian yang sempit

disebut resesus frontal. Sel etmoid terbesar disebut bula etmoid. Di daerah

anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat

bermuaranya sinus maksila.1


1.1.4. Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.

Sinus sfenoid dibagi 2 dibatas oleh sekat yang disebut septum intersfenoid.

Tingginya 2 cm, dalam 2,3 cm, dan lebar 1,7 cm. Volumenya bervariasi mulai dari

5-7,5 ml.1
1.1.5. Kompleks Osteo-Meatal
Di sepertiga ditengah dinding lateral hidung, yakni di meatus medius,

terdapat muara-muara sinus maksila, frontal, dan sinus etmoid anterior. Daerah

tersebut sempit dan rumit, disebut dengan kompleks osteo meatal, yang terdiri

dari infundibulum etmoid yang berada di belakang.1

1.1.6. Sistem Mukosiliar


Sinus paranasala meiliki mukossa bersilia dan lendir di atasnya. Silia

bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostiumnya mengikuti

jalur-jalur anatomis sinus.1


Di dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transpor mukosiliar dari sinus.

Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior yang bergabung di

infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba Estachius.

Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung di resesus

sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di posterosuperior muara tuba. Inilah

3
sebabnya pada sinusitis didapati sekret pasca-nasal (post nasal drip), tapi belum

tentu ada sekret di rongga hidung.1


1.2. Definisi Sinusitis
Sinusitis merupakan inflamasi mukosa sinus paranasal. Biasanya dipicu oleh

rinitis sehingga disebut rinosinusitis. Bila mengenai beberapa sinus disebut

multisinusitis dan jika mengenai semua sinus disebut pansinusitis.2


1.3. Epidemiologi
Menurut Summary Health Statistic tahun 2009, sekitar 29,3 juta orang dewasa

di Amerika Serikat didiagnosis rinosinusitis. Angka ini setara dengan 11,6% dri

seluruh penduduk Amerika Serikat. Dilaporkan bahwa insiden pada wanita lebih

besar dua kali lipat dibanding pria.2 Sinus yang paling sering terkena adalah sinus

etmoid dan sinus maksila.1


1.4. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Agen penyebab sinusitis dapat berupa virus, bakteri, dan jamur. Sinusitis

virus biasanya terjadi selama infeksi salurn napas atas. Virus yang lazimnya

menyerang hidung dan nasofaring, juga menyerng sinus. Mukosa sinus paranasal

berjalan kontinu dengan mukosa hidung, dan penyakit virus yang menyerang

hidung perlu dicurigai perluasan ke sinus.3


Edema dan hilangnya fungsi silia normal pada infeksi virus menciptakan

suatu lingkungan yang ideal untuk perkembangan infeksi bakteri. Organisme

penyebab sinusitis akut di antaranya adalah Streptococcus pneumoniae,

Haemophilus influenza, bakteri anaerob, Branhamella catarhalis, Staphylococcus

aureus, dan Streptococcus pyogenes.3


Tabel 1. Faktor Predisposisi2

Faktor Host
1. Kondisi kongenital Fibrosis kistik
Sindrom imotilitas silia
2. Kondisi imun dan alergi HIV
Agen imunosupresif (seperti: kemoterapi)
Transplantasi sum-sum tulang
3. Kelainan anatomi sinus Middle turbinate concha bullosa

4
Obstruksi sel resesus frontal
Deviasi septum nasi yang berat
4. Inflamasi sitemik Granulomatosa Wegener
Sarkoidosis
5. Neoplasma
Faktor Lingkungan
1. Agen infeksius Virus, jamur, bakteri
2. Trauma
3. Agen kimia
4. Iatrogenik

1.5. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya

klirens mukosiliar di dalam KOM. Mukus juga mengandung antimikroba dan zat

yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk

bersama udara pernafasan.1


Organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan. Bila terjadi edema,

mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak

dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus,

lalu tejadi transudasi yang awalnya bersifat serosa. Kondisi ini disebut

rinosinusitis non-bakterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa

pengobatan.1
Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul di dalam sinus menjadi

media yang baik untuk kolonisasi bakteri. Sekret menjadi purulen, sehingga

dinamakan rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.1


Jika terapi tidak berhasil, inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri

anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai

siklus yang terus beputar hingga akhirnya mukosa berubah menjadi kronik dan

hipertrofi, polipoid, terbentuk polip ataupun kista.1


Inflamasi akut ditandai dengan eksudasi cairan dan protein plasma dari

pembuluh darah disertai migrasi, terutama neutrofil. Inflamasi kronis ditandai

dengan keberadaan limfosit, makrofag, eosinofil, dan basofil, disertai peningkatan

5
vaskularisasi, fibrosis dan jaringan nekrosis. Infeksi bakteri ditegakkan jika

terdapat mikroorganisme, setidaknya 1.000 CFU per mililiter.2

Gambar 1. Siklus peristiwa yang berulang pada sinusitis kronis3


1.6. Manifestasi Klinis
Keluhan utama rinosinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai nyeri tekan

pada wajah, sekret purulen, yang sering kali turun ke tenggorok (post nasal drip).

Kadang disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.


Keluhan nyeri tekan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas

sinusitis akut. Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di

belakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh

kepala menandakan sinusitis frontalis. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di

verteks, oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila

kadang terdapat nyeri alih ke gigi dan telinga.


Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia, halitosis, PND yang menyebabkan

batuk dan sesak pada anak.


Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Gejala lain

yang ditemukan bisa berupa penyumbatan kronis muara tuba, bronkitis, dan

gastroenteritis.

6
Gejala klinis yng sering ditemukan diantaranya obstruksi nasal, sekret,

purulen, post nasal drip, nyeri tekan pada wajah, gangguan penghidu, batuk,

demam, halitosis, malaise, otagia, dan sakit kepala.2


Tabel 2. Klasifikasi Sinusitis Berdasarkan Waktu2

Waktu Durasi Gejala


Akut Kurang dari 4 minggu
Subakut 4 12 minggu
Kronis Lebih dari 12 minggu
Akut rekuren Lebih dari 4 kali episode akut dalam 1 tahun dengan
resolusi antara episode

1.7. Diagnosis 4,8,9

1. Anamnesis
Berdasarkan anamnesis, American Academy of Otolaryngology (AAO)

memberikan suatu kriteria diagnosis untuk rinosinusitis yaitu dengan menegakkan

kriteria mayor dan minor.


a. Kriteria mayor meliputi nyeri wajah, rasa penuh pada wajah, hidung

tersumbat, hidung berair, sekret purulen, hiposmia atau anosmia dan

demam (pada kondisi akut).


b. Kriteria minor meliputi nyeri kepala, demam, halitosis, kelelahan, nyeri

gigi, batuk, nyeri atau rasa penuh pada telinga.


Diagnosis ditegakkan bila terdapat dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor

dan dua kriteria minor selama sekurang-kurangnya 12 minggu. Kecurigaan

sinusitis didapatkan bila ditemukan satu kriteria mayor atau dua kriteria minor.
Namun The European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps

(EPOS) 2007 mendefinisikan rinosinusitis dengan atau tanpa polip dari

munculnya dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa :


a. Hidung tersumbat / obstruksi / kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/

posterior)
b. Nyeri tekan pada wajah
c. Penurunan / hilangnya fungsi penciuman yang dirasakan lebih dari 12

minggu.

7
Selain itu, pada pemeriksaan THT termasuk nasoendoskopi ditemukan salah

satu dari :
a. Polip, dan atau
b. Sekret mukopurulen dari meatus medius, dan/ atau
c. Edema/ obstruksi mukosa di meatus medius.

Sebagai tambahan, pada pemeriksaan radiologi ditemukan gambaran

perubahan mukosa di kompleks ostiomeatal dan/ atau sinus.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan di setiap sinus.
1) Sinusitis maksila akut
Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang

kadang-kadang dapat terlihat berasal dari meatus medius mukosa

hidung.Mukosa hidung tampak membengkak (edema) dan merah

(hiperemis). Pada pemeriksaan tenggorok, terdapat ingus kental di

nasofaring. Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan memasukkan lampu

kedalam mulut dan ditekankan ke langit-langit, akan tampak pada sinus

maksila yang normal gambar bulan sabit di bawah mata. Pada kelainan

sinus maksila gambar bulan sabit itu kurang terang atau tidak tampak.

Untuk diagnosis diperlukan foto rontgen. Akan terlihat perselubungan di

sinusmaksila, dapat sebelah (unilateral), dapat juga kedua belah

(bilateral).5,6,8,9
2) Sinusitis etmoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa

hidungedema dan hiperemis. Foto roentgen, akan terdapat perselubungan

disinus etmoid.5,6
3) Sinusitis frontal akut
Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada

pemeriksaan di kamar gelap, dengan meletakkan lampu di sudut mata

bagian dalam,akan tampak bentuk sinus frontal di dahi yang terang pada

8
orang normal,dan kurang terang atau gelap pada sinusitis akut atau

kronis.Pemeriksaan radiologik, tampak pada foto rontgen daerah sinus

frontal berselubung. 5,6,8,9


4) Sinusitis sfenoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto

rontgen. 5,6
3. Pemeriksaan Penunjang.
a. Rinoskopi anterior; tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit,

dan edema.Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid

anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada

sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari

meatus superior. 5,6,8,9


b. Rinoskopi posterior; tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
c. Transiluminasi (diaphanoscopia)
Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan

transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak

lebih suram dibanding sisi yang normal.


d. X-Foto sinus paranasalis
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi Waters,

Posteroanterior dan Lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan

mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus yang sakit. Posisi

Waters adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di

bawah antrum maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien

sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini

terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila,frontal dan etmoid.

Posisi posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk

menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid. 5,6,8,9


e. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan

sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada

9
sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan

homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan

dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik). 5,6,8,9

1.8. Penatalaksanaan

Tujuan terapi sinusitis adalah 1) mempercepat penyembuhan; 2) mencegah

komplikasi; 3) mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan adalah

membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih

secara alami.5

1.8.1. Penatalaksanaan Sinusitis Akut

Ventilasi dan drainase sinus paranasal dapat diperbaiki dengan pemberian

tetes hidung dekongestan, nasal spray, atau memasukan kapas basah dengan tetes

hidung ke meatus media. Pada kasus berat disertai demam, dan malaise, antibiotic

dapat diberikan. Terapi panas (electric light bath) dan chamomile inhalasi atau

sage direkomendasikan sebagai tambahan.7

Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut

bakterialis, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta

membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan

penisilin seperti amoxisilin. Jika diperkirakan kuman sudah resisten atau

memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoxisilin-klavulanat atau

jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selama 10-14

hari meskipun gejala klinis sudah hilang.5

Antibiotik merupakan kunci dalam penatalaksanaan sinusitis supuratif

akut. Amoksisilin merupakan pilihan tepat untuk kuman gram positif dan negatif.

Vankomisin untuk kuman S. pneumoniae yang resisten terhadap amoksisilin.

10
Pilihan terapi lini pertama yang lain adalah kombinasi eritromicin dan

dulfonamide atau cephalexin dan sulfonamide.9

Antibiotik parenteral diberikan pada sinusitis yang telah mengalami

komplikasi seperti komplikasi orbita dan komplikasi intrakranial, karena dapat

menembus sawar darah otak. Ceftriakson merupakan pilihan yang baik karena

selain dapat membasmi semua bakteri terkait penyebab sinusitis, kemampuan

menembus sawar darah otaknya juga baik.9

Pada sinusitis yang disebabkan oleh bakteri anaerob dapat digunakan

metronidazole atau klindamisin. Klindamisin dapat menembus cairan

serebrospinal. Antihistamin hanya diberikan pada sinusitis dengan predisposisi

alergi. Analgetik dapat diberikan. Kompres hangat dapat juga dilakukan untuk

mengurangi nyeri.9

11
Onset tiba-tiba dari 2 atau lebih gejala, salah sa Keadaan yang harus segera di rujuk/ dirawat

tunya termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ Edema periorbita


kongesti atau pilek; sekret hidung anterior/ Pendorongan letak bola mata
Penglihatan ganda
posterior; nyeri/ rasa tertekan di wajah;
Oftalmoplegi
Penghidu terganggu/ hilang Penurunan visus
Nyeri frontal unilateral atau bilateral
Pemeriksaan: Rinoskopi Anterior Bengkak daerah frontal
Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis
Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer
tidak direkomendasikan
Gejala kurang dari 5 Gejalamenetapatau
hari atau membaik memburuk setelah 5
setelahnya hari

Common cold Sedang Berat

Pengobatan Steroid topikal Antibiotik + steroid


simtomatik topikal

Tidak ada perbaikan Tidak ada perbaikan


setelah 14 hari Perbaikan dalam 48 dalam 48 jam
jam

Rujuk ke dokter Teruskan terapi untuk Rujuk ke dokter


spesialis 7-14 hari spesialis

Gambar 3. Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada dewasa untuk


pelayanan kesehatan primer berdasarkan European Position Paper on
Rhinosinusitisn and Nasal Polyps 20074

12
1.8.2. Penatalaksanaan Sinusitis Kronis

2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung Pikirkan diagnosis lain :
tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek; sekret
hidung anterior/ posterior; nyeri/ rasa tertekan Gejala unilateral
di wajah; Perdarahan
Krusta
Penghidu terganggu/ hilang Gangguan penciuman
Gejala Orbita
Pemeriksaan: Rinoskopi Anterior Edema Periorbita
Pendorongan letak bola mata
Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak
Penglihatan ganda
direkomendasikan
Oftalmoplegi
Nyeri kepala bagian frontal yang berat
Bengkak daerah frontal
Tanda meningitis atau tanda fokal
Tersedia neurologis fokal
Endoskopi

Polip Tidak ada polip Endoskopi tidak Investigasi dan


tersedia intervensi
secepatnya

Pemeriksaan Rinoskopi Anterior

Ikuti skema polip Ikuti skema


Foto Polos SPN/ Tomografi
hidung Dokter Rinosinusitis kronik
Dokter Spesialis
Spesialis THT Komputer tidak direkomendasikan
THT

Rujuk Dokter
Spesialis THT jika
Operasi Steroid topikal
Gambar 4. Dipertimbangkan
Cuci hidung

Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik Antihistamin jika alergi


dengan atau tanpa polip hidung pada dewasa
untuk pelayanan kesehatan primer dan dokter
spesialis non THT berdasarkan European
Reevaluasi
Position Paper on Rhinosinusitisn and Nasal setelah 4 minggu
Polyps 20074

Perbaikan Tidak ada


perbaikan

Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman negatif

gram dan anaerob. Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat
Lanjutkan terapi Rujuk spesialis
THT

13
diberikan seperti analgetik,mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga

hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Alergi berat sebaiknya diberikan

antihistamin generasi ke-2, atau dapat dipertimbangkan jugadengan imunoterapi.

Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi

terkini untuk sinusitis kronik yang membutuhkan operasi. Tindakan ini hamper

menggantikan semua jenis tindakan bedah sinus terdahulu karena memberikan

hasil yang lebih memuaskan dan tindakannya lebih ringan dan tidak radikal.

Indikasinya berupa: sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat;

gsinusitis kronis disertai kista atau kelainan yang irreversible; polip ekstensif,

adanya komplikasi sinusitis.4

1.9. Komplikasi Sinusitis

Pada era pre-antibiotik, komplikasi sinusitis biasanya sangat berat dan

berbahaya. Sekarang dengan banyaknya metode diagnostik (CT,MRI) yang

terpercaya dan semakin meluasnya ketersediaan antibiotik, komplikasi dan

mortalitas jauh menurun. Disisi lain, apabila infeksi sinus tidak diterapi atau terapi

yang tidak adekuat, komplikasimasihbisaterjadi.Pada pasien dengan sinusitis akut

bakterialis dengan perluasan ke intracranial walaupun diterapi antibiotik, insiden

morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi, antara 5%-10%.4,5

Komplikasi rhinosinusitis di klasifikasikan menjadi komplikasi orbital, osseus

(tulang) dan endokranial, walaupun jarang.4,5

1.9.1. Komplikasi orbital

14
Komplikasi sinusitis yang melibatkan mata sering terjadi, terutama pada

etmoiditis, sedangkan infeksi sphenoid jarang. Perluasan infeksi secara langsung

dan sering melalui lamina papirasea atau melalui vena.4

Menurut Klasifikasi Chandler komplikasi orbital dapat berkembang melalui

langkah berikut.4,5

Selulitisperiorbital (preseptal edema),

Selulitis orbital,

Absessubperiosteal,

Abses orbital atauflegmon, dan

cavernous sinus thrombosis

Komplikasi orbita khususnya pada anak, sering muncul tanpa nyeri.

Manifestasi orbita seperti bengkak, eksophtalmus, dan gangguan pergerakan

(ekstraokuler) mata. Selulitis peri orbital atau orbital bisa terjadi langsung atau

perluasan infeksi sinus melalui vascular. Manifestasi awal berupa udem dan

eritem pada medial kelopak mata. Jika perluasan infeksi dari sinus maxilla dan

sinus frontal maka udem/pembengkakan terjadi pada bawah atauatas kelopak

mata.4

1.9.2. Trombosis sinus cavernosus

Ketika pembuluh darah di sekitar sinus paranasal terkena, penyebaran lebih

lanjut dapat menyebabkan thrombophebitis sinus kavernosa yang menyebabkan

sepsis dan keterlibatan saraf kranial.4,5 Komplikasi tersebut diperkirakan mencapai

9% dari komplikasi intrakranial dan merupakan komplikasi yang jarang dan

biasanya komplikasi dari sinusitis etmoidalis atau sphenoidal. Gejala utama

adalah bilateral lid drop (ptosis), exophthalmos, neuralgia syaraf oftalmik, sakit

kepala retro-okular dengan nyeri yang mendalam di belakang orbita,

ophthalmoplegia total, dan papilloedema, tanda-tanda iritasi meningeal

15
berhubungan dengan demam dan pengaruh kelemahan.4,5 Dasar diagnosis adalah

CT scan resolusi tinggi yang menunjukkan peningkatan / sedikit perbaikan

dibandingkan dengan normal. Angka kematian sebesar 30% dan tingkat

morbiditas sekitar 60% pada populasi dewasa. Tidak ada data yang tersedia untuk

populasi pediatrik, dimana tingkat kematian komplikasi intrakranial adalah 10%

sampai 20%. Penggunaan antikoagulan pada pasien ini masih kontroversial tetapi

mungkin diindikasikan jika pencitraan tidak menunjukkan bukti adanya

perdarahan intraserebral.4

1.9.3. Komplikasi intrakranial (endokranial)

Termasuk abses epidural, subdural, abses otak, meningitis (tersering),

cerebritis, dan thrombosis sinus cavernosa..4,5 Gejala klinis semua komplikasi ini

tidak spesifik, demam tinggi, migrain frontal atau retro-orbital, tanda umum iritasi

meningeal dan berbagai derajat perubahan status mental. Sedangkan abses

intrakranial sering didahului dengan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial,

iritasi / rangsangan meningeal dan defisit neurologis fokal. Meskipun abses

intrakranial relatifa simtomatik, afektif halus dan perubahan perilaku sering terjadi

yang menunjukkan perubahan neurologis perubahan fungsi kesadaran, ketidak

stabilan cara berjalan, dansakit kepala berat dan progresif.4

Komplikasi Endocranial yang paling sering dikaitkan dengan ethmoidal atau

frontal rinosinusitis. Infeksi dapat berlanjut dari yang rongga paranasal ke struktur

endocranial dengan dua cara berbeda : patogen, mulai dari sinus frontal yang

paling umum atau sinus ethmoid, dapat melewati diploic vena untuk mencapai

otak ; cara lain, patogen dapat mencapai struktur intrakranial dengan mengikis

tulang sinus.4

16
Semua komplikasi endocranial mulai sebagai cerebritis, tetapi karena

nekrosis dan pencairan jaringan otak progresif, kapsul berkembang mengakibatka

nabses otak. Penelitian menunjukkan tingginya insiden organisme anaerobik atau

campuran aerobik-anaerobik pada pasien dengan komplikasi SSP.4

CT scan sangat penting untuk diagnosis karena sangat memungkinkan

akurasi keterlibatan tulang, sedangkan MRI sangat penting untuk menilai

keterlibatan jaringan lunak seperti pada trombosis sinus kavernosus. Apalagi,

jika dicurigai meningitis, pungsi lumbal dapat berguna, setelah abses dikeluarkan /

dieksklusi. Terapi jangka panjang antibiotik intravena dosis tinggi diikuti dengan

kraniotomi dan bedah drainase biasanya diperlukan untuk kesuksesan pengobatan.

Patogen yang paling sering terlibat dalam patogenesis komplikasi endocranial

adalah Streptococcus dan Staphylococcus spesies dan anaerob.4

1.9.4. Komplikasi Tulang

Infeksi sinus juga dapat meluas ke tulang menjadi osteomielitis dan

akhirnya melibatkan otak dan sistem saraf. Meskipun penyebaran intrakranial

yang paling sering adalah karena sinusitis frontal, infeksi sinus lainnya juga dapat

menyebabkan komplikasi tersebut. Komplikasi yang paling umum adalah

osteomielitis dari osseous maxillary (biasanya pada masa bayi) atau tulang

frontal.4,5

Akibat nekrosis vascular yang berasal osteitis sinus frontalis, terjadi

osteomyelitis pada dinding posterior dan anterior sinus frontal. Pada dinding

anterior tampilan klinis "Pucat/doughy" edema kulit di atas tulang frontal seperti

massa (Potts puffy tumor) sedangkan dari dinding posterior penyebaran terjadi

17
secara langsung atau melalui thrombophlebitis dari valveless diploic vena yang

menyebabkan meningitis, abses otak atau peridural abses.4

Dalam konteks ini, Gallagher meninjau data dari 125 pasien dengan

rinosinusitis kompleks, menemukan bahwa osteomielitis berkembang sekitar 9%

dari kasus. Pada data Ogunleye ditemukan dinding sinus telah terkena dampak

pada 32% pasien. Lang pada tahun 2001 mencatat 10 kasus empiema subdural

karena infeksi sinus frontal pada dewasa dan anak-anak: 4 di antaranya dengan

Potts tumor dan 1 dengan abses periorbital. Tanda dan gejala keterlibatan

intrakranial adalah edema jaringan lunak (terutama palpebra superior), demam

tinggi, berat sakit kepala, iritasi meningeal, mual dan muntah, diplopia, fotofobia,

papilloedema, koma dan tanda-tanda neurologis fokal. Tanda-tanda pada mata

dapat muncul kontralateral. CT Scan dengan kontras dapat menegakan diagnosis

dan dapat menentukan tingkat peradangan. Pungsi lumbal dapat berguna, tetapi

kontraindikasi jika tekanan intrakranial meningkat. Terapi meliputi kombinasi i.v.

antibiotik spektrum luas dan debridement sequester tulang dan drainase.4

BAB II

PENUTUP

18
2.1. Kesimpulan

Sinusitis merupakan inflamasi mukosa sinus paranasal. Biasanya dipicu oleh

rinitis sehingga disebut rinosinusitis. Menurut Summary Health Statistic tahun

2009, sekitar 29,3 juta orang dewasa di Amerika Serikat didiagnosis rinosinusitis

Agen penyebab sinusitis dapat berupa virus, bakteri, dan jamur. Keluhan utama

rinosinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai nyeri tekan pada wajah, sekret

purulen, yang sering kali turun ke tenggorok (post nasal drip). Kadang disertai

gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri tekan di daerah sinus yang

terkena merupakan ciri khas sinusitis akut. Gejala lain adalah sakit kepala,

hiposmia, halitosis, PND yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.5.,6,7

Tujuan terapi sinusitis adalah 1) mempercepat penyembuhan; 2) mencegah

komplikasi; 3) mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan adalah

membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih

secara alami.5

DAFTAR PUSTAKA

19
1) Soetjipto D & Mangunkusumo E. Sinus Paranasal. Dalam: Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Ed 7. Jakarta, Balai

Penerbit FK UI. 2012. Hal 122.

2) Leung RM, Walsh WE, & Kern RC. Chapter 23; Sinonasal Anatomy and

Physiology. Dalam: Baily BJ, Johnson JT, Rosen CA, editor. Head and Neck

SurgeryOtolaryngology, Ed 5. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins,

2014.

3) Hilger PA. Bab 10; Hidung; Anatomi dan Fisiologi. Dalam; Effendi H &

Santoso K, editor. Buku Ajar Penyakit THT (BOIES Fundamentals of

Otolaryngology), Ed 6. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, 1997.

4) Rhinology Study Group - Indonesian Otorhinolaryngological Head & Neck

Surgery Society. BukuSaku European Position Paper On Rhinosinusitis And

Nasal Polyps 2007

5) Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. DalamSoepardi EA, et al,

editor .Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepaladan

Leher, Ed 6. Jakarta, Balai Penerbit FK UI.2007.hal 150-3

6) Cora Z. Kolerasi Tes Kulit Cukit dengan Kejadian Sinusitis Maksila Kronis di

Bagian THT FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2001.Diunduh

dari: http://repository.unand.ac.id/id/eprint/332 tanggal 30 agustus 2016

7) Budiman BJ, Mulyanis. Rinosinusitis Akut pada Anak dengan Komplikasi

Abses Periorbita. Diunduh dari: http://tht.fk.unand.ac.id/makalah/89-

rinosinusitis-akut-pada-anak-dengan-komplikasi-abses-periorbita.html tanggal

30 agustus 2016

20
8) Budiman BJ, Asyari A. Diagnosis dan Penatalaksanaan Rhinosinusitis dengan

Polip Nasi. Diunduh dari : http://tht.fk.unand.ac.id/makalah/66-diagnosis-dan-

penatalaksanaan-rhinosinusitis-dengan-polip-nasi.html. tanggal 30 agustus

2016

9) Bailey BJ. Rhinosinusitis : Current Concepts and Management. Dalam: Bailey

BJ. Head and Neck Surgery Otolaryngology. Philadelphia, Lippincott

Williams & Wilkins, 2001.

21

Anda mungkin juga menyukai