Anda di halaman 1dari 3

PENGELOLAAN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN TANPA PROTEINURIA

Jika kehamilan < 35 minggu, lakukan pengelolaan rawat jalan:


1. Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria dan kondisi janin setiap minggu
2. Jika tekanan darah meningkat, kelola sebagai preeklampsia
3. Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin yang terhambat, rawat dan
pertimbangkan terminasi kehamilan

PREEKLAMPSIA RINGAN

Jika kehamilan < 35 minggu dan tidak terdapat tanda perbaikan, lakukan penilaian 2 kali
seminggu secara rawat jalan:
1. Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria, refleks dan kondisi janin
2. Lebih banyak istirahat
3. Diet biasa
4. Tidak perlu pemberian obat
5. Jika tidak memungkinkan rawat jalan, rawat di rumah sakit:
a. Diet biasa
b. Lakukan pemantauan tekanan darah 2 kali sehari, proteinuria 1 kali sehari
c. Tidak memerlukan pengobatan
d. Tidak memerlukan diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi jantung atau
gagal ginjal akut
e. Jika tekanan diastolik turun sampai normal, pasien dapat dipulangkan:
6. Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda preeklampsia berat
7. Periksa ulang 2 kali seminggu
8. Jika tekanan diastolik naik lagi rawat kembali
a. Jika tidak terdapat tanda perbaikan tetap dirawat
b. Jika terdapat tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan
c. Jika proteinuria meningkat, kelola sebagai preeklampsia berat
d. Jika kehamilan > 35 minggu, pertimbangkan terminasi kehamilan
9. Jika serviks matang, lakukan induksi dengan Oksitosin 5 IU dalam 500 ml Ringer
Laktat/Dekstrose 5% IV 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin
10. Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter Foley, atau
lakukan terminasi dengan bedah Caesar

PREEKLAMPSIA BERAT DAN EKLAMPSIA

Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan harus
berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.

1. Pengelolaan kejang:
a. Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
b. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir, masker oksigen,
oksigen)
c. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
d. Aspirasi mulut dan tenggorokan
e. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi risiko aspirasi
f. Berikan O2 4-6 liter/menit

2. Pengelolaan umum
a. Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan diastolik
antara 90-100 mmHg
b. Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
c. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
d. Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria
e. Infus cairan dipertahankan 1.5 - 2 liter/24 jam
f. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin
g. Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
h. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi merupakan tanda
adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan pemberian cairan dan berikan diuretik
(mis. Furosemide 40 mg IV)
i. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi setelah 7
menit, kemungkinan terdapat koagulopati

3. Anti konvulsan
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada
preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah Diasepam, dengan risiko terjadinya
depresi neonatal

4. Anti hipertensi
a. Obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang sampai 8
kali/24 jam
b. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg Nifedipin
sublingual.
c. Labetolol 10 mg oral. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan lagi
Labetolol 20 mg oral.
d. Persalinan
e. Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan pada
eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul
f. Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada
eklampsia), lakukan bedah Caesar
g. Jika bedah Caesar akan dilakukan, perhatikan bahwa:
1) Tidak terdapat koagulopati. (koagulopati merupakan kontra indikasi anestesi spinal).
2) Anestesia yang aman / terpilih adalah anestesia umum untuk eklampsia dan spinal
untuk PEB. Dilakukan anestesia lokal, bila risiko anestesi terlalu tinggi.
h. Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan Oksitosin 2-5 IU
dalam 500 ml Dekstrose 10 tetes/menit atau dengan cara pemberian prostaglandin /
misoprostol

5. Perawatan post partum


a. Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang yang terakhir
b. Teruskan terapi hipertensi jika tekanan diastolik masih > 90 mmHg
c. Lakukan pemantauan jumlah urin

6. Rujukan
Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, jika:
a. Terdapat oliguria (< 400 ml/24 jam)
b. Terdapat sindroma HELLP
c. Koma berlanjut lebih dari 24 jam setelah kejang

HIPERTENSI KRONIK

1. Jika pasien sebelum hamil sudah mendapatkan pengobatan dengan obat anti hipertensi dan
terpantau dengan baik, lanjutkan pengobatan tersebut
2. Jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg atau tekanan sistolik 160 mmHg, berikan anti
hipertensi
3. Jika terdapat proteinuria, pikirkan superimposed preeclampsia
4. Istirahat
5. Lakukan pemantauan pertumbuhan dan kondisi janin
6. Jika tidak terdapat komplikasi, tunggu persalinan sampai aterm
7. Jika terdapat preeklampsia, pertumbuhan janin terhambat atau gawat janin, lakukan:
a. Jika serviks matang, lakukan induksi dengan Oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml Dekstrose
melalui infus 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin.
b. Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter Foley
8. Observasi komplikasi seperti solusio plasenta atau superimposed preeklampsia.

Anda mungkin juga menyukai