Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PENGANTAR FISIKA ZAT PADAT

STRUKTUR KRISTAL

Makalah Ini
Disusun Untuk Memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Pengantar Fisika Zat Padat

Disusun oleh
Ramdani :140310140024
Esti Ayu Rahayu :140310140026

Program Studi Fisika


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universita Padjadjaran
2017
Pendahuluan
Kata kristal berasal dari bahasa Yunani crystallon yang berarti tetesan yang
dingin atau beku. Menurut pengertian kompilasi yang diambil untuk menyeragamkan
pendapat para ahli, maka kristal adalah bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan
tembus cahaya serta mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-
bidangnya memenuhi hukum geometri; Jumlah dan kedudukan bidang kristalnya selalu
tertentu dan teratur. Kristal-kristal tersebut selalu dibatasi oleh beberapa bidang datar
yang jumlah dan kedudukannya tertentu. Keteraturannya tercermin dalam permukaan
kristal yang berupa bidang-bidang datar dan rata yang mengikuti pola-pola tertentu.
Bidang-bidang ini disebut sebagai bidang muka kristal. Sudut antara bidang-bidang
muka kristal yang saling berpotongan besarnya selalu tetap pada suatu kristal. Bidang
muka itu baik letak maupun arahnya ditentukan oleh perpotongannya dengan sumbu-
sumbu kristal.
Dalam sebuah kristal, sumbu kristal berupa garis bayangan yang lurus yang
menembus kristal melalui pusat kristal. Sumbu kristal tersebut mempunyai satuan
panjang yang disebut sebagai parameter.Pada kristal ada beberapa proses atau tahapan
dalam pembentukan kristal. Proses yang di alami oleh suatu kristal akan mempengaruhi
sifat-sifat dari kristal tersebut. Proses ini juga bergantung pada bahan dasar serta
kondisi lingkungan tempat dimana kristal tersebut terbentuk.
Kristal dapat terbentuk dari proses pengendapan. Endapan adalah zat yang
memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan dan terbentuklah kristal.
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan tergantung pada dua faktor penting,
yaitu laju pembentukan inti dan laju pertumbuhan kristal. Laju pembentukan inti dapat
dinyatakan dengan jumlah inti yang terbentuk dalam satuan waktu. Jika laju
pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal yang akan terbentuk tetapi dengan
ukuran yang kecil. Sedangkan jika laju pertumbuhan kristal tinggi, maka akan
didapatkan kristal dengan ukuran yang tinggi (Vogel, 1979).
I.Pengertian Kristal
Bahan yang tersusun oleh deretan atom-atom yang teratur letaknya dan berulang
(periodik) yang tidak berhingga dalam ruang disebut bahan kristal. Kumpulan yang
berupa atom atau molekul dan sel ini terpisah sejauh 1 atau 2 . Kristal dapat
dibentuk dari larutan, lelehan, uap, atau gabungan dari ketiganya. Bila proses
pertumbuhannya lambat, atom-atom atau pertikel penyusun zat padat dapat menata diri
selama proses tersebut untuk mrenempati posisi yang sedemikian sehingga energi
potensialnya minimum. Keadaan ini cenderung membentuk susunan yang teratur dan
juga berulang pada arah tiga dimensi, sehingga terbentuklah keteraturan susunan atom
dalam jangkauan yang jauh
Sebaliknya, zat padat yang tidak memiliki keteraturan demikian disebut bahan
amorf atau bukan-kristal, dalam proses pembentukan yang berlangsung cepat, atom-
atom tidak mempunyai cukup waktu untuk menata diri dengan teratur. Hasilnya
terbentuklah susunan yang memiliki tingkat energi yang lebih tinggi. Susunan atom ini
umumnya hanya mempunyai keteraturan yang berjangkauan terbatas, dan keadaan
inilah yang mencerminkan keadaan amorf.

II.Kisi Kristal
Zat padat dibedakan menjadi dua, yaitu kristal dan amorf. Kristal merupakan zat
padat yang memiliki struktur yang terdiri dari atom dan gugus-gugusnya yang tersusun
secara rapih dan periodik di dalam ruang. Sedangkan amorf atau bahan non-kristal
merupakan zat padat dimana atom-atomnya tidak memiliki keteraturan. Kristal yang
sempurna adalah kristal yang memiliki struktur kristal dengan tingkat kesetangkupan
unit atom yang tak berhingga dalam seluruh volume kristalnya dan ukuran yang tak
berhingga dalam ruang serta tidak memiliki cacat geometrik.
Namun dalam kenyataannya tidak ada kristal yang sempurna karena berbagai
keterbatasan fisik yaitu ukurannya terbatas, tak mungkin dibuat kristal tanpa cacat
geometri, tidak mungkin dibuat kristal tanpa adanya ketidakmurnian zat, pada suhu T >
0 Kelvin atom-atom dalam kristal bergetar di sekitar posisi kesetimbanganUnit atom
yang dimaksud dapat berupa atom tunggal atau kumpulan dari beberapa atom yang
disebut basis. Basis tersebut menempati posisi-posisi tertentu pada setiap titik yang
disebut kisi kristal. Kisi kristal ini merupakan sekumpulan titik titik yang tersusun
secara periodik dalam ruang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa struktur dari sebuah
Kristal merupakan penjumlahan antara kisi dengan basisnya (Struktur Kristal = Kisi +
Basis). Sebagai contoh sederhana penjumlahan kisi dengan basis yang menghasilkan
struktur kristal digambarkan pada Gambar 1.
Kisi Basis Struktur Kristal

Gambar 2.1 Contoh terbentuknya struktur kristal yang berasal dari penjumlahan kisi
dan basis.
Ditinjau dari strukturnya, zat padat dibagi menjadi tiga yaitu monocrystal (kristal
tunggal), polycrystal, dan amorf. Pada kristal tunggal (monocrystal), atom atau
penyusunnya mempunyai struktur tetap karena atom-atom penyusunnya tersusun secara
teratur dalam pola tiga dimensi dan pola-pola ini berulang secara periodik dalam
rentang yang panjang tak berhingga. Polycrystal adalah kumpulan dari kristal-kristal
tunggal yang memiliki ukuran sangat kecil dan saling menumpuk yang membentuk
benda padat.
Amorf memiliki pola susunan atom-atom atau molekul-molekul yang acak dan
tidak teratur secara berulang. Amorf terbentuk karena proses pendinginan yang terlalu
cepat sehingga atom-atom tidak dapat dengan tepat menempati lokasi kisinya.Untuk
mengetahui susunan atom kristal dan amorf ditunjukkan pada Gambar 2.2
(a) (b)

Gambar 2.2 (a). Susunan atom kristal, (b). Susunan atom amorf.
(Smallman dan Bishop, 2000: 13).
Sel Primitif dan Sel Konvensional
Sel primitif adalah sel yang mempunyai luas atau volume terkecil. Sel primitif dibangun
oleh vektor basis biasa disebut sel satuan (unit sel). Sel primitif juga merupakan sel
satuan yang hanya memiliki satu kisi per-sel.
Sel konvensional (sel tak primitif) adalah sel yang mempunyai luas atau volume bukan
terkecil artinya mempunyai luas atau volume yang besarnya merupakan kelipatan sel
primitif. Sel ini memiliki lebih dari satu titik kisi per-sel.

(a) (b)
Gambar 2.3 (a). Beberapa kemungkinan sel primitif, (b). Sel konvensional.

III.Kisi Bravais Dan Sistem Kristal


Suatu kisi khusus yang semua titik kisinya itu ekuivalen artinya semua titik
tersebut memiliki pola geometri yang sama disebut kisi Bravais. Titik-titik kisi tersebut
dalam kristal akan ditempati oleh atom-atom yang sejenis. Selain kisi bravais adapula
kis non-bravais. Pada kisi non-bravais terdapat titik kisi yang tidak ekuivalen.
Gambar 3.1 Titik A, B, C ekuivalen satu sama lain Titik A dan A1
tidak ekuivalen (Non Bravais)

Pola susunan kisi pada kisi Bravais dibedakan menjadi tiga berdasarkan
dimensinya yaitu kisi satu dimensi, kisi dua dimensi dan kisi tiga dimensi.
Kisi satu dimensi yaitu pola pengulangan kisi yang berada pada satu garis lurus satu
dimensi baik pada arah sumbu x, y atau z.

Gambar 3.2 Kisi Satu Dimensi


Kisi dua dimensi yaitu pola pengulangan kisi pada dua dimensi. Umumnya terdapat 5
jenis pola pengulangan pada kisi dua dimensi ini yaitu kisi genjang, kisi bujur sangkar /
segi empat, kisi heksagonal, kisi segi empat panjang dan kisi segi panjang berpusat.
Pada kisi bravais dua dimensi terdapat 5 tipe kisi, yaitu seperti pada tabel berikut.

Tabel 3.1 Tipe Kisi Dua Dimensi


Seperti pada gambar di bawah ini

Gambar 3.3 Kisi Dua


Dimensi
Kisi tiga dimensi yaitu
pola pengulangan kisi dalam ruang tiga dimensi (space lattice). Terdapat 7 sistem
kristal dalam ruang tiga dimensi yaitu triklinik, monoklinik, orthorhombik, tetragonal,
kubik, trigonal dan heksagonal. Dalam kisi berdimensi tiga ada 14 buah kisi bravais
yang terlingkupi dalam 7 buah sistem kristal.
Struktur kristal yang umumnya terdapat pada logam murni adalah SC (simple
cubic), BCC (body centered cubic), FCC (face centered cubic) dan HCP (hexagonal
closed packed). Namun untuk logam paduan dan senyawa non logam struktur
kristalnya sangat komplek.[2]

Gambar 3.2 Simpel kubik

Gambar 3.3 Body centered cubic (BCC)


Gambar 3.4 Face centered cubic (FCC)

Gambar 3.5 Hexagonal closed packed (HCP)


Tabel 3.2 Struktur Kristal

Sistem kristal dapat dibagi ke dalam 7 sistem kristal. Adapun ke tujuh sistem
kristal tersebut adalah Kubus, tetragonal, ortorombik, heksagonal, trigonal, monoklinik,
dan triklinik.
a. Sistem Kristal Kubus atau Kubik
Sistem kristal kubus memiliki panjang rusuk yang sama ( a = b = c) serta
memiliki sudut ( = = ) sebesar 90. Sistem kristal kubus ini dapat dibagi ke dalam 3
bentuk yaitu kubus sederhana (simple cubic/ SC), kubus berpusat badan (body-centered
cubic/ BCC) dan kubus berpusat muka (Face-centered Cubic/ FCC).
Berikut bentuk dari ketiga jenis kubus tersebut:
Kubus sederhana: Pada bentuk kubus sederhana masing-masing terdapat satu atom
pada semua sudut (pojok) kubus.
Pada kubus BCC, masing-masing terdapat satu atom pada semua pojok kubus, dan
terdapat satu atom pada pusat kubus (yang ditunjukkan dengan atom warna biru).
Pada kubus FCC, selain terdapat masing-masing satu atom pada semua pojok kubus,
juga terdapat atom pada diagonal dari masing-masing sisi kubus (yang ditunjukkan
dengan atom warna merah).

Gambar 3.6 Sistem Kristal Kubus/Kubik


b. Sistem Kristal Tetragonal
Pada sistem kristal tetragonal, dua rusuknya yang memiliki panjang sama (a = b
c) dan semua sudut ( = = ) sebesar 90. Pada sistem kristal tetragonal ini hanya
memiliki dua bentuk yaitu sederhana dan berpusat badan. Pada bentuk tetragonal
sederhana, mirip dengan kubus sederhana, dimana masing-masing terdapat satu atom
pada semua sudut (pojok) tetragonalnya. Sedangkan pada tetragonal berpusat badan,
mirip pula dengan kubus berpusat badan, yaitu memiliki 1 atom pada pusat tetragonal
(ditunjukkan pada atom warna biru), dan atom lainnya berada pada pojok (sudut)
tetragonal tersebut.

Gambar 3.7 Sistem Kristal Tedragonal


c. Sistem Kristal Ortorombik
Sistem kristal ortorombik terdiri atas 4 bentuk, yaitu : ortorombik sederhana,
body center (berpusat badan) (yang ditunjukkan atom dengan warna merah), berpusat
muka (yang ditunjukkan atom dengan warna biru), dan berpusat muka pada dua sisi
ortorombik (yang ditunjukkan atom dengan warna hijau). Panjang rusuk dari sistem
kristal ortorombik ini berbeda-beda (a b c), dan memiliki sudut yang sama ( = =
) yaitu sebesar 90.
Gambar 3.8 Sistem Kristal Ortorombrik

d. Sistem Kristal Monoklinik

Sistem kristal monoklinik terdiri atas 2 bentuk, yaitu: monoklinik sederhana dan
berpusat muka pada dua sisi monoklinik (yang ditunjukkan atom dengan
warnahijau).Sistem kristal monoklinik ini memiliki panjang rusuk yang berbeda-beda
(a b c), serta sudut = = 90 dan 90.

Gambar 3.9 Sistem Kristal Monoklinik

e. Sistem Kristal Triklinik

Pada sistem kristal triklin, hanya terdapat satu orientasi. Sistem kristal ini
memiliki panjang rusuk yang berbeda (a b c), serta memiliki besar sudut yang
berbeda-beda pula yaitu 90.
Gambar 3.10 Sistem Kristal Triklinik

f. Sistem Kristal Rombohedral atau Trigonal

Pada sistem kristal ini, panjang rusuk memiliki ukuran yang sama (a = b =c),
sedangkan sudut-sudutnya adalah = = < 120 tetapi bukan 90.

Gambar 3.11 Sistem Kristal Rombohedran atau Trigonal

g. Sistem Kristal Heksagonal

Pada sistem kristal ini, sesuai dengan namanya heksagonal (heksa = enam), maka
sistem ini memiliki 6 sisi yang sama. System kristal ini memiliki dua nilai sudut yaitu
90 dan 120 ( = = 90dan =120) , sedangkan pajang rusuk-rusuknya adalah a = b
c. semua atom berada pada sudut-sudut (pojok) heksagonal dan terdapat masing-
masing atom berpusat muka pada dua sisi heksagonal (yang ditunjukkan atom dengan
warna hijau).[3]
Gambar 3.12 Sistem Kristal Heksagonal

Untuk memudahkan, Tabel 2 di bawah menunjukkan 7 sistem kristal dalam ruang


tiga dimensi disertai dengan geometri selnya. Panjang, lebar dan tinggi dari sistem
kristal dituliskan dengan simbol a, b dan c. Sedangkan sudut-sudutnya dituliskan
dengan simbol alpha, beta dan gamma.
Tabel 3.3 Sistem kristal dalam ruang tiga dimensi beserta geometri selnya.

Di dalam ruang tiga dimensi, terdapat 5 tipe dasar pengulangan kisi yaitu kisi
primitive (P), kisi body-centered (I), kisi base-centered (C), kisi face-centered (F), kisi
rhombohedral primitive (R).
Berikut adalah penjelasan dari ke-5 tipe dasar kisi tersebut.
Kisi Primitive (P)
Kisi Primitive (P) adalah tipe kisi dimana titik-titik kisi hanya terdapat pada titik-
titik sudut kristal. Tipe kisi primitive terdapat pada hampir semua sistem krisal yaitu
sistem kristal triklinik, monoklinik, orthorhombik, tetragonal, kubik, heksagonal.
Kisi Body-centered (I)
Kisi Body-centered (I) adalah tipe kisi dimana titik-titik kisi terletak pada setiap
sudut kristal ditambah titik pada pusat sel. Tipe kisi ini terdapat pada sistem kristal
monoklinik, orthorombik, tetragonal dan kubik.
Kisi Base-centered (C)
Kisi Base-centered (C) adalah tipe kisi dimana titik-titik kisi terletak pada setiap
sudut kristal ditambah dua titik pada permukaan atas dan bawah setiap sel. Tipe kisi ini
hanya terdapat pada sisitem kristal orthorombik.

Kisi Face-centered (F)


Kisi Face-centered (F) adalah tipe kisi dimana titik-titik kisi terletak pada setiap
sudut kristal ditambah dengan titik-titik pada semua pusat bidang permukaan kristal.
Tipe kisi ini terdapat pada sistem kristal orthorombik dan kubik.
Kisi Rhombohedral primitive (R)
Kisi Rhombohedral primitive (R) adalah tipe kisi dimana titik-titik kisi terletak
pada setiap sudut kristal yang khusus berbentuk rhombohedral. Tipe kisi ini hanya
terdapat pada sisitem kristal trigonal.
Tabel 3.3 menunjukkan 14 jenis kisi Bravais lengkap dengan gambar berdasarkan
pembagian sistem kristal dan tipe kisinya. Sistem kristal Triklinik dan Heksagonal
hanya memiliki tipe kisi P. Sistem kristal Monoklinik dan Tetragonal memiliki dua tipe
kisi yaitu tipe P dan I. Sistem kristal Orthorombik memiliki kemungkinan 4 tipe kristal
yaitu P, I, C dan F. Sistem kristal Kubik memiliki 3 tipe kristal yaitu P, I dan F,
sedangkan sistem kristal Trigonal memiliki satu tipe kristal yaitu tipe R.
Tabel 3.4 jenis gambar kisi Bravais beserta kelompok sistem kristal dan tipe
kisinya.
IV.Geometri Kisi Kristal Dan Kisi Resiprok
Arah orientasi bidang yang dibentuk dari titik-titik kisi Bravais menetukan sifat
dari suatu kristal. Oleh karena itu diperlukan sistem penomoran yang dapat
merepresentasikan setiap bidang pada suatu kristal. Seorang ilmuwan Inggris yang
bernama W. H. Miller memperkenalkan sistem pengkodean bidang kristal yaitu indeks
Miller. Indeks Miller merupakan suatu pengkodean, pendefinisian atau penamaan untuk
melihat orientasi dari suatu permukaan. Indeks Miller tidak mendefinisikan bidang
berdasarkan koordinat, tapi melihat keseluruhan orientasi bidang. Hal ini menyebabkan
bidang yang memiliki arah orientasi yang sama akan tergabung dalam satu kelompok
yang sama. Misalnya arah suatu titik dari titik asal (0, 0, 0) adalah (a, b, c). Jika
memiliki bidang lain dengan jarak dari titik asalnya 2 kali dari (a, b, c) maka dapat
ditulis (2a, 2b, 2c). Arah bidang tersebut sama dengan arah bidang (a, b, c). Maka arah
bidang (1, 0, 0) akan memiliki arah bidang yang sama dengan arah bidang (2, 0, 0) atau
(3, 0, 0).
Cara penulisan indeks miller yaitu ditulis dalam kurung tanpa menggunakan
simbol koma. Setiap arah orientasi bidang dikodekan dengan tiga jenis integer yaitu (h
k l). Proses pengkodean menggunakan indeks Miller dilakukan dengan proses
pembalikkan domain posisi menjadi domain orientasi. Proses pembalikkan domain
tersebut menghasilkan suatu nilai kisi yang disebut kisi resiprok (kisi balik). Kisi
resiprok menggambarkan arah orientasi dari setiap bidang kristal.
Cara menentukan indeks Miller adalah sebagai berikut:
Menenentukan titik potong antara bidang yang bersangkutan dengan sumbu-sumbu (x,
y, z) atau sumbu-sumbu primitif dalam satuan konstanta kisi (a, b, c)
Menentukan kebalikan (resiprok) dari titik potong antara bidang dengan sumbu-sumbu
tersebut.
Menentukan tiga bilangan bulat (terkecil) yang mempunyai perbandingan yang sama
Indeks Miller diperoleh dari proses bagian 3 diatas dengan indeks (h k l)
Bila terdapat nilai h, k, atau l yang negatif, maka indeks tersebut dituliskan dengan
garis di atasnya ( ), artinya h bernilai negatif.
Contoh penentuan indeks Miller untuk bidang pada Gambar 4.1 adalah sebagai
berikut

Gambar 4.1 Bidang yang memotong sumbu x, y, z masing-masing


pada skala 2, 2 dan 3.
Titik potong antara bidang dengan sumbu x, y, z yaitu Bidang ABC memotong sumbu-
sumbu yaitu titik A pada sumbu x memotong di titik 2, titik B pada sumbu y memotong
di titik 2 dan titik C pada sumbu z memotong di titik 3. Maka titik potong antara bidang
sumbu x, y, z yaitu: (2, 2, 3).
Nilai kisi resiprok (kisi balik) dari titik potong antara bidang diatas yaitu .
Tiga bilangan terkecil dari bilangan kisi respirok diatas dimisalkan dengan mengalikan
setiap bilangan respirok diatas dengan bilanga bulat 6 (sebagai contoh), maka nilai
respirok menjadi (3, 3, 2). Sehingga Indeks Miller dari bidang pada Gambar 2.2 adalah
(3 3 2).
Sebagai contoh lain misalnya pada bidang kubus sebagai berikut
Gambar 4.2 Bidang BCGF memotong sumbu y.
Titik potong bidang BCGF dengan sumbu x, y, z adalah pada sumbu x, 1 pada sumbu
y, dan pada sumbu z
Maka nilai kisi resiproknya adalah
Nilai tiga bilangan bulat terkecil dari bilangan resiprok 0, 1, 0 adalah (0, 1, 0)
Oleh karena itu Indeks Millernya adalah (0 1 0)
Tanda {0 1 0} menyatakan kumpulan bidang-bidang yang sejajar dengan bidang
(0 1 0). Sama halnya dengan Bidang ADHE yang sejajar dengan bidang BCGF, maka
indeks bidang ADHE adalah {0 1 0} begitu juga dengan bidang ABCD sejajar dengan
bidang EFGH, maka indeks bidang ABCD adalah {0 0 1}, dan juga bidang ADEF
sejajar dengan bidang CDGH, maka indeks bidang CDGH adalah {1 1 0}. Oleh sebab
itu apabila bidang menempel/berimpit dengan sumbu, maka indeks bidangnya akan
sama dengan indeks bidang yang sejajar dengannya. Setelah mengetahui indeks bidang
masing-masing, untuk selanjutnya akan ditentukan jarak antara berbagai bidang yang
berindeks (h k l). dhkl merupakan jarak antar bidang pada kristal. Resiprok untuk dhkl
disimbolkan dengan . Persamaan resiprok ruang untuk d hkl dalam arah yaitu
sebagai berikut:

Persamaan dhkl untuk berbagai sistem kristal itu berbeda, persamaan-


persamaannya dituliskan sebagai berikut.
1 h2 k 2 l 2
1. Orthogonal = + +
d 2 a2 b 2 c 2

1 h2 +k 2+l 2
2. Kubik =
d2 a2
2 2 2 2 2
1 ( h + k + l ) sin + 2(hk +kl+ hl)(cos )
3. Rombohedral 2
= 2 2 2
d a (13 cos + 2cos )

1 h2 +k 2 l 2
4. Tetragonal = 2 + 2
d2 a c
2 2 2 2

5. Monoklinik
1
2
1
= 2
d sin a
2 (
h k sin l 2hl cos
+
b
2
+ 2
c ac )
1 4 h2+ hk +k 2 l2
6. Heksagonal =
d2 3 (
a2
+
c2 )( )
1 1
= 2 (S11 h2 + S22 k 2 +S 33 l 2 +2 S 12 hk +2 S 23 kl+ 2 S13 hl)
7. Triklinik 2
d v

Contoh soal:
Suatu unit cell berbentuk kubik memiliki nilai indeks Miller (1 1 0) dan panjang a=5,2
A (0,52 nm). Tentukan nilai dhkl nya!
Jawab:
1 h2 +k 2+l 2
2
= 2
d a

0,522
d 2=
12+ 12+0 2

d hkl=0,368 x 109 m

V.Difraksi Sinar X Dan Hamburan Oleh Kristal

Difraksi sinar X atau X-ray diffraction (XRD) adalah suatu metode analisa yang
digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara
menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Profil
XRD juga dapat memberikan data kualitatif dan semi kuantitatif pada padatan atau
sampel. Difraksi sinar X ini digunakan untuk beberapa hal, diantaranya:

- Pengukuran jarak rata-rata antara lapisan atau baris atom

- Penentuan kristal tunggal

- Penentuan struktur kristal dari material yang tidak diketahui

- Mengukur bentuk, ukuran, dan tegangan dalam dari kristal kecil

Difraksi sinar-X terjadi karena pada hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh
atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut
memberikan interferensi yang konstruktif. Penggunaan difraksi sinar-X untuk
mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg berikut ini.

n =2 d sin . (Persamaan 5.1)

Dengan adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan, d adalah jarak

antara dua bidang kisi, adalah sudut antara sinar datang dengan bidang normal,

dan n adalah bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan.

Gambar 5.1 Difraksi sinar x, Pemantulan berkas sinar-X monokromatis oleh dua
bidang kisi dalam kristal, dengan sudut sebesar dan jarak antara bidang kisi
sebesar dhkl (Nelson, 2010)
Jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal itu
akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar
kisi dalam kristal tersebut. Proses difraksi sinar x seperti disajikan pada Gambar 9.
Sinar x dibiaskan dan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah
puncak difraksi. Semakin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, semakin
kuat intensitas pembiasan yang dihasilkan. Tiap puncak yang muncul pada pola
difraktogram mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam
sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini
kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk semua jenis material
(Nelson, 2010).
Gambar 5.2 Proses Analisa Difraksi Sinar X (Nelson, 2010)
Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X dijatuhkan pada suatu
sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki
panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang
dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak
difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat
intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD
mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga
dimensi. Puncak-puncak yang telah didapatkan dari data pengukuran kemudian
dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis material.
Standar ini dikenal sebagai JCPDS (Joint Committee on Powder Difraction
Standards). Dibawah ini merupakan bentuk visualisasi dari hukum bragg mengenai
hamburan pada kristal.

d
Gambar 5.3 Proses hamburan pada kristal berdasarkan hukum Bragg
Sumber utama pada metode karakterisasi XRD adalah sinar-X. Sinar X
merupakan radiasi elektromagnetik yang memiliki energi tinggi sekitar 200 eV
sampai 1 MeV. Sinar-X dihasilkan oleh interaksi antara berkas elektron eksternal
dengan elektron pada kulit atom. Spektrum Sinar-X memiliki panjang gelombang
10-510 nm, berfrekuensi 10171020 Hz dan memiliki energi antara 103106 eV.
Panjang gelombang sinar-X memiliki orde yang sama dengan jarak antar atom
sehingga dapat digunakan sebagai sumber difraksi kristal.
Difraksi sinar-X (X-ray difractions/XRD) merupakan suatu metode karakterisasi
material yang memanfaatkan sifat dari sinar-X dengan panjang gelombang 0.01 - 10 nm
untuk mengidentifikasi arah bidang kisi pada suatu kristal. Sinar-X merupakan radiasi
elektromagnetik yang memiliki energi sekitar 200 eV sampai 1 MeV. Difraksi sinar X
dapat digunakan untuk menentukan ukuran partikel. Difraksi sinar-X terjadi ketika
suatu basis dalam suatu kristal teradiasi secara koheren, menghasilkan interferensi
konstruktif pada sudut tertentu. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk
mempelajari arah bidang kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg :

n = 2 d sin ; n = 1,2, (Persamaan 5.2)


Panjang gelombang () adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan, d
adalah jarak antara dua bidang kisi, adalah sudut antara sinar datang dengan bidang
normal, dan n adalah bilangan bulat yang disebut sebagai orde interferensi.
Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X dijatuhkan pada suatu bahan
kristal, maka bidang kristal itu akan mendifraksikan sinar-X kristal tersebut. Sinar yang
didifraksikan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah
puncak difraksi pada sudut tertentu. Semakin banyak bidang kristal yang terdapat
dalam sampel, maka akan semakin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap
puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki
orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Gambar 10 meperlihatkan proses
hamburan pada Kristal berdasarkan hokum Bragg.

Gambar 5.4 Proses hamburan pada kristal berdasarkan hukum Bragg


XRD difraktometer memiliki 3 buah komponen utama, yaitu pembangkit sinar-X,
tempat bahan (sample holder) dan detektor. Prinsip kerja difraktometer sinar-X dimulai
ketika pembangkit sinar-X menghasilkan radiasi ektromagnetik, kemudian ditembakkan
ke sampel bahan yang akan diuji. Sinar-X yang dihamburkan bahan akan ditangkap
oleh detektor yang kemudian diolah menjadi beberapa informasi yang dapat
diintrepertasikan dan dihitung untuk mendapatkan informasi struktur kristal dari bahan
tersebut. Dari proses pengukuran yang dilakukan, dapat diperoleh beberapa informasi
antara lain sebagai berikut:
Posisi puncak difraksi pada sudut tertentu, jarak antar bidang (dhkl), struktur kristal
dan orientasi dari sel satuan (dhkl) struktur kristal dan orientasi dari sel satuan.
Intensitas relatif puncak difraksi, memberikan gambaran tentang posisi atom dalam sel
satuan.
Bentuk puncak difraksi
Jarak antar bidang (dhkl)
Contoh soal perhitungan sudut Bragg pada suatu sistem kristal pada suatu
percobaan.
Hitunglah sudut bragg pada kristal kubik dengan unit cell a = 6 A, untuk bidang
(2 2 1) dengan panjang gelombang 1,54 A.
Jawab:

2 =

Untuk n=1

= 22,64
Untuk n=2

= 50,35
Jadi sudut Bragg untuk Kristal ini adalah 1 = 22,64 dan 2 = 50,35
Pengkajian difraksi pada bagian ini bertujuan untuk menentukan/mempelajari
struktur kristal secara eksperimen. Syarat agar terjadi difraksi pada kristal adalah
penggunaan gelombang radiasi dengan panjang gelombang yang seorde dengan jarak
antar atom dalam kristal (dalam angstrom). Dengan mengetahui puncak-puncak
difraksi dari gelombang yang dipantulkan oleh bidang kristal (lebih tepat atom-atom
pada bidang), maka struktur kristal dari cuplikan yang bersangkutan dapat dipelajari
atau mungkin dapat di-rekonstruksi.
Sumber radiasi yang dapat digunakan untuk keperluan difraksi kristal meliputi :
sinar-x, berkas neutron termal, dan berkas elektron. Difraksi dapat terjadi bilamana
panjang gelombang berkas radiasinya sekitar 1 angstrom. Sinar- X adalah gelombang
elektromagnetik dengan sifat fisik yang sama seperti gelombang elektromagnetik
lainnya, seperti gelombang optik. Panjang gelombang sinar-x sama dengan konstanta
kisi kristal, dan hal inilah yang membuat sinar-x berguna dalam analisis struktur kristal
Pengaturan eksperimen dasar untuk menghasilkan sinar-x :

Gambar 5.2 Pengaturan Eksperimen dasar Sinar X


Sejarah mengenai difraksi sinar-x telah berjalan hampir satu abad ketika tulisan
ini disusun. Tahun 1912 adalah awal dari studi intensif mengenai difraksi sinar-x.
Dimulai dari pertanyaan M. van Laue kepada salah seorang kandidat doktor P.P. Ewald
yang dibimbing A.Sommerfeld, W. Friedrich (asisten riset Sommerfeld) menawarkan
dilakukannya eksperimen mengenai 'difraksi sinar-x'. Pada saat itu eksperimen
mengenai hamburan sinar-x sudah dilakukan oleh Barkla.
Laue mengawali pekerjaannya dengan menuliskan hasil pemikiran teoretiknya
dengan mengacu pada hasil eksperimen Barkla. Laue berargumentasi, ketika sinar-x
melewati sebuah kristal, atom-atom pada kristal bertindak sebagai sumber-sumber
gelombang sekunder, layaknya garis-garis pada geritan optik (optical grating). Efek-
efek difraksi bisa jadi menjadi lebih rumit karena atom-atom tersebut membentuk pola
tiga dimensi. Eksperimen difraksi sinar-x yang pertama dilakukan oleh Herren
Friedrich dan Knipping menggunakan kristal tembaga sulfat dan berhasil memberikan
hasil pola difraksi pertama yang kemudian menjadi induk perkembangan difraksi sinar-
x selanjutnya Difraksi sinar-x merupakan proses hamburan sinar-x oleh bahan kristal.
Pembahasan mengenai difraksi sinar-x mencakup pengetahuan yang berhubungan
dengan hal-hal berikut ini:
1. pembentukan sinar-x
2. hamburan (scattering) gelombang elektromagnetik
3. sifat kekristalan bahan (kristalografi)
Dengan demikian, difraksi sinar-x adalah topik lanjut di bidang fisika (atau
kimia) yang memerlukan pengetahuan dasar yang cukup banyak dan komplek.

Kesimpulan
1) Kristal adalah zat padat yang memiliki struktur yang terdiri dari atom dan gugus-
gugusnya yang tersusun secara rapih dan periodik di dalam ruang.
2) Struktur kristal berasal dari penjumlahan kisi dan basis, Kisi merupakan
sekumpulan titik titik yang tersusun secara periodik dalam ruang sedangkan
basis adalah kumpulan dari beberapa atom.
3) Kisi Bravais adalah Suatu kisi khusus yang semua titik kisinya itu ekuivalen
artinya semua titik tersebut memiliki pola geometri yang sama.
4) Sistem kristal di bagi menjadi 8 yaitu triklinik, monoklinik, orthorhombik,
tetragonal, kubik, trigonal,dan heksagonal.
5) Pengenalan sistem koordinat resiprok yang muncul secara rekaan, tidak
dibutuhkan dalam geometri kristalografi tetapi penggunaannya secara sederhana
sering muncul pada perhitungan.
6) Difraksi sinar X mencakup pengetahuan yang berhubungan dengan pembentukan
sinar X, hamburan gelombang elektromagnetik, dan sifat kekristalan bahan.

Daftar Pustaka
Birkholz, M., 2006, Thin Film Analysis by X-Ray Scattering. WILEY-VCH Verlag
GmbH & Co. KGaA, Weinheim.
Kittel, C., 2005, Introduction to Solid State Physics, John Wiley and Sons, Inc, 8th
edition.

Anda mungkin juga menyukai