Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen mata kulaih Sistem Akuntansi
Pemerintah yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Peraturan
Perundang-Undangan Keuangan Negara dan Kerangka Sistem Akuntansi dan Kinerja
Pemerintah, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini
di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan
dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga
dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.

Pekanbaru,26 Februari
2017
Penyusun

(Kelompok 1)

1
Daftar isi

Kata Pengantar .....................................................................................................i

Daftar Isi ..............................................................................................................ii

BAB 1

Pendahuluan

A. Latar Belakang..........................................................................................................1

BAB II

Pengenalan Teori Akuntansi

A. Pengertian Kerangka Konseptual ......................................................................2

B. Mengapa Kerangka Konseptual Diperlukan .........................................................3

C. Perumusan Kerangka Konseptual ..................................5

D. Tujuan Pelaporan Keuangan ......................................................................9

E. Kritik Terhadap Kerangka Konseptual10

F. Kerangka Konseptual Indonesia10

G. Mampukah Kerangka Konseptual Menyelesaikan Semua Masalah 13

BAB III

A. Kesimpulan................................................................................................................10

Daftar Pustaka....................................................................................................................11

BAB I
PENDAHULUAN

2
1.1 Latar Belakang

Peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah


menunjukkan reformasi pengelolaan keuangan negara. Paket peraturan perundang-undangan
tersebut diantaranya adalah: Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-
undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah,
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan,
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang perubahan atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, berbagai peraturan serta perundang-undangan tersebut diatas
diharapkan dapat dijadikan landasan yang kokoh bagi pengelola keuangan Negara dalam
rangka menjadikan good governance dan clean government.

Paket peraturan perundang-undangan tersebut menggantikan ketentuan perundang-


undangan warisan kolonial yang sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan dan pengelolaan
keuangan Negara modern. Selain paket peraturan perundang-undangan keuangan tersebut
diatas, juga telah diterbitkan peraturan perundang-undangan yang lain yang berkaitan
dengan pengaturan keuangan sehubungan dengan adanya desentralisasi dari pemerintah
pusat ke pemerintah daerah. Peraturan perundang-undangan tersebut diantaranya adalah:
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undang-undang Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Peraturan Pemerinta
Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Permendagri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

3
Dengan lahirnya Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, pengelolaan keuangan daerah
akan menjadi transparan untuk tahun 2007 dan seterusnya. Setiap Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) melaksanakan akuntansi terhadap transaksi ekonomi yang terjadi pada
bagiannya, sehingga menghasilkan laporan keuangan. Oleh karena itu, pada tahun anggaran
2007 SKPD di setiap Kabupaten mulai berupaya mengimplementasikan sistem akuntansi
keuangan berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006.

Dalam pembahasan ini juga membahas Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP).


Pengertian Sistem Akuntansi Pemerintahan (SAP) berdasarkan PMK PP 71 Tahun 2010
pasal 1 adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan dan elemen lain
untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan
keuangan di lingkungan organisasi pemerintah. Jadi menurut kami, pengertian Sistem
Akuntansi Pemerintah adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi
mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi
keuangan dan operasi keuangan Pemerintah Pusat.. Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
berlaku untuk seluruh unit organisasi Pemerintah Pusat dan unit akuntansi pada Pemerintah
Daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan/atau tugas Pembantuan serta
pelaksanaan Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan. Tidak termasuk dalam ruang lingkup
SAPP adalah : Pemerintah Daerah (sumber dananya berasal dari APBD) Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang terdiri dari : Perusahaan Perseroan, dan Perusahaan
Umum. Bank Pemerintah dan Lembaga Keuangan Milik Pemerintah Sistem Akuntansi
Pemerintah terbagi menjadi 2 (dua) yaitu :
Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP) berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui
pendapatan, beban, asset, utang dan ekuitas dalam pelaporan financial berbasis akrual, serta
mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran
berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.
Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP) berbasis Kas Menuju Akrual adalah SAP yang
mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan berbasis kas, serta mengakui asset, utang,
dan ekuitas dana berbasis akrual.

4
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran Peraturan Perundang-Undangan Nomor 17 Tahun 2003


Tentang Keuangan Negara?
2. Bagaimana gambaran Peraturan Perundang-Undangan Nomor 1 Tahun 2004
Tentang Perbendaharaan Negara?
3. Bagaimana gambaran Peraturan Perundang-Undangan Nomor 15 Tahun 2004
Tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara?
4. Bagaimana gambaran Peraturan Perundang-Undangan Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah?
5. Bagaimana gambaran Peraturan Perundang-Undangan Nomor 33 Tahun 2004
Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah?
6. Bagaimana perkembangan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat dan Sistem Akuntansi
Pemerintah Daerah?
7. Apa apa saja indikator Kinerja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana gambaran dari UU No. 17 Tahun 2003 tentang


Keuangan Negara.
2. Untuk mengetahui bagaimana gambaran dari UU No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara.
3. Untuk mengetahui bagaimana gambaran dari UU No. 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.
4. Untuk mengetahui bagaimana gambaran dari UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
5. Untuk mengetahui bagaimana gambaran UU No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Negara antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
6. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat dan
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah.

5
7. Untuk mengetahui indikator-indikator penilaian kinerja Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Undang-Undang No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara

2.1.1 Pengertian Keuangan Negara


Definisi keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat
dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dalam
penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan
bahwa pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi
objek, subjek, proses, dan tujuan. Dari sisi objek, yang dimaksud dengan Keuangan Negara
meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat
dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Dari sisi subjek, yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh subjek
yang memiliki/ menguasai objek sebagaimana tersebut di atas, yaitu: pemerintah pusat,
pemerintah daerah,perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan
keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan
yang berkaitan dengan pengelolaan objek sebagaimana tersebut di atas mulai dari
perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban.
Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan
hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek sebagaimana tersebut
di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.

6
Pengelolaan keuangan negara sub-bidang pengelolaan moneter berkaitan dengan
kebijakan dan pelaksanaan kegiatan sektor perbankan dan lalu lintas moneter baik dalam
maupun luar negeri.Pengelolaan keuangan negara subbidang kekayaan Negara yang
dipisahkan berkaitan dengan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan di sektor Badan Usaha
Milik Negara/ Daerah (BUMN/BUMD) yang orientasinya mencari keuntungan.

2.1.2 Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara


Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan
negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan
bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-
Undang Dasar 1945.Aturan pokok Keuangan Negara telah dijabarkan ke dalam asas-asas
umum, yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan
negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun
asas-asas baru sebagai pencerminan penerapan kaidah-kaidah yang baik (best practices)
dalam pengelolaan keuangan negara.

2.2 Undang-Undang No 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

2.2.1 Pengertian Perbendaharaan Negara


Pengertian Perbendaharaan Negara menurut UU No. 1 Tahun 2004 adalah
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan
yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah
(APBN/APBD). Fungsi perbendaharaan tersebut meliputi: perencanaan kas yang baik,
pencegahan agar jangan sampai terjadi kebocoran dan penyimpangan, pencarian sumber
pembiayaan yang paling murah, pemanfaatan dana yang menganggur untuk meningkatkan
nilai tambah sumber daya keuangan.

Dilihat dari sudut tugasnya, yaitu;bendaharawan umum, adalah bendaharawan yang


mempunyai tugas untuk menerima pendapatan negara yang terkumpul dari masyarakat,
kemudian dari persediaan yang ada akan dikeluarkannya lagi untuk kepentingan umum.
Contohnya kepala kas negara , bank Indonesia, kepala kantor pos. Bendaharawan khusus,
adalah bendaharawan yang mengurus pengeluaran negara dari persediaan uang yang ada

7
padanya dan diterima dari bendaharawan umum. Untuk itu ia diharuskan membuat
pertanggungjawaban atas pengeluaran yang telah dilakukannya dengan mengirimkan surat
pertanggungjawaban (SPJ) yang dibuat tiap-tiap bulan.

2.2.2 Ruang Lingkup Perbendahaaran Negara


Ruang Lingkup Perbendaharaan meliputi: pelaksanaan pendapatan dan belanja
negara/daerah, pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara/daerah, pengelolaan kas,
pengelolaan piutang dan utang negara/daerah, pengelolaan investasi dan barang milik
negara/daerah, penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen keuangan
negara/daerah, penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD,
penyelesaian kerugian negara/daerah, pengelolaan Badan Layanan Umum, perumusan
standar, kebijakan, serta sistem dan prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan
negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD.

2.2.3 Asas Umum Perbendaharaan Negara


Asas umum yang berlaku dalam perbendaharaan negara adalah sebagai berikut :
Undang-undang tentang APBN merupakan dasar bagi Pemerintah Pusat untuk melakukan
Penerimaan dan Pengeluaran negara. Peraturan daerah tentang APBD dasar bagi pemerintah
daerah untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah. Setiap pejabat dilarang
melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran
untuk membiayai pengeluaran tidak tersedia atau tidak cukup tersedia. Semua pengeluaran
negara termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan program pemerintah pusat,
dibiayai dengan APBN. Semua pengeluaran daerah termasuk subsidi dan bantuan lainnya
yang sesuai dengan program pemerintah daerah, dibiayai dengan APBD. Anggaran untuk
membiayai pengeluaran yang sifatnya mendesak atau tidak terduga disediakan dalam bagian
anggaran tersendiri yang selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah. Kelambatan
pembayaran atas tagihan yang berkaitan dengan pelaksanaan APBN/APBD dapat
mengakibatkan pengenaan denda dan bunga.

2.3 Undang-Undang No 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan


Tanggung Jawab Negara

8
Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, maka : Menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
bertanggung jawab dari segi manfaat/hasil (outcome) atas pelaksanaan kebijakan yang
ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD.
Pimpinan unit organisasi kementrian negara/lembaga bertanggung jawab dari segi barang
dan/atau jasa yang disediakan (output) atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam
undang-undang tentang APBN, demikian pula Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah
bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah
tentang APBD.
Terdapat sanksi yang berlaku bagi Menteri / Pimpinan Lembaga / Gubernur / Bupati /
Walikota, serta Pimpinan Unit Organisasi Kementrian Negara / Lembaga / Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah
ditetapkan dalam UU tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD. Ketentuan sanksi
tersebut dimaksudkan sebagai upaya preventif dan represif, serta berfungsi sebagai jaminan
atas ditaatinya Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD yang
bersangkutan.

2.3.1 Pengertian Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Negara


Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang
dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan,
untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pengelolaan Keuangan Negara adalah
keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan
kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pertanggungjawaban. Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah
untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan

2.3.2 Ruang Lingkup Pemeriksaan

9
BPK diberi kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan, yakni: 1.
Pemeriksaan keuangan, adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka
memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan pemerintah. 2.Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas aspek
ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi
kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Pasal 23 E Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan BPK untuk
melaksanakan pemeriksaan kinerja pengelolaan keuangan negara. Tujuan pemeriksaan ini
adalah untuk mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan.
Adapun untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai
dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien, serta
memenuhi sasarannya secara efektif. 3.Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah
pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan
pemeriksaan kinerja. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan
atas hal-hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem
pengendalian intern pemerintah.

2.3.3 Standar Pemeriksaan


Standar Pemeriksaan merupakan patokan bagi para pemeriksa dalam melakukan
tugas pemeriksaannya. Seiring dengan perkembangan teori pemeriksaan, dinamika
masyarakat yang menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas, serta kebutuhan akan hasil
pemeriksaan yang bernilai tambah menuntut BPK menyempurnakan standar audit
pemerintahan (SAP) 1995.
SAP 1995 dirasa tidak dapat memenuhi tuntutan dinamika masa kini. Terlebih lagi
sejak adanya reformasi konstitusi di bidang pemeriksaan maka untuk memenuhi amanat
Pasal 5 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang Nomor 15
Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, BPK harus menyusun standar pemeriksaan
yang dapat menampung hal tersebut. Di awal tahun 2007 ini, BPK telah berhasil

10
menyelesaikan penyusunan standar pemeriksaan yang diberi nama 'Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara' atau disingkat dengan 'SPKN'.
SPKN ini ditetapkan dengan peraturan BPK Nomor 01 Tahun 2007 sebagaimana
amanat UU yang ada. Dengan demikian, sejak ditetapkannya Peraturan BPK ini dan
dimuatnya dalam Lembaran Negara, SPKN ini akan mengikat BPK maupun pihak lain yang
melaksanakan pemeriksaan keuangan negara untuk dan atas nama BPK.

2.3.4 Pelaksanaan Pemeriksaan


Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, pemeriksa dapat:
1. Mengkomunikasikan informasi yang berkaitan dengan sifat, saat, lingkup pengujian,
pelaporan yang direncanakan, dan tingkat keyakinan kepada manajemen entitas yang
diperiksa dan atau pihak yang meminta pemeriksaan.
2. Mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak lanjut atas rekomendasi
yang signifikan dan berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan.
3. Merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna mendeteksi
salah saji material yang disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan
keuangan.
4. Merencanakan dan melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk mengembangkan unsur-unsur
temuan pemeriksaan.
5. Mempersiapkan dan memelihara dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja
pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan harus mendukung opini, temuan, simpulan dan
rekomendasi pemeriksaan.

2.4 Undang-Undang 32 Tahun 2004 (Pemerintah Daerah)


2.4.1 Pengertian Pemerintahan Daerah

11
Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang
Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (2) adalah sebagai berikut :
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan
daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan di atas, maka
yang dimaksud pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan-urusan yang menjadi
urusan daerah (provinsi atau kabupaten) oleh pemerintah daerah dan DPRD.

2.4.2 Penyelenggara Pemerintahan Daerah


Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD (Pasal 19
ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah). Dalam
menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas
pembantuan, dan dekosentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 20 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah). Sementara itu,
dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas
otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang No 32 Tahun 2004
sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang
Pemerintahan Daerah).
Dengan demikian penyelenggara pemerintah daerah terdiri dari pemerintahan daerah
dan DPRD. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Sedangkan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintah daerah harus mampu mengelola daerahnya
sendiri dengan baik dengan penuh tanggung jawab dan jauh dari praktik-praktik korupsi.

12
2.4.3 Hak-hak dan Kewajiban Pemerintahan Daerah
Dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan, terutama dalam
penyelenggaraan otonomi daerah dibekali dengan hak dan kewajiban tertentu. Hak-hak
daerah tersebut menurut Pasal 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah
diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan
Daerah :
1. Mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahannya.
2. Memilih pemimpin daerah.
3. Mengelola aparatur daerah.
4. Mengelola kekayan daerah.
5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah.
6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
yang berada di daerah.
7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah
8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Disamping hak-hak tersebut di atas, daerah juga diberi beberapa kewajiban, yaitu :
1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
3. Mengembangkan kehidupan demokrasi.
4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan.
5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan.
6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan.

Hak dan kewajiban daerah tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja
pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan
daerah, yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan asas-asas
yang telah dikemukakan di atas, pengelolaan keuangan dilakukan secara efisien, efisien,
transparan, bertanggungjawab, tertib, adil, patuh, dan taat pada peraturan perundang-
undangan ( Rozali Abdullah, 2007 : 27-30).

13
2.5 Undang-Undang No 33 Tahun 2004 (Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Derah)
2.5.1 Perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah
Dengan diundangkannya UU No.22 dan 25 Tahun1999 sebagai awal dari
pelaksanaan desentralisasi fiskal ditegaskan bahwa perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah merupakan suatu sistem pembiayaan pemerintahan dalam
kerangka negara kesatuan, yang mencangkup pembagian keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah serta pemerataan di setiap daerah yang dilaksanakan secara proposional,
demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan
daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara
penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangan.
Disadari bahwa masalah perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
yang indentik dengan muatan ketatanegaraan, politik, sosial budaya, ekonomi, dan
administrasi negara secara keseluruhan, maka masalah perimbangan keuangan sebenarnya
hanyalah refleksi dari pembagian kekuasaan antara instansi, baik pusat maupun daerah,
untuk itu beberapa kriteria-kriteria dalam kebijaksanaan perimbangan keuangan antara pusat
dan daerah yakni : Pemberian otonomi daerah yang lebih luas, dimana daerah otonom diberi
kebebasan dalam menentukan prioritas dan pengambilan keputusan disektor publik serta
bersifat fleksibel;
Beberapa pertimbangan dalam pelaksanaan perimbangan keuangan pusat dan daerah
adalah : Peningkatan efisiensi pelayanan pada sektor publik, mengaudit permasalahan
keuangan yang mengalami ketimpangan untuk memperoleh keseimbangan keuangan,
peningkatan pelayanan dengan menerapkan standart pelayanan yang minimum.
Dampak langsung penyerahan fungsi yang diserahkan kepada daerah sesuai dengan
UU No. 22 Tahun 1999, membutuhkan dana yang cukup besar. Untuk membiayai tugas yang
menjadi tanggung jawabnya tersebut, kepada daerah diberikan sumber-sumber pembiayaan,
baik melalui pemberian kewenangan dalam pemungutan pajak/retribusi, sistem transfer, dan
pemberian kewenangan untuk melakukan pinjaman. Sistem pembiayaan tersebut merupakan
langkah maju bila dibandingkan dengan pengaturan-pengaturan yang selama ini berlaku.
Dengan kebijaksanaan tersebut sistem pembiayaan daerah menjadi sangat jelas.

14
Keleluasaan Kepela Daerah telah diberikan untuk memungut pajak/retribusi sesuai
dengan yang diatur dalam UU No.18 Tahun 1997 yang telah disempurnakan dengan UU
No.34 tahun 2000 yang lebih memberikan kewenangan kepala Daerah. Dalam aturan itu
pemerintah kabupaten/Kota diberikan kewenangan untuk memungut pajak selain yang
ditetapkan dalam UU yang harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Demikian juga dengan
provinsi juga diberikan kewenangan untuk memungut retribusi selain yang ditetapkan dalam
peraturan pemerintah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam UU.
Dana bagi hasil dimaksud diakui akan menyebabkan variasi antar daerah karena
didasarkan atas daerah penghasil sehingga hanya menguntungkan daerah-daerah tertentu.
Namun demikian, variasi antar daerah tersebut dapat diantisipasi melalui DAU yang
diberikan dan didesain dengan mempertimbangkan sisi kemampuan keuangan dan
kebutuhan daerah. Dengan kata lain, DAU ditujukan untuk pemerataan keuangan antar
daerah sehingga semua daerah mempunyai kemampuan yang relatif sama untuk membiayai
kebutuhan pengeluarannya.

2.5.2 Dilema atau permasalahan yang terjadi


Indonesia merupakan negara yang baru dalam menetapkan sistem desentralisasi
terutama dalam bidang keuangan, jadi tidak dapat kita lari dari kenyataan akan banyaknya
permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan desentralisasi terutama dalam bidang
keuangan, berikut beberapa permasalahan yang kerap di hadapi dalam pelaksanaan
kebijakan keuangan antara pusat dan daerah antara lain :

a) Pungutan Daerah
Sesuai dengan pemberian kewenangan kepada daerah untuk mengenankan
pungutan baru selain yang ditetapkan UU No.34 Tahun 2000 jo PP No.65 Tahun 2001
tentang Pajak Daerah dan PP No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, telah banyak
menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaannya. Dengan kewenangan tersebut,
banyak daerah telah menghidupkan kembali pungutan-pungutan yang dulunya telah
dihapus/dilarang dengan UU No.18 Tahun 1997.

b) Taxing Power

15
Sesuai dengan penggunaan PAD dalam rangka kemandirian pembiayaan daerah
adalah kewenangan perpajakan (taxing power), daerah yang sangat terbatas akan sumber
daya tercermin dari rendahnya kontribusi PAD terhadap APBD

c) Perimbangan Keuangan
Pelaksanaan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah terkesan dibiarkan
berjalan sendiri tanpa ada pembimbing dalam pergerakannya, karena masalah pembagian
kekuasaan antara pusat dan daerah saja masih belum menemukan titik temu di antara
keduanya.
Salah satu indikator yang mungkin bisa dijadikan tolok ukur dalam melihat
adanya ketidak sesuaian adalah dari proses transfer pegawai dari pusat ke daerah
(provinsi dan kabupaten/kota) serta dari provinsi ke kabupaten/kota. Sampai saat ini
proses pengalihan pegawa daerah provinsi menjadi pegawai daerah kabupaten/kota
belum selesai. Sementara provinsi justru telah menerima pengalihan pegawai dari
pemerintah pusat (akhir bulan maret 2001).

d) Bagi Hasil
Dalam rangka penyaluran dana bagi hasil juga dihadapkan dengan beberapa
dilema, walaupun secara umum dapat dilakukan sesuai dengan rencana. Dalam
penetapan bagi hasil kepada daerah terutama dari SDA yang ditetapkan dalam
Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.343 Tahun 2001 tidak menyebut secara tegas
apakah penyaluran berdasarkan realisasi atau budget APBN Tahun 2001.

e) Penetapan Dana Alokasi Khusu (DAK)


Dalam penetapan DAK, masih ada keengganan pemerintah pusat untuk
mengalokasikan dana di luar Dana Reboisasi (DR). Hal ini tercermin dengan
pelaksanaan APBN dalam tahap awal pelaksanaan desentralisasi fiskal yang masih
menganggarkan DAK dari DR saja.

f) Formula Dana Alokasi Umum (DAU)

16
Sesuai dengan penetapan DAU, diamana DAU digunakan guna perimbangan
keuangan keuangan antar daerah, dana ini digunakan untuk menutup adanaya perbedaan
yang muncul akibat kebutuhan suatu daerah ternyata jauh dari kemampuan dana yang
ada di daerah atau potensi daerah tersebut, kemudian dalam pengaturannya daerah yang
memiliki potensi keuangan yang relatif besar akan memperoleh DAU yang relatif kecil
dibandingkan dengan daerah yang miskin secara keuangan.

2.6 Kerangka Sistem Akuntansi dan Kinerja Pemerintah


2.6.1 Kerangka Sistem Akuntansi

Penerapan sistem akuntansi pemerintahan dari suatu negara akan sangat bergantung
kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku pada negara yang bersangkutan. Ciri-
ciri terpenting atau persyaratan dari sistem akuntansi pemerintah menurut PBB dalam
bukunya A Manual for Government Accounting, antara lain disebutkan bahwa:

a. Sistem akuntansi pemerintah harus dirancang sesuai dengan konstitusi dan


peraturan perundang-undangan yang berlaku pada suatu negara.
b. Sistem akuntansi pemerintah harus dapat menyediakan informasi yang akuntabel
dan auditabel (artinya dapat dipertanggungjawabkan dan diaudit).
c. Sistem akuntansi pemerintah harus mampu menyediakan informasi keuangan yang
diperlukan untuk penyusunan rencana/program dan evaluasi pelaksanaan secara
fisik dan keuangan.

2.6.1.1 Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP)


Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) adalah sistem akuntansi yang
mengolah semua transaksi keuangan, aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah
pusat, yang menghasilkan informasi akuntansi dan laporan keuangan yang tepat
waktu dengan mutu yang dapat diandalkan, baik yang diperlukan oleh badan-badan
di luar pemerintah pusat seperti DPR, maupun oleh berbagai tingkat manajemen
pada pemerintah pusat.

17
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) berlaku untuk seluruh unit
organisasi Pemerintah Pusat dan unit akuntansi pada Pemerintah Daerah dalam
rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan/atau tugas Pembantuan serta pelaksanaan
Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan. Tidak termasuk dalam ruang lingkup SAPP
adalah : a. Pemerintah Daerah (sumber dananya berasal dari APBD) b. Badan Usaha
Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang terdiri dari : Perusahaan Perseroan
dan Perusahaan Umum, Bank Pemerintah dan Lembaga Keuangan Milik Pemerintah

2.6.1.2 Perkembangan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat


Modernisasi akuntansi keuangan di sektor pemerintah dimulai tahun 1982.
Studi ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan akuntabilitas keuangan
negara oleh Badan Akuntansi Negara (BAKUN), yang merupakan unit eselon 1
Departemen Keuangan, melalui Proyek Penyempurnaan Sistem Akuntansi dan
Pengembangan Akuntansi (PPSAPA) dengan bantuan pembiayaan dari Bank Dunia.
Latar belakang proyek ini bermula dari kondisi sistem akuntansi dan pencatatan yang
masih menggunakan single entry, sehingga terdapat beberapa kelemahan yaitu:
1. Proses penyusunan lambat karena disusun dari sub sistem yang terpisah-pisah dan
tidak terpadu
2. Sistem single entry tidak lagi memadai menampung kompleksitas transaksi
keuangan pemerintah
3. Sulit dilakukan rekonsiliasi
4. Tidak mendasarkan pada Standar akuntansi Keuangan Pemerintah
5. Tidak dapat menghasilkan neraca pemerintah

2.6.1.3 Ciri-ciri Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat


1. Sistem yang terpadu
Dalam penyusunan sistem digunakan pendekatan bahwa keseluruh
Pernerintah Pusat merupakan kesatuan akuntansi dan ekonomi tunggal. Presiden
sebagai pengelola utama dan DPR sebagai badan yang bertugas menelaah dan
mengevaluasi pelaksanaannya. Dengan dasar kesatuan tunggal maka sistem
akuntansi dan pelaporan keuangan dikembangkan dengan terpadu, yang terdiri dari

18
berbagai subsistem. Subsistem-subsistem ini masing-masing merupakan bagian yang
integral dari sistem yang menyeluruh.

2. Akuntansi anggaran
Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara digunakan
sebagai landasan operasional keuangan tahunan Pemerintah dan dengan disahkannya
UU-APBN maka pelaksanaan anggaran dapat dilaksanakan. Untuk itu diperlukan
akuntansi yang membukukan anggaran serta realisasinya. dengan demikian
pertanggung.jawaban dapat cepat serta mudah dalam hal pengawasannya.

3. Sistem tata buku berpasangan

4. Basis kas untuk pendapatan dan belanja


Penggunaan basis kas ini sesuai dengan Undang-Undang Perbendarahaan
Indonesia dan Keppres Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.

5. Standar dan prinsip akuntansi


Standar dan prinsip akuntansi adalah norma atau aturan dalam praktek yang
dapat diterima oleh profesi, dunia usaha, dan departemen/lembaga pemerintah yang
berkcpentingan dengan laporan keuangan.

6. Desentralisasi pelaksanaan akuntansi


Sistem dirancang agar pelaksanaan akuntansi dilakukan secara berjenjang
dan dimulai pada sumber data di daerah atau propinsi dan digunakan sebagai
pedoman penyusunan unit-unit akuntansi baik di tingkat wilayah maupun tingkat
pusat.

7. Perkiraan standar yang seragam


Perkiraan yang digunakan unit akuntansi dan mata anggaran pada unit
operasional anggaran dan pelaksanaan anggaran sama, baik klasifikasi maupun

19
istilahnya agar dapat memastikan bahwa anggaran dan laporan realisasinya
menggunakan istilah yang sama, serta meningkatkan kemampuan sistem akuntansi
untuk memberikan informasi/laporan yang relevan, berarti, dan dapat diandalkan

2.6.1.4 Tujuan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat


Sistem Akuntansi Pemerintahan Pusat (SAPP) bertujuan untuk :
a. Menjaga aset Pemerintah Pusat dan instansi-instansinya melalui pencatatan,
pemprosesan dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten sesuai dengan
standar dan praktek akuntansi yan diterima secara umum;
b. Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan kegiatan
keuangan Pemerintah Pusat, baik secara nasional maupun instansi yang berguna
sebagai dasar penilaian kinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap otorisasi
anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas;
c. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu
instansi dan Pemerintah Pusat secara keseluruhan;
Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan, pengelolaan
dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara efisien.

2.6.1.5 Dasar Hukum Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat


Penyelenggaraan sistem akuntansi pemerintah pusat berbasis double entry
memiliki dasar hukum sebagai berikut:
1. Keputusan Presiden RI No. 17 Tahun 2000, khususnya Bab VI tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran.
2. Keputusan Menteri Keuangan No. 476/KMK.O1/1991 tanggal 24 Mei 1991 tentang
Sistem Akuntansi Pemerintah.
3. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1135/KMK.O1/1992 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN)
4. Surat Menteri Keuangan RI No. S-984/KMK.018/1992 perihal Pengesahan Daftar
Perkiraan Sistem Akuntansi Pemerintah

2.6.1.6 Kerangka Umum Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat

20
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat disampaikan kepada DPR sebagai
pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN. Sebelum disampaikan kepada DPR,
laporan keuangan pemerintah pusat tersebut diaudit terlebih dahulu oleh pihak BPK.
Laporan keuangan pemerintah pusat terdiri dari:
a. Laporan Realisasi Anggaran
Konsolidasi Laporan Realisasi Anggaran dari seluruh Kementerian
Negara/Lembaga yang telah direkonsiliasi. Laporan ini menyajikan informasi
realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, sisa
lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan
anggaran dalam satu periode.
b. Neraca Pemerintah
Neraca Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi Neraca SAI dan Neraca SAKUN
(Sistem Akuntansi Kas Umum Negara). Laporan in menyajikan informasi posisi
keuangan pemerintah pusat berkaitan dengan aset, utang dan ekuitas dana pada
tanggal/tahun anggaran tertentu.
c. Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi Laporan Arus Kas dari
seluruh Kanwil Ditjen PBN. Laporan ini menyajikan informasi arus masuk dan
keluar kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas
operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan dan non anggaran
d. Catatan atas Laporan Keuangan
Merupakan penjelasan atau perincian atau analisis atas nilai suatu pos yang tersaji
di dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca Pemerintah dan Laporan Arus Kas
dalam rangka pengungkapan yang memadai.

2.6.2 Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah


2.6.2.1 Pengertian Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah

Pengertian Sistem akuntansi pemerintahan daerah adalah serangkaian prosedur


manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran, hingga pelaporan posisi keuangan (neraca) dan operasi keuangan

21
pemerintah (LRA).Baik yang diperlukan oleh badan-badan di luar pemerintah daerah,
maupun oleh berbagai tingkat manajemen pada pemerintah daerah.

Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD) dapat dikelompokkan ke dalam


dua sub sistem pokok berikut :

a) Sistem Akuntansi SKPD (SA-SKPD) SKPD merupakan entitas akuntansi yang


berkewajiban menyusun laporan keuangan dan menyampaikannya kepada kepala
daerah melalui PPKD.
b) Sistem Akuntansi PPKD (SA-PPKD) SA-PPKD terbagi kedalam dua subsistem yang
terintegrasi, yaitu:
SA-PPKD sebagai pengguna anggaran (entitas akuntansi) yang akan
menghasilkan laporan keuangan PPKD yang terdiri dari LRA PPKD, Neraca
PPKD, dan CaLK PPKD.
SA-Konsolidator sebagai wakil pemda (entitas pelaporan) yang akan mencatat
transaksi resiprokal antara SKPD dan PPKD (selaku BUD) dan melakukan
proses konsolidasi lapkeu (lapkeu dari seluruh SKPD dan PPKD menjadi lapkeu
pemda yang terdiri dari Laporan Realisai APBD (LRA), Neraca Pemda, LAK,
dan CaLK Pemda).

2.6.2.2 Perkembangan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah

Pengembangan akuntansi di tingkat pemerintah daerah telah dilakukan melalui


Sistem Akuntansi dan Pengendalian Anggaran (SAPA) sejak tahun 1986. Perubahan
penting yang secara konsidental terjadi adalah reformasi di bidang keuangan negara.
Setelah selama bertahun-tahun Indonesia menggunakan UU di bidang perbendaharaan
negara yang terbentuk semenjak zaman kolonial maka pada abad 21 ini telah ditetapkan
tiga paket perundang-undangan di bidang keuangan negara yang menjadi landasan
hukum reformasi di bidang keuangan negara, yaitu Undang-Undang No. 17 Tahun 2004
tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab
dan Pengelolaan Keuangan Negara.

Dengan bergulirnya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah


dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan

22
Daerah, dan aturan pelaksanaannya khususnya PP Nomor 105 Tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah maka terhitung tahun anggaran
2001, telah terjadi pembaharuan di dalam manajemen keuangan daerah.

Dengan adanya otonomi ini, daerah diberikan kewenangan yang luas untuk
mengurus rumah tangganya sendiri dengan sedikit mungkin campur tangan pemerintah
pusat. Pemerintah daerah mempunyai hak dan kewenangan yang luas untuk
menggunakan sumber-sumber keuangan yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan dan
aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah. Namun demikian, dengan kewenangan
yang luas tersebut, tidaklah berarti bahwa pemerintah daerah dapat menggunakan
sumber-sumber keuangan yang dimilikinya sekehendaknya, tanpa arah dan tujuan yang
jelas.Hak dan kewenangan yang luas yang diberikan kepada daerah, pada hakikatnya
merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan secara akuntabel dan transparan,
baik kepada masyarakat di daerah maupun kepada Pemerintah pusat yang telah
membagikan dana perimbangan kepada seluruh daerah di Indonesia.

2.6.2.3 Kebijakan Umum Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah

Terdapat tiga tujuan dari pelaporan keuangan pemerintah yaitu akuntabilitas,


manajerial, dan transparansi.

1. Akuntabilitas diartikan sebagai upaya untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan


sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada unit organisasi
pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui laporan
keuangan pemerintah secara periodik.
2. Manajerial berarti menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk
perencanaan dan pengelolaan keuangan pemerintah serta memudahkan pengendalian
yang efektif atas seluruh aset, utang, dan ekuitas dana.
3. Transparansi dalam pelaporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi
keuangan yang terbuka bagi masyarakat dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik.

Laporan keuangan pemerintah yang selanjutnya disebut sebagai laporan


pertanggungjawaban merupakan hasil proses akuntansi atas transaksi-transaksi keuangan

23
pemerintah. Laporan pertanggungjawaban untuk tujuan umum, terdiri dari laporan
perhitungan anggaran, neraca, laporan arus kas dan nota perhitungan anggaran.

2.6.2.4 Asas Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah

Pendapatan diakui pada saat dibukukan pada Kas Umum Negara/Daerah dan
belanja diakui pada saat dikeluarkan dari Kas Umurn Negara/Daerah.

1. Asas Universalitas Semua pengeluaran harus tercermin dalam anggaran. Hal ini
berarti bahwa anggaran belanja merupakan batas komitmen tertinggi yang bisa
dilakukan oleh pemerintah daerah untuk dapat membebani APBD.
2. Asas Bruto Tidak ada kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran. Misalnya
Pendapatan Daerah memperoleh pendapatan dan untuk memperolehnya diperlukan
belanja, maka pelaporannya harus gross income artinya pendapatan dilaporkan
sebesar nilai pendapatan yang diperoleh, dan belanja dibukukan pada pos belanja
yang bersangkutan sebesar belanja yang dikeluarkan.
3. Dana Umum Dana Umum adalah suatu entitas fiskal dan akuntansi yang
mempertanggungjawabkan keseluruhan penerimaan dan pengeluaran negara
termasuk aset, utang, dan ekuitas dana. Dana Umum yang dimaksud adalah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah. Dana yang digunakan untuk
membiayai kegiatan tertentu dipertanggungjawabkan secara khusus yang merupakan
bagian tak terpisahkan dari Dana Umum.

2.6.3 Indikator Kinerja Pemerintahan Daerah


Pengukuran kinerja Pemerintah Daerah (Pemda) harus mencakup pengukuran kinerja
keuangan dan non keuangan. Indikator Kinerja Pemda, meliputi indikator input, indikator
proses, indikator output, indikator outcome, indikator benefit dan indikator impact.

1. Indikator Masukan (Inputs), misalnya:


a. Jumlah dana yang dibutuhkan;
b. Jumlah pegawai yang dibutuhkan;
c. Jumlah infra struktur yang ada;
d. Jumlah waktu yang digunakan.

24
2. Indikator Proses (Process), misalnya:
a. Ketaatan pada peraturan perundangan;
b. Rata-rata yang diperlukan untuk memproduksi atau menghasilkan layanan jasa.

3. Indikator keluaran (Output), misalnya:


a. Jumlah produk atau jasa yang dihasilkan;
b. Ketepatan dalam memproduksi barang atau jasa.

4. Indikator hasil (outcome), misalnya:


a. Tingkat kualitas produk dan jasa yang dihasilkan;
b. Produktivitas para karyawan atau pegawai.

5. Indikator manfaat (benefit), misalnya:


a. Tingkat kepuasan masyarakat;
b. Tingkat partisipasi masyarakat.

6. Indikator impact, misalnya:


a. Peningkatan kesejahteraan masyarakat
b. Peningkatan pendapatan masyarakat.

Karakteristik Pemda sebagai pure non profit organization menempatkan organisasi


ini mempunyai keunikan yang sangat berbeda dengan perusahaan bisnis. Pemda mempunyai
tanggung jawab besar di bidang ekonomi dan sosial secara bersama. Pengukuran kinerja
Pemda harus mempertimbangkan indikator-indikator ekonomi dan sosial secara
komprehensif yang mencakup:

1. Kondisi Ekonomi Nasional:


a. Tingkat pertumbuhan produk domestik bruto
b. Produk domestik bruto riil per kapita
c. Tingkat tabungan

25
d. Defisit/surplus keuangan daerah.
e. Utang dalam dan luar negeri.
f. Cadangan emas dan devisa.

2. Lingkungan Bisnis:
a. Indeks kebebasan ekonomi.
b. Perlindungan hak milik
c. Indek persepsi korupsi.
d. Kebebasan bank.

3. Stabilitas dan Pengembangan


a. Sebaran pendapatan.
b. Paritas upah tenaga kerja pria/wanita.
c. Tingkat pengangguran.
d. Partisipasi politik.
e. Jumlah pengungsi.
f. Kepastian hukum.
g. Jumlah kendaraan pribadi dan umum.
h. Kondisi keamanan daerah.

4. Kesehatan
a. Tingkat akelahiran.
b. Harapan hidup.
c. Tingkat kematian.
d. Program pemeliharaan kesehatan.
e. Pengeluaran untuk keshatan.
f. Perbandingan penduduk dengan dokter/tenaga medis.
g. Kecukupan gizi penduduk.

5. Pendidikan
a. Tingkat partisipasi pendidikan.

26
b. Anggaran pendidikan.
c. Kualitas tenaga pengajar.
d. Kecukupan sarana dan prasarana pendidikan.
e. Rata-rata tingkat pendidikan masyarakat.
f. Pemerataan pendidikan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dilema dalam perimbangan keuangan pusat dan daerah akan selalu ada jika tidak
terdapat kejelasan mengenai ketentuan mengenai dimana posisi masing-masing di antara
keduanya, karena pelaksanaan desentralisasi fiskal ini semata-mata hanya sebagai suatu
keharusan dilakukan bukan dianggap sebagai suatu perbuatan yang mulia terutama bagi
pemerintah pusat dan provinsi, dimana selalu ada pembatasan terhadap pemerintah
kabupaten dan kota, sedangkan seharusnya kewenangan kabupaten dan kota merupakan
kewenangan yang bebas dari kewenangan pusat dan provisi. Kemudian dalam penetapan
DAU seharusnya kita tidak hanya menyalahkan pemerintah saja karen penurunan DAU yang
di berikan pemerintah, karena DAU yang di turunkan ke setiap daerah itu setelah melalui
pertimbangan mengenai potensi yang ada di daerah tersebut, apabila DAU di berikan besar
namun SDM dan kuranganya pemanfaatan yang baik serta kelebihan dana maka dana
tersebut akan ditarik kembali kepusat yang akan menyebabkan penumpukan dana yang besar
di pusat yang kemudian akan digunakan oleh pihak-pihak yang tidak sewajanya
menggunakan dana tersebut yang menyebabkan adanya korupsi.
Namun ini semua juga tidak dapat kita menyalahkan siapapun, karena kita tahu
bahwa proses desentralisasi fiskal ini masih baru di negara kita jadi kita masih dalam masa
proses perbaikan dari masa sentralisasi menjadi desentralisasi murni, namun kita harus trus
bersabar dan bersama-sama melakukan perubahan yang mendasar yang kemudian akan ada
perubahan yang menyentuh sendi-sendi pemerintahan yang lebih dalam lagi.

27
Peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah
menunjukkan reformasi pengelolaan keuangan negara. Paket peraturan perundang-undangan
tersebut diantaranya adalah: Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-
undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah,
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan,
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang perubahan atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, berbagai peraturan serta perundang-undangan tersebut diatas
diharapkan dapat dijadikan landasan yang kokoh bagi pengelola keuangan Negara dalam
rangka menjadikan good governance dan clean government.
Sistem akuntansi pemerintah daerah adalah serangkaian prosedur manual maupun
yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, hingga
pelaporan posisi keuangan (neraca) dan operasi keuangan pemerintah daerah. Dengan
demikian sistem akuntansi pemerintah daerah diharapkan dapat menunjukkan transparansia
sesuai dengan prosedur yang ada yang di buat oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah
dapat mengelola keuangannya sendiri untuk demi pembangunan daerah dan hasilnya
dilaporkan ke pemerintah pusta. Keuangan pemerintah daerah dikelola sesuai dengan
prosedur akuntansi yang telah ditetapkan. Tujuan pemerintah daerah adalah memberikan
pelayanan kepada masyarakat, sehingga harus memberikan informasi keuangan mengenai
sumber-sumber yang digunakan untuk pelayanan dan darimana sumber-sumber tersebut
diperoleh. Agar masyarakat dapat mengetahui pendapatan daerah itu berasal dari mana dan
digunakan untuk apa saja. Hal itu dilakukan supaya adanya transparansia kepada masyarakat
dan dapat mensejahterakan masyarakat.

28
DAFTAR PUSTAKA

Atep Adya dan Bambang Trihartanto. Perbendaharaan dan Pemeriksaan Keuangan


Negara/Daerah. PT Elex Media Komputindo. Jakarta: 2005
Riawan,W Tjandra. Hukum Keuangan Negara. PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Soegijatno, R. Tjakranegara. Hukum Tata Usaha dan Birokrasi Negara. PT Rineka Cipta.
Jakarta: 1992
https://kuwatslametgemiadi.wordpress.com/2012/08/07/ruang-lingkup-perbendaharaan-
negara/

29
http://nugraha-corporation.blogspot.com/2011/10/keuangan-negara-dan-
perbendaharaan.html
http://prodip-stan.info/ruang-lingkup-perbendaharaan-negara
http://pustaka.pu.go.id/files/pdf/pdf%281%29.pdf
http://www.itjen.depkes.go.id/public/upload/unit/pusat/files/Peraturan%20Pemerintah/PP-
No.- 39-Thn.-2007-Pengelolaan-Uang-Negara-Daerah.pdf
http://www.luckypermana.com/2013/11/pejabat-perbendaharaan-negara.html
http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2004/1TAHUN2004UU.html
Rozali Abdullah. 2007. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara
Langsung. Jakarta : PT Raja Grasindo.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah.
Haris Syamsuddin, Desentralisasi dan Otonomi Daerah ( Desentralisasi, Demokratisasi dan
Akuntabilitas Pemerintahan Daerah), Penerbit LIPI Press, Cetakan Kedua, Jakarta 2005
Richard M.Bird, Desentralisasi Fiskal di Negara-negara Berkembang, Gramedia, 2000,hlm
2.
UUD 1945 dan Amandemennya, Penerbit FOKUSMEDIA, edisi 2011, Bandung 2011
Sumber Online :
1. UU No. 25 Tahun 1999
2. UU No. 22 Tahun 1999
3. UU No. 32 Tahun 2004
http://www.bpk.go.id/assets/files/storage/2013/12/file_storage_1386233856.pdf

30

Anda mungkin juga menyukai