Anda di halaman 1dari 11

JOURNAL READING

The Impact of Mammographic Breast Cancer Screening


in Singapore: A Comparison Between Screen-detected
and Symptomatic Women

Disusun Oleh :

Michael Satya Gani (012085576)

Pembimbing :

dr. Firdaus Novi, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNISSULA SEMARANG

RSUD SOEWONDO KENDAL


2013

Dampak Skrining Kanker Payudara Dengan


Mammography di Singapura : Perbandingan
Antara Wanita Yang Terdeteksi dan Wanita
Dengan Gejala

Wei Vivian Wang1*, Su Ming Tan2, Wai Leng Chow1

Abstrak

Latar Belakang : Kanker payudara adalah penyebab utama kematian


akibat kanker pada wanita di Singapura. Ada beberapa studi tentang
evaluasi dampak dari skrining mammography pada wanita Asia. Penelitian
ini bertujuan untuk menilai perbedaan adanya gambaran sesuai stadium
penyakit yang dideteksi dari skrining pada pasien dengan kanker
payudara dan mereka yang menunjukkan gejala dari sejumlah
pengalaman rumah sakit regional di Singapura. Kami juga berusaha untuk
mengidentifikasi profil demografi pasien yang kurang mungkin untuk
skrining. Metode : Data Retrospektif fpr pasien wanita yang didiagnosa
menderita kanker payudara primer dan dirawat sejak Januari 2002 -
Desember 2008. Analisis univariat dan multivariat dilakukan untuk
memeriksa profil dari gejala sebagai bandingan untuk pasien dengan
skrining dan faktor-faktor yang mempengaruhi presentasi pada tahap
awal penyakit. Angka penyembuhan dan kekambuhan dihitung dengan
metode Kaplan-Meier dan dibandingkan dengan uji log. Hasil : Populasi
penelitian terdiri dari 82 pasien dengan skrining dan 679 pasien dengan
gejala. Pasien dengan skrining lebih mungkin untuk menunjukkan
gambaran pada stadium awal dan memiliki penyembuhan kanker spesifik
yang lebih baik dibandingkan pasien dengan gejala. Perempuan Melayu
dan mereka yang tidak memiliki riwayat keluarga kanker payudara kurang
mungkin akan terdeteksi pada skrining. Kesimpulan : skrining
mammography tampaknya memungkinkan untuk pendeteksian lesi
kanker dan dapat menunjukkan penyembuhan yang lebih baik pada
wanita di Singapura. Ada kemungkinan untuk upaya pendidikan yang
ditargetkan untuk perempuan Melayu dan mereka yang tidak memiliki
riwayat keluarga kanker payudara untuk berperan dalam deteksi penyakit
sebelumnya melalui skrining kanker payudara secara teratur.

Kata kunci : Kanker payudara, gambaran penyakit, skrining


mammography, sembuh, Singapore

Pengantar
Kanker payudara menjadi keganasan yang paling banyak dan
penyebab utama kematian oleh sebab kanker di antara perempuan
Singapura untuk periode 2003-2007. Tingkat kejadian berdasarkan usia
telah meningkat hampir 3 kali lipat dari 20,0 (1968-1972) menjadi 60,9
per 100.000 per tahun (2003-07) (Singapore National Registry of Disease
Office, 2011). Peningkatan kejadian kanker payudara bersamaan dengan
hasil positif dari Proyek Utama Skrining Payudara di Singapura (Ng et al,
1998;.. Tan et al, 1999; Wee, 2002, Wang, 2003) yang menjadikan
peluncuran BreastScreen Singapore (BSS). Ini adalah program skrining
payudara dengan mammography yang disubsidi pemerintah yang dimulai
pada bulan Januari 2002 (Jara-Lazaro et al., 2010). BSS menargetkan
perempuan kelompok usia 50-69 tahun yang didorong untuk diskrining
dua tahun sekali (Wang, 2003). Sebelum peluncuran BSS, ada banyak
pendidikan publik di berbagai media untuk meningkatkan kesadaran
tentang kanker payudara dan skrining kanker payudara. Setelah
peluncuran, kampanye nasional tahunan yang dilakukan secara rutin
diselenggarakan untuk mendidik masyarakat tentang pentingnya skrining.
Studi ekstensif (Tabar et al, 1985;. Feig, 1988; Fletcher et al, 1993;.
McCann et al, 1997;. The Swedish Organised Service Screening Evaluation
Group, 2006) pada populasi Barat telah menunjukkan bahwa skrining
mamografi mengurangi angka kematian akibat kanker payudara baik di
dalam maupun di luar lingkungan kontrol. Namun ada beberapa studi
(Leung et al, 2007; Chuwa et al, 2009) mengevaluasi dampak dari skrining
pada wanita Asia. Studi ini umumnya melaporkan skrining yang terkait
dengan tumor lebih menguntungkan pada presentasi tetapi tidak
mengukur dampak dengan menyesuaikan faktor-faktor yang
mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ras, usia, dan paritas. Penelitian
ini adalah yang pertama melihat dampak skrining setelah lebih dari tujuh
tahun sejak peluncuran BSS dari gambaran sebuah rumah sakit daerah
yang melayani bagian timur Singapura.
Secara khusus, kita berusaha untuk memahami perbedaan
gambaran dan hasil dari suatu stadium penyakit (yaitu kematian akibat
kanker spesifik dan kekambuhan) antara pasien kanker payudara yang
terdeteksi oleh skrining dan mereka dengan gejala saat melihat faktor-
faktor lain yang mempengaruhi pada penyakit menjadi pertimbangan
juga. Kami juga berusaha untuk mengidentifikasi profil demografi
perempuan di mana kanker kurang terdeteksi dengan tujuan memfasilitasi
dan mempromosikan skrining menjadi lebih terarah.

Bahan dan Metode

Data retrospektif pasien wanita yang didiagnosa menderita kanker


payudara primer dan dirawat di Unit Bedah Rumah Sakit Changi di
Singapura selama periode Januari 2002 sampai Desember 2008 diambil
dari data kanker payudaranya. CGH merupakan rumah sakit daerah
sebagai penyedia kesehatan utama bagi sekitar 1,3 juta orang yang
tinggal di bagian timur Singapura (Rumah Sakit Pusat Changi Singapura,
2011).
Pasien yang telah menerima pengobatan sebelumnya dalam bentuk
kemoterapi, terapi hormonal atau radioterapi, dan mereka dengan
penyakit berulang dikeluarkan. Pengelompokkan dilakukan dengan
menggunakan American Joint Committee on Cancer (AJCC) sistem
pengelompokkan untuk stadium kanker payudara (edisi keenam)
(Singletary & Connolly, 2006). Derajat keganasan dinilai dengan
modifikasi Elston-Ellis dari metode penilaian Bloom-Richardson (Elston &
Ellis, 1991).
Penyembuhan penyakit dijelaskan sebagai waktu dari tanggal
pengobatan utama sampai tanggal pertama kambuh, baik itu lokal atau
jauh, atau keduanya. Waktu follow up dijelaskan sebagai waktu dari
tanggal pengobatan sampai tanggal kematian atau, jika masih hidup,
follow up terakhir.
Analisis statistik dilakukan dengan presentasi stadium penyakit,
kematian karena kanker yang spesifik dan penyakit yang kambuh sebagai
titik akhir primer. Chi-square test dan Mann-Whitney U-test digunakan
untuk membandingkan variabel kategorikal dan variabel berkelanjutan
antara pasien dengan skrining dan simptomatik. Angka penyembuhan dan
kekambuhan dihitung dengan metode Kaplan-Meier dan dibandingkan
dengan uji log. Analisis regresi logistik multivariat dilakukan untuk
mengetahui profil dari pasien dengan gejala dan dampak dari skrining
pada stadium penyakit. Semua tes signifikansi dua-ekor dengan nilai p
cutoff 0,05. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS v.15.0
(Chicago, IL).

Hasil

Karakteristik subyek
Sebanyak 761 pasien dilibatkan dalam analisis. Mayoritas pasien
(71,0%) orang Cina. Proporsi ras Melayu dan ras lain sedikit lebih tinggi
pada populasi umum, tapi secara keseluruhan populasi penelitian kami
masih dapat dianggap sebanding dan mewakili populasi umum (Gambar
1) (Departemen Statistik Singapura, 2010). Median usia adalah 53 tahun,
dan 64% dari semua pasien adalah antara 40-65 tahun, yang juga
merupakan usia kelompok sasaran dari BSS. Hanya 82 (10,8%) dari semua
pasien yang menderita kanker dideteksi melalui skrining, sedangkan 679
(89,2%) dengan gejala.
Waktu follow up median diantara semua pasien adalah 30 bulan
(kisaran : 0-84 bulan). Tingkat penyembuhan 5 tahunan pada keseluruhan
kelompok ini adalah 87,5% (95% CI: 83,8% -91,2%). Sebanyak 73 pasien
mengalami kekambuhan, di antaranya 23 (30,1%) hanya memiliki
kekambuhan lokal, 39 (50,7%) dengan kekambuhan jauh dan 11 (15,1%)
pasien memiliki keduanya. Tingkat penyembuhan total 5 tahunan adalah
77,3% (95% CI: 71,2% -83,4%).

Perbandingan antara pasien disaring dan pasien bergejala


Tabel 1 membandingkan perbedaan karakteristik demografi antara
pasien bergejala dan skrining. Analisis univariat menunjukkan bahwa
pasien dengan skrining secara signifikan lebih banyak pada ras Cina, lebih
banyak pada pasien berusia antara 40-65 tahun dan lebih banyak pasien
dengan riwayat keluarga kanker payudara. Para pasien dengan gejala
lebih signifikan pada pasien dengan empat anak atau lebih, bercerai /
dipisahkan / janda dan mereka yang menyusui. Setelah disesuaikan untuk
usia, status perkawinan, pengalaman menyusui dan jumlah anak,
perempuan Melayu yang ditemukan kurang mungkin terdeteksi pada
pemeriksaan dibandingkan dengan wanita Cina, sedangkan pasien
dengan riwayat keluarga kanker payudara yang ditemukan lebih
cenderung akan terdeteksi oleh pemeriksaan (Tabel 2).
Secara klinis (Tabel 3), lesi pada pasien dengan skrining ditemukan
pada stadium rendah (99% vs 70% stadium 0-2). Hanya satu pasien,
meskipun dengan skrining, memiliki delapan kelenjar dan digambarkan
dengan T1N2M0, stadium 3A. Lesi karsinoma duktal in situ (DCIS) terdiri
dari 38% pasien dengan skrining dibandingkan dengan 8% pada pasien
dengan gejala. Untuk kanker invasif, ukuran median pasien dengan
skrining adalah 11 mm (kisaran 2-30 mm) dibandingkan dengan 26 mm
(kisaran 1-195 mm) pada pasien dengan gejala. Pasien dengan skrining
juga memiliki insiden lebih rendah untuk keterlibatan kelenjar (20% vs
47%) dan invasi vaskular (16% vs 44%), tetapi tingkat yang lebih tinggi
dari operasi payudara konservasi (40% vs 19%) dibandingkan dengan
pasien dengan gejala. Semua nilai p di bawah 0,001.
Tabel 4 menunjukkan perbedaan hasil antara dua kelompok. Waktu
follow up rata-rata adalah 30 bulan pada pasien dengan gejala, dan 26
bulan pada pasien dengan skrining. Meskipun kelompok dengan gejala
memiliki pasien dengan kekambuhan penyakit yang lebih, tidak ada
statistik signifikan dalam perbedaan penyembuhan total penyakit antara
dua kelompok. Ada lima perempuan di kelompok skrining yang kambuh.
Dari jumlah tersebut, tiga kambuh lokal dan dua dengan kekambuhan
jauh. Satu dari hasil ini digambarkan dengan penyakit stadium 2B dan
mengalami metastasis ke pleura pada 56 bulan, sementara yang lain
memiliki penyakit stadium 1 dan metastasis tulang pada 37 bulan.
Tidak ada kasus kematian yang ditemukan pada pasien dengan
skrining. Mereka memiliki tingkat penyembuhan kanker yang lebih baik
dari pasien dengan gejala (p = 0,007) (Gambar 2). Karena waktu follow up
yang singkat untuk sebagian besar pasien skrining, kami tidak dapat
memperkirakan secara akurat tingkat penyembuhan 5 tahunan secara
keseluruhan untuk mereka.

Penyesuaian dampak skrining dan faktor yang berpengaruh lain pada


stadium penyakit
Analisis univariat (data tidak ditampilkan) menunjukkan bahwa
tahap awal pada presentasi secara signifikan terkait dengan ras Cina, usia
muda, memiliki 1-3 anak, tidak ada pengalaman menyusui dan
menopause, dan terdetksi pada skrining di luar dari semua faktor yang
tercantum dalam Tabel 1. Dalam analisis multivariat (Tabel 5), setelah
disesuaikan untuk faktor-faktor tersebut di atas, skrining ditemukan
menjadi faktor yang signifikan yang berhubungan dengan stadium awal,
dibandingkan dengan pasien dengan gejala (OR = 25,3, p = 0,001).
Diskusi

Kanker payudara adalah penyebab utama kanker pada wanita di


Singapura. Saat banyak publikasi tentang efek skrining payudara pada
wanita populasi barat, ada sedikit data tentang skrining payudara di
kalangan wanita Asia. Dalam penelitian kami, kami menemukan bahwa
skrining mammography tampaknya memungkinkan pendeteksian lesi
tumor yang lebih menguntungkan dan lebih baik untuk penyembuhan
kanker yang spesifik secara keseluruhan pada wanita Singapura. Analisis
univariat juga menunjukkan bahwa ada kemungkinan untuk upaya
pendidikan lebih yang ditargetkan untuk menjangkau perempuan Melayu
dan orang-orang tanpa riwayat keluarga kanker payudara untuk mengikuti
skrining kanker payudara.
Di negara-negara Barat, tingkat respons untuk skrining
mammography baik lebih dari 75% dengan skrining tumor yang terdeteksi
mencapai 30% dari semua kanker payudara yang diobati (Sant et al,
2006;. Smigal et al, 2006;. The Swedish Organised Service Screening
Evaluation Group, 2006). Sebaliknya, Survey Kesehatan Singapura 2007
(SHSS) (Singapore Ministry of Health, 2011) melaporkan bahwa hanya
40,9% wanita Singapura berusia 50 69 tahun telah menjalani skrining
mammography dalam 2 tahun sebelumnya.
Rumah Sakit Pusat Changi bukan pusat skrining, tetapi pusat
rujukan bagi pasien dengan gejala di bagian timur negara itu. Namun, ada
pasien yang hadir khusus untuk skrining, serta beberapa yang ditawarkan
kesempatan untuk skrining. Akun ini untuk proporsi rendah (10,8%) yang
terdeteksi. Meskipun demikian, ini konsisten dengan laporan nasional oleh
Singapore Health Promotion Board (Thilagaratnam, 2009), yang meneliti
perbedaan regional dalam pola skrining kanker payudara pada wanita 50-
69 tahun di Singapura. Ditemukan bahwa bagian timur Singapura memiliki
tingkat skrining terendah secara keseluruhan (18% dari seluruh wanita
sasaran) di BSS, dibandingkan dengan daerah lain (21 - 22%). Laporan
yang sama juga menemukan bahwa wilayah timur juga memiliki
kehadiran terendah ( yaitu terjadi untuk penilaian di rumah sakit tersier
yang ditunjuk karena hasil Pap smear yang abnormal (Thilagaratnam,
2009) dinilai pada 16% pada kelompok sosial ekonomi rendah,
dibandingkan dengan 77% di bagian utara dan sekitar 30% pada sisanya.
SHSS (Singapore Ministry of Health, 2011) juga menemukan bahwa
proporsi yang lebih tinggi pada wanita Cina (62,7%) dan perempuan India
(56,9%) telah menjalani mamography setidaknya sekali dibandingkan
dengan rekan Melayu mereka (52,9%). Hal ini konsisten dengan penelitian
ini di mana pasien kanker payudara Melayu kurang terdeteksi oleh
pemeriksaan. Penelitian kami juga menunjukkan bahwa pasien dengan
skrining memiliki insiden yang lebih tinggi pada pasien dengan riwayat
keluarga kanker payudara. Memiliki resiko kanker payudara dapat
meningkatkan kesadaran seseorang pada penyakit dan hasilnya akan
meningkatkan motivasi untuk menjalani pemeriksaan. Hasil ini
dicerminkan dari temuan survei yang dilakukan pada wanita di bagian
timur Singapura, di mana responden Melayu dan orang-orang yang tidak
tahu tentang kanker payudara kurang mungkin untuk pergi untuk
pemeriksaan mammogram (Thilagaratnam, 2009).
Meskipun skrining mammography pada populasi Barat telah terbukti
mengurangi angka kematian hingga 45% pada wanita usia 50 tahun ke
atas (Tabar et al, 1985;. Feig, 1988; Fletcher, et al, 1993;.. McCann, et al,
1997, The Swedish Organised Service Screening Evaluation Group, 2006),
belum ada temuan yang sama yang menunjukkan pada wanita Asia
sejauh ini. Studi kami menemukan bahwa hasil skrining mammography
sebagai deteksi dini lesi tumor lebih menguntungkan pada wanita
Singapura dan menjadi yang pertama untuk menyarankan skrining untuk
melihat penyembuhan yang lebih tinggi secara keseluruhan pada wanita
Asia.
Temuan deteksi dini dengan skrining mencerminkan temuan dari
Proyek Skrining Payudara Singapore (Ng, et al., 1998), dan studi
sebelumnya oleh Chuwa et al berdasarkan pada pengalaman rumah sakit
tersier di bagian tengah dari Singapura (Chuwa, et al, 2009.). Studi di
Hong Kong (Leung, et al, 2007.) Dan Inggris (McCann et al, 1997;.. Yassin
et al, 2003) juga menunjukkan bahwa pendeteksian lesi secara signifikan
lebih kecil dan terkait dengan keterlibatan kelenjar getah bening yang
lebih sering daripada yang terdeteksi gejalanya. Namun, temuan ini tidak
memperhitungkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi penyakit
(Largent et al, 2005;. Ali et al, 2008;. Echeverria et al, 2009;.. Macleod et
al, 2009) seperti ras, usia saat diagnosis, status perkawinan, paritas,
menyusui dan status menopause. Studi kami menunjukkan bahwa deteksi
skrining memang merupakan faktor bebas yang berpengaruh pada
stadium penyakit yang menguntungkan pada presentasi setelah
disesuaikan untuk faktor-faktor di atas.
Penelitian kami adalah yang pertama yang menilai dampak dari
skrining lebih dari tujuh tahun sejak peluncuran program kanker pertama
dan skrining payudara nasional, Breast Screen Singapore (BSS) (Jara-
Lazaro et al., 2010) dari gambaran sebuah rumah sakit daerah di bagian
timur Singapura. Ini bukan penelitian yang mengkaji efektivitas program
BSS sebagai penduduk kita yang menarik adalah dari populasi penyakit.
Namun demikian, karena Singapura merupakan negara kecil, semua
pendidikan publik tentang kanker payudara dan skrining harus memiliki
dampak yang sama di seluruh pulau termasuk wilayah timur di mana CGH
melayani. Oleh karena itu, temuan bahwa perempuan Melayu dan orang-
orang tanpa riwayat keluarga kanker payudara cenderung kurang untuk
menghadiri skrining kanker payudara pada penelitian kami yang dapat
memberikan pandangan yang relevan dan tepat waktu tentang
bagaimana BSS dan program pendidikan terkait telah mempengaruhi
populasi penyakit total Singapura.
Namun ada, beberapa keterbatasan penelitian kami. SHSS
(Singapore Ministry of Health, 2011) dan survei lokal wanita Asia (Sim et
al., 2009) keduanya menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang lebih
rendah dikaitkan dengan respon yang rendah untuk skrining
mammography. Namun, karena kurangnya data sosial ekonomi, kami
tidak dapat menyesuaikan faktor-faktor seperti tingkat pendidikan,
pendapatan dan pekerjaan ketika menilai dampak dari skrining tahap
suatu penyakit dan mengidentifikasi profil dari pasien dengan gejala.
Studi kami juga dibatasi oleh periode follow-up yang relatif singkat sejak
program skrining kanker payudara nasional diluncurkan pada 2002. Follow
up dengan lebih lama akan memberikan perbandingan lebih mendalam
pada tingkat penyembuhan total 5 tahun antara pasien dengan skrining
dan dengan gejala, dan memungkinkan kita lebih memahami dampak
deteksi skrining terhadap penyembuhan dengan menyesuaikan untuk
pengaruh potensial tertentu seperti variabel patologi klinik (seperti ukuran
tumor, derajat keganasan dan keterlibatan kelenjar). Terakhir, ukuran
sampel dari kedua kelompok tidak sama (82 skrining vs 679 pasien
dengan gejala) dan seperti perbandingan yang tidak seimbang pasti
terdapat kesalahan statistik. Namun, meskipun ukuran sampel tidak
seimbang, deviasi standar dalam penelitian ini adalah sama pada
kelompok dan tahan terhadap persyaratan uji statistik.
Sebagai kesimpulan, hasil skrining mammography dalam deteksi
dini lesi tumor lebih menguntungkan pada wanita Asia dan penelitian kami
adalah yang pertama untuk menyarankan skrining yang juga
meningkatkan penyembuhan total yang lebih tinggi pada wanita Asia.
Kami juga menemukan bahwa perempuan Melayu dan orang-orang tanpa
riwayat keluarga kanker payudara kurang cenderung memiliki kanker
pada pemeriksaan. Upaya memperlebar jangkauan skrining bisa lebih
ditargetkan terhadap kelompok berisiko tertentu untuk mendorong
skrining dan mendeteksi penyakit lebih dini terutama di bagian timur
Singapura

Ucapan Terima Kasih

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr Jaime Seah dan


semua dokter lainnya serta peneliti dari Rumah Sakit Pusat Changi
Singapura, Departemen Bedah Umum, Unit Pelayanan Payudara untuk
upaya mereka aktif dan berkesinambungan dalam membangun dan
mempertahankan penatalaksanaan kanker payudara.

Anda mungkin juga menyukai