Anda di halaman 1dari 14

Lemahnya Daya Saing Produk Dalam

Negeri Terhadap Produk Luar Negeri


Di buat untuk memenuhi tugas softskill mata
kuliah Perekonomian Indonesia

Disusun Oleh :

MITHA FILANDARI
(24212612)
1EB24

UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
ATA 2013

Kata Pengantar
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT karena berkat kuasa-Nya, saya sebagai
penulis dapat menyelesaikan makalah Lemahnya Daya Saing Produk Dalam Negeri
Terhadap Produk Luar Negeri dengan baik.
Penulisan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas softskill mata kuliah
Perekonomian Indonesia dan sesuai dengan judulnya makalah ini bertujuan untuk
memberikan informasi mengenai daya saing produk dalam negeri terhadap luar
negeri sehingga kita sebagai mahasiswa/i Fakultas Ekonomi dapat mengetahui
tentang persaingan yang terjadi antara produk dalam negeri dan luar negeri.
Sehubungan dengan selesainya penyusunan makalah ini, Saya mengucapkan terima
kasih kepada dosen Perekonomian Indonesia yang telah berbagi ilmu kepada para
mahasiswanya serta berbagai pihak yang telah membantu dalam penyediaan
informasi. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada para pembaca, kritik dan
saran Anda saya tunggu agar menjadikan makalah ini lebih baik lagi.

Bekasi, Mei 2013

Penulis
Abstrak
Daya saing nasional merupakan kemampuan suatu negara
menciptakan, memproduksi dan/atau melayani produk dalam
perdagangan internasional, sementara dalam saat yang sama
tetap dapat memperoleh imbalan yang meningkat pada sumber
dayanya (Scott, B. R. and Lodge, G. C., US Competitiveness in
the World Economy, 1985).
Mahalnya biaya transportasi dan ongkos produksi di Indonesia, membuat harga
suatu produk tidak kompetitif dipasar lokal apalagi pada pasar Internasional, hasil
Industri made in Indonesia saat ini nyaris hanya bisa bertahan pada pasar dalam
negeri, dan itupun sudah mulai tertekan karena desakan barang yang sama dari
China, harganya pun jauh lebih murah, walaupun mutunya sulit untuk dipercaya.
Ketidak mampuan Industri Indonesia untuk bersaing dengan melakukan
pengurangan ongkos produksi dan distribusi menjadi salah satu penyebab nilai
jual produk dalam negeri mahal, hancurnya sarana infrastruktur antar pulau
dan banyak yang sudah masuk dalam kategori rusak berat, seperti penuturan
pengusaha angkutan darat, membuat harga barang lokal mahal, ditambah
lagi produk yang dihasilkan memakai bahan baku import, seperti produk tekstil
maupun electronic yang kesemua bahan baku utamanya ( kapas, semicoductor)
harus di import dari luar negeri.
Untuk mendorong masyarakat agar lebih menggunakan produk
dalam negeri dibandingkan produk impor, pemerintah
mengupayakan Program P3DN. Salah satu bentuknya adalah
mewajibkan instansi pemerintah untuk memaksimalkan
penggunaan hasil produksi dalam negeri dalam kegiatan
pengadaan barang/jasa yang dibiayai oleh APBN/APBD.

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini, maraknya perdagangan bebas mengakibatkan banyaknya
barang-barang impor dari luar negri yang masuk ke Indonesia dan tentu saja
berdampak pada penjualan produk local (dalam negri). Seperti halnya produk-
produk buatan China yang sudah menjamur di berbagai tempat. Hal ini membuat
persaingan antara produk dalam negri dan luar negri semakin berat. Terlebih lagi,
seperti yang telah diketahui bahwa produk buatan China menawarkan harga yang
relative lebih murah dibandingkan dengan harga produk dalam negri. Kualitas
produk yang dibuatnya pun sudah dapat dikatakan bagus. Sementara produk
dalam negeri tidak dapat mengimbangi produk buatan luar negeri, seperti China
karena mahalnya biaya transportasi dan ongkos produksi di Indonesia, membuat
harga suatu produk tidak kompetitif dipasar lokal apalagi pada pasar
Internasional, hasil Industri made in Indonesia saat ini nyaris hanya bisa
bertahan pada pasar dalam negeri Ini merupakan salah satu factor yang
menyebabkan lemahnya daya saing produk dalam negri.

1.2. Maksud dan Tujuan


Dalam penulisan makalah ini, sasaran yang diharapkan, yaitu:
a. Dapat mengerti maksud dari daya saing.
b. Mengetahui factor apa saja yang membuat daya saing produk dalam negeri
melemah.
c. Dalam daya saing produk, kita dapat mengetahui perbandingan mutu produk
dalam negeri dan luar negeri.
d. Mengetahui penyebab kurangnya kesadaran dan kebanggaan masyarakat
Indonesia dalam menggunakan produk dalam negeri.
e. Mengetahui kebijakan pemerintah China dalam perdagangan.
f. Mengetahui cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan produk
dalam negeri.

1.3. Metode Penelitian


Dalam penulisan makalah ini, penulis mengambil berbagai informasi
melalui sarana internet, seperti website, blog, dan surat kabar.
1.4. Rumusan Masalah
1.4.1. Apa yang dimaksud dengan daya saing?
1.4.2. Mengapa daya saing produk dalam negri tergolong lemah?
1.4.3. Bagaimana mutu produk dalam negeri jika dibandingkan dengan produk
impor?
1.4.4. Mengapa masyarakat Indonesia memiliki kesadaran dan kebanggaan yang
rendah dalam menggunakan produk dalam negeri?
1.4.5. Mengapa produk-produk luar negri, khususnya China dapat dijual dengan
harga yang relative lebih murah?
1.4.6. Bagaimana caranya agar produk dalam negri dapat dikembangkan sehingga mampu
bersaing dengan produk buatan luar negri?

1.5. Landasan Teori


Daya saing adalah kemampuan suatu negara untuk mencapai
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita yang tinggi
terus-menerus (World Economic Forum, Global Competitiveness
Report,1996).
Daya saing nasional merupakan kemampuan suatu negara
menciptakan, memproduksi dan/atau melayani produk dalam
perdagangan internasional, sementara dalam saat yang sama
tetap dapat memperoleh imbalan yang meningkat pada sumber
dayanya (Scott, B. R. and Lodge, G. C., US Competitiveness in
the World Economy, 1985).
Saat ini pemerintah juga melakukan upaya yang dapat
meningkatkan produksi dalam negeri. Salah satunya adalah
dengan program P3DN. Program P3DN merupakan upaya
Pemerintah untuk mendorong masyarakat agar lebih
menggunakan produk dalam negeri dibandingkan produk impor.
Salah satu bentuknya adalah mewajibkan instansi pemerintah
untuk memaksimalkan penggunaan hasil produksi dalam negeri
dalam kegiatan pengadaan barang/jasa yang dibiayai oleh
APBN/APBD.

BAB 2. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Daya Saing
Daya saing adalah kemampuan suatu negara untuk mencapai
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita yang tinggi
terus-menerus (World Economic Forum, Global Competitiveness
Report,1996).
Daya saing nasional merupakan kemampuan suatu negara
menciptakan, memproduksi dan/atau melayani produk dalam
perdagangan internasional, sementara dalam saat yang sama
tetap dapat memperoleh imbalan yang meningkat pada sumber
dayanya (Scott, B. R. and Lodge, G. C., US Competitiveness in
the World Economy, 1985).
Daya saing makin menjadi kata kunci dalam perkembangan
ekonomi global yang melahirkan persaingan dan kompetisi. Daya
saing menuntut manajemen dengan standar global dan
transnasional. Meskipun pasarnya lokal atau regional, namun
pesaingnya adalah global, demikian adagium ekonomi global.
Fenomena merebaknya produk impor Cina di pasar domestik,
dapat dijadikan bukti bahwa produk yang memiliki daya saing
tinggi dan harga yang kompetitif dapat merajai pasar dan
mengalahkan produk lokal. Dari fenomena tersebut dapat dipetik
pelajaran berharga bahwa dalam persaingan pasar bebas,
dituntut membangun keunggulan inti (core competence) dengan
membangun daya saing.
Daya saing merupakan kata kunci untuk menentukan keunggulan,
juga diyakini sebagai salah satu kunci mempercepat pertumbuhan
ekonomi nasional. Keunggulan ekonomi suatu negara sangat
ditentukan kuatnya daya saing, salah satunya indikatornya dapat
dicermati dari strategi membangun sistem konektivitas.
Pembangunan konektivitas bermuara pada peningkatan daya
saing, memperoleh efisiensi biaya produksi (cost production),
dan menekan ekonomi biaya tinggi.

2.2. Faktor yang Menyebabkan Lemahnya Daya Saing Produk Dalam Negeri
Mahalnya biaya transportasi dan ongkos produksi di Indonesia, membuat
harga suatu produk tidak kompetitif dipasar lokal apalagi pada pasar
Internasional, hasil Industri made in Indonesia saat ini nyaris hanya bisa bertahan
pada pasar dalam negeri, dan itupun sudah mulai tertekan karena desakan barang
yang sama dari China, harganya pun jauh lebih murah, walaupun mutunya sulit
untuk dipercaya.

Faktor harga murah merupakan strategy China untuk merebut pangsa


pasar besar di Indonesia, dan bukan mustahil industri-industri kecil hingga
industri skala besar akan gulung tikar dalam bebarapa bulan kedepan oleh karena
hancurnya pasar lokal yang diserbu produk import dari China, dan ini memang
rencana besar pemerintahan China, agar Indonesia menggantungkan sepenuhnya
kebutuhan domestiknya terhadap Industri China.
Ketidak mampuan Industri Indonesia untuk bersaing dengan melakukan
pengurangan ongkos produksi dan distribusi menjadi salah satu penyebab nilai
jual produk dalam negeri mahal, hancurnya sarana infrastruktur antar pulau
dan banyak yang sudah masuk dalam kategori rusak berat, seperti penuturan
pengusaha angkutan darat, membuat harga barang lokal mahal, ditambah
lagi produk yang dihasilkan memakai bahan baku import, seperti produk tekstil
maupun electronic yang kesemua bahan baku utamanya ( kapas, semicoductor)
harus di import dari luar negeri.
Ironisnya kejadian ini terjadi setiap tahun dan belum ada tanda-tanda
perbaikan, lonjakan harga produk local yang tidak masuk akal, sering terjadi
kelangkaan bahan baku, dan akhirnya produk yang dihasilkan didalam negeri
tidak akan mampu untuk bersaing dengan produk yang dihasilkan dari Vietnam,
maupun China.
Dalam semester pertama tahun ini, Indonesia sangat kesulitan untuk
mendapatkan bahan baku kapas bagi keperluan Industri tekstil dalam negeri,
kapas yang dihasilkan oleh beberapa negara seperti, Amerika serikat, India,
Pakistan dan sebagian Negara Amerika Latin, telah habis diborong oleh Importir
dari China tahun lalu, lewat perdagangan berjangka atau yang lebih dikenal
dengan istilah future trading, imbasnya produsen tekstil ditanah air kalang kabut
dan harus mengikuti fluktuatif kenaikan harga yang ditetapkan oleh Eksportir
China hingga mencapai 50% dari harga dasar dipasar Internasional.
Lonjakan harga tersebut berimbas pada penghentian kegiatan produksi
garment maupun Industri rumahan di dalam negeri, kenaikan harga bahan baku
tidak diimbangi dengan kenaikan harga jual produk sehingga konsumer tidak
melakukan pembelian produk secara rutin akhirnya stock menumpuk dan tidak
ada kepastian kapan produk tersebut akan diserap oleh pasar.
Importir dari kelas menengah timur tengah maupun eropa timur sudah 6
bulan lebih tidak pernah datang untuk melirik produk garment Indonesia, dapat
dibayangkan berapa banyak devisa yang hilang akibat kenaikan harga kapas yang
sengaja dilakukan oleh pengusaha China tersebut, jika dulu industri garment kita
merupakan andalan utama pemasukan devisa, kini mereka beralih menjadi
importir untuk memasukkan barang yang sejenis dari China, imbasnya adalah
pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja dilingkungan pabrik mereka seperti
yang terjadi di Jawa barat, Jawa tengah maupun pusat sentra Industri di Tanah
Air.

Adakah jalan lain yang dapat ditempuh untuk menghidupkan kembali


kejayaan Industri di Tanah Air? untuk jangka pendek sepertinya kita tidak punya
harapan, namun bilamana pengembangan Industri pertanian Kapas
dikembangkan di Nusa Tenggara maupun daerah lainnya, Industri tekstil kita bisa
bangkit kembali asalkan pemerintah memberikan dukungan penuh seperti yang
dilakukan untuk industri kelapa sawit, dimana saat ini hanya produk ini yang
masih bertahan dipasar internasional, karena saingan kita hanya Malaysia saja.
Selain itu kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) juga mempengaruhi
lemahnya daya saing produk dalam negeri.
PEMERINTAH telah memastikan Tarif Dasar Listrik (TDL) naik sebesar
15 persen mulai Januari 2013. Meski kenaikan dikenakan kepada pelanggan 1.300
Va ke atas dan dilakukan secara bertahap, tetap saja akan memberatkan
konsumen.
Kita dapat memahami tarif listrik di Indonesia setelah dinaikkan 15 persen
dari Rp 729 per kwh, menjadi Rp 819 per kwh, masih tergolong murah
dibandingkan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina. Namun,
tingkat kehidupan mereka lebih baik dari kita.
Hal yang perlu diantisipasi menyusul kenaikan TDL adalah
bertambahnya beban bagi kalangan pengusaha akibat kenaikan biaya produksi
yang diprediksi bisa mencapai 15 persen.
Industri yang paling terkena dampak dari kenaikan TDL di antaranya
usaha yang bergerak di bidang katering, ritel, garmen, karena perusahaan tersebut
adalah para pengguna listrik dan gas.
Kenaikan TDL akan berdampak kepada lemahnya daya beli masyarakat.
Sebagai perusahaan tentunya akan melakukan penyesuian harga produk barang
hasil industrinya karena cost produksi membengkak.
Jika daya beli masyarakat lemah maka akan menekan produk dalam
negeri. Daya saing pun melemah. Yang dikhawatirkan, masyarakat akan memilih
barang impor, jika di pasaran harganya lebih murah ketimbang produk lokal.
Sementara kita tahu, banyak produk impor yang harganya lebih murah.
Sejumlah pengusaha sering mensinyalir bahwa Indonesia menjadi pangsa pasar
bebas bagi produk luar negeri, sebut saja sayur sayuran dan buah buahan.
Bahkan, harga buah dan sayuran impor kadang lebih murah ketimbang produk
lokal. Begitu juga harga barang yang lain seperti mainan anak- anak dan
perlengkapan rumah tangga.

2.3. Kurangnya Mutu Produk Dalam Negeri Dibandingkan Dengan Produk


Impor
Dari sudut pandang sumber daya manusia, sebenarnya kualitas orang-
orang Indonesia tidak kalah dibandingkan dengan orang-orang di negara-negara
maju, jika saja benar-benar mau belajar. Hal ini terbukti dengan banyaknya tokoh-
tokoh dan cendikiawan yang berasal dari negara kepulauan terbesar di dunia ini.
Namun kemauan saja tidak cukup, fasilitas pendukungnya pun harus mumpuni.
Hal inilah yang harus menjadi sorotan. Bahwa dalam proses belajarnya, orang-
orang Indonesia belum mendapatkan fasilitas yang memadai, belum maksimalnya
akses informasi dari masyarakat di pedalaman. Serta yang tidak boleh dilupakan
juga adalah asupan gizi sebagian besar masyarakat yang jauh dari pemenuhannya
karena alasan ekonomi. Beberapa gambaran diatas menjadi mata rantai
permasalahan yang saling terkait yang membuat kualitas orang-orang Indonesia
lebih rendah jika dibandingkan dengan orang-orang di negara-negara maju.
Kualitas masyarakat yang rendah juga berakibat pada rendahnya mutu
atau kualitas produk (barang maupun jasa) yang dihasilkan. Hal ini karena belum
maksimalnya penerapan sebuah teknologi dalam proses produksi. Kebanyakan
masyarakat hanya mengandalkan pengalaman saja tanpa diiringi penguasaan
konsep dan teknologi yang membuat tidak maksimalnya proses produksi.
Permasalahan yang selanjutnya adalah dalam menjalankan proses
produksinya, pelaku usaha di tanah air selalu dibayang-bayangi masalah finansial
atau pendanaan proses produksi. Untuk menyelesaikan masalah ini, pemerintah
telah memberikan bantuan dengan mengucurkan dana usaha bagi pengusaha
kecil dan menengah. Namun, yang harus disoroti adalah bahwa bantuan-bantuan
yang ditujukan kepada kalangan pengusaha kecil dan menengah itu belum
termanfaatkan dengan maksimal. Karena ternyata dalam penyalurannya, bantuan
tersebut banyak yang salah sasaran. Sehingga wajar saja bila pengusaha kecil dan
menengah tidak dapat berbuat banyak untuk menyikapi masalah pedanaan ini.
Secara tidak langsung keadaan ini mengganggu proses produksi yang membuat
mereka lebih memilih untuk menekan biaya produksi hingga seminimal mungkin.
Misalnya saja dengan menggunakan bahan baku yang kualitasnya dibawah
standar yang seharusnya serta penggunaan teknologi konvensional yang membuat
proses produksi tidak maksimal.
Dua permasalahan klasik diatas merupakan sebagian kecil dari hambatan-
hambatan yang membuat produk-produk dalam negeri menjadi lebih rendah
mutunya jika dibandingkan dengan produk-produk yang diproduksi negara-negara
maju. Hal ini tentunya menjadi ancaman serius bagi pelaku usaha nasional karena
kita telah memasuki gerbang perdagangan bebas. Sedangkan pada perdagangan
bebas itu diharapkan barang-barang produksi anak bangsa mampu menyaingi
produk luar yang masuk ke Indonesia sehingga dapat tetap menjadi tuan rumah di
negeri sendiri.

2.4. Kurangya Kesadaran dan Kebanggaan Untuk Menggunakan Produk Dalam


Negeri
Sudah menjadi rahasia umum bahwa produk buatan Indonesia berkelas
lebih rendah dibandingkan dengan produk luar negeri. Masyarakat Indonesia
umumnya telah melakukan pengaturan pada pola pikir mereka bahwa produk asal
luar negeri selalu atau bahkan selamanya akan memiliki kualitas yang lebih bagus
dibandingkan produk dalam negeri. Dan karena kecintaan mereka terhadap
produk luar negeri, mereka rela merogoh saku dalam-dalam untuk sebuah produk
luar negeri. Hal tersebut bertolak belakang dengan produk dalam negeri yang
memiliki image buruk bahkan sangat buruk di mata konsumen (masyarakat
Indonesia.red). Jangankan untuk merogoh saku dalam-dalam, merogoh di
permukaan saku pun sepertinya masyarakat enggan kalau uang itu hanya untuk
membeli sebuah barang produksi dalam negeri. Tidak sedikit dari mereka yang
bahkan berpikir bahwa membeli barang produksi dalam negeri sama saja dengan
membuang uang.
Ada beberapa alasan yang menjadi faktor utama masyarakat Indonesia
lebih memlilih produk luar negeri. Sebagian dari mereka berasumsi bahwa produk
luar negeri memiliki kualitas yang lebih bagus. Mungkin pengibaratan kualitas
produk luar negeri dan produk dalam negeri bagaikan langit dan bumi. Sangat
signifikan! Sebagian lagi berdalih bahwa produk luar negeri itu lebih elit dan
berkelas yang diukur dari segi kualitas atau mungkin juga dari negara asal
produk tersebut. Tidak sedikit yang beranggapan bahwa produk yang berasal dari
negara-negara di Eropa lebih berkelas dibanding produk yang berasal dari negara-
negara di kawasan Asia.
Menurut para pecandu produk luar negeri, yang membuat produk dalam
negeri terpuruk adalah tidak sebandingnya harga dengan kualitas produk dalam
negeri. Alasan mereka bahwa produk dalam negeri memiliki kualitas rendah tetapi
dipatok dengan harga yang cukup tinggi. Berbeda dengan produk luar negeri yang
mereka anggap sebanding antara kualitas dan harganya. Walaupun memiliki
harga yang relatif lebih mahal, tetapi mereka tidak segan mengorbankan uang
yang lebih banyak untuk barang tersebut.
Sebenarnya banyak alasan yang seharusnya membuat masyarakat
Indonesia lebih memilih produk dalam negeri. Pertama, membeli produk dalam
negeri secara langsung dan tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan para
pekerja lokal. Mengapa? Karena semakin banyak permintaan akan produk dalam
negeri akan semakin meningkatkan beban pekerja dan itu berarti akan
meningkatkan pula upah yang mereka terima. Kedua, membeli produk dalam
negeri dapat membantu mengurangi jumlah pengangguran. Apabila permintaan
produk dalam negeri meningkat, maka untuk memenuhi pertambahan jumlah
permintaan, produsen kemungkinan akan menambah jumlah pekerjanya. Dengan
kata lain kembali terbuka lowongan pekerjaan bagi masyarakat yang masih
menganggur. Ketiga, membeli produk dalam negeri berarti meningkatkan
pendapatan negara. Alasan terakhir adalah dengan membeli produk dalam negeri
akan menentukan jati diri bangsa. Hal itu merupakan salah satu wujud cinta kita
kepada Indonesia, sebagai warga negara yang baik.
Mungkin banyak yang tidak mengetahui bahwa tidak semua produk dalam
negeri memiliki kualitas yang lebih rendah, misalnya buah-buahan. Sebenarnya
membeli buah lokal itu memberikan lebih banyak manfaat. Cita rasa buah lokal
yang lebih enak dan nutrisinya lebih optimal karena dijual dalam keadaan segar.
Harganya pun lebih terjangkau. Selain itu kita ikut mencegah pemanasan global
karena mengurangi jumlah pemakaian kapal kargo yang mengangkut buah-
buahan impor dan tentu saja kualitas buah lokal lebih baik.
Banyak pula yang akan tercengang ketika mereka mengetahui bahwa
banyak perusahaan barang-barang berlabel luar negeri menggunakan jasa orang
Indonesia untuk membuat produk mereka. Seperti tas dan sepatu, banyak orang
Indonesia yang bekerja sama dengan produsen luar negeri. Mereka membuat
sepatu atau tas kemudian dikirimkan ke luar negeri, lalu di sana diberikan label
dan dijual kembali kepada konsumen (yang kemungkinan orang Indonesia)
dengan judul barang produksi luar negeri. Padahal barang tersebut dibuat di
Indonesia. Artinya barang buatan orang Indonesia tidak selamanya berkelas
rendah. Produsen luar negeri saja mengakui kualitas barang buatan orang
Indonesia, mengapa kita sendiri yang notabene masyarakat Indonesia sepertinya
berat untuk mengakui kelebihan itu? Gengsikah?
Tidak banyak pula dari masyarakat kita yang menyadari betapa bangsa ini
telah kecanduan produk luar negeri. Saat ini barang-barang kebutuan sehari-hari
mulai dari makanan, minuman, pakaian, barang elektronik, alat tulis-menulis,
sampai korek api pun merupakan barang impor. Apalagi setelah diberlakukannya
sistem perdagangan bebas. Produsen dalam negeri seakan tertimbun oleh barang
impor hingga tak mampu lagi berproduksi karena kalah bersaing dengan produk
luar negeri.
Bukannya produsen dalam negeri menawarkan produk berkualitas lebih
rendah, tapi belum sempat mereka mengembangkan dan memperbaiki kualitas
produk yang mereka tawarkan, produk-produk impor telah masuk dan memporak-
porandakan istana perdagangan yang mereka bangun secara perlahan.
Seandainya mereka memiliki waktu untuk memperbaiki produksi mereka, pasti
akan mereka lakukan. Karena perbaikan kualitas produk mereka tidak hanya
memberikan kepuasan bagi konsumen mereka, tetapi juga mendatangkan
keuntungan yang lebih besar bagi mereka. Tetapi sebelum hal itu terjadi, produsen
raksasa luar negeri datang sebagai rival mereka dalam berdagang di negeri
sendiri.
Lihatlah yang terjadi pada Korea Selatan yang 40-an tahun lalu tidak ada
apa-apanya dibandingkan dengan Indonesia. Tapi sekarang level mereka bahkan
berada jauh di atas Indonesia. Mereka mampu menjadi produsen barang raksasa
yang cukup berpengaruh di Asia. Hal itu tentu saja tidak terlepas dari peranan
masyarakat Korea Selatan sendiri. Mereka lebih bangga dan meras lebih elit bila
menggunakan produk buatan negara mereka sendiri.
Hal yang sama juga terjadi pada Jepang. Negara yang terpuruk, bahkan
dapat dikatakan mati ketika dibombardir oleh tentara sekutu pada tahun 1945.
Tahun yang sama ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Masyarakat Jepang hampir anti dengan produk impor. Mereka akan tetap
mengonsumsi produk dari negara mereka sendiri walaupun harganya lebih mahal
dan kualitas lebih rendah. Tetapi dengan tindakan seperti itu justru
membangkitkan semangat produsen dalam negeri untuk memberikan yang lebih
baik bagi para konsumen mereka. Hal ini merupakan apresiasi atas kesetiaan
mereka untuk tetap menggunakan produk dalam negeri. Sehingga Jepang berhasil
melahirkan banyak perusahaan raksasa yang memiliki pengaruh besar di Asia
bahkan dunia. Barang-barang mereka yang bermerk Sony, Honda, Suzuki, dan
Kawasaki menjadi barang kelas elit di Indonesia. Dan sekarang Jepang muncul
sebagai salah satu negara maju di Asia.
Bila kedua negara di atas dibandingkan dengan Indonesia, seharusnya
ketiga negara berada di level keelitan yang sama. Tapi pada kenyataannya,
Indonesia tertinggal jauh di bawah mereka. Khususnya dari segi perdagangan,
Indonesia hanya bisa gigit jari atas prestasi yang mampu diraih Jepang dan
Korea Selatan. Indonesia bahkan menjadi negara yang cukup konsumtif dalam
menggunakan barang-barang kedua negara tersebut.
Padahal jika Indonesia mau dan berusaha untuk mencari titik cerah seperti
ketika Korea Selatan masih berada di masa suram atau ketika Jepang berusaha
bangkit dari keterpurukan, pasti bisa. Khususnya dalam menghargai produk hasil
karya anak negeri. Korea Selatan dan Jepang bisa seperti sekarang karena
masyarakatnya menghargai negara mereka. Mereka mencintai apa yang ada di
negara mereka. Mereka bangga berdiri di atas kaki mereka sendiri, dengan
menggunakan barang-barang dari negara mereka. Tidak seperti Indonesia yang
malah merasa elit dan berkelas ketika menggunakan produk luar negeri.
Jangankan bangga, memiliki rasa cinta dan menghargai produk dari negara
mereka sendiri tidak.
Masyarakat Indonesia terlalu gengsi untuk menggunakan produk dalam
negeri. Mereka merasa lebih elit ketika mereka menggunakan sepatu bermerk
Adidas atau Puma ketimbang hanya mengalaskan kaki mereka dengan bungkusan
kaki berlabel Cibaduyut. Mereka merasa lebih berkelas ketika laptop yang mereka
gunakan bergambar Apple ketimbang mereka mengetik dengan Zyrex. Bahkan
tidak sedikit dari mereka merasa berlevel lebih tinggi ketika membayar dengan
dolar ketimbang rupiah.
Kapan negara ini bisa maju kalau masyarakatnya saja justru merasa lebih
bangga, lebih elit, lebih berkelas, dan berlevel tinggi ketika mereka dibalut produk
bermerk luar negeri? Kapan produsen dalam negeri bisa maju dan melakukan
revolusi terhadap produk mereka kalau tidak ada yang mau membeli produk
mereka? jawaban untuk kedua pertanyaan di atas adalah tidak kan pernah
terjadi, kalau masyarakat Indonesia masih menggantung tinggi gengsinya untuk
menggunakan produk dalam negeri. Sebuah negara tidak akan pernah maju ketika
masyarakatnya tidak mencintai negara mereka sendiri.
Negara kita tidak akan dipandang masyarakat dunia kalau kita sendiri
enggan untuk memandang negara kita. Produk dari negara kita tidak akan sama
derajatnya dengan produk Korea Selatan dan Jepang apalagi Eropa, kalau kita
tidak memulai untuk mencintai produk itu apa adanya. Karena suatu hal yang luar
biasa selalu dimulai dengan hal biasa. Dengan bangga dan cinta menggunakan
produk Indonesia suatu saat bukan tidak mungkin industri Indonesia akan
merangkak naik seperti yang terjadi pada Jepang dan Korea Selatan.

2.5. Faktor yang Menyebabkan Murahnya Produk Buatan China


Seperti yang telah diketahui, produk-produk dari luar negeri yang masuk ke
Indonesia saat ini, didominasi oleh produk asal Amerika Serikat, yang ditempel
ketat oleh produk dari China. Bahkan produk China sebenarnya lebih
mendominasi karena produk yang masuk ke negeri ini memiliki varian yang luar
biasa. Dari mulai sendok sampai perangkat elektronik, semua berlabel made in
china, dan yang menjadi nilai tambahnya, harga produk-produk dari China jauh
lebih murah.
Invasi besar-besaran produk China tersebut, terlebih setelah
ditandatanganinya perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China Free Trade
agreement (ACFTA) pada 1 Januari 2010 lalu, yang menurut saya lebih menjadi
faktor pendorong makin maraknya seruan untuk memakai produk dalam negeri.
Pemerintah seperti kebakaran jenggot karena kerjasama perdagangan yang
dibangun dengan China malah menjadi bumerang. Produk China, yang sudah
kuat dari segi inovasi dan harga yang relatif rendah menyebabkan produk lokal
kalah di pasaran negeri sendiri. Dampak kalahnya produk lokal di negeri sendiri
menghadirkan banyak efek negatif, dimulai dari matinya industri lokal. Matinya
industri lokal tersebut kebanyakan karena harga barang yang dipatok jauh diatas
harga barang sejenis dari China, sehingga di pasaran, masyarakat lebih memilih
produk asal China. Padahal sebenarnya bila dikaji lebih dalam, bukan karena
produk lokal yang terlalu mahal melainkan karena murahnya produk dari China.
Timbul pertanyaan, mengapa produk dari China bisa jauh lebih rendah
harganya?.
Bila kita melihat dari segi kebijakan, pemerintah China dalam dunia
perdagangan ternyata menerapkan politik Dumping. Apakah politik Dumping itu?
Politik Dumping adalah sebuah kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam
perdagangan dimana harga suatu barang yang dijual di pasaran luar, seperti
Indonesia, jauh lebih murah dibandingkan yang dijual di pasar domestik China
sendiri. Hal tersebut yang menyebabkan China dapat menguasai pasaran di luar,
tidak hanya di Indonesia saja, melainkan pada ruang lingkup yang lebih luas.
Menurut data statistik Kementerian Perdagangan, Selama 2010, impor dari
China naik 45,86% senilai US$20,424 juta. Peningkatan terbesar terjadi pada 5
sektor utama yakni produk mainan anak sebesar 72%, furnitur 54%, elektronika
36%, tekstil dan produk tekstil (TPT) 33%, permesinan 22,22% serta logam 18%.
Sebuah angka yang luar biasa besarnya ternyata telah dikeluarkan oleh negeri kita
untuk mengimpor produk dari China.
Politik Dumping tersebut dapat berjalan hanya bila pelaku industri dapat
menekan biaya produksi sehingga harga jualnya menjadi rendah, dan hal tersebut
yang dilakukan oleh China. Faktor yang menyebabkan murahnya biaya produksi
antara lain murahnya bahan baku, iklin permodalan yang sehat, murahnya upah
tenaga kerja, sampai murah dan stabilnya biaya energi. Faktor tersebut yang
menyebabkan tidak sulit untuk menetapkan kebijakan harga barang yang murah
untuk dipasarkan.
Dari segi inovasi, terlebih dalam varian produk elektronik, China benar-
benar mengerti apa yang dibutuhkan oleh pasar luar negeri. Produk fenomenal
produksi Apple, mulai dari Ipod, Iphone, sampai yang terbaru Ipad, dengan cepat
dapat dibuat replikanya oleh China, dan dengan harga yang jauh lebih murah.
Dari segi kualitas tentulah memang tidak sama, tapi China tahu bahwa untuk
pasaran menengah kebawah produk tersebut tetaplah diminati, bahkan mungkin
penjualannya lebih banyak dari produk yang aslinya.
Kekuatan perdagangan berikutnya dari China selain kebijakan pemerintah,
penekanan biaya produksi, dan inovasi adalah observasi. Pelaku industri di China
bertindak lebih fleksibel dalam hal memproduksi barang, dengan pertimbangan
negara yang dituju sebagai pasar ekspornya, misal di Indonesia, China bahkan
memproduksi jilbab, baju muslim sampai baju batik khusus untuk diekspor ke
negeri ini saja, dan pasti dengan harga yang jauh lebih murah dari industri lokal.
Upah tenaga kerja yang rendah.
Kita tahu China memiliki populasi penduduk yang paling padat di dunia, tentunya
dengan banyaknya populasi, banyak juga tenaga kerja.

Produktivitas pegawai yang tinggi


Mencari pekerjaan di China itu saingannya luar biasa banyak. Buruh-buruh di
sana menyadari hal ini, dan memang budaya kerja di sana lebih disiplin dan cepat,
sehingga mereka dapat memproduksi barang-barang dengan kecepatan yang jauh
lebih tinggi jika dibandingkan dengan Indonesia.

Sarana logistik / distribusi yang baik


Seringkali harga barang di Indonesia mahal karena jalan yang rusak, pungutan
liar di sana sini. Berbeda dengan China. Pemerintah berusaha keras menciptakan
sarana distribusi yang baik. Dan mereka juga mendistribusikan barang kemana-
mana. Jika ada yang suka belanja online produk China, biasanya di web mereka
aja itu terdapat layanan free shipping ke seluruh dunia. Saya rasa ini pasti dibantu
pemerintah juga.

Efisiensi dalam Produksi


Biasanya jika kita mau jual barang ke Amerika atau ke Negara lain, caranya kita
buat terlebih dahulu barangnya sampai jadi, lalu baru dikirim ke sana. Nah
kalau di China, untuk melakukan efisiensi, apa yang mereka lakukan? Kalau mau
kirim barang ke tempat lain, mereka akan membuat barang tersebut di atas kapal.
Jadi sambil distribusi sambil produksi. Bayangkan aja kalau misalnya kita
produksi memerlukan waktu 1 bulan lalu distribusi 2 bulan, dengan hal ini maka
cukup dengan 2 bulan bisa selesai produksi dan distribusi.
Di beberapa pelabuhan di China dan Jepang, itu uda menerapkan sistem yang
benar-benar efisien, yaitu kargo yang dibawa dari kapal-kapal, tidak perlu
mendarat di tanah pelabuhan, melainkan langsung kargo tersebut dipindahkan
dari kapal langsung ke atas truk dan langsung dibawa. Bandingkan dengan di
Indonesia, yang kargo harus masuk ke pelabuhan selama mungkin 1minggu
sampai beberapa bulan.

2.6. Langkah yang Perlu Diterapkan untuk Mengembangkan Produk Dalam


Negeri
Pertama, kita harus mencoba mengkaji kebijakan-kebijakan Cina
dalam perekonomian khususnya dalam memajukan industri
perdagangannya. Kemudian, dengan dasar kajian tersebut mari
rumuskan manakah yang bisa dan tepat untuk diterapkan di
Indonesia. Karena kita tetap harus mempertimbangkan keadaan,
latar belakang, dan budaya Cina yang tidak sama dengan
Indonesia.
Langkah kedua yang bisa ditempuh adalah dengan melakukan
pembenahan baik dari segi regulasi perdagangan maupun dalam
hal penentuan kebijakan perdagangan. Regulasi dan kebijakan
yang seharusnya ditetapkan oleh pemerintah adalah regulasi dan
kebijakan yang pro pelaku industri dalam negeri. Permasalahan
regulasi sering menghambat pelaku industri, bahkan sejak
mencoba membangun industri dari awal, misal dalam pengurusan
ijin usaha yang membutuhkan jalur birokrasi yang berliku.
Kemudian dalam hal regulasi perpajakannya, sering kali pajak
yang harus dibayarkan oleh pelaku industri menyebabkan harga
produk yang tidak bersaing karena menjadi lebih mahal.
Ketiga, adalah dengan meningkatkan mutu sumber daya manusia,
baik pelaku usaha maupun tenaga kerjanya, dalam hal ini, selain
meningkatkan kompetensi dan kemampuan pelaku usaha dan
tenaga kerja, faktor lain yang perlu ditingkatkan adalah
mengutamakan efisiensi dan efektivitas dalam bekerja, karena
tenaga kerja di China, berdasarkan laporan The Global
Competitiveness Report 2009-2010, menduduki peringkat 32 dari
133 negara, jauh meninggalkan Indonesia yang berada di
peringkat 75. Efektivitas tenaga kerja tersebut sangat penting
ditingkatkan karena secara langsung akan berpengaruh pada
harga produk yang akan dipasarkan.
Langkah keempat adalah dengan memaksimalkan peran
akademisi seperti para peneliti dan ahli ilmu teknologi untuk
menunjang dunia usaha. Inovasi teknologi sangat dibutuhkan
dalam persaingan produk yang dipasarkan. Saat ini, kita sudah
berada di jaman yang mengutamakan teknologi, sehingga produk
yang dipasarkan merupakan produk hasil teknologi. Dengan
penggunaan teknologi, juga dapat menekan biaya produksi yang
sampai saat ini masih banyak dilakukan dengan tenaga
tradisional, yang akan meningkatkan efektivitas baik dari segi
biaya maupun waktu.
Pemerintah juga melakukan upaya yang dapat
meningkatkan produksi dalam negeri. Salah satunya adalah
dengan program P3DN. Program P3DN merupakan upaya
Pemerintah untuk mendorong masyarakat agar lebih
menggunakan produk dalam negeri dibandingkan produk impor.
Salah satu bentuknya adalah mewajibkan instansi pemerintah
untuk memaksimalkan penggunaan hasil produksi dalam negeri
dalam kegiatan pengadaan barang/jasa yang dibiayai oleh
APBN/APBD. Dengan demikian, barang/jasa yang telah memiliki
Sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) akan
memperoleh preferensi dari panitia lelang. Terkait dengan hal
tersebut, Kementerian Perindustrian menyelenggarakan kegiatan
Verifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri yang dibiayai
sepenuhnya oleh APBN. Perusahaan yang ingin disurvey cukup
mendaftarkan diri tanpa dipungut biaya apapun.

BAB 3. PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Daya saing nasional merupakan kemampuan suatu negara menciptakan,


memproduksi dan/atau melayani produk dalam perdagangan internasional,
sementara dalam saat yang sama tetap dapat memperoleh imbalan yang meningkat
pada sumber dayanya (Scott, B. R. and Lodge, G. C., US Competitiveness in the
World Economy, 1985). Daya saing di Indonesia sendiri masih rendah mengingat
mahalnya biaya transportasi dan ongkos produksi di Indonesia, membuat harga
suatu produk tidak kompetitif dipasar lokal apalagi pada pasar Internasional.
Terlebih lagi munculnya produk-produk buatan China yang mampu menjual
barang yang murah dengan kualitas yang baik. Untuk itu diperlukan upaya yang
perlu diterapkan untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Upaya
tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Melakukan pembenahan baik dari segi regulasi perdagangan maupun dalam
hal penentuan kebijakan perdagangan

2. Meningkatkan mutu sumber daya manusia, baik pelaku usaha maupun tenaga
kerjanya

3. Memaksimalkan peran akademisi seperti para peneliti dan ahli ilmu teknologi
untuk menunjang dunia usaha

Daftar Pustaka
http://www.setkab.go.id/artikel-7690-.html

http://www.poskotanews.com/2012/12/27/tdl-naik-daya-saing-produk-lokal-
melemah/

http://ighiers.blogspot.com/2010/06/cinta-produk-dalam-negeri-disusun-untuk.html

http://p3dn.kemenperin.go.id/

http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/06/06/ekonomi-biaya-tinggi-membuat-
daya-saing-produk-kita-lemah-di-luar-negeri-370711.html

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/03/15/bila-china-bisa-indonesia-
pasti-juga-bisa-447144.html

http://forum.jalan2.com/topic/2163-alasan-kenapa-produk-china-bisa-murah/

Anda mungkin juga menyukai