Anda di halaman 1dari 1

Ia adalah Hafiz Khairul Rijal terpaksa hidup berpindah-pindah mengikuti pekerjaan

ayahnya. Sedari kecil ia telah dipupuk keterampilan berwirausahanya dengan berjualan es


dan makanan ringan di sekolah. Di bangku kuliah, ketika mengambil studi di Universitas
Sumatera Utara (Medan) ia juga tetap aktif melakukan berbagai usaha di sekitar kampus,
mulai dari parfum, laundry, sepatu, kaos kaki, ayam bakar, jual handphone, dll. Rasa malu
untuk jualan di area kampus ia kesampingkan, mengingat ia harus membantu orang tua
untuk biaya kuliahnya dan 2 adiknya.

Tapi ternyata dari semua usaha yang dijalaninya itu, usahanya gagal dan bangkrut
SEMUA. Akhirnya disadarinya hal itu karena ia tidak fokus dalam menjalani usaha. Setiap
sudah membuka satu usaha, tanpa pikir panjang ia buka usaha yang lain. Tidak adanya ilmu
dan tim untuk menunjang kegiatan pemasaran, produksi, dan lain-lain menjadi faktor lain
penyebab terjadinya kegagalan-kegagalan yang dialami Hafiz.

Hafiz mulai mencari usaha yang bermodal kecil dan mudah dijalankan. Setelah
berkeliling selama beberapa hari, ia menjumpai beberapa penjual es dawet. Setelah
diperhatikan, ternyata penjualan Es dawet disana cukup ramai dan akhirnya Hafiz tertarik
membeli dawet dan mengobrol dengan penjualnya ketika itu. Singkat cerita, ternyata
penjualan es dawet di daerah itu dapat menghasilkan omzet Rp.300.000,- per hari.

Jadi saya sudah kenyang saya yang namanya gagal dan bangkrut. Tapi bagi saya,
kegagalan adalah sebuah proses belajar. Jika kita menghadapi tantangan berarti kita sedang
dipersiapkan untuk naik ke level berikutnya. Yang penting, dari setiap kegagalan itu harus ada
yang bisa kita pelajari dan ambil hikmahnya. Sehingga kita bisa menjadi lebih baik di masa
depan.

Anda mungkin juga menyukai