BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk
suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu
(cholecystolithiasis) atau di dalam saluran empedu (choledocholithiasis) atau pada
kedua-duanya3.
2
2.3 Fisiologi
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara
600-1200 ml/hari6. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml
empedu5.Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam
kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer
dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan
natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang terkandung
dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%4.
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi
lemak,karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu
membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel
yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah
pankreas, asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak
yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk
buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari
penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel-
sel hati.
4
2.4 Epidemiologi
Insiden cholelithiasis di negara barat adalah 20% sedangkan angka kejadian di
Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara
(Syamsuhidayat). Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok
resiko tinggi yang disebut 5 Fs : female (wanita), fertile (subur)-khususnya
selama kehamilan, fat (gemuk), fair, dan forty (empat puluh tahun).
Cholelithiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun, semakin
banyak faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya
Cholelithiasis7,8.
2. Umur
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat
sedikit penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu dengan
semakin bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu
empedu, sehingga pada usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga orang3.
3. Jenis Kelamin
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan
perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa dan wanita lebih banyak
misalnya ada indian amerika 64%-73% menderita batu kandung empedu, sementara
di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki. Sementara di Indonesia data resmi belum
ada.
2.6 Patogenesis
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi,
faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme
yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi
kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling
penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol
dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat
meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan
unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam
pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan
mukus5.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada
kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan
batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol
adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-
garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam
empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak
yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu
produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat
diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami
perkembangan batu empedu6.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam Ductus choledochus
melalui Ductus cysticus. Dalam perjalanannya melalui Ductus cysticus, batu
tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet
sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam Ductus
cysticus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan
tetap berada disana sebagai batu Ductus cysticus3.
1. Batu Kolesterol
7
Batu kolesterol murni tidak biasa ditemukan dan terjadi pada kurang dari 10%
dari seluruh kejadian batu empedu. Batu ini biasanya miuncul sebagai batu besar
dan tunggal dengan permukaan yang halus. Kebanyakan batu kolesterol lain
mengandung pigmen empedu dan kalsium yang kadarnya bervariasi, tapi
biasanya terkandung sebanyak 70% dari berat batu kolesterol. Batu kolesterol
tipe ini biasanya jumlahnya multipel, bentuk dan ukurannya bervariasi, keras dan
bersegi atau irreguler, berbentuk seperti buah mullberry dan lembut. Warnanya
bervariasi dari warna kuning keputihan dan hijau sampai hitam. Kebanyakan batu
kolesterol merupakan batu radiolusen; hanya kurang dari 10% yang radioopak.
Apakah batu itu merupakan batu kolesterol murni atau campuran, kejadian utama
pada pembentukan dari batu koleasterol adalah supersaturasi dari empedu
dewngan kolesterol. Oleh karena itu, kadar kolesterol empedu yang tinggi dan
batu empedu kolesterol dapat dikatakan sebagai satu penyakit. Kolesterol sangat
nonpolar dan tidak larut dalam air dan empedu. Kelarutan kolesterol bergantung
pada konsentrasi relatif dari kolesterol, garam empedu dan lesitin (fosfolipid
utama dalam empedu). Supersaturasi hampir selalu disebabkan oleh hipersekresi
kolesterol dibandingkan dengan penurunan sekresi fosfolipid atau garam
empedu.4
Kolesterol disekresikan ke dalam empedu sebagai vesikel kolesterol-
fosfolipid. Kolesterol dpertahankan dalam bentuk larutan oleh micelles, sebuah
kompeks konjugasi garam embedu-fosfolipid-kolesterol, dan juga oleh vesikel
kolesterol-fosfolipid. Keberadaan vesikel dan micelles dalam satu kompartemen
yang aquaeous mempermudah berpindahnya lipid diantara keduanya. Maturasi
vesikuler terjadi pada saat vesikel lipidtergabung dengan micelle. Vesikel
fosfolipid bergabung dengan micelle dan lebih mudah terjadi dibanding vesikel
kolesterol. Sehingga vesikel tersebut mengandung kadar kolesterol yang tinggi,
menjadi tidak stabil, dan terjadi nukleasi kristal kolesterol. Pada enmedu yang
tidak tersaturasi, terkumpulnya kolesterol dalam vesikel tidak terlalu penting.
Dalam empedu yang mengalami supersaturasi, zona kpadat kolesterol terbentuk
pada permukaan vesikel dengan kadar kolesterol tinggi, yasng menyebabkan
tampaknya gambaran kristal kolesterol. Sebanyak sepertiga kolesterol bilier
ditransportasikan dalam micelle, namun vesikel kolesterol-fosfolipid membawa
mjayoritas kolesterol bilier.4
8
Menurut Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi
dalam empat tahap:
Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
Pembentukan nidus.
Kristalisasi/presipitasi.
Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan
senyawa lain yang membentuk matriks batu.
2. Batu pigmen
Batu pigmen mengandung kurang dari 20% kolesterol dan berwarna gelap
karena mengandung kalsium bilirubinat. Batu pigmen hitam dan batu pigmen
coklat hanya memiliki sedikit kesamaan, sehingga harus dipertimbangkan sebagai
entitas yang berbeda.4
Batu pigmen hitam biasanya kecil, rapuh, berwarna hitam, dan kadang
berspikula. Batu ini terbentuk dari supersaturasi kalsium bilirubuinat, karbonat,
dan fosfat, seringnya terbentuk secara tidak langsung dari kelainan hemolitik
seperti sferositosis herediter dan penyakit sickle cell, dan pada mereka yang
mengalami sirosis. Seperti batu kolesterol, batu tipe ini hampir selalu terrbentuk
dalam kandung empedu. Bilirubin yang tidak terkonjugasi lebih sulit larut
daripada bilirubin yang terkonjugasi. Dekonjugasi bilirubinterjadi pada empedu
secara normal dalam tingkat yang lambat. Meningkatnya kadar bilirubiun
terkonjugasi, seperti dalam kasus hemolisis, menyebabkan peningkatan produksi
bilirubin yang tidak terkonjugasi. Sirosis dapat menyebabkan meningkatnya
sekresi bilirubin yang tidak terkonjugasi. Ketika perubahan keadaan menyebabkan
peningkatan dekonmjugasi bilirubin dalam empedu, presipitasi dengan kalsium
terjadi.4
9
Pada batu Ductus choledochus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan
perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi
Cholangitis. Apabila timbul serangan Cholangitis yang umumnya disertai
obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya
Cholangitistersebut.Cholangitisakut yang ringan sampai sedang
biasanyaCholangitisbakterial non piogenik yang ditandai dengan Trias Charcot
yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi
Cholangitis, biasanya berupa Cholangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5
gejala Pentade Reynold, berupa tiga gejala Trias Charcot, ditambah syok, dan
kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma3.
Choledocholithiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena
komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu Ductus
choledochus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan
adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul Cholangitis akut. Episode parah
Cholangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil
melalui Ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara Ductus choledochus
distal dan Ductus pancreaticus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu.
Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.
2.7 Penatalaksanaan
Konservatif
1. Lisisbatudenganobat-obatan
Sebagianbesarpasiendenganbatuempeduasimptomatiktidak akan
mengalamikeluhan dan jumlah, besar, dan
komposisibatutidakberhubungandengantimbulnyakeluhanselamapemantauan.
Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat
elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksikolat untuk melarutkan batu
empedu kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan
diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran batu
kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun1.
2. Disolusi kontak
12
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut
kolesterol ke kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya
adalah angka kekambuhan yang tinggi.2
3. Lithotripsy(Extracorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)
Lithotripsygelombangelektrosyokmeskipunsangatpopulerbeberapatahun
yang lalu, analisisbiaya-manfaatpadasaatinihanyaterbatasuntukpasien yang
benar-benartelahdipertimbangkanuntukmenjalaniterapiini.Efektifitas ESWL
memerlukanterapi adjuvant asamursodeoksikolat.
Penanganan operatif
1. Cholecystostomy
Kolesistostomi berguna untukdekompesi dan drainase kandung emedu
yang terdistensi, mengalami inflamasi, hidropik atau purulen. Tinmdakan ini
dapat dilakukan pada pasien yang tiudak cukup memungkinkan kondisinya
untuk dilakukan operasi abdominal. Drainase perkutaneus yang dituntun
ultrasound dengan kateter pigtail merupakan prosedur yang dipilih. Kateter
dimasukkan melalui kawat penuntun yang sebelumya telah dipasang
menembus dinding abdomen, hepar, dan masuk ke dalam kandung empedu.
Dengan menggunakan kateter yang melewati hepar, resiko terjadinya empedu
yang merembes dari sekitar kateter dapat dikurangi. Kateter dapat dilepas
apabila inflamasi sudah hilang dan kondisi pasien membaik. Kandung empedu
dapat dibuang jika ada indikasi, biasanya dengan tindakan laparoskopi4.
2. Open cholecystectomi
13
3. Cholecystectomy laparoscopy
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal,
pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, mempersingkatkan waktu
perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering
adalah nyeri bilier yang berulang. Kontraindikasi absolut serupa dengan
tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan
koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa
perdarahan, pankreatitis, bocorDuctus cysticus dan trauma Ductus biliaris.
Resiko trauma Ductus biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar
antara 0,51%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan
lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam
10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat
digunakan untuk aktifitas olahraga.
4. Cholecystectomyminilaparotomy
Modifikasi dari tindakan cholecystectomyterbuka dengan insisi lebih kecil
dengan efek nyeri pasca operasi lebih rendah5.
14
BAB III
KASUS
A. Identitas
Nama : Tn. B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 54Tahun
Alamat : BTN Pengawu
Tanggal Pemeriksaan : 13 November 2016
Ruangan : Walet Bawah
B. Anamnesis
Keluhan Utama :Nyeri Perut
Riwayat Penyakit Sekarang : Keluhan nyeri perut bagian kanan sejak 3
hari yang lalu, nyeri kadang-kadang menjalar ke punggung kanan, ada
mual dan muntah, tidak ada demam. BAB dan BAK biasa terakhir tadi
pagi.
C. PemeriksaanFisik
Keadaan umum :Sakit sedang / Compos Mentis
BB : 79 kg
TB : 168 cm
IMT : 27.9(Obes 1)
Tanda vital :
TD : 120/80 mmHg Pernapasan : 24 kali/menit
Nadi : 76kali/menit Suhu : 36,50C
1. Kepala :
Wajah : Pucat (-), Sianosis (-), Edema (-) Jejas (-)
Deformitas : Tidak ada
Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, Rontok (-), tidak mudah dicabut
Mata : - Konjungtiva: anemis -/-
- Sklera : ikterus -/-
- Pupil : isokor, diameter + 3 mm/3 mm
Mulut : Hiperemis (-), Ulkus (-), Lidah kotor (-)
2. Leher :
KGB : Pembesaran KGB (-)
Tiroid : Simetris, mengikuti gerakan menelan, pembesaran (-)
JVP : Tidak ada peningkatan tekanan
16
3. Dada :
Paru-paru :
- Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, Retraksi dinding
dada (-)
- Palpasi : Vocal premitus normal bilateral, nyeri
tekan (-), krepitasi (-), massa (-)
- Perkusi : Sonor bilateral
- Auskultasi : Vesikuler bilateral, Ronkhi (-), Wheezing (-)
Jantung :
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V mid clavicula sinistra
- Perkusi :
- Batas kanan atas sulit dinilai
- Batas kanan bawah SIC IV 2 jari dari linea
parasternalis dextra.
- Batas kiriatas SIC II linea parasternalis sinistra.
- Batas kiribawah SIC V linea mid clavicula sinistra.
- Auskultasi: Bunyi jantung I/II murni regular, Murmur
(-), Gallop (-).
4. Perut :
- Inspeksi : Kesan datar
- Auskultasi : Peristaltik (+) normal
- Perkusi : Tympani pada 4 kuadran abdomen
- Palpasi : Nyeri tekan pada regio hipokondrium dekstra,
epigastrium dan lumbar dekstra.
Anggota gerak :
- Atas: akral hangat (+/+) edema (-/-), tidak ada hambatan gerak
- Bawah : akral hangat (+/+) edema (-/-), tidak ada hambatan gerak
17
USG
Laboratorium
18
SGPT 14 7.32 /I
Resume
Pasien laki-laki usia 52 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
nyeri perut bagian kanan sejak 3 hari yang lalu, nyeri kadang-kadang
menjalar ke punggung kanan, ada mual dan muntah, tidak ada demam.
BAB dan BAK biasa terakhir tadi pagi.
Riwayat penyakit dahulu : pernah mengeluhkan gejala yang sama dan
didiagnosis dokter batu empedu.
Pemeriksaan fisik : nyeri tekan pada regio epigastrium dan hipokondrium
Pemeriksaan penunjang : pada USG didapatkan Echo batu berukuran 1.6
cm
Diagnosis Sementara dan Diagnosis Banding
1. Diagnosis Kerja : Cholelitiasis
19
Penatalaksanaan:
Non Medikamentosa:
- Istirahat yang cukup
- Edukasi : diet rendah lemak tapi tinggi serat seperti sayur dan buah-
buahan.
Medikamentosa:
IVFD RL 16 tpm
Asam Ursodeoxycholic 3x250 mg
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki usia 52 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri
perut bagian kanan atas sejak 3 hari yang lalu, nyeri kadang-kadang menjalar ke
punggung kanan, ada mual dan muntah. Pada pemeriksaan fisik ditemukantanda
Murphy positif pada regio epigastrium dan hipokondrium serta pada pemeriksaan
penunjang USG didapatkan echo batu dengan ukuran 1.6 pada kandung empedu
sehingga pasien ini didiagnosis kolelitiasis.
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya.
Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam
kandung empedu. Batu empedu merupakan penyakit yang terjadi pada seluruh
dunia, sekitar 80% batu merupakan dibentuk oleh kolesterol.3,4
Seperti yang sudah diketahui 4 patogenesis mekanisme pembentukan batu
sebelumnya adalah supersaturasi empedu kolesterol, peningkatan pembentukan
inti kristal, gangguan pengosongan kandung empedu stasis dan hipomotilitas pada
intestinal. Menurut Acalovschi ada seseorang yang memiliki faktor resiko obesitas
mengalami peningkatan enzim HMG-CoA reductase dimana asetil KoA dirubah
menjadi kolesterol, kolesterol yang tidak terpakai sebagian akan disimpan di
jaringan adiposa atau di ekskresi ke kandung empedu yang sebelumnya kolesterol
21
Pada kasus di atas pasien diberikan edukasi untuk diet rendah lemak dan
tinggi serat menurut Gabriel dan Emil, diet rendah lemah dapat mengurangi
kinerja dari kandung empedu dan menekan sekresi kolesterol empedu yang
membuat supesaturasi empedu.16
DAFTAR PUSTAKA
1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3.
Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2000.380-4.
2. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsipIlmuBedah(Principles of
Surgery. Edisi 6. Jakarta: PenerbitBukuKedokteran EGC. 2000.459-64.
3. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar IlmuBedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.
4. Brunicardi FC et al. Schwartzs principles of surgery. 8th edition. United States
America : McGraw Hill, 2005.1188-1218.
5. Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi.
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. 1995. 430-44.
6. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.
7. Gustawan et al. Choletithiasis in Children. Maj Kedokt Indon, Oktober 2007
Volum: 57, Nomor: 10,
8. Acalovschi Monica, Cholesterol gallstones: from epidemiology to prevention.
University of Medicine and Pharmacy, Cluj-Napoca, RomaniaPostgrad Med J
2001;77:221229
9. Gustav Paumgartner, Ulrich Beuers. Ursodeoxycholic Acid in Cholestatic Liver
Disease:Mechanisms of Action and Therapeutic Use Revisited. Hepatology.
PerspectiveinClinical Hepatology . 2002Vol. 36, No. 3,
23