Anda di halaman 1dari 75

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu upaya yang dilakukan oleh para pemilik atau pemegang saham

adalah dengan mempekerjakan tenaga ahli atau profesional untuk diposisikan

sebagai manajer ataupun komisaris untuk mengelola perusahaan. Para pemilik

mempekerjakan mereka dengan harapan di bawah pengelolaan tenaga ahli atau

profesional, kinerja perusahaan akan menjadi lebih terjamin, dapat bertahan dan

bersaing di tengah suasana pasar yang semakin kompetitif sekaligus dapat

meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau

pemegang saham. Kemakmuran pemegang saham dapat ditempuh dengan

memaksimumkan nilai sekarang atau present value semua keuntungan pemegang

saham yang diharapkan akan diperoleh di masa depan.

Nilai perusahaan diartikan sebagai harga yang bersedia dibayar oleh calon

investor seandainya suatu perusahaan akan dijual (Sartono, 2008). Nilai

perusahaan dapat mencerminkan nilai asset yang dimiliki perusahaan seperti

surat-surat berharga. Saham merupakan salah satu surat berharga yang

dikeluarkan oleh perusahaan, tinggi rendahnya harga saham banyak dipengaruhi

oleh kondisi emiten.

Alasan penelitian ini tentang nilai perusahaan dikarenakan nilai

perusahaan sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan
2

diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham, semakin tinggi harga saham

semakin tinggi pula nilai perusahaan.

Nilai perusahaan kemudian diindikasikan dengan menggunakan Price

Book Value (PBV). Price book value yang tinggi akan membuat pasar percaya atas

prospek perusahaan ke depan. Price book value (PBV) digunakan untuk menilai

harga suatu saham dengan membandingkan harga pasar saham dengan nilai buku

perusahaan (book value). Rasio ini menunjukkan bagaimana suatu perusahaan

mampu menciptakan nilai perusahaan relatif terhadap jumlah modal yang

diinvestasikan. Hubungan antara harga pasar saham dengan nilai buku per lembar

saham dapat juga dipakai sebagai pendekatan alternatif untuk menentukan nilai

suatu saham. Secara teoretis, nilai pasar suatu perusahaan haruslah mencerminkan

nilai bukunya (Tandelilin, 2002).

Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui

peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Brigham, 1999

dalam Wahidahwati, 2002). Nilai perusahaan dapat dilihat melalui nilai pasar atau

nilai buku perusahaan dari ekuitasnya. Nilai buku merupakan nilai dari kekayaan,

hutang, dan ekuitas perusahaan berdasarkan pencatatan historis. Sedangkan nilai

pasar merupakan presepsi pasar yang berasal dari investor, kreditur, dan

stakeholder lain terhadap kondisi perusahaan dan biasanya tercermin pada nilai

pasar saham perusahaan.

Nilai perusahaan pada dasarnya dapat diukur melalui beberapa aspek,

salah satunya adalah dengan harga pasar saham perusahaan karena harga pasar

saham perusahaan mencerminkan penilaian investor secara keseluruhan atas


3

setiap ekuitas yang dimiliki. Harga pasar saham menunjukkan penilaian sentral

dari seluruh pelaku pasar,harga pasar saham bertindak sebagai barometer kinerja

manajemen perusahaan. Jika nilai suatu perusahaan dapat diproksikan dengan

harga saham maka memaksimumkan nilai pasar perusahaan sama dengan

memaksimumkan harga pasar saham.

Naik turunnya harga saham di pasar modal menjadi sebuah fenomena yang

menarik untuk dibicarakan berkaitan dengan isu naik turunnya nilai perusahaan

itu sendiri.Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 berdampak

terhadap pasar modal Indonesia yang tercermin dari terkoreksi turunnya harga

saham hingga 4060 persen dari posisi awal tahun 2008 (Kompas, 25 November

2008), yang disebabkan oleh aksi melepas saham oleh investor asing yang

membutuhkan likuiditas dan diperparah dengan aksi ikut-ikutan dari investor

domestik yang ramai-ramai melepas sahamnya. Kondisi tersebut secara harfiah

mempengaruhi nilai perusahaan karena nilai perusahaan itu sendiri jika diamati

melalui kemakmuran pemegang saham yang dapat diukur melalui harga saham

perusahaan di pasar modal.

Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi suatu

perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga

memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama

perusahaan (Euis dan Taswan, 2002).

Jika harga saham perusahaan tinggi maka dapat disimpulkan bahwa nilai

perusahaan tersebut juga baik. Nilai perusahaan juga dapat di tingkatkan dengan
4

meningkatkan kinerja perusahaan dan hal ini dapat kita dari informasi laba

perusahaan itu sendiri.

Rendahnya kualitas laba dapat menurunkan nilai perusahaan di pasar.

Herawaty (2008) menjelaskan bahwa salah satu bentuk penyimpangan yang

dilakukan oleh manajemen sebagai agen yaitu dalam proses penyusunan laporan

keuangan manajemen dapat mempengaruhi tingkat laba yang ditampilkan dalam

laporan keuangan atau yang sering disebut dengan earning management .

Earning management adalah tindakan yang dilakukan manajemen untuk

meningkatkan atau menurunkan laba perusahaan dalam laporan keuangan. Tujuan

earning management adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pihak tertentu

walaupun dalam jangka panjang tidak terdapat perbedaan laba kumulatif

perusahaan dengan laba yang dapat diidentifikasikan sebagai suatu keuntungan

Dengan demikian manajer mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya

melalui manajemen laba misalnya dengan membuat pemerataan laba dan

pertumbuhan laba sepanjang waktu (Wahidahwati, 2002). Praktek manajemen

laba dinilai merugikan karena dapat menurunkan nilai laporan keuangan dan

memberikan informasi yang tidak relevan bagi investor dimana teori keagenan

memberikan pandangan bahwa masalah earning management dapat

diminimumkan dengan pengawasan sendiri melalui corporate governance.

Herawaty (2008) menyatakan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan

terhadap nilai perusahaan adalah variabel corporate governance, ukuran

perusahaan dan earning management. Ukuran perusahaan merupakan salah satu

hal yang dipertimbangkan perusahaan dalam menentukan kebijakan hutangnya.


5

Perusahaan besar memiliki keuntungan aktivitas serta lebih dikenal oleh publik

dibandingkan dengan perusahaan kecil sehingga kebutuhan hutang perusahaan

yang besar akan lebih tinggi dari perusahaan kecil. Selain itu, semakin besar

ukuran perusahaan maka perusahaan semakin transparan dalam mengungkapkan

kinerja perusahaan kepada pihak luar, dengan demikian perusahaan semakin

mudah mendapatkan pinjaman karena semakin dipercaya oleh kreditur. Ukuran

perusahaan secara langsung mencerminkan tinggi rendahnya

aktivitas operasi suatu perusahaan. Pada umumnya semakin

besar suatu perusahaan maka akan semakin besar pula

aktivitasnya. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penelitian ini

diberi judul: Pengaruh Earning Management dan Kebijakan Hutang

Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek

Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang mengenai pengaruh praktik earning

management dan kebijakan hutang yang bertujuan untuk meningkatkan nilai

perusahaan, sehingga rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah earning management dan kebijakan hutang secara simultan

berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan Perbankan di Bursa

Efek Indonesia?

2. Apakah earning management dan kebijakan hutang secara parsial berpengaruh

terhadap nilai perusahaan pada perusahaan Perbankan di Bursa Efek

Indonesia?
6

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris :

1. Pengaruh earning management dan kebijakan hutang secara simultan

terhadap nilai perusahaan.

2. Pengaruh earning management dan kebijakan hutang secara parsial terhadap

nilai perusahaan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada:

1. Bagi penulis dapat dijadikan tambahan pengetahuan, khususnya mengenai

pengaruh earning management dan kebijakan hutang terhadap nilai

perusahaan.
2. Bagi para pemakai laporan keuangan dan manajemen perusahaan

memahami peranan earning management dan kebijakan hutang yang

dilakukan perusahaan dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan.

3. Bagi ilmu pengembangan ilmu pengetahuan, mengenai positif accounting

theory khususnya agency theory sehingga dapat memperoleh permodelan-

permodelan secara konseptual pengaruh earning management dan

kebijakan hutang serta dampaknya pada nilai perusahaan.

1.5. Kerangka Konsep

Berikut adalah kerangka konseptual berdasarkan latar belakang diatas,

yang dapat digambarkan dalam bentuk diagram skematik sebagai berikut :

Independent Variable Dependent Variable


7

Earning Management
(X1)
Nilai Perusahaan
(Y)
Kebijakan Hutang
(X2)

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual

1.6. Hipotesis

Menurut Sugiono (2007:2008), Hipotesis adalah jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian, oleh sebab itu rumusan masalah penelitian

biasanya disusun dalam bentuk kalimat pernyataan.

Berdasarkan pada kerangka pemikiran tersebut di atas, maka dirumuskan

hipotesis berikut ini:

H1: Earning management dan kebijakan hutang secara simultan berpengaruh

terhadap nilai perusahaan.

H2: Earning management dan kebijakan hutang secara parsial berpengaruh

terhadap nilai perusahaan.

BAB II
8

LANDASAN TEORITIS

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang dijadikan referensi dalam penelitian ini

diantaranya adalah :

1. Animah dan Ramadhani (2010), melakukan penelitian dengan judul.

Pengaruh Struktur Kepemilikan, Mekanisme Corporate Governance dan

Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan. Penelitian dilakukan terhadap

perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ dengan tahun pengamatan

2003-2007. Variabel yang digunakan adalah: kepemilikan institusional,

kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris,

komite audit, ukuran perusahaan dan nilai perusahaan. Hasil penelitian

tersebut menyatakan bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan

manajerial, komite audit, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris

independen dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh terhadap

nilai perusahaan. Selain itu juga, variabel ukuran dewan komisaris dan ukuran

perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap nilai perusahaan.

Kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris

independen dan komite audit tidak berpengaruh secara parsial terhadap nilai

perusahaan.
2. Herawaty (2008) membuktikan peran praktik corporate governance sebagai

moderating variable dari pengaruh earnings management terhadap nilai

perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa earnings management

berpengaruh secara negatif terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini juga

membuktikan bahwa pengaruh earnings management terhadap nilai


9

perusahaan dapat diperlemah dengan adanya praktik corporate governance.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sampel perusahaan non

keuangan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun

2004-2006.
3. Euis Soliha dan Taswan (2002) yang berjudul Pengaruh Kebijakan Hutang

terhadap Nilai Perusahaan serta beberapa faktor yang mempengaruhinya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kebijakan Hutang berpengaruh

positif namun tidak signifikan terhadap Nilai Perusahaan.

2.2. Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat

keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham (Sujoko dan

Soebiantoro, 2007). Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga

tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya

pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa

depan.

Menurut Christiawan dan Tarigan (2007), ada beberapa konsep yang

menjelaskan nilai perusahaan yaitu nilai nominal, nilai intrinsik, nilai likuidasi,

nilai buku, nilai pasar dan nilai intrinsik. Nilai nominal adalah nilai yang

tercantum secara formal dalam anggaran dasar perseroan. Nilai likuidasi adalah

nilai jual seluruh aset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban yang harus

dipenuhi. Nilai buku adalah nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep

akuntansi. Nilai pasar adalah harga yang terjadi dari proses tawar-menawar di

pasar saham sedangkan konsep yang paling representatif untuk menentukan nilai
10

suatu perusahaan adalah konsep intrinsik. Nilai perusahaan dalam konsep nilai

intrinsik ini bukan sekedar harga dari sekumpulan nilai aset, melainkan nilai

perusahaan sebagai entitas bisnis yang memiliki kemampuan menghasilkan

keuntungan dikemudian hari.

Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi suatu

perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga

memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan

perusahaan.

Penilaian perusahaan mengandung unsur proyeksi, asuransi dan judgement. Ada

beberapa konsep dasar penelitian yaitu :

1. Nilai ditentukan untuk waktu atau periode tertentu


2. Nilai harus ditentukan pada harga yang wajar
3. Penilaian tidak dipengaruhi oleh sekelompok pembeli tertentu.

Secara umum banyak metode dan teknik yang telah dikembangkan dalam

penilaian perusahaan diantaranya adalah :

a) Pendekatan laba antara lain metode rasio tingkat laba atau price earning

ratio, metode kapitalisasi proyek laba


b) Pendekatan arus kas antara lain metode diskonto arus kas
c) Pendekatan dividen antara lain metode pertumbuhan dividen
d) Pendekatan aktiva antara lain metode penilaian aktiva
e) Pendekatan harga saham
f) Pendekatan economic value added (EVA)

Menurut Indriyo (2002), aspek-aspek sebagai pedoman perusahaan untuk

memaksimalkan nilai perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Menghindari risiko yang tinggi. Bila perusahaan sedang melaksanakan

operasi yang berjangka panjang, maka harus dihindari tingkat risiko yang

tinggi. Proyek-proyek yang memiliki kemungkinan laba yang tinggi tetapi


11

mengandung risiko yang tinggi perlu dihindarkan. Menerima proyek-

proyek tersebut dalam jangka panjang berarti suatu kegagalan yang dapat

mematahkan kelangsungan hidup perusahaan.


2. Membayarkan dividen. Dividen adalah pembagian laba kepada para

pemegang saham oleh perusahaan. Dividen harus sesuai dengan kebutuhan

perusahaan maupun kebutuhan para pemegang saham. Pada saat

perusahaan sedang mengalami pertumbuhan dividen kemungkinan kecil,

agar perusahaan dapat memupuk dana yang diperlukan pada saat

pertumbuhan itu. Akan tetapi jika keadaan perusahaan sudah mapan

dimana pada saat itu penerimaan yang diperoleh sudah cukup besar,

sedangkan kebutuhan pemupukan dana tidak begitu besar maka dividen

yang dibayarkan dapat diperbesar. Dengan membayarkan dividen secara

wajar, maka perusahaan dapat membantu menarik para investor untuk

mencari dividen dan hal ini dapat membantu memelihara nilai perusahaan.
3. Mengusahakan pertumbuhan. Apabila perusahaan dapat mengembangkan

penjualan, hal ini dapat berakibat terjadinya keselamatan usaha di dalam

persaingan di pasar. Maka perusahaan yang akan berusaha

memaksimalkan nilai perusahaan harus secara terus-menerus

mengusahakan pertumbuhan dari penjualan dan penghasilannya.


4. Mempertahankan tingginya harga pasar saham. Harga saham di pasar

adalah merupakan perhatian utama dari perhatian manajer keuangan

untuk memberikan kemakmuran kepada para pemegang saham atau

pemilik perusahaan. Manajer harus selalu berusaha ke arah itu untuk

mendorong masyarakat agar bersedia menanamkan uangnya ke dalam

perusahaan itu. Dengan pemilihan investasi yang tepat maka perusahaan


12

akan mencerminkan petunjuk sebagai tempat penanaman modal yang

bijaksana bagi masyarakat. Hal ini akan membantu mempertinggi nilai

dari perusahaan.

Weston & Copeland (1999) menyatakan bahwa ukuran yang paling tepat

digunakan dalam mengukur nilai perusahaan adalah rasio penilaian (valuation),

karena rasio tersebut mencerminkan rasio (risiko) dengan rasio hasil

pengembalian. Rasio penilaian sangat penting karena rasio tersebut berkaitan

langsung dengan tujuan memaksimalkan nilai perusahaan dan kekayaan para

pemegang saham. Rasio penilaian tersebut adalah market value ratio yang terdiri

dari 3 macam rasio yaitu price earning ratio, price/cash flow ratio dan price to

book value ratio. Price earning ratio adalah rasio harga per lembar saham

terhadap laba per lembar saham. Rasio ini menunjukkan berapa banyak jumlah

rupiah yang harus dibayarkan oleh para investor untuk membayar setiap rupiah

laba yang dilaporkan. Price/cash flow ratio adalah harga per lembar saham

dengan dibagi oleh arus kas per lembar saham. Sedangkan Price to book value

ratio adalah suatu rasio yang menunjukkan hubungan antara harga pasar saham

perusahaan dengan nilai buku perusahaan (Weston & Copeland, 1999).

Nilai perusahaan dapat diukur dari expected value melalui arus kas

maupun dari nilai history melalui asset perusahaan. Untuk mengukur nilai

perusahaan ada beberapa rasio yang dapat digunakan, salah satu alternatif yang

dapat digunakan adalah dengan menggunakan Tobins Q. Rasio ini dikembangkan

oleh Tobin (1967) dan dinilai dapat memberikan informasi yang paling baik,

karena rasio ini dapat menjelaskan berbagai fenomena dalam kegiatan


13

perusahaan seperti terjadinya perbedaan crossectional dalam pengambilan

keputusan investasi dan diversifikasi, hubungan antar kepemilikan saham

manajemen dan nilai perusahaan, hubungan antara kinerja manajemen dengan

keuntungan dalam akuisisi dan kebijakan pendanaan, dividen dan kompensasi

(Sukamulja, 2004).

Sukamulja, (2004) menyatakan bahwa rasio Q yang digunakan,

memasukkan semua unsure hutang dan modal saham perusahaan, tidak

hanya unsur saham biasa. Aset yang diperhitungkan dalam TobinsQ juga

menunjukkan semua aset perusahaan tidak hanya ekuitas perusahaan. Sukamulja,

(2004) menyebutkan bahwa perusahaan dengan nilai Q yang tinggi biasanya

memiliki brand image perusahaan yang sangat kuat, sedangkan perusahaan

yang memiliki nilai Q yang rendah umumnya berada pada industri yang sangat

kompetitif atau industri yang mulai mengecil.

Dalam hubungannya dengan kinerja, laporan keuangan sering dijadikan

dasar untuk penilaian kinerja perusahaan. Salah satu jenis laporan keuangan yang

mengukur keberhasilan operasi suatu perusahaan pada periode tertentu adalah

laporan laba rugi. Akan tetapi, angka laba yang dihasilkan dalam laporan laba rugi

sering kali dipengaruhi oleh metode akuntansi yang digunakan, sehingga laba

yang tinggi belum tentu mencerminkan kas yang besar. Dalam hal ini, arus kas

mempunyai nilai yang lebih untuk menjamin kinerja perusahaan di masa

mendatang. Agnes (2002) menyatakan bahwa arus kas menunjukkan hasil operasi

yang dananya telah diterima tunai oleh perusahaan serta dibebani oleh dana yang

bersifat tunai dan benar-benar sudah dikeluarkan oleh perusahaan.


14

Nilai perusahaan dapat dilihat melalui nilai pasar atau nilai buku

perusahaan dari ekuitasnya. Dalam neraca keuangan, ekuitas menggambarkan

total modal perusahaan. Selain itu, nilai pasar bisa menjadi ukuran nilai

perusahaan. Penilaian terhadap perusahaan tidak hanya mengacu pada nilai

nominal.

Suatu perusahaan dikatakan memiliki nilai yang baik jika kinerja

perusahaannya juga baik. Nilai perusahaan dapat tercermin dari harga sahamnya.

Jika nilai perusahaan tinggi maka dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan

tersebut juga baik. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai

perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham

(Wahidahwati, 2002).

Meningkatkan nilai perusahaan berarti memaksimumkan kekayaan atau

kesejahteraan para pemegang saham (Martin, et al., 1994). Tujuan perusahaan itu

dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen keuangan dengan

hati-hati dan tepat, mengingat setiap keputusan keuangan yang diambil akan

mempengaruhi keputusan keuangan yang lain yang berdampak terhadap nilai

perusahaan (Fama dan French, 2002). Pengelolaan keuangan perusahaan

menyangkut penyelesaian atas keputusan penting yang diambil perusahaan, antara

lain keputusan investasi, pendanaan, dan kebijakan dividen. Suatu kombinasi yang

optimal atas ketiga keputusan itu akan memaksimumkan nilai perusahaan, dengan

demikian keputusan-keputusan tersebut adalah saling berkaitan satu dengan

lainnya (Qureshi, 2006).


15

Teori organisasi dan korporasi modern dari Berle dan Means, (1933) telah

banyak diterapkan dalam perusahaan-perusahaan besar dan modern sampai saat

ini. Teori ini menyatakan bahwa dalam suatu organisasi harus terdapat pemisahan

yang tegas antara aktivitas pengendalian dengan aktivitas operasional, dalam hal

ini harus terdapat pemisahan antara Board of Directors sebagai representasi dari

pemegang saham yang melakukan fungsi pengendalian atas operasional

perusahaan dan Board of ManagementCEO sebagai pihak yang menjalankan

operasional perusahaan. Perkembangan selanjutnya, teori keagenan (agency

theory) menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan

dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan. Hal ini

disebabkan dengan adanya pemisahan peran antara pemegang saham sebagai

prinsipal dan manajer sebagai agen, maka manajer pada akhirnya akan memiliki

hak pengendalian yang signifikan dalam hal bagaimana mereka mengalokasikan

dana investor (Jensen dan Meckling, 1976; Shleifer dan Vishny, 1997). Asumsi

dasar dalam agency theory adalah bahwa manajer akan bertindak secara

oportunistik dengan mengambil keuntungan untuk kepentingan pribadi sebelum

memenuhi kepentingan para pemegang saham. Perilaku oportunistik manajerial

dalam kaitannya dengan pencapaian nilai perusahaan, dapat digambarkan melalui

fungsi-fungsi pengelolaan keuangan perusahaan, yaitu fungsi investasi,

pendanaan, dan fungsi dalam menjalankan kebijakan dividen. Jensen dan

Meckling (1976) berpendapat bahwa manajer pada perusahaan publik memiliki

insentif untuk melakukan ekspansi melebihi ukuran optimal, meskipun ekspansi

tersebut dilakukan pada proyek yang memiliki net present value (NPV) negatif.
16

Kondisi overinvestment ini dilakukan dengan menggunakan dana internal yang

dihasilkan oleh perusahaan dalam bentuk free cash flow. Masalah free cash flow

merujuk pada aktivitas manajer yang lebih menyukai melakukan investasi

(meskipun dengan NPV negatif) dari pada membaginya dalam bentuk dividen.

Manajer tertarik untuk menanamkan modal dalam rangka meningkatkan

pertumbuhan dan penurunan risiko perusahaan melalui diversifikasi, walaupun

mungkin hal ini tidak selalu meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Hasil

penelitian Grand Jammine dan Thomas sebagaimana dikutip oleh Bethel dan Julia

(1993), menunjukkan bahwa manajer dari perusahaan publik cenderung untuk

memperluas dan melakukan diversifikasi perusahaan, walaupun hal itu tidak

meningkatkan nilai perusahaan.

Managerial opportunism hypothesis sebagaimana diungkapkan oleh

Jensen dan Meckling (1986), menyatakan bahwa para manajer mempunyai

kecenderungan untuk menahan cash, menyediakan mereka untuk mengkonsumsi

lebih banyak penghasilan tambahan, menggunakan dalam membangun kerajaan,

dan menginvestasikan dalam proyek-proyek dan pendapatan yang mungkin

meningkatkan gengsi pribadi mereka tetapi tidak bermanfaat bagi para pemegang

saham (Jiraporn dan Ning, 2006). Disamping itu manajer juga mempunyai

kecenderungan untuk menggunakan hutang yang tinggi bukan atas dasar

maksimisasi nilai perusahaan, melainkan untuk kepentingan oportunistik mereka.

Hal ini akan mengakibatkan beban bunga pinjaman dan risiko kebangkrutan

perusahaan meningkat, karena agency cost of debt semakin tinggi. Meningkatnya

biaya keagenan tersebut pada akhirnya akan berpengaruh pada penurunan nilai
17

perusahaan. Dengan demikian perilaku oportunistik manajerial tidak menciptakan

atau meningkatkan nilai perusahaan, tetapi sebaliknya akan merusak atau

menurunkan nilai perusahaan.

Teori keagenan menyatakan bahwa agency problem dapat diatasi dengan

melakukan beberapa mekanisme kontrol salah satunya adalah dengan

meningkatkan dividend payout ratio, yang akan mengakibatkan tidak tersedia

cukup banyak free cash flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari

luar untuk membiayai investasinya. Rozeff (1982) mengemukakan bahwa

pembayaran dividen adalah salah satu cara untuk mengurangi agency cost of

equity karena konflik antara manajemen dengan pemegang saham akan berkurang.

2.3. Earning Management (Manajemen Laba)

Herawaty (2008) menyatakan bahwa para manajer memiliki fleksibilitas

untuk memilih beberapa alternatif dalam mencatat transaksi sekaligus memilih

opsi-opsi yang ada dalam perlakuan akuntansi. Fleksibilitas ini digunakan oleh

manajemen perusahaan untuk mengelola laba. Perilaku manajemen yang

mendasari lahirnya manajemen laba adalah perilaku opportunistic manajer dan

efficient contracting.

Perilaku opportunistic yang dilakukan oleh manajer yaitu

memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapai kontrak kompensasi dan hutang,

dan political cost (Scott, 2000). Perilaku opportunis ini direfleksikan dengan

melakukan rekayasa keuangan dengan menerapkan income increasing atau

income decreasing decretionary accrual. Sedangkan sebagai efficient contracting

yaitu meningkatkan keinformatifan laba dalam mengkomunikasikan


18

informasi privat. Perilaku manajemen oportunis dikenal dengan istilah

earnings management, menurut Sulistyanto (2008) earnings management

muncul ketika manajer menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan

keuangan yang mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan dengan

tujuan menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja perusahaan atau

untuk mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan angka-angka

akuntansi yang dilaporkan itu.

Halim (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut Given that

manager can choose accounting policies from a set ( for example, GAAP),it is

natural to expect that they will choose polices so as to maximize their own utility

and/or market value of the firm. Dari definisi tersebut manajemen laba

merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari akuntansi yang ada

dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar

perusahaan. Ada 2 cara pemahaman atas manajemen laba yaitu : Pertama,

melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan

utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political

cost (Opportunistic Earning Manajemen). Kedua, dengan memandang

manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Earning

Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk

melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian - kejadian

yang tak terduga untuk keuntungan pihak - pihak yang terlibat dalam kontrak.

Dengan demikian manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaan


19

melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income

smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.

Timbulnya manajemen laba dapat dijelaskan dengan teori keagenan

(agency theory). Agency theory berasumsi hubungan agensi muncul ketika satu

orang atau lebih principal mempekerjakan manajer (agent). Pemegang saham

selaku principal mengadakan kontrak untuk memaksimumkan kesejahteraan

dirinya dengan profitabilitas yang semakin meningkat. Manajer selaku agen

termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan

psikologisnya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun

kontrak kompensasi. Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku

oportunistik dari agent, yaitu perilaku manajer untuk memaksimumkan

kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal.

Manajer memiliki dorongan untuk memilih dan menerapkan metode akuntansi

yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk mendapatkan bonus dari

principal.

Halim (2005) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan

angka- angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara pihak

pihak yang berkepentingan. Dengan laporan keuangan yang dilaporkan oleh

agent sebagai pertanggungjawaban kinerjanya, principal dapat menilai, mengukur

dan mengawasi sampai sejauh mana agent tersebut bekerja untuk meningkatkan

kesejahteraannya, serta memberikan kompensasi kepada agent.

Laporan keuangan yang digunakan oleh principal untuk memberikan

kompensasi kepada agent dengan harapan dapat mengurangi kotnflik keagenan


20

dapat dimanfaatkan oleh agent untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

Akuntansi akrual yang dicatat dengan basis akrual (accrual basis) merupakan

subjek manajerial discretion karena fleksibilitas yang diberikan oleh GAAP

memberikan dorongan kepada manajer untuk memodifikasi laporan keuangan

agar dapat menghasilkan laporan laba seperti yang diinginkan, meskipun

menciptakan distorsi dalam pelaporan laba (Machfoed, 2006).

Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui positif accounting theory

(PAT) dan Agency Theory. Tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan pemahaman

tindakan manajemen laba yang dirumuskan oleh (Halim, 2005).

a. Bonus dan plan hipotesis


Bahwa rencana bonus atau kompensasi manajerial akan cenderung memilih

dan menggunakan metode - metode akuntansi yang akan membuat laba yang

dilaporkannya lebih tinggi. Konsep ini membahas bahwa bonus yang

dijanjikan pemilik kepada manajer perusahaan tidak akan memotivasi manajer

untuk bekerja lebih baik tetapi juga memotivasi manajer untuk melakukan

kecurangan manajerial. Agar selalu bisa mencapai tingkat kinerja yang

memberikan bonus, manajer mempermainkan besar kecilnya angka - angka

akuntansi dalam laporan keuangan sehingga bonus itu selalu didapatnya setiap

tahun. Hal inilah yang mengakibatkan pemilik mengalami kerugian ganda

yaitu memperoleh informasi palsu dan mengeluarkan sejumlah bonus untuk

sesuatu yang tidak semestinya.


b. Debt equity hypothesis
Debt equity hypothesis menyatakan bahwa perusahaan yang mempunysi rasio

antara utang dengan ekuitas lebih besar, cenderung memilih dan menggunakan

metode - metode akuntansi dengan laporan laba yang lebih tinggi serta
21

cenderung melanggar perjanjian hutang apabila ada manfaat dan keuntungan

tertentu yang dapat diperolehnya. Keuntungan tersebut berupa permainan laba

agar kewajiban hutang piutang dapat ditunda untuk periode berikutnya

sehingga semua pihak yang ingin mengetahui kondisi perusahaan yang

sesungguhnya memperoleh informasi yang keliru dan membuat keputusan

bisnis menjadi keliru pula. Akibatnya terjadi kesalahan dalam mengalokasikan

sumber daya.
c. Political cost hypothesis
Political cost hypothesis menyatakan bahwa perusahaan cenderung memilih

dan menggunakan metode - metode akuntansi yang dapat memperkecil atau

memperbesar laba yang dilaporkannya. Konsep ini membahas bahwa manajer

perusahaan cenderung melanggar regulasi pemerintah, seperti undang - undang

perpajakan, apabila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat

diprolehnya. Manajer akan mempermainkan laba agar kewajiban pembayaran

tidak terlalu tinggi sehingga alokasi laba sesuai dengan kemauan perusahaan.

Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Naim (2000)

dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu :

a. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi

Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan) terhadap

estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi

kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, biaya

garansi dan lain lain.

b. Mengubah metode akuntansi


22

Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi

yaitu merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka

tahun ke metode depresiasi garis lurus.

c. Menggeser periode biaya atau pendapatan

Rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain : mempercepat / menunda

pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode

akuntansi berikutnya, mempercepat / menunda pengeluaran promosi sampai

periode berikutnya, mempercepat / menunda pengiriman produk kepelanggan,

mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak terpakai.

Setelah memilih metode akuntansi dan menentukan nilai estimasi

sesuai dengan kepentingannya, manajer membuat kebijakan bagaimana cara

menerapkannya tanpa harus melanggar prinsip akuntansi. Upaya untuk memilih

dan menerapkan metode akuntansi yang sesuai dengan kepentingan manajer bisa

dilakukan untuk mengelola dan mengatur labanya. Metode manajemen laba

menurut Scott (2000) dapat dilakukan dengan cara :

a. Taking a bath

Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru

dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan

dapat meningkatkan laba dimasa datang.

b. Income minimization

Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat probilitas yang tinggi

sehingga jika laba periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi

dengan mengambil laba periode sebelumnya.


23

c. Income maximization

Dilakukan pada saat perusahaan mengalami penurunan laba. Tindakan atas

maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi dengan

tujuan manajer memperoleh bonus yang lebih besar.

d. Income smoothing

Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga

dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya

investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

Ukuran earning management menurut Dechow (1995) terdiri atas berbagai

model sebagai berikut :

1. Model Healy

Healy (1985) menguji manajemen laba dengan membandingkan rata-rata

total akrual (diskala dengan lag total aset) antara variabel yang merupakan

bagian manajemen laba. Model Healy dirumuskan sebagai berikut :

=

dimana :

NDA = estimasi nondiscretionary accrual.

TA = total akrual yang diskala dengan lag total asset.

t = 1,2,t merupakan tahun subscript untuk tahun-tahun yang termasuk dalam

periode estimasi.

= tahun subscript yang menunjukkan suatu tahun dalam periode berjalan.

2. Model DeAngelo
24

DeAngelo (1986) menguji manajemen laba dengan memperhitungkan

perbedaan pertama dalam total akrual, serta mengasumsikan bahwa perbedaan

pertama mempunyai suatu nilai ekpektasi nol di bawah hipotesis nol yaitu tidak

adanya manajemen laba. Nondiscretionary accrual berdasarkan model DeAngelo

dirumuskan :

= 1

3. Model Jones

Model Jones (1991) berusaha untuk mengontrol dampak perubahan

ekonomi perusahaan terhadap nondiscretionaray accrual. Model Jones untuk

nondiscretionary accrual dirumuskan sebagai berikut :

= 1 (1/1) + 2 () + 3PP

dimana :

= pendapatan tahun t dikurangi pendapatan tahun t-1 yang diskala oleh

total aset pada tahun t-1.

PP = peralatan dan properti pabrik tahun yang diskala dengan total aset pada

tahun t-1.

1 = total actual pada tahun t-1.

= nondiscretionary accrual perusahaan.

4. Model Industri berasumsi bahwa variasi-variasi yang terdapat pada faktor-faktor

penentu nondiscretionary accrual biasa terjadi pada perusahaan-perusahaan dalam

industry yang sama model industri untuk nondiscretionary accrual dirumuskan

sebagai berikut :

= 1 + 2 ( 1 )
25

dimana :

1 = nilai median dari total akrual yang diskala dengan lag aset

untuk semua perusahaan non sampel yang sama dengan 2 digit kode SIC

1 + 2 = parameter spesifik perusahaan.

5. Model Jones yang Dimodifikasi

Model Jones dimodifikasi oleh Dechow, Sloan dan Sweeney (1995)

dirancang untuk mengurangi kecenderungan terjadinya kesalahan model Jones,

ketika discretionary diterapkan pada pendapatan. Perubahan pendapatan

disesuaikan demgan perubahan piutang, karena dalam pendaptan atas penjualan

sudah tentu ada yang berasal dari penjualan secara kredit. Pengurangan terhadap

nilai piutang untuk menunjukksn bahwa pendapatan yang diterima benar-benar

merupakan pendapatan bersih (Dechow et.al, 1995).

Manajemen Laba merupakan suatu intervensi oleh pihak manajemen

dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan

tujuan untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Penggunaan

Discretionary Accruals sebagai proksi manajemen laba dihitung dengan

mengunakan Modified Jones Model Dechow et.al (1995).

TAC = NIit CFOit

Nilai total Akrual (TA) diestimasi dengan persamaan regresi OLS sebagai

berikut:

TAit/Ait-1 = 1 (1/Ait-1 ) + 2 ( Revit/Ait-1 ) + 3 (PPEit/Ait-1 ) +e

Dengan menggunakan koefisien regresi diatas nilai non discretionary

accruals (NDA) dapat dihitung dengan rumus :


26

NDAit = 1(1/Ait-1) + 2(Revit/Ait-1-Recit/Ait-1) + 3(PPEit/Ait-1) + e

DAit = TAit /Ait-1 NDAit-1

Keterangan:

TAC = Total Accruals

NIit = laba bersih kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke

t CFOit = aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke t

NDAit = non discretionary accruals perusahaan i pada periode ke t

TAit = Total Accruals perusahaan i pada periode ke t

Ait-1 = total aktiva perusahaan i pada periode ke t-1

Revit = Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke t

Recit = Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke t

PPEit = aktiva tetap perusahaan i pada

periode ke t = error

DAit = discretionary accruals perusahaan i pada periode ke t


Pengukuran Earning Management menggunakan skala rasio.

2.4. Kebijakan Hutang

Kebijakan hutang termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang

bersumber dari eksternal. Penentuan kebijakan hutang ini berkaitan dengan

struktur modal karena hutang merupakan salah satu komposisi dalam struktur

modal. Perusahaan dinilai berisiko apabila memiliki porsi hutang

yang besar dalam struktur modal, namun sebaliknya apabila

perusahaan mengunakan hutang yang kecil atau tidak sama


27

sekali maka perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan

tambahan modal eksternal yang dapat meningkatkan

operasional perusahaan (Mamduh, 2004).

Menurut Mamduh (2004) terdapat beberapa faktor yang

memiliki pengaruh terhadap kebijakan hutang, antara lain :

a. NDT (Non-Debt Tax Shield)

Manfaat dari penggunaan hutang adalah bunga hutang

yang dapat digunakan untuk mengurangi pajak perusahaan.

Namun untuk mengurangi pajak, perusahaan dapat

menggunakan cara lain seperti depresiasi dan dana pensiun.

Dengan demikian, perusahaan dengan NDT tinggi tidak perlu

menggunakan hutang yang tinggi.

b. Struktur Aktiva

Besarnya aktiva tetap suatu perusahaan dapat

menentukan besarnya penggunaan hutang. Perusahaan yang

memiliki aktiva tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan

hutang dalam jumlah besar karena aktiva tersebut dapat

digunakan sebagai jaminan pinjaman.

c. Profitabilitas

Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas

investasinya akan menggunakan hutang yang relatif kecil. Laba

ditahannya yang tinggi sudah memadai membiayai sebagian

besar kebutuhan pendanaan.


28

d. Risiko Bisnis

Perusahaan yang memiliki risiko bisnis yang tinggi akan

menggunakan hutang yang lebih kecil untuk menghindari risiko

kebangkrutan.

e. Ukuran Perusahaan

Perusahaan yang besar cenderung terdiversifikasi sehingga

menurunkan risiko kebangkrutan. Di samping itu, perusahaan

yang besar lebih mudah dalam mendapatkan pendanaan

eksternal.

f. Kondisi Internal Perusahaan

Kondisi internal perusahaan menentukan kebijakan

penggunaan hutang dalam suatu perusahaan.

Hutang dapat digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu

(Riyanto, 1995) : (1) Hutang jangka pendek (short-term debt), yaitu

hutang yang jangka waktunya kurang dari satu tahun. Sebagian

besar hutang jangka pendek terdiri dari kredit perdagangan,

yaitu kredit yang diperlukan untuk dapat menyelengggarakan

usahanya, meliputi kredit rekening koran, kredit dari penjual

(levancier crediet), kredit dari pembeli (afnemers crediet), dan kredit

wesel. (2) Hutang jangka menengah (intermediate-term debt), yaitu

hutang yang jangka waktunya lebih dari satu tahun dan kurang

dari sepuluh tahun. Kebutuhan membelanjai usaha melalui kredit

ini karena adanya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi melalui


29

kredit jangka pendek maupun kredit jangka panjang. Bentuk

utama dari hutang jangka menengah adalah term loan dan lease

financing. (3) Hutang jangka panjang (longterm debt) yaitu hutang

yang jangka waktunya lebih dari sepuluh tahun. Hutang jangka

panjang ini digunakan untuk membiayai ekspansi perusahaan.

Bentuk utama dari hutang jangka panjang adalah pinjaman

obligasi (bonds-payable) dan pinjaman hipotik (mortage).

2.4.1. Teori Kebijakan Hutang (Trade off Theory)

Teori ini menganggap bahwa penggunaan hutang 100

persen sulit dijumpai. Kenyataannya semakin banyak hutang,

maka semakin tinggi beban yang harus ditanggung. Satu hal

yang penting bahwa dengan meningkatnya hutang, maka

semakin tinggi probabilitas kebangkrutan. Beban yang harus

ditanggung saat menggunakan hutang yang lebih besar adalah

biaya kebangkrutan, biaya keagenan, beban bunga yang

semakin besar dan sebagainya. Menurut Mamduh (2004) bahwa

biaya kebangkrutan dapat cukup signifikan dapat mencapai 20

persen nilai perusahaan. Biaya tersebut mencakup dua hal :

1. Biaya langsung : biaya yang dikeluarkan untuk membayar

biaya administrasi, pengacara, dan lainnya yang sejenis.


2. Biaya tidak langsung : biaya yang terjadi karena dalam

kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain

tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara

normal.
30

Teori Trade off menjelaskan adanya hubungan antara pajak,

risiko kebangkrutan dan penggunaan hutang yang disebabkan

keputusan struktur modal yang diambil perusahaan (Brealey dan

Myers,1991). Teori ini memperbandingkan manfaat dan biaya

atau keseimbangan antara keuntungan dan kerugian atas

penggunaan hutang. Pada teori ini juga dijelaskan bahwa

sebelum mencapai suatu titik maksimum, hutang akan lebih

murah daripada penjualan saham karena adanya tax shield.

Implikasinya adalah semakin tinggi hutang maka akan semakin

tinggi nilai perusahaan (Mutamimah, 2003). Namun, setelah

mencapai titik maksimum, penggunaan hutang oleh perusahaan

menjadi tidak menarik, karena perusahaan harus menanggung

biaya keagenan, kebangkrutan serta biaya bunga yang

menyebabkan nilai saham turun (Hermendito Kaaro, 2001).

Menurut Hermendito Kaaro (2001), bahwa terdapat tiga

kesimpulan tentang penggunaan hutang sebagai berikut :

1. Perusahaan dengan risiko yang lebih rendah dapat

meminjam lebih besar tanpa harus dibebani oleh expected

cost of financial distress sehingga diperoleh keuntungan pajak

karena penggunaan hutang yang lebih besar


2. Perusahaan yang memiliki tangible asset dan marketable asset

seharusnya dapat menggunakan hutang yang lebih besar

daripada perusahaan yang memiliki nilai terutama dari

intangible assets seperti patent dan goodwill. Hal ini


31

dikarenakan target rasio hutang yang tinggi akan

mendapat manfaat pajak dari hutang.


3. Perusahaan-perusahaan di negara dengan tingkat pajak

yang tinggi seharusnya memiliki hutang yang lebih besar

dalam struktur modalnya daripada perusahaan yang

membayar pajak pada tingkat yang lebih rendah, karena

bunga yang dibayar diakui pemerintah sebagai biaya

sehingga mengurangi pajak penghasilan.

2.4.2. Pecking Order Theory

Teori pecking order menetapkan suatu urutan keputusan

pendanaan dimana para manajer pertama kali akan memilih

untuk menggunakan laba ditahan, hutang dan penerbitan saham

sebagai pilihan terakhir (Mamduh, 2004). Penggunaan hutang

lebih disukai karena biaya yang dikeluarkan untuk hutang lebih

murah dibandingkan dengan biaya penerbitan saham. Menurut

Brealey dan Myers (1991), urutan pendanaan menurut teori

pecking order adalah sebagai berikut :

1. Perusahaan lebih menyukai internal financing (dana internal).

Dana internal tersebut diperoleh dari laba yang dihasilkan

dari kegiatan perusahaan.


2. Perusahaan menyesuaikan target dividen payout ratio terhadap

peluang investasi mereka, sementara mereka menghindari

perubahan dividen secara drastis.


32

3. Kebijakan dividen yang sticky ditambah fluktuasi

profitabilitas dan peluang investasi yang tidak dapat

diproksi, berarti terkadang aliran kas internal melebihi

kebutuhan investasi namun terkadang kurang dari

kebutuhan investasi.
4. Apabila pendanaan eksternal diperlukan, pertama-tama

perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman,

yaitu mulai dari penerbitan hutang convertible bond , dan

alternatif paling akhir adalah saham.

2.4.3. Signaling Theory

Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa sinyal

adalah suatu tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan

yang memberikan petunjuk bagi investor tentang bagaimana

manajemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan

dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba

menghindari penjualan saham dan mengusahakan modal baru

dengan cara-cara lain seperti dengan menggunakan hutang.

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manajer dan

pemegang saham tidak mempunyai akses informasi perusahaan

yang sama. Ada informasi tertentu yang hanya diketahui oleh

manajer, sedangkan pemegang saham tidak tahu informasi

tersebut sehingga terdapat informasi yang tidak simetri


33

(asymmetric information) antara manajer dan pemegang saham.

Akibatnya, ketika struktur modal perusahaan mengalami

perubahan, hal itu dapat membawa informasi kepada pemegang

saham yang akan mengakibatkan nilai perusahaan berubah.

Dengan kata lain, perilaku manajer dalam hal menentukan

struktur modal, dapat dianggap sebagai sinyal oleh pihak luar

(Mamduh, 2004).

Besarnya PBV tidak terlepas dari beberapa kebijakan yang

diambil perusahaan. Salah satu kebijakan yang sangat sensitif

terhadap PBV adalah kebijakan hutang (Euis dan Taswan, 2002).

Menurut Brigham dan Gapenski (1996), nilai perusahaan dapat

ditingkatkan melalui kebijakan hutang. Besarnya hutang yang

digunakan oleh perusahaan adalah suatu kebijakan yang

berhubungan dengan struktur modal. Kebijakan hutang

merupakan penentuan berapa besarnya hutang akan digunakan

perusahaan dalam mendanai aktivanya yang ditunjukkan oleh

rasio antara total hutang dengan total aktiva (DTA).

Kebijakan hutang (DTA) termasuk kebijakan pendanaan

perusahaan yang bersumber dari eksternal. Sebagian

perusahaan menganggap bahwa penggunaan hutang dirasa

lebih aman daripada menerbitkan saham baru. Menurut Babu

dan Jain (1998) terdapat empat alasan mengapa perusahaan

lebih menyukai menggunakan hutang daripada saham baru,


34

yaitu (1) adanya manfaat pajak atas pembayaran bunga; (2)

Biaya transaksi pengeluaran hutang lebih murah daripada biaya

transaksi emisi saham baru; (3) lebih mudah mendapatkan

pendanaan hutang daripada pendanaan saham; (4) Kontrol

manajemen lebih besar adanya hutang baru daripada saham

baru.

Pengaruh kebijakan hutang (DTA) dalam menentukan PBV

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ukuran perusahaan

merupakan salah satu hal yang dipertimbangkan perusahaan

dalam menentukan kebijakan hutangnya. Perusahaan besar

memiliki keuntungan aktivitas serta lebih dikenal oleh publik

dibandingkan dengan perusahaan kecil sehingga kebutuhan

hutang perusahaan yang besar akan lebih tinggi dari perusahaan

kecil. Selain itu, semakin besar ukuran perusahaan maka

perusahaan semakin transparan dalam mengungkapkan kinerja

perusahaan kepada pihak luar, dengan demikian perusahaan

semakin mudah mendapatkan pinjaman karena semakin

dipercaya oleh kreditur. Oleh karena itu, semakin besar ukuran

perusahaan, aktiva yang didanai dengan hutang akan semakin

besar pula (Homaifar dan Zietz et.al, 1994).

Hal ini karena perusahaan tidak akan meningkatkan risiko

yang berkaitan dengan kesulitan dalam pengembalian hutangnya

(Mamduh, 2004). Kebijakan hutang yang akan diambil


35

perusahaan juga berkaitan dengan kemampuan perusahaan

dalam mengembalikan hutangnya. Kemampuan perusahaan

dapat meningkatkan kepercayaan para kreditur untuk

meminjamkan dana kepada perusahaan. Kemampuan

perusahaan tersebut, sering diukur dengan current ratio (CR) yaitu

perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancarnya yang biasa

disebut dengan likuiditas perusahaan.

2.5. Earning management dan Nilai Perusahaan

Mengacu pada teori agensi bahwa manajer sebagai pengelola perusahaan

lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa

yang akan datang dibanding pemilik (pemegang saham) sehingga

menimbulkan asimetri informasi. Manajer diwajibkan memberikan sinyal

mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan

merupakan cerminan nilai perusahaan melalui pengungkapan informasi

akuntansi seperti laporan keuangan. Asimetri informasi antara manajemen dan

pemilik memberikan kesempatan pada manajer untuk melakukan manajemen

laba (earning management) guna meningkatkan nilai perusahaan pada saat

tertentu sehingga dapat menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai nilai

perusahaan sebenarnya. Kinerja laba yang berasal dari komponen akrual

sebagai aktifitas earning management memiliki persistensi yang lebih rendah

dibanding aliran kas. Laba yang dilaporkan lebih besar dari aliran kas operasi

yang dapat meningkatkan nilai perusahaan saat ini.

2.6. Kebijakan Hutang dan Nilai Perusahaan


36

Penambahan hutang akan meningkatkan tingkat risiko atas arus

pendapatan perusahaan, yang mana pendapatan dipengaruhi faktor eksternal

sedangkan hutang menimbulkan beban tetap tanpa memperdulikan besarnya

pendapatan. Semakin besar hutang, semakin besar pula kemungkinan terjadinya

perusahaan tidak mampu membayar kewajiban tetap berupa bunga dan pokoknya.

Risiko kebanagkrutan akan semakin tinggi karena bunga akan meningkat lebih

tinggi daripada penghematan pajak. Kebijakan hutang berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap nilai perusahaan Variabel kebijakan hutang atau resiko

keuangan yang diukur melalui leverage yaitu proporsi struktur hutang dibagi

dengan total aktiva. Dengan rumus ini dapat diartikan semakin tinggi leverage

maka hutang yang dimiliki perusahaan pun juga besar sehingga dengan hutang

yang besar risiko perusahaan juga akan semakin tinggi, hal ini mengakibatkan

nilai perusahaan akan menurun, karena leverage yang semakin tinggi akan

menimbulkan financial distress sehingga nilai perusahaan menurun. Variabel

leverage yang digunakan untuk mengukur struktur berpengaruh negatif terhadap

nilai perusahaan.

BAB III
37

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan secara empiris pada Bursa Efek Indonesia yang dapat

diakses dalam situs www.bei.co.id atau www.idx.co.id. Penelitian direncanakan

mulai Maret 2014 sampai Mei 2014.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan perbankan milik

swasta yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia selama periode 2007-2011

berjumlah 24 perusahaan perbankan swasta. Pengambilan sampel dilakukan

dengan menggunakan metode purposive sampling. Adapun kriteria yang

dipakai adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan perbankan swasta yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia

tahun 2007 sampai dengan 2011.

2. Perusahaan perbankan yang menerbitkan laporan keuangan tahunan yang

berakhir pada tanggal 31 Desember selama periode pengamatan tahun 2007

sampai dengan 2011.

Tabel 3.1. Daftar Nama Sampel


38

Periode Tahun 2007-2011


No Emiten Nama Perusahaan
1 INPC Bank Artha Graha Internasional Tbk
2 BBKP Bank Bukopin Tbk
3 BNBA Bank Bumi Arta
4 BABP Bank ICB Bumiputera Tbk
5 BBCA Bank Central Asia
6 BNGA Bank CIMB Niaga
7 BDMN Bank Danamon
8 SDRA Bank Himpunan Saudara
9 BKSW Bank Kesawan Tbk
10 MAYA Bank Mayapada Tbk
11 MEGA Bank Mega Tbk.
12 BBNP Bank Nusantara Parahyangan Tbk
13 NISP Bank OCBC NISP Tbk.
14 PNBN Bank Pan Indonesia
15 BNLI Bank Permata Tbk
16 BSWD Bank Swadesi Tbk
17 BVIC Bank Victoria International Tbk
18 MCOR Bank Windu Kentjana Internasional
Sumber : Lampiran 1

Berdasarkan table di atas maka populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh bank swasta yang berjumlah 18 (delapan belas) bank.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data skunder. Data skunder merupakan

data yang sudah tersedia dari sumber pertama, yaitu data ringkasan laporan

keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama

periode 2007-2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data

sekunder, yaitu data kuantitatif yang diperoleh dari situs bursa efek Indonesia

(www.idx.co.id). Data tersebut berupa laporan keuangan yang dikeluarkan oleh

perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Indonesian

Capital Market Directory (ICMD). Laporan keuangan bermanfaat dalam


39

pengambilan keputuasan mengenai perusahaan, baik bagi manajemen ataupun

bagi pihak stakeholders.

3.4. Teknik Pengambilan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data skunder, yaitu

data ringkasan laporan keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia selama periode 2007-2011.

3.5. Definisi Operasional Variabel

Berdasarkan pada masalah dan hipotesis yang akan diuji, maka variabel-

variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

3.5.1. Variabel Dependen

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai

perusahaan. Nilai perusahaan dalam penelitian ini diartikan sebagai ekspektasi

nilai investasi para pemegang saham (harga pasar ekuitas) sebagai reaksi terhadap

informasi yang diberikannya yang mencakup harga pasar saham dan volume

saham yang beredar.

Nilai perusahaan diukur dengan nilai buku saham (Price to Book Value)

yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Harga sa h am per lembar sa h am


PBV =
Nilai buku per lembar sa h am

Price book value atau PBV menggambarkan seberapa besar pasar

menghargai nilai buku saham pada suatu perusahaan. Makin tinggi rasio ini

berarti pasar percaya akan prospek perusahaan tersebut. Perusahaan yang berjalan
40

dengan baik, umumnya rasio PBV nya mencapai diatas satu, yang menunjukkan

bahwa nilai pasar lebih besar dari nilai bukunya. Skala pengukuran yang

digunakan adalah skala rasio.

3.5.2. Variabel Independen

3.5.2,1. Earning Management (X1)

Manajemen Laba merupakan suatu intervensi oleh pihak manajemen

terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk memperoleh

beberapa keuntungan pribadi. Penggunaan Discretionary Accruals sebagai proksi

manajemen laba dihitung dengan mengunakan Modified Jones Model Dechow

et.al (1994).

TAC = NIit CFOit

Nilai total Akrual (TA) diestimasi dengan persamaan regresi OLS sebagai

berikut:

TAit/Ait-1 = 1 (1/Ait-1 ) + 2 ( Revit/Ait-1 ) + 3 (PPEit/Ait-1 ) +e

Dengan menggunakan koefisien regresi diatas nilai non discretionary accruals

(NDA) dapat dihitung dengan rumus :

NDAit = 1(1/Ait-1) + 2(Revit/Ait-1-Recit/Ait-1) + 3(PPEit/Ait-1) + e

DAit = TAit /Ait-1 NDAit-1

Keterangan:

TAC = Total Accruals

NIit = laba bersih kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke

t CFOit = aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke t

NDAit = non discretionary accruals perusahaan i pada periode ke t


41

TAit = Total Accruals perusahaan i pada periode ke t

Ait-1 = total aktiva perusahaan i pada periode ke t-1

Revit = Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke t

Recit = Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke t

PPEit = aktiva tetap perusahaan i pada

periode ke t e = error

DAit = discretionary accruals perusahaan i pada periode ke t


Pengukuran Earning Management menggunakan skala rasio.

3.5.2.2. Kebijakan Hutang (X2)

Kebijakan hutang adalah tambahan risiko sebagai akibat karena

perusahaan menggunakan pembelanjaan dengan hutang dan atau dengan saham

preferen. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bhaduri, Saumitra (2002),

menggunakan variabel kebijakan hutang yang salah satunya diproksi dengan

membagi total hutang dengan total aktiva yang menunjukkan seberapa besar

aktiva yang dibiayai dengan hutang perusahaan.

Leverage ratio (debt to total asset/ DTA) dapat dirumuskan seperti di bawah ini :

Total Hutang
DTA=
Total Aktiva

Sumber : (Bhaduri, Saumitra, 2002) / ICMD (2007 dan 2008)

Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel

No. Variabel Definisi Parameter Skala


1. Earning Manajemen Laba Earning management diukur dari nilai
42

Management merupakan suatu intervensi Discretionary Accrual (DA) dengan rumus Rasio
(X1) oleh pihak manajemen :
dengan maksud tertentu TAC = NIit CFOit
terhadap proses pelaporan
keuangan eksternal dengan
tujuan untuk memperoleh
beberapa keuntungan
pribadi
2. Kebijakan Kebijakan hutang adalah Kebijakan hutang diukur dari leverage
Hutang (X2) tambahan risiko sebagai perusahaan dengan rumus : Rasio
akibat karena perusahaan Total Hutang
menggunakan Total Aktiva
pembelanjaan dengan
hutang dan atau dengan
saham preferen.

4. Nilai Nilai perusahaan dalam


Perusahaan penelitian ini diartikan Nilai perusahaan diukur dengan nilai

(Y) sebagai ekspektasi nilai buku saham (Price to Book Value) yang Rasio
investasi para pemegang dihitung dengan rumus sebagai

saham (harga pasar ekuitas) berikut:

sebagai reaksi terhadap


Harga s aham per lembar saham
informasi yang PBV =
Nilai buku per lembar saham
diberikannya yang
mencakup harga pasar
saham dan volume saham
yang beredar.

3.6. Skala Pengukuran Variabel

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan survey dimana

suatu perancangan penelitian yang dilakukan dengan pengujian secara cermat dan

teliti terhadap suatu subjek penelitian, disamping untuk menggeneralisasi

keakuratan terhadap suatu pengamatan dari sampel yang representatif. Jenis


43

penelitian ini adalah deskriptif kuantatif dan Skala pengukuran variabel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah skala rasio.

3.7. Metode Analisis Data

3.7.1 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan variabel-variabel

dalam penelitian ini. Alat analisis yang digunakan adalah rata-rata, maksimal,

minimal, dan standar deviasi untuk mendeskripsikan variabel penelitian.

3.7.2 Analisis regresi Berganda

Analisis regresi berganda dimaksudkan untuk menguji pengaruh simultan

dari beberapa variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Analisis regresi

digunakan oleh peneliti apabila peneliti bermaksud meramalkan bagaimana

keadaan (naik-turunnya) variabel dependen, dan apabila dua atau lebih variabel

independen sebagai prediktor dimanipulasi atau dinaik turunkan nilainya. Analisis

regresi dapat memberikan jawaban mengenai besarnya pengaruh setiap variabel

independen terhadap variabel dependennya (Ghozali, 2006).

Dalam penelitian ini model regresi berganda sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + e
Keterangan:
Y = Nilai Perusahaan
a = Konstanta
b1,b2 = Kofisien Regresi
X1 = Earning Management
X2 = Kebijakan Hutang
e = Error of term
44

3.8. Pengujian Hipotesis dan Uji Asumsi klasik.

3.8.1. Pengujian Asumsi Klasik

3.8.1.1 Normalitas Data

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi,

variabel terikat dan variabel bebas memiliki distribusi normal atau mendekati

normal. Uji normalitas dilakukan untuk melihat bahwa suatu data terdistribusi

normal atau tidak (Ghozali, 2006). Salah satu cara untuk melihat normalitas

residual adalah dengan menggunakan uji statistik One-Sample Kolmogoro

Smirnov. Data dapat dianggap normal apabila probabilitas signifikansi variabel di

atas tingkat kepercayaan lima persen.

Dalam penelitian ini untuk menguji normalitas data digunakan One

Sample Kolmogrov-Smirnov Test. Dalam uji tersebut variabel-variabel yang

mempunyai nilai asymp. Sig (2 tailed) dengan probabilitas signifikansi dibawah

0,05 (probabilitas < 0,05) diartikan bahwa variabel-variabel tersebut tidak

terdistribusi secara normal. Selain menggunakan uji One Sample Kolmogorov

Smirnov, normalitas data penelitian dapat diuji dengan menggunakan analisis

grafik histogram. Jika grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal,

maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Model regresi yang baik

adalah data terdistribusi secara normal (Ghozali, 2006).

3.8.1.2 Uji Multikolineritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independent). Nilai tolerance

dan Variance Inflation Factor (VIF) digunakan untuk mendeteksi adanya


45

multikolonieritas. Kedua ukuran ini menunjukan setiap variabel bebas mana yang

dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel

independen yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya.

Jika nilai tolerance yang rendah dengan nilai VIF tinggi karena (VIF=1/tolerance)

dan menunjukan adanya kolinearitas yang tinggi. Nilai batas yang digunakan

dalam penelitian ini adalah nilai tolerance mendekati 1 atau sama dengan nilai

VIF disekitar angka 10. Gejala multikolonieritas akan diidentifikasi jika VIF

lebih besar dari 10 (Ghozali, 2006). Jika terjadi Multikolonieritas tinggi yang

akan berakibat :

a. Standar error koefisien regresi menjadi benar, artinya terjadi

keeratan kolinieritas antar variabel bebas.

b. Standar error yang besar mengakibatkan confident interval untuk

pendugaan parameter semakin melebar, yang akan berdampak

pada kemungkinan terjadinya kekeliruan menerima hipotesis yang

salah.

Ghozali (2006) menyatakan bahwa untuk mendeteksi ada tidaknya

multikolonieritas dalam suatu model regresi dapat dilakukan melalui:


2
a. Nilai R yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris

sangat tinggi, tetapi individual variabel independen banyak yang tidak

signifikan mempengaruhi variabel dependen.

b. Menganalisis matriks korelasi variabel independen. Jika antara

variabel independen ada kolerasi yang cukup tinggi (umumnya diatas

0,90) maka hal ini merupakan indikasi adanya Multikolonieritas.


46

c. Multikolonieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya

Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukan

setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel

lainnya. Jika nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang

tinggi. (karena VIF =

1/tolerance) dan menunjukan adanya kolinearitas yang tinggi. Nilai

cut off yang umum dipakai adalah nilai tolerance 0,10 atau sama

dengan nilai VIF diatas 10. Apabila terhadap variabel independen

yang memiliki nilai

tolerance kurang dari 0,10 dan nilai VIF kurang dari 10, maka

dapat disimpulkan bahwa tidak ada Multikolonieritas antar variabel

bebas dalam model regresi.

3.8.1.3 Uji Heteroskesdastisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.

Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka

disebut homoskedastik muncul bila kesalahan atau residual dari model yang

diamati tidak mewakili variance yang konstan dari satu pengamatan ke

pengamatan lainnya. Jika terjadi heteroskedastisitas berakibat :

a. Varians koefisien regresi menjadi minimum

b. Confident interval akan melebar sehingga hasil uji signifikan statistik tidak

valid lagi
47

c. Apabila OLS dengan gejala Heteroskedastisitas tetap digunakan akan

mengakibatkan kesimpulan uji t dan uji F tidak dapat menunjukan tingkat

signifikansi yang sebenarnya (tidak reliable)

Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastik dilakukan dengan

melihat grafik scatterplot antara variabel dependen (SRESID) dengan variabel

residualnya (ZPRED) (Ghozali, 2006).

3.8.1.4 Uji Autokorelasi

Tujuannya untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada

korelasi antara kesalahan pengganggu. Jika terdapat korelasi maka

terdapat autokorelasi. Jika autokorelasi berakibat pada :

a. Standar error dan varian dari komponen residual cenderung under

estimated

b. Hasil uji t dan F menjadi tidak valid, akibatnya signifikansinya menjadi

bias

c. Estimator OLS akan sensitif pada setiap perubahan sampel

Uji autokolerasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada

kolerasi antara kesalahan pengganggu periode t dengan kesalahan periode t-1.

Jika terjadi kolerasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi

muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama

lain. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas autokorelasi.

Dalam penelitian ini uji auotokorelasi menggunakan uji Durbin-Watson

(DW test) yang menggunakan titik kritis yaitu batas bawah (dl) dan batas atas

(du). Uji Durbin Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first
48

order aurocorellation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam

model regresi, serta tidak ada variabel lagi diantara variabel bebas (Ghozali,

2006).

3.8.2. Pengujian Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependent. Variabel dependent dalam

penelitian ini adalah nilai perusahaan, sedangkan variabel independent dalam

penelitian ini adalah earning management dan kebujakan hutang.

3.8.2.1. Uji Statistik t

Uji t digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh secara linier

antara variabel bebas dan variabel tergantung.

a. Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima dan menolak Ha, artinya tidak ada

pengaruh antara variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat.


b. Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan menerima Ha, artinya ada pengaruh

antara variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat.

Uji t dapat dilakukan hanya dengan melihat nilai signifikansi t masing

masing variabel yang terdapat pada output hasil analisis regresi. jika angka

signifikansi t lebih kecil dari (0,05) maka dapat dikatakan bahwa ada pengaruh

yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

3.8.2.2. Uji Statistik F

Uji F digunakan untuk menguji signifikasi koefisien regresi secara

keseluruhan dan pengaruh variabel bebas secara bersama-sama.


49

a. Apabila Fhitung < Ftabel maka Ho diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada

pengaruh antara variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat.


b. Apabila Fhitung > Ftabel maka Ha diterima dan Ho ditolak artinya ada pengaruh

antara variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat.

Uji F dapat dilakukan hanya dengan melihat nilai signifikansi F yang

terdapat pada output hasil analisis regresi yang menggunakan SPSS versi 19.0.

jika angka signifikansi F lebih kecil dari (0,05) maka dapat dikatakan bahwa ada

pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat secara

simultan.

3.8.2.3. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) ini digunakan untuk menggambarkan

kemampuan model menjelaskan variasi yang terjadi dalam variabel dependen

(Ghozali, 2006). Koefisien determinasi (R2) dinyatakan dalam persentase. Nilai

koefisien korelasi (R2) ini berkisar antara 0 < R2 < 1.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Deskriptif Data


50

Pada penelitian ini menggunakan earning management dan kebijakan

hutang sebagai variabel independent, Sedangkan variabel dependentnya adalah

Nilai perusahaan. Setelah dilakukan regresi atas penelitian ini dengan

menggunakan metode statistik diperoleh hasil-hasil sebagai berikut :

Tabel 4.1. Deskriptif Data

N Minimum Maximum Sum Mean Std. Deviation


Earning 90 -1.08 .68 -1.61 -.0179 .21811
Management
Leverage 90 3.81 15.45 831.04 9.2338 2.92521
Nilai Perusahaan 90 .32 4.63 142.05 1.5783 .98891
Valid N (listwise) 90

Berdasarkan hasil pengolahan data SPSS seperti terlihat pada tabel 4.1

diperoleh nilai untuk maksimum, minimum, jumlah, rata-rata dan standar deviasi

(penyimpangan) setiap variabel. Data deskriptif statistik digunakan untuk

mengetahui gambaran umum setiap variabel dalam penelitian. Jumlah data adalah

90 observasi, nilai maksimum merupakan nilai tertinggi setiap variabel. Output

tampilan SPSS menunjukkan jumlah data (N) ada 90 yang merupakan periode

penelitian pada 18 bank dikali 5 tahun, yaitu dari tahun 2007 sampai dengan tahun

2011, dengan hasil analisis sebagai berikut :

1. Nilai Earning management untuk minimum sebesar minus 1,08 dan nilai

maksimum sebesar 0,68. Nilai standar deviasi sebesar 0,218 lebih besar

dibandingkan dengan nilai rata-rata sebesar minus 0,0179, hal ini

mengindikasikan bahwa kemungkinan data terdistribusi dengan normal.

2. Nilai leverage untuk minimum sebesar minus 3,81 dan nilai maksimum

sebesar 15,45. Nilai standar deviasi sebesar 2,925 lebih kecil dibandingkan
51

dengan nilai rata-rata sebesar minus 9,234, hal ini mengindikasikan bahwa

kemungkinan data tidak terdistribusi dengan normal.

4.1.2. Pengujian Asumsi Klasik

4.1.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi

variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Pengujian ini

diperlukan karena untuk melakukan uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai

residual mengikuti distribusi normal. Uji normalitas data menggunakan grafik

histogram dan Kolmogrov smirnov test. Berikut hasil uji normalitas datanya.

Gambar 5.1 Histogran Normalitas


52

Berdasarkan hasil uji asumsi klasik diketahui adanya distribusi data yang

cenderung normal, dimana pola distribusi gambar membentuk gelombang yang

melengkung ke tengah dan tidak miring ke kanan dan tidak miring ke kiri, atau

dengan kata lain nilai residual histogram mendekati angka nol sehingga data

berdistribusi normal. Untuk mengetahui data bersitribusi normal atau tidak makan

juga digunakan uji Kolmogrov smirnov test.

Tabel 4.2. Uji Normalitas K-S

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Unstandardize
d Residual
N 90
a
Normal Parameters Mean .0000000
Std. Deviation .85593612
Most Extreme Differences Absolute .096
Positive .094
Negative -.096
Kolmogorov-Smirnov Z .909
Asymp. Sig. (2-tailed) .380
a. Test distribution is Normal.

Uji Normalitas ini didukung dengan melihat uji one sample K-S yaitu

berdasarkan tabel diatas dengan melihat nilai dari Kolmogorov-Smirov Z

berjumlah 38% ini artinya nilai tersebut lebih besar dari 5% maka dapat dikatakan

data berdistribusi normal.


53

4.1.2.2 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi

terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan

yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lainnya

tetap, maka disebut homoskedastisitas. Sebaliknya jika varians berbeda, maka

disebut heteroskedastisitas (Erlina, 2007:108). Deteksi ada tidaknya gejala

heteroskedastisitas adalah dengan melihat ada tidaknya pola tertentu. Jika

membentuk pola tertentu maka telah terjadi gejala heteroskedastisitas. Berikut

hasilnya :

Gambar 5.2. Scatterplot Nilai perusahaan


54

Dari gambar diatas terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta

tersebar keseluruh bagian. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

heteroskedastisitas antar variabel independen.

4.1.2.3 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi diantara variabel independen. Model regresi yang baik

seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Multikolinearitas

adalah situasi adanya korelasi variabel-variabel independen antara yang satu

dengan yang lainnya. Dalam hal ini kita sebut variabel-variabel bebas ini tidak

ortogonal. Variabel-variabel bebas yang bersifat ortogonal adalah variabel bebas

yang memiliki nilai korelasi diantara sesamanya sama dengan nol.

Tabel 4.3. Uji Multikolinearitas

Model Correlations Collinearity Statistics


Zero-order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant)
Earning Management .036 .013 .011 .937 1.067
Leverage -.200 -.164 -.144 .945 1.058

Ghozali (2005:91) mengemukakan bahwa pengujian multikolinearitas

dapat dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan korelasi

di antara variabel independen. Jika nilai VIF >10 atau nilai tolerance < 0,10 maka

terjadi multikolonieritas sedangkan apabila nilai VIF < 10 atau nilai tolerance >

0,10 maka tidak terjadi multikolonieritas. Di samping itu, suatu model dikatakan

terdapat gejala multikolinearitas, jika korelasi di antara variabel independen lebih


55

besar dari 0,9. Hasil uji multikolinearitas menunjukan tidak terjadi

multikolinearitas seluruh variabel bebas.

4.1.2.4 Uji Autokorelasi

Untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi dilakukan perbandingan nilai

Durbin-Watson (DW)-statistik dengan nilai DW-tabel. Nilai DW-statistik dalam

penelitian ini dapat diketahui dengan melihat koefisien korelasi DW-statistik

(DW-test) melalui uji Durbin-Watson pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4 Uji Durbin Watson

Change Statistics

Model R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change

1 .251 3.922 7 82 .001

a. Predictors: (Constant), Earning Management, Leverage

b. Dependent Variable: Nilai Perusahaan

Berdasarkan tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa nilai DW-statistik yang

didapatkan sebesar 1,593. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat

dilakukan dengan uji Durbin Watson, yaitu dengan membandingkan nilai DW dari

hasil regresi dengan nilai dL dan dU dari tabel Durbin Watson. Nilai tabel batas

bawah (dL) Durbin Waston pada jumlah observasi 90 dengan jumlah independen

2 adalah 1,612 dan batas atasnya (dU) sebesar 1,703. Besaran ini akan

menghasilkan nilai 4 - dU = 4 1,703 = 3,297 dan 4 - dL = 4 1,612 = 3,388.

Hasil ini dalam tabel menunjukan tanpa kesimpulan atau 4-dU < dw 4-dL atau

dapat ditulis dengan 3,297 < 1,593 3,388. Untuk mendeteksi terjadinya

autokorelasi, angka ini kemudian diklasifikasikan menurut kriteria yang

ditentukan sesuai dengan tabel ini:


56

Tabel 4.5 Pengukuran Autokorelasi


Durbin Watson Kesimpulan
Kurang dari 0,379 Ada autokorelasi
0,380 sampai dengan 1,494 Tanpa kesimpulan
1,495 sampai dengan 2,506 Tidak ada autokorelasi
2,507 sampai dengan 3,621 Tanpa kesimpulan
Lebih dari 3,622 Ada autokorelasi

Untuk menilai ada atau tidaknya autokorelasi, nilai Durbin-Watson statistik

yang didapatkan dari penghitungan pada table 4.5 di atas, yang menunjukkan nilai

sebesar 1,593 diklasifikasikan menurut kreteria pengukuran autokorelasi pada

tabel diatas. Dilihat dari tabel tersebut, pengukuran autokorelasi dalam penelitian

ini menunjukkan bahwa tidak autokorelasi dalam model regresi ini.

4.1.3. Hasil Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda dimaksudkan untuk menguji pengaruh simultan

dari beberapa variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Analisis regresi

digunakan oleh peneliti apabila peneliti bermaksud meramalkan bagaimana

keadaan (naik-turunnya) variabel dependen, dan apabila dua atau lebih variabel

independen sebagai prediktor dimanipulasi atau dinaik turunkan nilainya. Analisis

regresi dapat memberikan jawaban mengenai besarnya pengaruh setiap variabel

independen terhadap variabel dependennya.

Tabel 4.6 Hasil Uji Signifikansi Parsial


Model Unstandardized Standardized t Sig.
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.095 .489 4.288 .000
Earning Management .007 .003 .244 2.355 .021
Leverage -.252 .095 -.263 -2.671 .009
a. Dependent Variable: Nilai Perusahaan
57

Berdasarkan hasil uji parsial diatas diketahui bahwa ternyata variabel

Earning Management dan Leverage berpengaruh signifikan terhadap nilai

perusahaan.

Informasi yang ditampilkan pada tabel 4.6 adalah persamaan regresi

berganda antara variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y) yang

dapat diformulasikan dalam bentuk persamaan berikut ini:

Y = 2,095 + 0,007 X1- 252 X2+ e

Dari persamaan regresi berganda diatas, terlihat adanya faktor nilai

konstanta sebesar 2,095 yang menunjukkan bahwa apabila semua variabel

independen Earning Management dan Leverage diasumsikan bernilai nol, maka

nilai dari harga saham adalah sebesar 2.095. Koefisien b1 sebesar 0,007

menunjukkan kenaikan variabel Earning Management sebesar 1% akan diikuti

dengan kenaikan nilai perusahaan sebesar 0,7% dengan asumsi semua variabel

independen lainnya bernilai nol. Koefisien b2 sebesar -0,252 menunjukkan

kenaikan variabel Leverage sebesar 1% akan diikuti dengan penurunan nilai

perusahaan sebesar 25,5% dengan asumsi semua variabel independen lainnya

bernilai nol.

Kondisi ini mengartikan bahwa Earning Management menunjukkan

hubungan yang searah atau positif dengan nilai perusahaan, dimana setiap

kenaikan variabel independen ini akan menyebabkan kenaikan mnilai perusahaan

dan sebaliknya apabila terjadi penurunan pada Leverage, maka akan langsung

menyebabkan nilai perusahaan naik.


58

4.1.4. Hasil Uji Simultan ( Uji- F)

Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen secara simultan dengan Uji F dan secara

parsial dengan Uji t. Hasil pengujian statistik F (uji simultan) pada variabel

Earning Management dan Leverage terhadap harga saham diperoleh hasil sebagai

berikut pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Hasil Regresi Uji F


ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 7.067 2 3.533 3.844 .025a

Residual 79.970 87 .919

Total 87.037 89

a. Predictors: (Constant), Leverage, Earning Management

b. Dependent Variable: Nilai Perusahaan


Sumber: Hasil Penelitian, 2014 (Data Diolah)

Dari Tabel 4.7 diperoleh nilai Fhitung sebesar 3,844 sedangkan Ftabel pada

tingkat kepercayaan = 5% sebesar 3,100 dengan tingkat signifikansi 0,025.

Dengan demikian dapat disimpulkan, sig = 0,025 < = 0,05 yang berarti hipotesis

menerima Ha yang menyatakan Earning Management dan Leverage secara

simultan berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

4.1.5. Hasil Uji Parsial (Uji-t)

Pengujian pengaruh secara parsial dilakukan dengan uji statistik t. Uji

statistik dilakukan untuk menguji pengaruh variabel Earning Management dan


59

Leverage terhadap harga saham secara parsial dengan hasil pengujian terlihat pada

Tabel 4.8 berikut ini:

Tabel 4.8 Hasil Uji Signifikansi Parsial


Model Unstandardized Standardized t Sig.
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.095 .489 4.288 .000
Earning Management .007 .003 .244 2.355 .021
Leverage -.252 .095 -.263 -2.671 .009
a. Dependent Variable: Nilai Perusahaan

Sumber: Hasil Penelitian, 2014 (Data Diolah)

Kriteria pengambilan keputusan menggunakan taraf nyata 5% untuk uji

dua arah (/2 = 0,05/2 = 0,025) dengan derajad bebas (df) = n-k = 90 3 = 87.

Nilai t tabel dengan taraf nyata /2 = 0,025 dan df = 87 adalah 1,987.

a. Jika thitung > ttabel (1,987) atau thitung < ttabel (-1,987), maka Ha yang diajukan

diterima (berpengaruh)

b. Jika ttabel (-1,987) thitung ttabel (1,987), maka Ha tidak dapat diterima

(tidak berpengaruh)

Berdasarkan hasil pengujian tabel 4.8, maka secara parsial pengaruh masing-

masing variabel independen terhadap variabel dependen dapat diuraikan sebagai

berikut:

a. Variabel Earning Management mempunyai nilai thitung = 2,355 yang lebih

besar dari ttabel (1,987) dengan tingkat signifikansi sebesar 0,021 yang lebih

kecil dari = 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Earning

Management berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. pada


60

perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama

periode 2007-2011. Kondisi ini berarti hipotesis Ha diterima.

b. Variabel leverage mempunyai nilai ttabel = (-1,987) yang lebih besar dari

thitung (-2,671) dengan tingkat signifikansi sebesar 0,009 yang lebih kecil

dari = 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel leverage tidak

berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan pada perusahaan perbankan

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2007-2011. Kondisi

ini berarti hipotesis Ha tidak dapat diterima.

Untuk meyakinkan hubungan atau tingkat kekuatan hubungan antar variabel

dapat dilihat pada uji koefisien determinasi pada Tabel 4.9

Tabel 4.9 Koefisien Determinasi


Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
a
1 ,381 ,363 ,287 4,24786
a. Predictors: (Constant), leverage, Earning Management
b. Dependent Variable: Nilai Perusahaan
Sumber : Hasil Penelitian 2014 (Data diolah)

Tabel 4.9 memperlihatkan bahwa nilai Adjust R2 sebesar 0,287 atau sebesar

28,7% yang berarti bahwa persentase pengaruh variabel independen terhadap

harga saham sebesar nilai koefisien determinasi yaitu 28,7%. Sedangkan sisanya

71,3% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan

dalam model penelitian ini. Nilai R merupakan koefisien korelasi, dengan nilai

0,381 atau 38,1% menunjukkan bahwa korelasi atau hubungan antara variabel
61

independen Earning Management dan leverage, dengan variabel dependen yaitu

harga saham adalah lemah karena dibawah 50%.

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian

4.2.1. Pengaruh earning management terhadap nilai perusahaan

Berdasarkan hasil uji statistik -t yang dilakukan (tabel 4.8) diketahui

bahwa nilai- t hitung adalah sebesar 2,355 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,021

yang lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa variabel

earning management berpengaruh dengan nilai perusahaan perbankan yang

terdaftar di BEI tahun 2007-2011. Hasil pengujian ini menerima hipotesis. Hasil

ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Herawaty (2008) yang

menjelaskan adanya pengaruh yang signifikan antara earning management

terhadap nilai perusahaan.

4.2.2. Pengaruh kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan

Berdasarkan hasil uji statistik - t yang dilakukan (tabel 4.8) diketahui

bahwa nilai- t adalah sebesar -2,671 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,009

yang lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa variabel

kebijakan hutang berpengaruh negatif dengan nilai perusahaan perbankan yang

terdaftar di BEI tahun 2007-2011. Hasil pengujian variabel kebijakan hutang

terhadap nilai perusahaan menggunakan uji t, diperoleh nilai t sebesar -2,672 yang

lebih kecil dari = 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel kebijakan

hutang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan perbankan di

BEI tahun 2007-2011. Hasil pengujian menolak hipotesis. Hasil ini mendukung

penelitian yang dilakukan oleh Euis Soliha dan Taswan (2002) yang menjelaskan
62

tidak berpengaruh secara signifikan antara kebijakan hutang terhadap nilai

perusahaan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh

earning management dan kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Earning management dan kebijakan hutang secara simultan berpengaruh

terhadap nilai perusahaan. dengan tingkat signifikansi 0,025, dengan

demikian dapat disimpulkan, sig = 0,025 < = 0,05 yang berarti hipotesis

menerima Ha yang menyatakan Earning Management dan Leverage

secara simultan berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

2. Secara parsial variabel Earning management berpengaruh terhadap nilai

perusahaan, bahwa nilai- t hitung adalah sebesar 2,355 dengan tingkat

signifikansi sebesar 0,021 yang lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan hasil ini
63

dapat disimpulkan bahwa variabel earning management berpengaruh

dengan nilai perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2007-2011.

3. Secara parsial variabel kebijakan hutang berpengaruh negatif terhadap

nilai perusahaan. Hasil pengujian variabel kebijakan hutang terhadap nilai

perusahaan menggunakan uji t, diperoleh nilai t sebesar -2,672 yang lebih

kecil dari = 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel kebijakan

hutang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan

perbankan di BEI tahun 2007-2011.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran yang dapat diberikan adalah :

1. Kepada peneliti lanjutan disarankan untuk memperluas sampel penelitian

dimana sampel yang diambil tidak terbatas pada perusahaan perbankan

swasta saja, tetapi juga perusahaan manufaktur yang mencakup semua

jenis perusahaan industri terbuka, properti, transportasi, pertanian, dan lain

sebagainya. yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dengan demikian hasil

yang diperoleh bisa mewakili untuk diambil kesimpulan terhadap semua

perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2. Menggunakan model lain yang lebih tepat dalam mengukur Earning

Management khususnya untuk perusahaan perbankan, seperti Beaver and

Engel Model.
64

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Agus Sartono, Manajemen Keuangan : Teori dan Aplikasi, Penerbit BPFE UGM
Yogyakarta, 2008

Brigham, Eugene, F., Gapenski, Louis, C., and Davis Philip, R, Intermediate
Finan-cial Management, Sixth Edition, The Dryden Press, Orlando, 1999

Brealey & Myers. 1991. Principles of Corporate Finance. Fourth Edition. US.

Christiawan dan Tarigan. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas


Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar.
Juli: 1-26.2007

Dechow, Patricia M.,R.G.Sloan and A.P. Sweeney. Detecting earnings


Management. The Accounting Review 70.1995

Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Cetakan


IV. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2006

Hanafi, Mamduh M. Manajemen Keuangan. Cetakan Pertama. Penerbit BPFE:


Yogyakarta, 2004

Riyanto, Bambang. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Keempat.


BPFE, Yogyakarta, 1995
65

nd

Scott,R. William. Financial Accounting Theory 2 Edition, New Jersey.


Prentice Hall International Inc. 2000

Sulistyanto, Sri.Manajemen Laba Teori dan Model Empiris, Grasindo,


Jakarta, 2008

Weston, J.F dan Copeland, T.E, Manajemen Keuangan, Edisi Kedelapan Edisi
revisi, Penebit Binarupa Aksara, Jakarta, 1999

Jurnal/ tesis

Agnes Utari, Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Earning


Management pada Perusahaan Go Public di Indonesia serta beberapa
faktor yang mempengaruhinya. Jurnal Bisnis dan Ekonomi, 2002

Animah dan Ramadani, Pengaruh Strukutur Pengaruh Struktur Kepemilikan,


Mekanisme CG dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan,
2010

Euis Soliha dan Taswan, Pengaruh Kebijakan Utang Terhadap Nilai


Perusahaan serta Faktor Faktor yang Mempengaruhinya, Jurnal
Bisnis dan Ekonomi, September, STIE Stikubank, Semarang, 2002

Fama, E. F, and French, K. R, The Equity Premium, The Journal of Finance, Vol.
LVII, No. 2, April, Pg. 637-659, 2002

Fischer, Marly dan Kenneth Rozenzweigg "Attitude of Student Practitiones


Concerting the Ethical Acceptability of Earnings Management", Journal
of Business Ethic 14 ; 433-444, 1995

Homaifar G and Zietz et.al. An Emprical Model of Capital Structure: Some


New Evidence Journal of Business Finance & Accounting 21 (1)
January . pp 1 14, 1994

Halim, Yulia. Carmel Meiden dan Rudolf Lumban Tobing. Pengaruh


Manajemen Laba pada Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan
pada perusahaan manufaktur yang Termasuk dalam Indeks LQ-45.
Artikel Simposium Nasional Akuntansi SNA VIII, Solo, 2005

Herawaty, Vinola. Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating


Variable dari Pengaruh Earning Management Terhadap Nilai
Perusahaan". Tesis. Undip. Tidak Dipublikasikan, 2008
66

Hermeindito Kaaro. Analisis Leverage dan Deviden Dalam Lingkungan


Ketidakpastian : Pendekatan Pecking Order Theory dan Balancing
Theory Simposium Nasional Akuntansi IV.2001

Indriyo, Agus R Sartono dan Kusdhianto Setiawan, Adakah Pengaruh EVA


terhadap Nilai Perusahaan dan Kemakmuran Pemegang Saham pada
Perusahaan Publik?, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 14, No.
4, Hal. 124-136. 2002

Jensen Michael c. and William H Meckling. Theory of the Firm: Management


Behavior Agency Cost and Ownership Structure, Journal of Finance
Economic. Oktober.1986

Jiraporn, Pornsit, dan Yixi Ning Dividend Policy, Shareholder Rights, and
Corporate Governance. Journal of Applied Finance Fall/winter, 2006.
Martin, J.D & J.W Kensinger, Corporate Research and Development
Expenditures and Share Value, Journal of Financial Economics 26, pg.
255-276. 1994

Midiastuty, P.P. and M. Machfoedz. Analisis Hubungan Mekanisme Corporate


Governance dan Indikasi Manajemen Laba. Makalah SNA VI, hlm. 176-
199. Surabaya, 2003

Mutamimah. Analisis Struktur Modal Pada Perusahaan-Perusahaan Non


Finansial Yang Go Public Di Pasar Modal Indonesia. Jurnal Bisnis
Strategi. Vol. 11 Juli. Pp 71-60, 2003

Qureshi, Muhammad Azeem, System dynamics modelling of firm value.


Journal of Modelling in Management. Vol. 2, No. 1, pp. 24-39. 2006

Rozeff, M. S. "Growth, Beta, and Agency Costs as Determinants of Dividend


Payout Ratios". Journal of Financial Research, Vol. 5: pp. 249-259. 1982

Siallagan, Hamonangan dan Machfoedz, Masudz, Mekanisme Corporate


Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan, Simposium
Nasional Akuntansi 9 Padang.2006

Shleifer, A. dan R.W. Vishny. A Survey of Corporate Governance. Journal of


Finance, Vol 52. No. 2. June 737-783. 1997

Sukamulja, Sukmawati. Good Corporate Governance di Sektor keuangan:


Dampak GCG terhadap Kinerja Perusahaan Kasus di Bursa Efek
Jakarta. Benefit, Vol.8, No.1. Juni: 1-25. 2004

Sujoko dan Ugy Soebiantoro. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Leverage,


Faktor Intern, dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan Studi
67

Empirik pada Perusahaan Manufaktur dan Non Manufaktur di Bursa


Efek Jakarta. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 9. No. 1.
Maret, pp. 41-48, 2007

Tandelilin, E., dan Wilberforce. T. Can Debt and Dividend Policies Substitute
Insider Ownership in Controlling Equity Agency Conflict ?. Gadjah
Mada International Journal of Business, January, Vol. 1, No. 1: pp. 3143,
2002

Wahidahwati. Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institutional


pada Kebijakan Hutang Perusahaan : sebuah Perspektif Theory Agency.
Jurnal Riset Akuntansi vol.5. Hal: 1-16. 2002

ICMD.2012. Indonesian Capital Market Directory.Jakarta, Indonesia

www. idx.co.id

Lampiran 1. Daftar Populasi dan Sampel Perusahaan Perbankan Swasta


Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007- 2022

No Kode Perusahaan Krit Kriteria Kriteria Sampel


Emiten eria 3 3 Terpilih
1
1 AGRO Bank Agroniaga X X -
2 INPC Bank Artha Graha Internasional S1
Tbk
3 BBKP Bank Bukopin Tbk S2
4 BNBA Bank Bumi Arta S3
5 BABP Bank ICB Bumiputera Tbk S4
6 BACA Bank Capital Indonesia X -
7 BBCA Bank Central Asia S5
8 BCIC Bank Century/Mutiara Tbk. X X -
9 BNGA Bank CIMB Niaga S6
10 BDMN Bank Danamon S7
11 BAEK Bank Ekonomi Raharja X -
12 BEKS Bank Eksekutif Internasional X -
13 SDRA Bank Himpunan Saudara S8
14 BNII Bank Internasional Indonesia X X -
15 BKSW Bank Kesawan Tbk S9
16 MAYA Bank Mayapada Tbk S10
17 MEGA Bank Mega Tbk. S11
18 BBNP Bank Nusantara Parahyangan S12
Tbk
19 NISP Bank OCBC NISP Tbk. S13
68

no Code X1 X2 Y
1 INPC -0.1006 13.76 0.43
2 BBKP -0.1640 14.19 0.56
20 3 PNBNBNBABank -0.0969 4.9
Pan Indonesia 0.41 S14
21 4 BABP -0.1603
BNLI Bank Permata Tbk 10.89 0.65 S15
22 5BSWD BBCABank0.0427
Swadesi 9.68
Tbk 2.13 S16
23 6 BNGA 0.0174 9.15 1.16 Tbk
BVIC Bank Victoria International S17
7 BDMN 0.0448 8.19 1.94
8 SDRA -0.1420 8.12 0.45
24 9MCOR BKSWBank0.0592Windu Kentjana
12.45 1.96 S18
10 MAYAInternasional
-0.0765 5.61 3.13
11 MEGA -0.0556 10.45 1.56
12 BBNP -0.0079 9.23 1.32
13 NISP -0.0066 8.32 0.94
14 PNBN -0.0029 8.39 1.43
15 BNLI -0.0751
Lampiran 2. Data Variabel Penelitian Tahun 2007 10.48 0.75
16 BSWD -0.0237 4.34 1.94
17 BVIC 0.0659 10.48 0.75
18 MCOR -0.1414 8.38 0.89

Data Variabel Penelitian Tahun 2008


No Code X1 X2 Y
1 INPC -0.0006 14.53 0.69
2 BBKP -0.5207 13.78 0.89
3 BNBA -1.0823 5.2 0.79
4 BABP 0.1617 11.03 0.95
5 BBCA -0.0682 9.29 3.22
6 BNGA 0.0785 8.48 1.07
7 BDMN 0.0080 6.25 2.13
69

8 SDRA -0.0106 7.95 1.43


9 BKSW -0.0835 12.67 2.15
10 MAYA -0.0126 7.45 3.11
11 MEGA 0.0320 10.69 1.69
12 BBNP -0.1780 9.45 1.42
13 NISP -0.0102 8.26 0.83
14 PNBN -0.0133 7.35 1.43
15 BNLI -0.0208 9.45 1.02
16 BSWD 0.0113 5.38 1.38
17 BVIC -0.0120 9.45 0.94
18 MCOR 0.0141 9.12 1.31
Data Variabel Penelitian Tahun 2009
No Code X1 X2 Y
1 INPC 0.0491 12.97 0.32
2 BBKP 0.2991 14.08 0.53
3 BNBA 0.0425 4.2 0.35
4 BABP 0.0897 11.45 0.61
5 BBCA 0.1298 9.55 3.44
6 BNGA 0.1137 10.09 1.27
7 BDMN -0.0071 9.09 2.42
8 SDRA 0.0461 8.86 0.37
9 BKSW 0.0795 14.97 2.48
10 MAYA 0.0178 4.8 4.53
11 MEGA -0.0319 11.15 1.98
12 BBNP 0.2891 9.87 1.41
13 NISP -0.0230 8.43 1.12
14 PNBN 0.6759 7.02 1.48
15 BNLI -0.0256 11.59 0.88
16 BSWD 0.1848 3.81 1.84
17 BVIC -0.0067 9.66 0.62
18 MCOR 0.0009 7 0.78

Data Variabel Penelitian Tahun 2010

No Code X1 X2 Y
1 INPC 0.1333 15.02 0.68
2 BBKP -0.0241 15.45 0.85
3 BNBA 0.0835 4.8 0.74
4 BABP -0.0530 11.98 1.11
5 BBCA -0.1218 9.14 4.29
6 BNGA 0.0880 8.55 1.52
7 BDMN -0.0337 5.23 2.6
8 SDRA 0.0245 8.48 1.66
9 BKSW -0.0089 12.15 2.6
10 MAYA 0.0582 6.68 4.33
70

11 MEGA -0.0095 10.66 2.15


12 BBNP 0.0201 9.55 1.11
13 NISP 0.5282 7.96 1.41
14 PNBN 0.0426 6.16 1.7
15 BNLI 0.0274 10.57 1.28
16 BSWD 0.0567 4.08 1.72
17 BVIC 0.0716 10.69 0.84
18 MCOR -0.0095 8.29 1.02

Data Variabel Penelitian Tahun 2011

No Code X1 X2 Y
1 INPC -0.0751 15.18 0.87
2 BBKP -0.0237 13.65 1.39
3 BNBA 0.0659 5.12 0.87
4 BABP -0.0751 11.14 1.04
5 BBCA -0.0751 8.51 4.63
6 BNGA -0.0751 9.43 3.32
7 BDMN -0.027 5.4 1.58
8 SDRA 0.0659 7.25 1.71
9 BKSW -0.1414 13.54 3.66
10 MAYA -0.0006 5.81 2.77
11 MEGA -0.5207 10.82 2.31
12 BBNP -1.0823 9.25 0.99
13 NISP 0.1617 8.81 2.18
14 PNBN -0.0682 7.81 2.24
15 BNLI 0.0785 8.31 2.04
16 BSWD 0.0080 3.93 1.63
17 BVIC -0.0106 12.88 0.84
18 MCOR -0.0835 7.35 1.08

Lampiran 3. Deskriptif Statistik

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Sum Mean Std. Deviation

Earning Management 90 -1.08 .68 -1.61 -.0179 .21811

Leverage 90 3.81 15.45 831.04 9.2338 2.92521

Nilai Perusahaan 90 .32 4.63 142.05 1.5783 .98891


71

Lampiran 4. Uji Asumsi Klasik :

1.Uji Normalitas
72

Uji Normalitas Data

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual

N 90

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation .85593612

Most Extreme Differences Absolute .096

Positive .094

Negative -.096

Kolmogorov-Smirnov Z .909

Asymp. Sig. (2-tailed) .380

a. Test distribution is Normal.

2. Uji Heteroskedastisitas
73

3. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas

Model Correlations Collinearity Statistics


Zero-order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant)
Earning Management .036 .013 .011 .937 1.067
Leverage -.200 -.164 -.144 .945 1.058

Hasil Uji Multikolonieritas

Collinearity Statistics
Keterangan
Model Tolerance VIF
1 (Constant)
74

Earning Management
.937 1.067 Tidak terjadi multikolonieritas

Leverage
.945 1.058 Tidak terjadi multikolonieritas

4. Uji Autokorelasi

Uji Durbin Watson

Change Statistics

Model R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change

1 .251 3.922 7 82 .001

a. Predictors: (Constant), Earning Management, Leverage


b. Dependent Variable: Nilai Perusahaan

Lampiran 5. Uji Simultan


- X1 terhadap Y

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 7.067 2 3.533 3.844 .025a

Residual 79.970 87 .919

Total 87.037 89

a. Predictors: (Constant), EM-Z5, Earning Management

b. Dependent Variable: Nilai Perusahaan

Uji Parsial
Hasil Uji Signifikansi Parsial Seluruh Variabel
Model Unstandardized Standardized t Sig.
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.095 .489 4.288 .000
Earning Management .007 .003 .244 2.355 .021
75

Leverage -.252 .095 -.263 -2.671 .009


a. Dependent Variable: Nilai Perusahaan

Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 ,381a ,363 ,287 4,24786
a. Predictors: (Constant), leverage, Earning Management
b. Dependent Variable: Nilai Perusahaan

Anda mungkin juga menyukai