Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang merupakan masalah kesehatan
masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Saat ini, penyakit Tuberkulosis (TBC) mendapatkan perhatian khusus
dikarenakan insidensi yang tinggi di negara maju maupun berkembang. Setiap tahun diperkirakan terdapat 9 juta
kasus baru Tuberkulosis (TBC) dan 2 juta di antaranya meninggal dunia. Annual report on global TB Control 2003,
World Health Organization (WHO), menyatakan bahwa terdapat 22 negara yang dikategorikan sebagai high-burden
countries (Negara dengan beban tinggi) terhadap penyakit Tuberkulosis (TBC) . Indonesia termasuk peringkat
ketiga setelah India dan Cina.
Estimasi angka insidensi Tuberkulosis (TBC) di Indonesia berdasarkan pemeriksaan sputum (basil tahan asam/
BTA positif) adalah 128 per 100.000 untuk tahun 2003 (WHO, 2005). Pada tahun 2007, prevalensi kasus TB
sebesar 244 per 100.000 penduduk tercatat dengan jumlah penduduk seluruhnyaa dalah 225.642.124 jiwa (Depkes
RI, 2009). Dalam laporan WHO pada tahun 2012, diperkirakan jumlah kejadian Tuberkulosis (TBC) di Indonesia
mencapai 450.000 dimana tercatat dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 251.857.940 juta jiwa. Data di Dinas
Kesehatan Jawa Barat tahum 2007, tercatat 30.000 orang penderita Tuberkulosis (TBC) yang sudah datang berobat
ke Rumah Sakit dan Puskesmas dan hingga tahun 2008 terus meningkat mencapai 35.000 orang. Penemuan kasus
TB Paru di Kota Bandung tahun 2007 secara klinis sebesar 1.194 kasus, dengan BTA + sebesar 973 kasus. Jumlah
tersebut adalah jumlah kumulatif dari penderita yang sedang dalam masa pengobatan di tahun sebelumnya. Untuk
jumlah penderita sembuh pada tahun 2007 sebesar 858 orang atau 87% (Profil kesehatan kota Bandung 2007).
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa angka kejadian Tuberkulosis (TBC) masih tinggi dan perlu
mendapatkan perhatian khusus guna mencegah terjadinya peningkatan insidensi. Setiap tahunnya, jumlah laporan
kasus Tuberkulosis (TBC) semakin meningkat baik di Indonesia dan di Jawa Barat pada khususnya. Keadaan ini
disebabkan oleh beberapa hal yaitu lingkungan hidup masyarakat yang buruk, rendahnya pengetahuan masyarakat
yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku serta kurangnya peran serta dari pelayanan kesehatan di wilayah
tempat tinggal masyarakat. Maka dari itu, diperlukan analisis secara rinci mengenai faktor-faktor yang dapat
menyebabkan tingginya insidensi penyakit Tuberkulosis (TBC) di Jawa Barat. Berdasarkan lokasi penugasan, maka
tim peneliti melakukan analisis faktor risiko terjadinya penyakit TB di wilayah kerja puskesmas Neglasari.

BAB II
PEMBAHASAN

Penelitian ini menggambarkan faktor resiko penyakit tuberculosis (TBC) . Penelitian ini dilakukan pada
sampel yang diambil di wilayah kerja Puskesmas Neglasari yang berjumlah 3 orang pasien positif TBC
dengan wawancara secara langsung . Analisis dilakukan berdasarkan teori Blum dapat dilihat dalam tabel 1 di
bawah ini.
Tabel 1. Analisis Faktor Risiko Berdasarkan Teori Blum
LINGKUNGAN PERILAKU PELAYANAN
KESEHATAN
PASIEN 1 Ventilasi kurang memadai Pasien tidak meludah Pasien tidak pernah
Bapak TF, Kotoran dan debu hanya sedikit sembarangan mendapat kunjungan rumah
Setiap ruangan mendapat penerangan Pasien merupakan perokok aktif
28 Tahun dari puskesmas.
dari lampu sebesar 25 watt Pasien selalu minum obat dan Pasien mendapat edukasi
Lingkungan rumah tidak lembab follow up ke puskesmas secara dan penyuluhan di
Seluruh bagian rumah berlantaikan
rutin puskesmas
keramik Pasien selalu membuka
Luas kamar pasien 4 X 2 meter Pasien mendapat pelayanan
jendelanya setiap hari yang ramah dari pihak
hanya memiliki ventilasi kecil. Pasien menggunakan masker saat
Pasien berasal keluarga yang puskesmas
batuk dan selalu menutup Pasien Selalu mendapat obat
berekonomi cukup dan memiliki
mulutnya. yang teratur dari puskesmas.
pandidikan yang cukup tinggi.
Tidak memiliki pendapatan tetap Stok obat tidak pernah
Tidak adanya debu di lantai atau kosong
dinding
Tinggi lanit langit cukup
Dinding tembok terhindar dari basah
Lantai stabil dan tidak licin
Air yang digunakan untuk minum
dan mandi bersih, tidak berbau, dan
tidak berasa
Tempat sampah memakai keresek
dan tidak mempunyai tutup
PASIEN 2 Rumah hanya berdindingkan tembok Pasien selalu menggunakan pasien tidak pernah
Bapak P, 32 di bagian samping, tetapi di bagian masker setiap hari baik di rumah mendapatkan penyuluhan
Tahun depan, belakang dan sekat sekat maupun di luar. Istri pasien juga dari puskesmas
pasien selalu mendapatkan
rumah pasien terbuat dari kayu. selalu menggunakan masker
Rumah lembab dan tidak memiliki Ibu pasien tidak menggunakan obat setiap hari, pada pagi
paparan sinar matahari langsung masker. hari diberi injeksi
Rumah selalu dibersihkan setiap pasien selalu membuang streptomycin dan obat oral
harinya ludahnya sembarangan Mendapat pelayanan yang
Setiap ruangan diterangi oleh lampu keluarga pasien tidak ada yang ramah dari pihak puskesmas
5 watt merokok Selalu berobat dan
Luas kamar berukuran 4 x 2 meter Pasien setiap 2 minggu selalu mendapat obat yang teratur
dan hanya terdapat 1 ventilasi yang kontrol ke RSHS dari puskesmas.
selalu terbuka Pasien memiliki kakak yang
Cahaya matahari dapat masuk mempunyai sakit yang sama
langsung ke setiap kamar namun sudah meninggal, karena
Lantai terbuat dari kayu yang dilapisi tidak meminum obatnya secara
oleh plastik. teratur
Dinding kamar ditempeli debu debu Pasien ketika pertama kali
dan lembab terkena TBC tidak meminum
Pasien lulusan SD dan tidak bekerja
Pendapatan pasien tidak tetap obatnya secara teratur namun
Lantai stabil dan tidak licin ketika terkena tb ke2 kalinya dan
Air yang digunakan untuk minum sudah mencapai tahap MDR
dan mandi bersih, tidak berbau dan pasien menjadi rutin berobat ke
tidak berasa puskesmas selama 2 bulan
Tempat sampah memakai keresek
terakhir ini.
dan tidak mempunyai tutup istri pasien berperan sebgai
Jarak dari jamban ke sumur > 10m
pengawas menelan obat (PMO)

PASIEN 3 Rumah pasien khususnya kamar Pasien tidak meludah pasien tidak pernah
Ibu Y, 49 pasien tidak memiliki ventilasi baik sembarangan mendapatkan penyuluhan
Tahun untuk udara maupun untuk sinar Suami pasien seorang perokok dari puskesmas
aktif, sedangkan pasien tidak pasien selalu mendapatkan
matahari langsung
Ventilasi kurang memadai merokok obat setiap hari pada pagi
Kotoran dan debu sangat sedikit Pasien selalu follow up yang rutin hari.
Lingkungan tidak lembab Selalu membuka jendela setiap Mendapat pelayanan yang
Seluruh bagian rumah berlantaikan hari ramah dari pihak puskesmas
keramik. Selalu membuang sampah ke Selalu berobat dan
Pasien berasal keluarga dengan tempatnya mendapat obat yang teratur
perekonomian cukup Pasien menggunakan masker saat
Tidak ada riwayat TB di keluarga dari puskesmas
batuk dan selalu menutup
Tidak ada debu di lantai atau dinding
Tinggi langit langit cukup mulutnya dan memakai masker
Dinding tembok terhindar dari basah sehari hari
Tembok tidak lembab, hanya saja
kamar pasien lembab karena tidak
mendapat sinar matahari langsung
Lantai stabil dan tidak licin
Air yang digunakan untuk mandi dan
minum bersih, tidak berbau dan tidak
berasa
Tempat sampah memakai keresek
dan tidak mempunyai tutup
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilaksanakan, maka simpulan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Faktor risiko terbesar seseorang terinfeksi TBC ialah kurang baiknya ventilasi rumah sehingga paparan
sinar mataharinya pun minimal, rumah yang lembab dan perilaku seperti merokok.
2. Kepatuhan meminum obat bagi pasien TB sangat penting untuk menunjang kesembuhan pasien.
3. Tidak adanya penyuluhan kesehatan yang diterima warga cakupan wilayah puskesmas Neglasari
sehingga pengetahuan masyarakat cakupan wilayah rendah mengenai penularan penyakit TB.
B. Saran
1. Melakukan penyuluhan kesehatan disertai pembuatan poster/ spanduk/ leaflet mengenai penyakit

TB mulai dari pencegahan hingga penularannya.


2. Melakukan survei langsung ke setiap rumah yang berisiko TB di cakupan wilayah Puskesmas

Neglasari setiap 1 bulan sekali.


3. Membentuk tim kader guna menunjang efektivitas dari program DOTS.
4. Untuk masyarakat, memperbaiki maupun meningatkan sanitasi rumahnya agar selalu bersih .

Contohnya dengan membuat sistem pembersihan rumah dan lingkungan rumah minimal setiap 2

hari sekali.
5. Bagi penderita TB hendaknya mengetahui dan melaksanakan cara batuk dan bersin yang benar

guna mengurangi penularan TB. Selain itu penderita hendaknya memiliki kesadaran untuk

memakai masker untuk mencegah penularan TB .


6. Rumah penderita harus mendapatkan pencahayaan yang cukup , baik dengan membuat jendela-

jendela baru agar sinar matahari langsung bisa masuk atau dengan sistem penerangan buatan

menggunakan yang memadai untuk setiap ruangannya .


7. Rumah penderita harus memiliki sistem sirkulasi udara yang baik dengan pembuatan lubang

udara / ventilasi di tiap ruangan untuk menghindari kondisi yang lembab .

Anda mungkin juga menyukai