Anda di halaman 1dari 10

SASI INTER-REGIONAL INTEGRATION : PENGINTEGRASIAN BUDAYA

KEARIFAN LOKAL BERBASIS KONSERVASI DALAM UPAYA


MENGATASI KRISIS SUMBER DAYA KEHUTANAN DAN KELAUTAN
DI INDONESIA

NATIONAL ESSAY COMPETITION 2016

DISUSUN OLEH :

ANDREA AKBAR 05091381621027


MUHAMAT NASRUDIN 05091281621045

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2016
Tanah air Indonesia terkenal dengan kekayaan alam yang luar biasa.
Apabila dilihat melalui kenyataan secara faktual kekayaan hutan Indonesia
merupakan Hutan Tropis Terbesar kedua di dunia setelah Brazil, disamping itu
hutan Indonesia merupakan salah satu paru-paru dunia, yang berfungsi sebagai
filter dalam mengurangi pemanasan global secara signifikan (Kompasiana, 2013).
Laut Indonesia terkenal dengan keanekaragaman hayati dan terumbu karang yang
beragam serta mempunyai sebaran mangrove terluas, bahkan terbesar didunia.
Sumberdaya laut Indonesia yang kaya serta akses teritori air kepulauan yang
mudah menyebabkan berkembangnya industrI perikanan. Menurut FAO (2010)
bahwasanya saat ini Indonesia merupakan produsen perikanan terbesar ketiga
dunia, setelah China dan Peru.
Namun, Pada kenyataannya Indonesia yang menjadi pusat sumber daya
alam sedang mengalami krisis sumber daya kehutanan dan kelautan. Berdasarkan
data dari Kementerian Lingkungan Hidup (2007) menunjukkan bahwa
berdasarkan hasil pencitraan satelit, luas hutan yang tersisa di Indonesia hanya
18,57% atau sekitar 2,3 juta hektar. Ini baru kondisi di pulau Jawa, belum kondisi
hutan di wilayah tanah air lainnya, terutama di Kalimantan, Sulawesi dan Irian
Jaya yang penebangan hutan terus berlangsung hingga kini (Kompasiana, 2015).
Indonesia juga mengalami ancaman penurunan akibat krisis ganda dari degradasi
ekosistem kelautan serta penangkapan ikan berlebih. Indonesia tergolong paling
beresiko mengalami penurunan. Menurut penelitian pada 2012, dibanding dengan
27 negara produsen ikan lain, perikanan Indonesia paling rentan hancur
berdasarkan indikator manajemen terumbu karang, situasi perikanan dan
ketahanan pangan (Hughes et. al, 2007). Menurut (Perkins, 1995), Dampak dari
pola pengelolaan Sumber Daya Alam kita yang menitikberatkan pada eksploitasi
secara besar-besaran, bermulah pada terjadinya degradasi yang massive bagi
sumber daya alam dan hutan, tidak kurang dari 2 juta ha tiap tahunnya, SDA kita
hancur. Hampir di setiap titik investasi terjadi konflik terjadi manakala struktur
dan tatanan hukum tidak lagi berpihak pada keadilan untuk pemenuhan hak-hak
masyarakat local, yang tergantung hidupnya dari daya dukung lingkungan dan
hutan.
Dengan melihat permasalahan diatas sebenarnya Indonesia memiliki salah
satu sosial budaya kearifan lokal yang berbasis konservasi yang disebut dengan
SASI di Raja Ampat. SASI merupakan budaya yang menekankan sistem
manejemen eksploitasi sumber daya alam. SASI adalah contoh dari lembaga
sosial yang didirikan untuk menjaga pemanfaatan sumber daya alam dalam bentuk
melarang warga dari pemanenan hasil hutan atau laut di tempat tertentu untuk
durasi tertentu (Mansoben 2003; Adhuri 2013).
Tujuan akhir dari pelaksanaan SASI bagi masyarakat lokal di Raja Ampat
adalah memanen sumber daya laut dengan tinggi menghasilkan baik dalam
kuantitas dan ukuran, serta menghasilkan besar jumlah penerimaan kas
(Handayani, 2008). Hasil ini sejalan dengan pendapat Aswani & Sabetian (2010)
yang menyatakan bahwa daerah tertutup telah menghasilkan ikan tiga kali lipat
peningkatan biomassa di Vanuatu dan dua kali lipat meningkat dalam Kepulauan
Solomon dibandingkan dengan daerah-daerah yang tidak ditutup. Hasil yang sama
ditunjukkan oleh Samoilys et Al. (2007) yang menyatakan bahwa ada perbedaan
yang signifikan dalam populasi ikan, di mana itu lebih baik di perairan yang
dilindungi daripada di perairan yang tidak dilindungi. Hasil ini konsisten dengan
kelimpahan tinggi lola dipanen di Solomon Kepulauan di daerah yang ditutup
selama 9 bulan dibandingkan dengan daerah yang tidak ditutup (Foale & Day
1997). Ini menunjukkan bahwa model manajemen SASI dapat menjadi efektif alat
untuk mencegah panen berlebihan sumber daya alam yang tidak mematuhi
prinsip-prinsip keberlanjutan sumber daya.
Dengan melihat manajemen dan keuntungan dari budaya SASI, maka
sebaiknya diperlukan pengembangan dari sistem budaya tersebut agar efeknya
juga tersebar keseluruh wilayah Indonesia atau bahkan dunia. Maka daripada itu,
dibutuhkan sebuah pengintegrasian dari budaya SASI tersebut. SASI Inter-
Regional Integration merupakan salah satu bentuk inovasi untuk
menginternasionalisasi budaya Indonesia sekaligus mengatasi masalah krisis
sumber daya kehutanan dan kelautan yang sedang dihadapi sekarang. SASI Inter-
Regional Integration adalah bentuk pengintegrasian nilai-nilai budaya SASI antar
wilayah di Indonesia. Dengan adanya integrasi sosial budaya SASI antarwilayah
maka masyarakat dapat saling mencukupi kebutuhan terkait sumber daya
kehutanan dan kelautan. Prinsip dari program ini adalah hemat akan tetapi tetap
saling mencukupi kebutuhan.
Gambar 1. Gambaran Program SASI Inter-Regional Integration

Program ini menekankan kepada dua aspek yakni, Time Periodic dan
Product Distribution. Time Periodic artinya eksploitasi sumber daya alam
mempunyai batas waktu tertentu. Selanjutnya manusia memberikan jangka waktu
kepada alam untuk bertumbuh kembali atau bisa disebut dengan Time
Conservation. Periode waktu eksploitasi antar wilayah harus juga dimanajemen
artinya pada satu waktu yang sama ada wilayah yang mengeksploitasi sumber
daya kehutanan dan ada juga wilayah yang mengeksploitasi sumber daya
kelautan. Time periodic akan menciptakan sebuah siklus pergantian eksploitasi
sumber daya alam sehingga manusia tidak terus menerus mengambil hasil alam.
Product Distribution artinya adanya distribusi barang hasil sumber daya hutan dan
sumber daya laut antar wilayah. Product Distribution bertujuan agar manusia juga
tetap dapat mencukupi kebutuhan walaupun adanya periodiSASI waktu
eksploitasi sumber daya alam. Sifatnya adalah saling melengkapi kebutuhan antar
daerah.
Program diatas juga harus didukung dan dijalankan oleh empat elemen,
yaitu government, Academica, Business, dan Civil Society. Government atau
pemerintah melakukan jalinan komunikasi antar daerah di Indonesia. Teknologi
komunikasi di Indonesia ini belum tersebar secara merata, maka daripada itu
pemerintah memberikan kontribusi untuk membangun teknologi informasi dan
komunikasi antar daerah. Pemerintah juga harus memberi kebijakan atas program
ini kepada seluruh elemen masyarakat agar dapat dijalankan.
Lalu selanjutnya adalah Academica. Para peneliti ataupun kalangan
akademik bekerjasama untuk mencari tahu cara agar dapat mempercepat laju
konservasi sumber daya alam yang ada. Dengan adanya penelitian ini manusia
dapat mempercepat periodiSASI waktu dan hasilnya kebutuhan masyarakat
semakin cepat terpenuhi.
Business merupakan sektor yang mengatur laju perekonomian. Para
pebisnis,pedagang atau perusahaan hendaknya dapat memanajemen produksi
barang yang diambil dari sumber daya alam. Pengaturan sumber daya alam yang
dieksploitasi dapat meminimalisir laju degradasi alam yang sedang terjadi.
Kemudian, Kalangan Business hendaknya juga dapat menjalin kerjasama antar
daerah untuk bersama-sama melengkapi kebutuhan pasar. Prinsipnya adalah
menurunkan persaingan dan meningkatkan integrasi antar Business yang akhirnya
laju perekenomian tetap berjalan dan laju konservasi pun tidak terganggu.
Civil society atau masyarakat umum memegang peranan penting karena
masyarakatlah yang paling banyak menjalankan dan mendukung program ini.
Masyarakat harus melakukan manajemen dalam kebutuhan pribadi dan kebutuhan
rumah tangga yang memakai sumber daya alam. Civil society dapat
menghilangkan perilaku konsumtif mereka dengan melakukan sosialiSASI antar
masyarakat terkait program SASI Inter-Regional Integration.

Gambar 2. Output dari Program SASI Inter-Regional Integration

preservatio
n of
indigenous
culture
SASI
Internatio
nal
Integratio
overcomin
g the crisis
n
in forestry
and
marine
resources
Jika elemen Government, Academica, Business, dan Civil Society sudah
saling terntegrasi serta aspek Time Periodic dan Product Distribution sudah
berjalan maka dipastikan program SASI Inter-Regional Integration berhasil
dijalankan. Program ini akan menghasilkan dua hal yaitu melestarikan budaya
kearifan lokal dan mengatasi sumber daya hutan dan laut. Jika program ini
berhasil dijalankan maka Indonesia dapat mengenalkan kepada dunia bahwa
Indonesia memiliki sosial budaya kearifan lokal yang dapat menjadi solusi atas
krisis sumber daya alam (SDA) yang ada. Output besar dari program ini adalah
adalah pembentukan jaringan integrasi yang lebih luas yang disebut dengan SASI
International Integration dan akhirnya bangsa Indonesia dapat
menginternasionalisasi kearifan lokal yang dapat mengatasi permasalahan yang
dihadapi dunia sekarang.
DAFTAR PUSTAKA

FAO. 2010. World Review of Fisheries and Aquaculture 2010, FAO.


http://www.fao.org/docrep/013/i1820e/i1820e01.pdf
Hughes, S., A. Yau, L. Max (more) , 2012: A framework to assess national level
vulnerability from the perspective of food security: The case of coral reef
fisheries. Environmental Science & Policy,23, 95-108, DOI:
10.1016/j.envsci.2012.07.012. Diakses pada tanggal 4 November 2016
McLeod E, Szuster B, Salm R. 2009. SASI and marine conservation in Raja
Ampat, Indonesia. Coastal Management 37(6):656676.
http://dx.doi.org/10.1080/ 08920750903244143. Diakses pada tanggal 3
November 2016
Lam M. 1998. Consideration of customary marine tenure system in the
establishment of marine protected areas in the South Pacific. Ocean &
Coastal Management 39:97104. http://dx.doi.org/10.1016/S0964-5691(98)
00017-9. Diakses pada tanggal 3 November 2016
Mansoben JR. 2003. Konservasi sumber daya alam Papua,
ditinjau dari aspek budaya. Jurnal Antropologi 2(4):112.
Handayani. 2008. Kajian terhadap bentuk-bentuk kearifan lokal dalam
pengelolaan sumber daya pesisir di Kabupaten Raja Ampat [thesis].
Semarang: Universitas Diponegoro.
Aswani S, Sabetain A. 2010. Implications of urbanization for artisanal parrotfish
fisheries in the Western Solomon Islands. Conservation Biology 24:520
530. http://dx.doi.org/10.1111/j.1523-1739.2009.01377.x.Diakses pada
tanggal 2 November 2016
Samoilys Ma et al. 2007. Effectiveness of five small Philippines' coral reef
reserves for fish populations depends on site-specific factors, particularly
enforcement history. Biological Conservation 136(4):584601.
http://dx.doi.org/10.1016/j.biocon.2007.01.003.Diakses pada tanggal 2
November 2016
Foale S, Day R. 1997. Stock assessment of trochus (Trochus niloticus)
(Gastropoda: Trochidae) fishery at West Nggela, Solomon Islands. Fisheries
Research 33:116.http://dx.doi.org/10.1016/ S0165-7836(97)00062-3.
Diakses pada tanggal 2 November 2016
Kompasiana.2012.Krisis hutan ancam kehidupan.
http://www.kompasiana.com/08112011suryana/krisis-hutan-ancam-
kehidupan_551c1251a33311da2bb65a0c. Diakses pada tanggal 1 November
2016
Kompasiana.2015.Ketergantungan dunia akan hutan Indonesia.
http://www.kompasiana.com/nashikhun/ketergantungan-dunia-akan-hutan-
indonesia_552df1f46ea834447b8b457d.Diakses pada tanggal 1 November
2016
Perkins, Jhon.1995.Masa Depan Bumi.Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
BIODATA PENULIS

Nama : Andrea Akbar


Tempat, tanggal lahir : Pagar Alam, 21 September 1998
NIM :05091381621027
Jurusan : Budidaya Pertanian / Agronomi
Fakultas : Pertanian
Universitas : Universitas Sriwijaya
Nomor HP : 085369106164
Email : andreaakbar59@gmail.com

Nama : Muhamat Nasrudin


Tempat, tanggal lahir : Lubuk Raman, 23 Januari 1998
NIM : 05091381621027
Jurusan : Budidaya Pertanian / Agronomi
Fakultas : Pertanian
Universitas : Universitas Sriwijaya
Nomor HP : 081373963718
Email : muhamatnasrudin@gmail.com
LAMPIRAN

BUKTI PEMBAYARAN
KTM

Anda mungkin juga menyukai