Di Susun Oleh :
NIM : K2313031
Surakarta
Membaca, secara psikologis mengandung muatan; proses mental yang tinggi, proses
pengenalan (cognition), ingatan (memory), pengamatan (perception), pengucapan
(verbalization), pemikiran (reasoning), daya kreasi (creativity) dan sudah barang tentu proses
psikologi.
Bahwa ilmu dan orang berilmu sangat dihargai dalam Islam. Apresiasi Islam
terhadap ilmu bukan hanya terkandung dalam ajaran tetapi juga terbukti dalam sejarah,
terutama sejarah klasik Islam. Dalam al Qur'an disebutkan bahwa orang mu'min yang berilmu
dilebihkan derajatnya (Q/58:11). Mereka juga diberi gelar ulu al albab, ulu an nuha, ulu al
abshar, dan zi hijr.(Q/39:9, Q/59:2, Q/20:54).
Memilih ilmu dibanding harta adalah merupakan keputusan yang tepat dan
menguntungkan, baik secara moril maupun materiil. Ketika Nabi Sulaiman ditawari Allah
SWT untuk memilih ilmu, harta atau kekuasaan, Sulaiman memilih ilmu, dan dengan ilmu
maka ia kemudian memperoleh harta dan kekuasaan. Ali bin Abi Talib pernah berkata bahwa
ilmu bisa menjagamu, sedangkan harta, engkaulah yang harus menjaganya. Harta jika
diberikan kepada orang lain maka harta itu dapat berkurang, tetapi ilmu semakin sering
diberikan kepada orang justeru semakin bertambah.
Dari tiga lingkaran pendidikan, rumah tangga, sekolah dan lingkungan masyarakat,
pendidikan dalam rumah merupakan pondasi utama, meskipun sekolah dan lingkungan
masyarakat juga besar pengaruhnya. Oleh karena itu contoh dan teladan orang tua kepada
anak-anaknya di rumah besar sekali andilnya dalam pembentukan generasi. Jika perlu pergi
merantau dalam rangka mencari ilmu dipandang sangat positif dalam pengembangan diri dan
wawasan. menurut Imam Syafi'i, Merantaulah, engkau pasti akan menemukan pengganti dari
orang-orang yang engkau tinggalkan. Bersusah payahlah, karena sesungguhnyya nikmatnya
hidup itu justeru terasa dalam kesulitan.
Melalui firman ALLAHdan Sunnah Nabi itu dapat disimpulkan bahwa Tujuan
Utama Pendidikan adalah pendidikan moral atau akhlak dan pengembangan kecakapan atau
keahlian. Mengenai akhlak, prinsip dan permasalahannya adalah sama untuk seluruh umat
manusia sepanjang masa. Tetapi mengenai keahlian, terdapat perbedaan keperluan manusia
dari tempat ke tempat yang lain, dari zaman ke zaman yang lain.
Maka sudah tentu jenis keahlian yang diperlukan di zaman modern ini berbeda
dengan yang diperlukan di zaman sebelumnya. Dan adanya keahlian modern memerlukan
usaha pendidikan modern.
Tantangan pertama dan utama terhadap usaha di atas, adalah mengembalikan
pendidikan Islam ke pangkuan umat, yakni masalah warisan colonial. Dan jika disebut
warisan Kolonial tidaklah berarti hanya halhal yang sengaja diperbuat oleh kaum kolonial
untuk melemahkan umat Islam, tapi juga respons umat Islam sendiri terhadap kolonialisme
itu yang meskipun patriotik namun agaknya harus dibayar dengan ongkos yang mahal. Umat
Islam juga kalah dalam bidang linkageeinternasional, karena belum satupun Negara Islam
tampil sebagai Negara modern sebanding dengan, misalnya; Jepang yang Shinto/Buddhist.
Lemahnya linkageini berdampak kepada kesulitan relatif umat Islam mengembangkan
pendidikan modern di Indonesia, sebuah negeri dengan penduduk mayoritas Muslim.
Sesungguhnya umat Islam Indonesia mulai sedikit dapat beranjak dari belenggu
warisan kolonial sejak Kabinet Natsir pada tahun 1950. Melalui kabinet itu,Menteri Agama
A. Wahid Khasyim dan Menteri Pendidikan Bahder Johan membuat terobosan di bidang
pendidikan, dengan keputusan hendak mengadakan kurikulum pengetahuan umum untuk
madrasahmadrasah dan pengetahuan agama untuk sekolahsekolah.
Dua dasawarsa terakhir ini memperlihatkan dampak kebijakan pendidikan itu
dengan adanya gerak konvergensi antara pendidikan umum dan pendidikan agama.
Tetapi usaha umat Islam mengejar ketertinggalannya oleh umatumat lain sesama
warga Negara dapat diibaratkan mengejar bayangan; semakin cepat dikejar, semakin cepat
pula menjauh.
Keadaan itudapat diatasi hanya jika dilakukan usahausaha ekstra keras. Salah
satunya ialah dengan pancingan peningkatan mutu secara cepat melalui usahausaha
pendidikan unggulan.
Dengan risiko kemungkinan dinilai, atau dituduh, elitis atau kurang populis, keadaan
umat Islam sekarang ini membuat usaha pendidikan unggulanmenjadi semacam fardlu
kifayah; tidak seluruh umat diharuskan melakukannya, cukup sebagian saja. Tetapi jika tidak
ada sama sekali yang melakukannya, maka seluruh umat terbebani
pertanggungjawaban.Karena retorikaretorikapolitiknya sendiri, umat Islam Indonesia sering
terbuai oleh bayangansebagai golongan mayoritas. Tapi ilmuilmusosial membuktikan bahwa
perjalanan sejarah umat manusia tidak terutama ditentukan oleh jumlah orang (mayoritas),
melainkan oleh kualitas Sumber Daya Manusia(SDM) nya. Nabi SAW bersabda;Manusia
adalah barang tambang dalam kebaikan dan keburukan: Mereka yang baik dalam Jahiliyah
adalah yang baik dalam Islam jika mereka mengerti.(HR. Ahmad)
Sabda Nabi SAW itu adalah gambaran yang jelas tentang pentingnya memperhatikan
kualitas bahan manusia, khususnya dalam usaha pendidikan. Dilihat dari segi proses input
output, hasil suatu usaha pendidikan akan tergantung kepada siapa yang masuk untuk diolah.
Jika bahan manusianya (calon anak didiknya) unggul, keluarannyapun akan unggul, Insya
ALLAH.
Itu tadi pandangan islam tentang pendidikan, semoga bermanfaat