Anda di halaman 1dari 5

Essai AAI

Pendidikan dalam Kacamata Islam

Di Susun Oleh :

Nama : Irfan Bagus Irawan

NIM : K2313031

Prodi : Pend. Fisika 2013 B

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Pandangan Islam tentang Pendidikan


Sebagai ajaran agama pembawa rahmat bagi sekalian alam, sesungguhnya Islam
merupakan agama yang sangat memperhatikan segala aspek yang berkaitan dengan
kehidupan manusia, termasuk mengenai pendidikan. Petunjuk Kitab Suci Al Quran maupun
Sunnah Nabi SAW dengan jelas menuntut dan menuntun para penganut Islam untuk
meningkatkan kecakapan dan akhlak generasi muda. Hal ini karena pendidikan adalah sebuah
penanaman modal manusia untuk masa depan, membekali generasi muda dengan budi pekerti
yang luhur dan kecakapan yang tinggi.
Islam telah mengajarkan mengenai betapa pentingnya bekal pendidikan yang
sepatutnya diawali pembenahan pada diri sendiri dan keluarga.
ALLAH berfirman di dalam Al Quran surah at Tahrim, ayat 6:Hai orangorang
yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari (siksa) api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu .... Ayat tersebut sepatutnya dimaknai bahwa memelihara diri dan
keluarga itu mutlak dilakukan bagi setiap insan mukmin melalui pembekalan dalam segala
aspek pendidikan; utamanya pendidikan agama, dengan tidak mengabaikan aspek pendidikan
dan keahlian lainnya, seperti; ilmu ekonomi, sosial dan lain sebagainya, sehingga setiap diri
mampu mengarahkan dirinya pada keridhaan ALLAH. Mengenai budi pekerti luhur, Al
Quran mengingatkan agar semua orang memelihara diri sendiri dan keluarga dari azab
neraka, yakni dengan menanamkan takwa kepada ALLAHdan budi pekerti luhur. Ini karena,
menurut Nabi SAW;Tidak ada sesuatu yang lebih banyak memasukkan manusia ke dalam
surga daripada takwa kepada ALLAH dan budi pekerti luhur. Beliau bersabda: Yang
terbanyak memasukkan ke surga adalah takwa kepada ALLAHdan budi pekerti luhur.
(Hadits; dikutip dalam kitab Bulughul Maram).
Dan juga belajar merupakan perintah utama dari agama Islam, tercermin pada ayat
yang pertama kali turun surat al 'Alaq 1-4. yang artinya: Bacalah dengan nama tuhanmu yang
telah menciptakan, yakni telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah dengan
nama tuhanmu yang Maha Mulia, yang telah mengajarkan dengan pena, yakni telah
mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.

Membaca, secara psikologis mengandung muatan; proses mental yang tinggi, proses
pengenalan (cognition), ingatan (memory), pengamatan (perception), pengucapan
(verbalization), pemikiran (reasoning), daya kreasi (creativity) dan sudah barang tentu proses
psikologi.

Secara sosiologis, membaca juga mengandung muatan: proses yang menghubungkan


perasaan, pemikiran dan tingkah laku seseorang dengan orang lain. Membaca juga
merupakan sistem perhubungan (Communication system) yang merupakan syarat mutlak
terwujudnya sistem sosial. Selanjutnya penggunaan bahasa (yang tertulis dan dibaca)
merupakan gudang tempat menyimpan nilai-nilai budaya yang dipindahkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya.

Bahwa ilmu dan orang berilmu sangat dihargai dalam Islam. Apresiasi Islam
terhadap ilmu bukan hanya terkandung dalam ajaran tetapi juga terbukti dalam sejarah,
terutama sejarah klasik Islam. Dalam al Qur'an disebutkan bahwa orang mu'min yang berilmu
dilebihkan derajatnya (Q/58:11). Mereka juga diberi gelar ulu al albab, ulu an nuha, ulu al
abshar, dan zi hijr.(Q/39:9, Q/59:2, Q/20:54).

Memilih ilmu dibanding harta adalah merupakan keputusan yang tepat dan
menguntungkan, baik secara moril maupun materiil. Ketika Nabi Sulaiman ditawari Allah
SWT untuk memilih ilmu, harta atau kekuasaan, Sulaiman memilih ilmu, dan dengan ilmu
maka ia kemudian memperoleh harta dan kekuasaan. Ali bin Abi Talib pernah berkata bahwa
ilmu bisa menjagamu, sedangkan harta, engkaulah yang harus menjaganya. Harta jika
diberikan kepada orang lain maka harta itu dapat berkurang, tetapi ilmu semakin sering
diberikan kepada orang justeru semakin bertambah.

Kelak di akhirat, manusia tidak bisa berkutik sbelum mempertangungjawabkan


empat hal,(1) tentang umurnya, untuk berbuat apa saja, (2) tentang masa mudanyya untuk
mempersiapkan apa saja, (3) tentang ilmunya, seberapa jauh ia mengamalkannya, dan (4)
tentang harta, darimana ia memperoleh dan untuk apa harta itu digunakan.Dan jika mau
menekuni suatu ilmu, pilihlah ilmu yang berguna, yang relevan dengan kemaslahatan hidup,
jangan asal ilmu, Rasul pernah berdoa, yang artinya: Ya Allah, aku berlindung kepada Mu
dari ilmu yang tidak bermanfaat, dan dari hati yang tidak khusyu', dan dari nafsu yang tidak
mau kenyang serta dari doa yang tak dikabulkan. (H.R. Ahmad dalam Musnadnya).

Dari tiga lingkaran pendidikan, rumah tangga, sekolah dan lingkungan masyarakat,
pendidikan dalam rumah merupakan pondasi utama, meskipun sekolah dan lingkungan
masyarakat juga besar pengaruhnya. Oleh karena itu contoh dan teladan orang tua kepada
anak-anaknya di rumah besar sekali andilnya dalam pembentukan generasi. Jika perlu pergi
merantau dalam rangka mencari ilmu dipandang sangat positif dalam pengembangan diri dan
wawasan. menurut Imam Syafi'i, Merantaulah, engkau pasti akan menemukan pengganti dari
orang-orang yang engkau tinggalkan. Bersusah payahlah, karena sesungguhnyya nikmatnya
hidup itu justeru terasa dalam kesulitan.
Melalui firman ALLAHdan Sunnah Nabi itu dapat disimpulkan bahwa Tujuan
Utama Pendidikan adalah pendidikan moral atau akhlak dan pengembangan kecakapan atau
keahlian. Mengenai akhlak, prinsip dan permasalahannya adalah sama untuk seluruh umat
manusia sepanjang masa. Tetapi mengenai keahlian, terdapat perbedaan keperluan manusia
dari tempat ke tempat yang lain, dari zaman ke zaman yang lain.
Maka sudah tentu jenis keahlian yang diperlukan di zaman modern ini berbeda
dengan yang diperlukan di zaman sebelumnya. Dan adanya keahlian modern memerlukan
usaha pendidikan modern.
Tantangan pertama dan utama terhadap usaha di atas, adalah mengembalikan
pendidikan Islam ke pangkuan umat, yakni masalah warisan colonial. Dan jika disebut
warisan Kolonial tidaklah berarti hanya halhal yang sengaja diperbuat oleh kaum kolonial
untuk melemahkan umat Islam, tapi juga respons umat Islam sendiri terhadap kolonialisme
itu yang meskipun patriotik namun agaknya harus dibayar dengan ongkos yang mahal. Umat
Islam juga kalah dalam bidang linkageeinternasional, karena belum satupun Negara Islam
tampil sebagai Negara modern sebanding dengan, misalnya; Jepang yang Shinto/Buddhist.
Lemahnya linkageini berdampak kepada kesulitan relatif umat Islam mengembangkan
pendidikan modern di Indonesia, sebuah negeri dengan penduduk mayoritas Muslim.
Sesungguhnya umat Islam Indonesia mulai sedikit dapat beranjak dari belenggu
warisan kolonial sejak Kabinet Natsir pada tahun 1950. Melalui kabinet itu,Menteri Agama
A. Wahid Khasyim dan Menteri Pendidikan Bahder Johan membuat terobosan di bidang
pendidikan, dengan keputusan hendak mengadakan kurikulum pengetahuan umum untuk
madrasahmadrasah dan pengetahuan agama untuk sekolahsekolah.
Dua dasawarsa terakhir ini memperlihatkan dampak kebijakan pendidikan itu
dengan adanya gerak konvergensi antara pendidikan umum dan pendidikan agama.
Tetapi usaha umat Islam mengejar ketertinggalannya oleh umatumat lain sesama
warga Negara dapat diibaratkan mengejar bayangan; semakin cepat dikejar, semakin cepat
pula menjauh.
Keadaan itudapat diatasi hanya jika dilakukan usahausaha ekstra keras. Salah
satunya ialah dengan pancingan peningkatan mutu secara cepat melalui usahausaha
pendidikan unggulan.
Dengan risiko kemungkinan dinilai, atau dituduh, elitis atau kurang populis, keadaan
umat Islam sekarang ini membuat usaha pendidikan unggulanmenjadi semacam fardlu
kifayah; tidak seluruh umat diharuskan melakukannya, cukup sebagian saja. Tetapi jika tidak
ada sama sekali yang melakukannya, maka seluruh umat terbebani
pertanggungjawaban.Karena retorikaretorikapolitiknya sendiri, umat Islam Indonesia sering
terbuai oleh bayangansebagai golongan mayoritas. Tapi ilmuilmusosial membuktikan bahwa
perjalanan sejarah umat manusia tidak terutama ditentukan oleh jumlah orang (mayoritas),
melainkan oleh kualitas Sumber Daya Manusia(SDM) nya. Nabi SAW bersabda;Manusia
adalah barang tambang dalam kebaikan dan keburukan: Mereka yang baik dalam Jahiliyah
adalah yang baik dalam Islam jika mereka mengerti.(HR. Ahmad)
Sabda Nabi SAW itu adalah gambaran yang jelas tentang pentingnya memperhatikan
kualitas bahan manusia, khususnya dalam usaha pendidikan. Dilihat dari segi proses input
output, hasil suatu usaha pendidikan akan tergantung kepada siapa yang masuk untuk diolah.
Jika bahan manusianya (calon anak didiknya) unggul, keluarannyapun akan unggul, Insya
ALLAH.
Itu tadi pandangan islam tentang pendidikan, semoga bermanfaat

Anda mungkin juga menyukai