Anda di halaman 1dari 14

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sifat Mekanik Logam


Logam adalah suatu material yang memiliki sifat daya hantar listrik,
kemagnetan, mampu dibentuk, kekuatan, ketangguhan, mampu di las, mempunyai
permukaan ferni (tersusun oleh atom-atom teratur membentuk kristal) [Tri Djaka,
2009]. Dalam pengertian logam tersebut merupakan kumpulan-kumpulan dari
sifat logam. Sifat mekanik adalah kemampuan suatu logam untuk menahan beban
yang diberikan pada logam tersebut.macam-macam sifat mekanik logam,
diantaranya adalah :

1. Kekuatan, adalah kemampuan suatu logam material untuk menahan tegangan


tanpa kerusakan [Fauzi, 2010].
2. Ketangguhan, adalah kemampuan suatu logam untuk tidak mengalami pecah
dan kemampuan untuk tidak mengalami kegagalan setelah terjadi kerusakan.
Logam yang tangguh dapat bertahan pada tegangan baik yang terjadi
perlahan-lahan maupun tiba-tiba dan akan terdeformasi sebelum gagal [Tri
Djaka, 2009].
3. Kekerasan, adalah kemampuan suatu logam untuk menahan penetrasi dan
gesekan dengan logam lain ataupun ketahanan suatu logam terhadap
deformasi.
4. Keuletan, adalah kemampuan suatu logam untuk diregangkan atau dibentuk
secara permanen tanpa terjadi kerusakan.
5. Elastisitas, adalah kemampuan logam untuk kembali ke ukuran atau bentuk
semula setelah diregangkan atau ditarik.
6. Plastisitas, adalah kemampuan logam untuk tidak kembali ke ukuran atau
bentuk semula setelah diregangkan atau ditarik.
4

2.2 Pengertian Kekerasan


Kekerasan suatu bahan adalah peristilahan kabur, yang mempunyai banyak
arti tergantung pada pengalaman pihak-pihak terlibat. Metal handbook
menggambarkan kekerasan sebagai ketahanan logam dari deformasi plastik, yang
pada umumnya dilakukan dengan metode indentasi. Uji kekerasan termasuk
teknologi pengujian karena benda yang selalu bergesekan dengan kekerasan yang
rendah maka jelas akan lekas aus. Demikian juga apabila benda yang diinginkan
itu harus tajam maka harus mempunyai kekerasan yang tinggi, kekerasan
diperlukan untuk pemilihan jenis logam yang tepat untuk keperluan suatu tujuan.
Bagaimanapun, istilah ini boleh juga mengacu pada kekakuan atau temper, atau
ketahanan terhadap goresan, keausan, atau pemotongan.

Kekerasan merupakan sifat suatu logam, yang memberi kemampuan


logam tahan terhadap deformasi permanen (bengkok, rusak, atau bentuk yang
berubah), ketika suatu beban diterapkan. Pada umumnya, kekerasan menyatakan
ketahanan terhadap deformasi dan untuk logam dengan sifat tersebut merupakan
ukuran ketahanannya terhadap deformasi plastik atau deformasi permanen. Untuk
orang yang berkecimpung dalam mekanika pengujian bahan, banyak yang
mengartikan kekerasan sebagai ukuran ketahanan terhadap lekukan. Untuk para
perancang bangunan, kekerasan sering diartikan sebagai ukuran kemudahan dan
kuantitas khusus yang menunjukkan sesuatu mengenai kekuatan dan perlakuan
panas dari suatu logam.

2.3 Metode Uji Kekerasan


Berdasarkan mekanisme penekanan tersebut, dikenal 3 metode uji
kekerasan:
1. Metode gores
Metode ini tidak banyak lagi digunakan dalam dunia metalurgi dan lanjut,
tetapi masih sering dipakai dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh
Friedrich Mohs yang membagi kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala
5

(yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1
untuk kekerasan yang paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk,
hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi. Prinsip pengujiannya yaitu bila
suatu mineral mampu digores oleh orthoclase (no. 6) tetapi tidak mampu digores
oleh apatite (no. 5), maka kekerasan mineral tersebut berada antara 5 dan 6.
Berdasarkan hal ini, jelas terlihat bahwa metode ini memiliki kekurangan utama
berupa ketidakakuratan nilai kekerasan suatu material. Bila kekerasan mineral-
mineral diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa nilai-nilainya berkisar antara
1-9 saja, sedangkan nilai 9-10 memiliki rentang yang besar. Dalam skala Mohs
urutan nilai kekerasan material dapat dilihat dalam tabel 1.

Tabel 2.1. Nilai Kekerasan Mineral


Scale
Numbe
Mineral r
Talc 1
Gypsum 2
Calcite 3
Fluorite 4
Apatite 5
Orthoclas
e 6
Quartz 7
Topaz 8
Corundum 9
Diamond 10

2. Metode elastik/pantul (rebound)


Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat scleroscope
yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu
yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi
pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi
pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan
benda uji dinilai semakin tinggi.
6

3. Metode indentasi
Tipe pengujian kekerasan material/logam ini adalah dengan mengukur
tahanan plastis dari permukaan suatu material komponen konstruksi mesin dengan
spesimen standar terhadap penetrator. Adapun beberapa bentuk penetrator atau
cara pengujian ketahanan permukaan yang dikenal adalah :

1. Ball indentation test (Brinell)


2. Pyramida indentation (Vickers)

3. Cone indentation test (Rockwell)

4. Uji kekerasan Mikro

5. Uji kekerasan Meyer

2.4 Metode-Metode Indentasi

Berikut ini adalah beberapa metode penetrator dalam pengujian kekerasan


logam, antara lain:

1. Metode Brinell

Pengujian kekerasan dengan metode brinell bertujuan untuk menentukan


kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja
(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment).
Idealnya, pengujian brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan
brinell sampai 400 HB, jika lebih dari nilai tersebut maka disarankan
menggunakan metode pengujian rockwell ataupun vickers. Angka Kekerasan
brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam
Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka
tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Identor (bola baja)
biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida
Tungsten. Jika diameter Identor 10 mm maka beban yang digunakan (pada mesin
7

uji) adalah 3000 N sedang jika diameter Identornya 5 mm maka beban yang
digunakan (pada mesin uji) adalah 750 N. Diameter bola dengan gaya yang di
berikan mempunyai ketentuan, yaitu:

1. Jika diameter bola terlalu besar dan gaya yang di berikan terlalu kecil
maka akan mengakibatkan bekas lekukan (jejak) yang terjadi akan terlalu
kecil dan mengakibatkan sukar diukur sehingga memberikan informasi
yang salah.

2. Jika diameter bola terlalu kecil dan gaya yang di berikan terlalu besar
makan dapat mengakibatkan diameter bola pada benda yang di uji besar
(jejaknya bola) sehingga mengakibatkan harga kekerasannya menjadi
salah.

Pengujian kekerasan brinell menggunakan penumbuk (indentor) yang terbuat


dari bola baja yang diperkeras (atau tungsten carbide). Diameter bola adalah 10
mm, lihat gambar 1 dan beban standar antara 500 dan 3000 kg dengan
peningkatan beban 500 kg. Selama pembebanan, beban ditahan 10 sampai 30
detik. Pemilihan beban tergantung dari kekerasan material, semakin keras material
maka beban yang diterapkan juga semakin besar.

Gambar 2.1 Bentuk Indentor Brinell (Callister, 2001)

Pengujian kekerasan pada brinell ini biasa disebut BHN (brinell


hardness number).

......................................... (1)
8

Keterangan :
HB : Angka kekerasan brinell
P : Beban (kg)
D : Diameter indentor (mm)
d : Diameter indentasi yang diukur (mm)

Ketebalan maksimum spesimen sama dengan indentor, sedangkan


jarak antar penjejakan sama dengan pengujian rockwell. Pengujian ini juga
memerlukan permukaan yang datar dan halus. Pada pengujian brinell akan
dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut [Gregorius, 2009]:
1. Kehalusan permukaan
2. Letak benda uji pada identor
3. Adanya pengotor pada permukaan

2. Metode Vickers
Vickers adalah hampir sama dengan uji kekerasan brinell hanya saja
dapat mengukur sekitar 400 VHN. Pengujian kekerasan dengan metode
vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya
tahan material terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 136
yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan
vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F)
dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan
bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Beban yang
dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan
brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram [Amir, 2010].
9

Gambar 2.2 Bentuk Indentor Vickers (Callister, 2001)

Rumus untuk kekerasan vickers adalah:



2 P sin
2 ............................................................................. (2)
HV 2
d
Keterangan :
HV = Angka kekerasan vickers
P = Beban (kg)
= Sudut 136
Sehingga dari persamaan 2, menjadi :

1,8544 P
HV ............................................................................ (3)
d2

Uji kekerasan Vickers banyak dilakukan pada pekerjaan penelitian, karena


metode tersebut memberikan hasil berupa skala kekerasan yang kontinu, untuk
suatu beban tertentu dan digunakan pada logam yang sangat lunak, yakni DPH-
nya 5 hingga logam yang sangat keras, dengan DPH 1500. Dengan uji kekerasan
Rockwell, yang atau uji kekerasaan Brinell, biasanya diperlukan perubahan beban
atau penumbuk pada nilai kekerasan tertentu, sehingga pengukuran pada suatu
skala kekerasan yang ekstrem tidak bisa dibandingkan dengan skala kekerasan
yang lain. Karena jejak yang dibuat dengan penumbuk piramida serupa secara
geometris dan tidak terdapat persoalan mengenai ukurannya, maka DPH tidak
tergantung kepada beban.

Pada umumnya hal ini dipenuhi, kecuali pada beban yang sangat
ringan. Beban yang biasanya digunakan pada uji Vickers berkisar 1 hingga
120 kg, tergantung kepada kekerasan logam yang diuji. Hal-hal yang
menghalangi keuntungan pemakaian metode Vickers adalah: uji kekerasan
Vickers tidak dapat digunakan untuk pengujian rutin karena pengujian
tersebut lamban; memerlukan persiapan permukaan benda uji yang hati-hati;
dan terdapat pengaruh kesalahan manusia yang besar pada penentuan panjang
10

diagonal. Ketelitian pengukuran diagonal bekas penekanaan cara Vickers


akan lebih tinggi dari pada pengukuran diameter bekas penekanaan Brinell.
Cara Vickers dapat digunakan untuk material yang sangat keras.

3. Metode Rockwell
Uji kekerasan Rockwell ini paling banyak dipergunakan. Hal ini
disebabkan oleh sifatsifatnya yaitu cepat, bebas dari kesalahan manusia,
mampu untuk membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja yang
diperkeras, dan ukuran lekukannya kecil sehingga bagian yang mendapat
perlakuan panas yang lengkap dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan
kerusakan. Pengujian ini menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang
konstan sebagai ukuran kekerasan. Metoda pengujian kekerasan Rockwell
yaitu mengindentasi material contoh dengan indentor kerucut intan atau bola
baja. indentor ditekan ke material dibawah beban minor/terkecil pada
umumnya 10 kgf. Untuk pemilihan beban, dalam pengujian rockwell ada dua
tipe. Pertama rockwell tes yaitu menggunakan beban minor 10 kgf dan mayor
60, 100 atau 150 kgf. Kedua superficial rockwell yaitu menggunakan beban
minor 3 kgf dan beban mayor 15, 30 atau 45 kgf. Nilai kekerasan pada
pengujian rockwell ditunjukan sebagai kombinasi antara angka kekerasan dan
simbolskala representatif dari indentor juga beban minor dan mayor. Sebagai
contoh, 64 HRC menunjukan angka kekerasan rockwell 64 dan skala rockwell
C. Untuk skala C dan B biasanya diaplikasikan untuk menguji baja, kuningan
atau logam lainnya. Selain pemilihan beban mayor, dalam pengujian rockwell
sebelum melakukan pengujia kita juga melakukan pemilihan jenis dan ukuran
indentor. Ada indentor intan (diameter 1/16-, 1/8-, - dan - in) dan bola
baja (diameter 1.588-, 3.175-, 6.35- dan 12.7- mm). Faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam pemilihan skala adalah:
a. Jenis material.
b. Ketebalan spesimen uji.
c. Lokasi pengujian.
d. Batas limit dari skala.
11

Ketika keseimbangan telah dicapai, suatu indikasi terlihat pada alat,


yang mengikuti pergerakan indentor dan demikian bereaksi terhadap
perubahan kedalaman penetrasi oleh indentor, ini merupakan angka posisi
pertama. Beban kedua atau beban utama ditambahkan tanpa menghilangkan
beban awal, sehingga akan meningkatkan kedalaman penetrasi. Dengan
hilangnya beban utama maka akan terjadi recovery parsial dan terjadi
pengurangan jejak kedalaman. Peningkatan kedalaman penetrasi akhir
sebagai hasil aplikasi ini dan kehilangan beban utama digunakan untuk
menentukan nilai kekerasan Rockwell.

Gambar 2.3. Prinsip Kerja Pengujian Kekerasan Rockwell.

Metode kekerasan Rockwell yang digambarkan pada ASTM E-18 st


Metoda mengukur kedalaman takikan yang permanen. Uji ini menggunakan
kedalaman lekukan pada beban yang konstan sebagi ukuran kekerasan. Mula-
mula di terapkan beban kecil sebesar 10 kg untuk menempatkan benda uji.
Hal ini akan memperkecil jumlah preporasi permukaan yang dibutuhkan dan
juga memperkecil kecendrungan untuk terjadi penumbukan ke atas atau
penurunan yang disebabkan oleh penumbuk. Kemudian diterapkan beban
yang beasar, dan secara otomatis kedalaman lekukan akan terekam pula gage
penunjuk yang menyatakan angka kekerasan. Penunjuk tersebut terdiri atas
100 bagian, masing-masing bagian menyatakan penembusan sedalam 0,00008
12

inci. Petunjuk kebalikan sedemikian hingga kekerasan yang tinggi yang


berkaitan dengan penembusan yang kecil, menghasilkan penunjukan angka
kekerasan yang tinggi hal ini sesuai dengan angka kekerasan lain yang telah
dijelaskan sebelumnya. Tetapi tidak seperti penentuan kekerasan cara Brinell
dan Vickers, yang mempunyai satuan kg per inci kuadrat, angka kekerasan
Rockwell semata-mata tergantung pada kita.

HR = E e...(4)

Dimana : F0 = beban awal minor (kgf)


F1 = beban tambahan utama (kgf)
F = beban total (kgf)
e = peningkatan kedalaman akhir dari penetrasi dimana beban F1
diukur di dalam unit adalah 0.002 mm
E = konstanta yang bergantung pada indentor, 100 untuk indentor
intan, 130 untuk indentor bola baja.
HR = angka kekerasan Rockwell

Sedangkan proses untuk perhitungan data pada mesin rockwell tersebut


diuraikan pada gambar 4.

Gambar 2.4. Menghitung Skala Kekerasan Rockwell

Berikut ini diberikan Tabel 2 yang memperlihatkan perbedaan skala dan


range uji dalam skala Rockwell:
13

Tabel 2.2 Skala Kekerasan Rockwell

Minor Load Major Load Total Load


Value of
Scale Indenter F0 F1 F
E
kgf kgf kgf
A Diamond cone 10 50 60 100
B 1/16" steel ball 10 90 100 130
C Diamond cone 10 140 150 100
D Diamond cone 10 90 100 100
E 1/8" steel ball 10 90 100 130
F 1/16" steel ball 10 50 60 130
G 1/16" steel ball 10 140 150 130
H 1/8" steel ball 10 50 60 130
K 1/8" steel ball 10 140 150 130
L 1/4" steel ball 10 50 60 130
M 1/4" steel ball 10 90 100 130
P 1/4" steel ball 10 140 150 130
R 1/2" steel ball 10 50 60 130
S 1/2" steel ball 10 90 100 130
V 1/2" steel ball 10 140 150 130

Uji kekerasan Rockwell sangat berguna dan mempunyai kemampuan ulang


(reproducible) asalkan sejumlah kondisi sederhana yang diperlukan dapat
dipenuhi. Sebagian besar hal-hal yang disusun berikut dapat diterapkan dengan
baik pada uji kekerasan yang lain:

1. Penumbuk dan landasan harus bersih dan terpasang dengan baik


2. Permukaan yang akan diuji harus bersih dan kering, halus, dan bebas dari
oksida. Permukaan yang agak kasar biasanya dapat menggunakan uji
Rockwell.
3 Permukaan harus datar dan tegak lurus terhadap penumbuk.
4 Uji untuk permukaan silinder akan memberikan hasil pembacaan yang
rendah, kesalahan yang terjadi tergantung pada lengkungan, beban,
14

penumbuk, dan kekerasan bahan. Juga telah dipublikasikan koreksi secara


teoritis dan empiris.
5 Tebal benda uji harus sedemikian hingga tidak terjadi gembung pada
permukaan dibaliknya. Dianjurkan agar tebal benda uji 10 kali kedalaman
lekukan. Pengujian dilakukan pada bahan yang tebalnya satu macam.
6 Daerah di antara lekukan-lekukan harus 3 hingga 5 diameter lekukan.
7 Kecepatan penerapan beban harus dibakukan. Hal ini dilakukan dengan
cara mengatur daspot pada mesin Rockwell.

4. Uji Kekerasan Mikro


Banyak persoalan metalurgi memerlukan data-data mengenai kekerasan
pada daerah yang sangat kecil. Pengukuran gradien kekerasan pada
permukaan yang dikarburasi, pengukuran kekerasan kandungan tunggal pada
struktur mikro, atau kekerasan roda gigi arloji, merupakan tipe persoalan dari
jenis pengujian kekerasan mikro. Penumbuk knoop adalah intan kasar yang
dibentuk menjadi piramida sedemikian hingga dihasilkan lekukan bentuk
intan dengan perbandingan diagonal panjang pendek adalah 7:1 Angka
kekerasan Knoop ( KHN ) adalah beban dibagi luas proyeksi lain lekukan
yang tidak akan kembali kebentuk semula.

KHN P
2 P ............................................................................ (5)
AP LC

Di mana:
P = beban yang diterapkan ( kg )
Ap = luas proyeksi lekukan yang tidak pulih kebentuk semula ( mm )
L = panjang diagonal yang lebih panjang
C = konstanta untuk setiap penumbuk

Bentuk Knoop yang khusus, memberikan kemungkinan membuat


lekukan yang lebih rapat dibandingkan lekukan Vickers. Keuntungan lain
15

adalah bahwa untuk diagonal yang panjang, luas dan kedalaman kekuatan
Knoop kira-kira hanya 15% dari luas lekukan Vickers untuk panjang diagonal
yang sama. Hal ini sangat berguna khusus apabila mengukur kekerasan
lapisan tipis, atau kekerasan getas, dimana kecenderungan terjadinya patah
sebanding dengan volume bahan-bahan yang ditegangkan. Bahan kecil yang
digunakan pada uji mikro memerlukan penanggan yang sangat hati-hati pada
setiap tahap pengujian. Biasanya dibutuhkan proses metalografi.

5. Kekerasan Meyer
Meyer mengajukan definisi mengenai kekerasan yang lebih rasional
dibanding yang diajukan oleh Brinell, yakni berdasarkan luas proyeksi jejak,
bukan luas permukaannya. Tekanan rata-rata antara luas penumbuk (indentor)
dan lekukan adalah adalah sama dengan beban dibagi luas proyeksi lekukan.
P
pm ..........................................................................................(6)
r 2
Meyer mengemukakan bahwa tekanan rata-rata ini, dapat diambil
sebagai ukuran kekerasan, dan dinamakan kekerasan Meyer.
4P
Kekerasan Meyer = ....................................................................(7)
d 2
Seperti kekerasan Brinell, kekerasan Meyer mempunyai satuan kg/mm 2.
Kekerasan Meyer kurang peka terhadap beban yang diterapkan dibanding
kekerasan Brinell. Untuk bahan-bahan yang mengalami pengerjaan dingin,
kekerasan Meyer pada dasarnya tetap dan tidak tergantung pada beban,
sedangkan kekerasan Brinell akan mengecil bila beban bertambah besar.
Untuk logam yang dilunakkan, kekerasan Meyer bertambah secara kontinu
sejalan dengan pertambahan beban, karena lekukan yang terjadi
mengakibatkan pengerasan regang. Sedangkan untuk kekerasan Brinell,
mula-mula naik sejalan dengan kenaikan beban, dan kemudian turun untuk
beban yang lebih tinggi lagi. Kekerasan Meyer merupakan cara pengukuran
yang lebih mendasar dalam hal mengukur kekerasan lekukan; namun jarang
digunakan untuk pengukuran kekerasan.
16

Meyer mengajukan suatu hubungan empiris antara beban dan ukuran


lekukan. Hubungan tersebut biasanya dinamakan hukum Meyer.

P = kdn ................................................................................................(8)

Dimana:
P = beban yang diterapkan (kg)
d = diameter lekukan (mm)
n ' = konstanta bahan yang ada kaitannya dengan pengerasan regang
d = konstanta bahan yang menyatakan bahan terhadap penembusan
(penetration)

Parameter n ' adalah kemiringan garis lurus yang diperoleh bila log P
di petakan terhadap log d, dan k adalah nilai P pada d = 1. Logam-logam yang
di lunakkan secara sempurna mempunyai nilai n ' sekitar 2,5, sedangkan n '
untuk logam-logam yang mengalami pengerasan regang sempurna kira-kira 2.
Parameter ini secara kasar dikaitkan dengan koefisien pengerasan regang
pada persamaan eksponensial untuk kurva tegangan sejati-regangan sejati.
Eksponen pada hukum Meyer kira-kira sama dengan koefisien pengerasan
regang ditambah 2.
Terdapat batas bawah dari beban, dimana untuk beban di bawah batas
tersebut, hukum Meyer tidak dipenuhi. Jika beban terlalu kecil, maka
deformasi di sekitar lekukan bukan plastik secara keseluruhan, sehingga
rumus diatas tidak dipenuhi. Beban tersebut tergantung pada kekerasan
logam. Untuk bola berdiameter 10 mm, beban untuk tembaga yang
mempunyai BHN 100 harus lebih dari 50 kg, dan untuk baja yang
mempunyai BHN 400, bebannya harus lebih dari 1500 kg. Untuk bola dengan
diameter yang berbeda-beda, beban kritis berbanding lurus terhadap kuadrat
diameternya.

Anda mungkin juga menyukai