Anda di halaman 1dari 19

A.

PENGERTIAN

Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ
perut (peritonieum). Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus
organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau
difuse, riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik.
Peritonitis merupakan suatu kegawat daruratan yang biasanya disertai dengan
bakterecemia atau sepsis. Akut peritonitis sering menular dan sering dikaitkan dengan
perforasi viskus(secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada
intraabdominal, peritonitis diketagori sebagai primary peritonitis. (Fauci et al, 2008).

B. ETIOLOGI

1. Infeksi bakteri

o Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal

o Appendisitis yang meradang dan perforasi

o Tukak peptik (lambung / dudenum)

o Tukak thypoid

o Tukan disentri amuba / colitis

o Tukak pada tumor

o Salpingitis

o Divertikulitis

Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta
hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.

2. Secara langsung dari luar.

o Operasi yang tidak steril


o Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai
respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta
merupakan peritonitis lokal.

o Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati

o Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk


pula peritonitis granulomatosa.

3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang


saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.
Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.

4. TANDA DAN GEJALA

o Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita


peritonitis umum.
o Demam
o Distensi abdomen
o Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum,
tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
o Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah
yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
o Nausea
o Vomiting
o Penurunan peristaltik.

5. PATOFISIOLOGI
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga
abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau perforasi tumor,
peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk ke dalam rongga
abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi dalam beberapa
jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan dan pertambahan
eksudat. Caiaran dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya
sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah. Respon yang
segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti oleh ileus paralitik
dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.

6. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada peritonitis ialah inflamasi tidak lokal dan
seluruh rongga abdomen menjadi terkena pada sepsis umum. Sepsis adalah penyebab
umum dari kematian pada peritonitis. Syok dapat diakibatkan dari septikemia atau
hipovolemik. Proses inflamasi dapat menyebabkan obstruksi usus, yang terutama
berhubungan dengan terjadinya perlekatan usus (Brunner & Suddarth, 2002 : 1104).
Menurut Corwin (2000 : 528) komplikasi yang terjadi pada peritonitis ialah
sepsis dan kegagalan multiorgan.
Dua komplikasi pasca operatif paling umum adalah eviserasi luka dan
pembentukan abses. Luka yang tiba-tiba mengeluarkan drainase
serosanguinosa menunjukan adanya dehisens luka (Brunner & Suddarth, 2002 :
1104).

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Laboratorium
Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra
abdomen menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ L) dengan adanya
shift to the left. Namun pada pasien dengan immunocompromised dan pasien
dengan beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis
dapat tidak ditemukan atau malah leukopenia
PT, PTT dan INR
Test fungsi hati jika diindikasikan
Amilase dan lipase jika adanya dugaan pankreatitis
Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti
pyelonephritis, renal stone disease)
Kultur darah, untuk menentukan jenis kuman dan antobiotik
BGA, untuk melihat adanya asidosis metabolik
Diagnostic Peritoneal Lavage. Pemeriksaan cairan peritonium
Pada SBP dapat ditemukan WBC > 250 500 sel/L dengan dominan PMN
merupakan indikasi dari pemberian antibiotik. Kadar glukosa < 50 mg/dL,
LDH cairan peritoneum > serum LDH, pH < 7,0, amilase meningkat,
didapatkan multipel organisme. (7)
o Radiologis
Foto polos
Foto polos abdomen (tegak/supine, setengah duduk dan lateral dekubitus)
adalah pemeriksaan radiologis utama yang paling sering dilakukan pada
penderita dengan kecurigaan peritonitis. Ditemukannya gambaran udara bebas
sering ditemukan pada perforasi gaster dan duodenum, tetapi jarang ditemukan
pada perforasi kolon dan juga appendiks. Posisi setengah duduk berguna untuk
mengidentifikasi udara bebas di bawag diafragma (seringkali pada sebelah
kanan) yang merupakan indikasi adanya perforasi organ.
o USG
USG abdomen dapat membantu dalam evaluasi pada kuadran kanan atas
(abses perihepatik, kolesistitis, dll), kuadran kanan bawah dan kelainan di
daerah pelvis. Tetapi kadang pemeriksaan akan terganggu karena penderita
merasa tidak nyaman, adanya distensi abdomen dan gangguan distribusi gas
abdomen.
USG juga dapat mendeteksi peningkatan jumalah cairan peritoneum (asites),
tetapi kemampuan mendeteksi jumlah cairan < 100 ml sangat terbatas. Area
sentral dari rongga abdomen tidak dapat divisualisasikan dengan baik dengan
USG tranabdominal. Pemeriksaan melalui daerah flank atau punggung bisa
meningkatkan ketajaman diagnostik. USG dapat dijadikan penuntun untuk
dilakukannya aspirasi dan penempatan drain yang termasuk sebagai salah satu
diagnosis dan terapi pada peritonitis. (7)
o CT Scan
Jika diagnosa peritonitis dapat ditegakkan secara klinis, maka CT Scam tidak
lagi diperlukan. CT Scan abdomen dan pelvis lebih sering digunakan pada
kasus intraabdominal abses atau penyakita pada organ dalam lainnya. Jika
memungkinkan, CT Scan dilakukan dengan menggunakan kontra ntravena.
CT Scan dapat mendeteksi cairan dalam jumlah yang sangat minimal, area
inflamasi dan kelainan patologi GIT lainnya dengan akurasi mendekati 100%.
Abses peritoneal dan pengumpulan cairan bisa dilakukan aspirasi dan drain
dengan panduan CT Scan.
C. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang
hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai,
dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal,
pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila
mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan
nyeri.
Konservatif
Indikasi terapi konservatif, antara lain:
Infeksi terlokalisisr, mis: massa appendiks
Penyebab peritonitis tidak memerlukan pembedahan (pankreatitis akut)
Penderita tidak cukup baik untuk dilakukan general anestesi; pada orang tua
dan komorbid
Fasilitas tidak memungkinkan dilakukannya terapi pembedahan

Terapi konservatif meliputi:


Cairan intravena
Pada peritonitis terjadi pindahnya CIS ke dalam rongga peritoneum, jumlah
cairan ini harus diganti dengan jumlah yan sesuai. Jika ditemukan toksisitas
sistemik atau pada penderita dengan usia tua dan keadaan umum yang buruk,
CVP (central venous pressure) dan kateter perlu dilakukan, balans cairan harus
diperhatikan, pengukuran berat badan serial diperlukan untuk memonitoring
kebutuhan cairan. Cairan yang dipakai biasanya Ringer Laktat dan harus
diinfuskan dengan cepat untuk mengoreksi hipovolemia mengembalikan
tekanan darah dan urin output yang memuaskan.
Antibiotik
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat.
Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian diubah
jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada
organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum
luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang
cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama
operasi.
Oksigenasi
Sangat diperlukan pada penderita dengan syok. Hipoksia dapat dimonitor
dengan pulse oximetry atau dengan pemeriksaan BGA.
Pemasangan NGT
Akan mengurangi muntah dan mengurangi resiko terjadinya pneumonia
aspirasi
Nutrisi Parenteral
Pemberian analgetik, biasanya golongan opiat (i.v.) dan juga anti
muntah.
Definitif / Pembedahan
Tindakan Preoperatif
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus
mempersiapkan pasien untuk
tindakan bedah antara lain :
o Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.
o Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
o Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.
o Pemberian terapi cairan melalui I.V
o Pemberian antibiotic
Tindakan Operatif
Terapi bedah pada peritonitis antara lain:
o Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan
luas dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan
infeksinya.
o Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,
kain kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk
menghilangkan pus, darah, dan jaringan yang nekrosis
o Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin
o Irigasi kontinyu pasca operasi

Laparotomi
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan
operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah
yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta
ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi.
Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung
pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya,
kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup,
mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi. Pemberian antibiotik
diteruskan samapai dengan 5 hari post operasi terutama pada peritonitis
generalisata.

Re-laparotomi sangat penting terutama pada penderita dengan SP yang parah


yang dengan dilakukan laparotomi pertama terus mengalami perburukan atau
jatuh ke dalam keadaan sepsis.

Laparoskopi
Laparoskopi terbukti efektif dalam manajemen appendisitis akut dan
perforasi ulkus duodenal. Dan dapat juga dilakukan pada kasus perforasi
kolon, tetapi lebih sering dilakukan laparotomi. Kontraindikasi pada penderita
dengan syok dan ileus

Lavase peritoneum dan Drainase


Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan
menggunakan larutan kristaloid (saline). Pemberian antiseptik maupun
antibiotik (tetrasiklin, povidone iodine) tidak dianjurkan karena akan
menyebabkan terjadinya adesi. Antibioyik diberikan secara parenteral akan
mencapai level bakterisidal dalam cairan peritoneum. Setelah lavase selsai
dilakukan dilakukan aspirasi seluruh cairan dalam rongga abdomen karena
akan menghambat mekanisme defens lokal. Bila peritonitisnya terlokalisasi,
sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat
menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.
Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena
pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum,
dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna
pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula)
dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.

Terapi post-operatif
Tercapainya stabilitas hemodinamik dan perfusi organ yang baik dalam
hal ini perlu diperhatikan pemberian cairan dan suplai darah. Pemberian
antibiotik dilanjutkan 10 14 hari post operasi, tergantung pada tingkat
keparahan peritonitis. (LNG) Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk
ngt minimal, peristaltic usus pulih, dan tidak ada distensi abdomen.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
A. Identitas

1. Nama pasien

2. Umur

3. Jenis kelamin

4. Suku /Bangsa

5. Pendidikan

6. Pekerjaan

7. Alamat

8. Keluhan utama:

Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut sebelah kanan dan
menjalar ke pinggang.
1. Riwayat Penyakit Sekarang

Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia, peritoneal diawali
terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus, dan sirosis
hepatis dengan asites.

1. Riwayat Penyakit Dahulu

Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi, operasi
yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa dan
ruptur hati.

1. Riwayat Penyakit Keluarga

Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan oleh
bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan diturunkan ada.

1. Pemeriksaan Fisik

1. Sistem pernafasan (B1)

Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan serta
menggunakan otot bantu pernafasan.

1. Sistem kardiovaskuler (B2)

Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular karena
anoreksia dan vomit. Didapatkan irama jantung irregular akibat pasien syok (neurogenik,
hipovolemik atau septik), akral : dingin, basah, dan pucat.

1. Sistem Persarafan (B3)

Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya mengalami
penurunan kesadaran.

1. Sistem Perkemihan (B4)

Terjadi penurunan produksi urin.

1. Sistem Pencernaan (B5)

Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul akibat proses ptologis
organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu
terjadi distensi abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun
(<12x/menit).

1. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)


Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan aktivitas.
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan, dan turgor kulit
menurun akibat kekurangan volume cairan.
G. Pengkajian Psikososial
Interaksi sosial menurun terkait dengan keikutsertaan pada aktivitas sosial yang sering
dilakukan.
H. Personal Hygiene
Kelemahan selama aktivitas perawatan diri.

1. Pengkajian Spiritual

2. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan Laboratorium

1. Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen
menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ L) dengan adanya pergerakan ke
bentuk immatur pada differential cell count. Namun pada pasien
dengan immunocompromised dan pasien dengan beberapa tipe infeksi (seperti fungal
dan CMV) keadaan leukositosis dapat tidak ditemukan atau malah leucopenia

2. PT, PTT dan INR

3. Test fungsi hati jika diindikasikan

4. Amilase dan lipase jika adanya dugaan pancreatitis

5. Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti


pyelonephritis, renal stone disease)

6. Cairan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial dapat ditunjukan dari pH dan
glukosa yang rendah serta peningkatan protein dan nilai LDH

2) Pemeriksaan Radiologi

1. Foto polos

2. USG

3. CT Scan (eg, gallium Ga 67 scan, indium In 111labeled autologous leucocyte scan,


technetium Tc 99m-iminoacetic acid derivative scan).

4. Scintigraphy

5. MRI

3) X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
1. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.

2. Usus halus dan usus besar dilatasi.

3. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

3.2 Diagnosa

1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.

2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan muntah.

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.

5. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder distensi


abdomen dan menghindari nyeri.

6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3.3 Intervensi

1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.

Tujuan: Nyeri klien berkurang


Kriteria hasil :

1. Laporan nyeri hilang/terkontrol

2. Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi.

3. Metode lain untuk meningkatklan kenyamanan

Intervensi Keperawatan
Tindakan/Intervensi Rasional
\is
Mandiri:

1. Selidiki laporan nyeri, catat 1. Perubahan pada


lokasi, lama, intensitas lokasi/intensitas tidak umum
(skala 0-10) dan tetapi dapat menunjukkan
karakteristiknya (dangkal, terjadinya komplikasi. Nyeri
tajam, konstan) cenderung menjadi konstan,
lebih hebat, dan menyebar ke
atas, nyeri dapat lokal bila
terjadi abses.

2. Memudahkan drainase
1. Pertahankan posisi semi cairan/luka karena gravutasi
Fowler sesuai indikasi dan membantu meminimalkan
nyeri karena gerakan.

3. Meningkatkan relaksasi dan


mungkin meningkatkan
1. Berikan tindakan kemampuan koping pasien
kenyamanan, contoh pijatan denagn memfokuskan kembali
punggung, napas dalam, perhatian.
latihan relaksasi atau
visualisasi. 4. Menurunkan mual/muntah yang
1. Risiko
dapat meningkatkan tekanan
tinggi
atau nyeri intrabdomen.
infeksi
1. Berikan perawatan mulut
dengan sering. Hilangkan
rangsangan lingkunagan
yang tidak menyenangkan

Kolaborasi:
Berikan obat sesuai indikasi: Menurunkan laju metabolik dan iritasi
usus karena toksin sirkulasi/lokal, yang
1. Analgesik, narkotik membantu menghilangkan nyeri dan
meningkatkan penyembuhan.
2. Antiemetik, contoh Catatan: Nyeri biasanya berat dan
hidroksin (Vistaril) memerlukan pengontrol nyeri narkotik,
analgesik dihindari dari proses
3. Antipiretik, contoh diagnosis karena dapat menutupi
asetaminofen (Tylenol) gejala.
Menurunkan mual/munta, yang dapt
meningkatkan nyeri abdomen
Menurunkan ketidaknyamanan
sehubungan dengan demam atau
menggigil.
berhubungan dengan trauma jaringan.
Tujuan: Mengurangi infeksi yang terjadi, meningkatkan kenyamanan pasien.
Kriteria hasil:

1. Meningkatnya penyembuhan pada waktunya, bebas drainase purulen atau eritema,


tidak demam.

2. Menyatakan pemahaman penyebab individu / faktor resiko.

Intervensi Keperawatan:
Tindakan Intervensi Rasional
Mandiri:

1. Catat faktor risiko individu 1. Mempengaruhi pilihan


contoh trauma abdomen, intervensi
apendisitis akut, dialisa
peritoneal.

2. Kaji tanda vital dengan


sering, catat tidak
membaiknya atau 1. Tanda adanya syok septik,
berlanjutnya hipotensi, endotoksin sirkulasi
penurunan tekanan nadi, menyebabkan vasodilatasi,
takikardia, demam, takipnea. kehilangan cairan dari sirkulasi,
dan rendahnya status curah
3. Catat perubahan status jantung.
mental (contoh bingung,
pingsan). 2. Hipoksemia, hipotensi, dan
asidosis dapat menyebabkan
penyimpangan status mental.

1. Catat warna kulit, suhu, 3. Hangat, kemerahan, kulit kering


kelembaban. adalah tanda dini septikemia.
Selanjutnya manifestasi
termasuk dingin, kulit pucat
lembab dan sianosis sebagai
tanda syok.

4. Oliguria terjadi sebagai akibat


1. Awasi haluaran urine. penurunan perfusi ginjal, toksin
dalam sirkulasi mempengaruhi
antibiotik.

5. Mencegah meluas dan


membatasi penyebaran
1. Pertahankan teknik aseptik organisme infektif/kontaminasi
ketat pada perawatan drein silang.
abdomen, luka
insisi/terbuka, dan sisi
invasif. Bersihkan dengan
Betadine atau larutan lain
yang tepat kemudia bilas
dengan PZ.
1. Memberikan informasi tentang
2. Observasi drainase pada status infeksi.
luka.
2. Mencegah penyebaran,
membatasi pertumbuhan bakteri
pada traktus urinarius.
1. Pertahankan teknik steril
bila pasien dipasang kateter,
dan berikan perawatan
kateter/ atau kebersihan 1. Menurunkan resiko terpajan
perineal rutin. pada/menambah infeksi
sekunder pada pasien yang
2. Awasi/batasi pengunjung mengalami tekanan imun.
dan staf sesuai kebutuhan.
Berikan perlindungan isolasi
bila diindikasikan.
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan muntah.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan dapat timbul kembali
dan status nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil:

1. Status nutrisi terpenuhi

2. Nafsu makan klien timbul kembali

3. Berat badan normal

4. Jumlah Hb dan albumin normal

Intervensi Keperawatan :
Tindakan Intervensi Rasional
Mandiri:

1. Awasi haluan selang NG, dan 1. Jumlah besar dari aspirasi


catat adanya muntah atau gaster dan muntah atau diare
diare. diduga terjadi obstruksi usus,
memerlukan evaluasi lanjut.

2. Kehilangan atau peningkatan


dini menunjukkan perubahan
1. Timbang berat badan tiap hidrasi tetapi kehilangan
hari. lanjut diduga ada defisit
nutrisi.

3. Meskipun bising usus sering


tak ada, inflamasi atau iritasi
usus dapat
1. Auskultasi bising usus, catat menyertai hiperaktivitas usus,
bunyi tak ada atau hiperaktif. penurunan absorpsi air dan
diare.

4. Adanya kalori (sumber


energi) akan mempercepat
proses penyembuhan.
1. Catat kebutuhan kalori yang
dibutuhkan. 5. Indikasi adekuatnya protein
untuk sistem imun.
2. Monitor Hb dan albumin
6. Menunjukan kembalinya
fungsi usus ke normal

1. Kaji abdomen dengan sering


untuk kembali ke bunyi yang
lembut, penampilan bising
usus normal, dam kelancaran
flatus.

Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemasangan NGT 1. Agar nutrisi klien tetap


jika klien tidak dapat makan terpenuhi.
dan minum peroral.

2. Kolaborasi dengan ahli gizi


dalam diet. 1. Tubuh yang sehat tidak
mudah untuk terkena infeksi
(peradangan).

1. Berikan informasi tentang 2. Klien dapat berusaha untuk


zat-zat makanan yang sangat memenuhi kebutuhan makan
penting bagi keseimbangan dengan makanan yang
metabolisme tubuh bergizi.

3. Kekurangan volume cairan


berhubungan dengan
kehilangan volume cairan
aktif.

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.

Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk memperbaiki keseimbangan cairan dan


meminimalisir proses peradangan untuk meningkatkan kenyamanan.
Kriteria hasil:

1. Haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal,

2. Tanda vital stabil

3. Membran mukosa lembab

4. Turgor kulit baik

5. Pengisian kapiler meningkat

6. Berat badan dalam rentang normal.

Intervensi keperawatan:
Tindakan Intervensi Rasional
Mandiri:

1. Pantau tanda vital, catat 1. Membantu dalam evaluasi


adanya hipotensi (termasuk derajat defisit
perubahan postural), cairan/keefektifan
takikardia, takipnea, demam. penggantian terapi cairan dan
Ukur CVP bila ada. respons terhadap pengobatan.

2. Pertahankan intake dan output 2. Menunjukkan status hidrasi


yang adekuat lalu hubungkan keseluruhan.
dengan berat badan harian.

3. Rehidrasi/ resusitasi cairan


1. Untuk mencukupi kebutuhan
cairan dalam tubuh
(homeostatis).
1. Ukur berat jenis urine
2. Menunjukkan status hidrasi
dan perubahan pada fungsi
ginjal.
1. Observasi kulit/membran
mukosa untuk kekeringan, 3. Hipovolemia, perpindahan
turgor, catat edema cairan, dan kekurangan nutrisi
perifer/sacral. mempeburuk turgor kulit,
menambah edema jarinagan.
2. Hilangkan tanda bahaya/bau
dari lingkungan. Batasi 4. Menurunkan rangsangan
pemasukan es batu. pada gaster dan respons
muntah.
3. Ubah posisi dengan sering
berikan perawatan kulit
dengan sering, dan
pertahankan tempat tidur 1. Jaringan edema dan adanya
kering dan bebas lipatan. gangguan sirkulasi cenderung
merusak kulit

Kolaborasi:

1. Awasi pemerikasaan 1. Memberikan informasi


laboratorium, contoh Hb/Ht, tentang hidrasi dan fungsi
elektrolit, protein, albumin, organ.
BUN, kreatinin.

2. Berikan plasma/darah, cairan,


elektrolit.
1. Mengisi/mempertahankan
volume sirkulasi dan
keseimbangan elektrolit.
Koloid (plasma, darah)
membantu menggerakkan air
1. Pertahankan puasa dengan ke dalam area intravaskular
aspirasi nasogastrik/intestinal dengan meningkatkan tekanan
osmotik.

2. Menurunkan hiperaktivitas
usus dan kehilangan dari
diare.

1. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder distensi


abdomen dan menghindari nyeri.

Tujuan: Pola nafas efektif, ditandai bunyi nafas normal, tekanan O2 dan saturasi O2normal.

Kriteria Hasil:

1. Pernapasan tetap dalam batas normal

2. Pernapasan tidak sulit

3. Istirahat dan tidur dengan tenang

4. Tidak menggunakan otot bantu napas


Tindakan Intervensi Rasional Intervensi
Mandiri: Keperawatan:

1. Pantau hasil analisa gas darah 1. Indikator hipoksemia;


dan indikator hipoksemia: hipotensi, takikardi,
hipotensi, takikardi, hiperventilasi, gelisah, depresi
hiperventilasi, gelisah, depresi SSP, dan sianosis penting
SSP, dan sianosis. untuk mengetahui adanya
syok akibat inflamasi
(peradangan).

1. Auskultasi paru untuk 2. Gangguan pada paru (suara


mengkaji ventilasi dan nafas tambahan) lebih mudah
mendeteksi komplikasi dideteksi dengan auskultasi.
pulmoner.
3. Posisi membantu
2. Pertahankan pasien pada memaksimalkan ekspansi paru
posisi semifowler. dan menurunkan upaya
pernafasan, ventilasi maksimal
membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret
kedalam jalan nafas besar
untuk dikeluarkan.

4. Oksigen membantu untuk


bernafas secara optimal.
1. Berikan O2 sesuai program
1. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Tujuan: Mengurangi ansietas klien


Kriteria hasil:

1. Mengakui dan mendiskusikan masalah

2. Penampilan wajah tampak rileks

3. Mampu menerima kondisinya

Intervensi:
Tindakan/Intervensi Rasional

1. Evaluasi tingkat pemahaman


klien/orang terdekat tentang 1. Bila penyangkalan ekstem
diagnosa. atau ansietas mempengaruhi
kemajuan penyembuhan,
menghadapi itu klien perlu
dijelaskan dan membuka cara
penyelesaiannya.
1. Akui rasa takut/masalah klien
dan dorong mengekspresikan 2. Takut/ansietas menurun klien
perasaan. mulai menerima secara
positif kenyataan dan
memiliki kemauan untuk
hidup lagi.

3. Dapat membantu
memperbaiki beberapa
1. Berikan kesempatan untuk perasaan kontrol/kemandirian
bertanya dan jawab dengan pada klien yang merasa tak
jujur. Yakinkan bahwa klien berdaya dalam menerima
dan perawat mempunyai diagnosa dan pengobatan
pemahaman yang sama.
4. Klien sulit berfikir dengan
2. Terima penyangkalan klien baik bila berada dalam
tetapi jangan dikuatkan. kondisi yang tidak nyaman
1. Catat komentar perilaku yang
menunjukkan menerima
dan/atau mengurangi strategi
efektif menerima situasi

2. Libatkan klien/orang terdekat


dalam perencanaan
perawatan. Berikan waktu
untuk menyiapkan
pengobatan.

1. Berikan kenyamanan fisik


klien

2. Pasien dan orang terdekat


mendengar dan mengasimilasi
informasi baru yang meliputi
perubahan ada gambaran diri
dan pola hidup.

3. Dukungan memampukan
klien mulai
membuka/menerima
kenyataan infeksi peritonium
dan pengobatannya. Klien
mungkin perlu waktu untuk
mengidentifikasi perasaan
maupun mengekspresikannya.

4. Membuat kepercayaan dan


menurunkan kesalahan
persepsi/interpretasi terhadap
informasi.

Anda mungkin juga menyukai