Pengertian
Pengertian
PENGERTIAN
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ
perut (peritonieum). Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus
organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau
difuse, riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik.
Peritonitis merupakan suatu kegawat daruratan yang biasanya disertai dengan
bakterecemia atau sepsis. Akut peritonitis sering menular dan sering dikaitkan dengan
perforasi viskus(secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada
intraabdominal, peritonitis diketagori sebagai primary peritonitis. (Fauci et al, 2008).
B. ETIOLOGI
1. Infeksi bakteri
o Tukak thypoid
o Salpingitis
o Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta
hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.
5. PATOFISIOLOGI
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga
abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau perforasi tumor,
peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk ke dalam rongga
abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi dalam beberapa
jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan dan pertambahan
eksudat. Caiaran dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya
sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah. Respon yang
segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti oleh ileus paralitik
dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.
6. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada peritonitis ialah inflamasi tidak lokal dan
seluruh rongga abdomen menjadi terkena pada sepsis umum. Sepsis adalah penyebab
umum dari kematian pada peritonitis. Syok dapat diakibatkan dari septikemia atau
hipovolemik. Proses inflamasi dapat menyebabkan obstruksi usus, yang terutama
berhubungan dengan terjadinya perlekatan usus (Brunner & Suddarth, 2002 : 1104).
Menurut Corwin (2000 : 528) komplikasi yang terjadi pada peritonitis ialah
sepsis dan kegagalan multiorgan.
Dua komplikasi pasca operatif paling umum adalah eviserasi luka dan
pembentukan abses. Luka yang tiba-tiba mengeluarkan drainase
serosanguinosa menunjukan adanya dehisens luka (Brunner & Suddarth, 2002 :
1104).
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Laboratorium
Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra
abdomen menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ L) dengan adanya
shift to the left. Namun pada pasien dengan immunocompromised dan pasien
dengan beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis
dapat tidak ditemukan atau malah leukopenia
PT, PTT dan INR
Test fungsi hati jika diindikasikan
Amilase dan lipase jika adanya dugaan pankreatitis
Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti
pyelonephritis, renal stone disease)
Kultur darah, untuk menentukan jenis kuman dan antobiotik
BGA, untuk melihat adanya asidosis metabolik
Diagnostic Peritoneal Lavage. Pemeriksaan cairan peritonium
Pada SBP dapat ditemukan WBC > 250 500 sel/L dengan dominan PMN
merupakan indikasi dari pemberian antibiotik. Kadar glukosa < 50 mg/dL,
LDH cairan peritoneum > serum LDH, pH < 7,0, amilase meningkat,
didapatkan multipel organisme. (7)
o Radiologis
Foto polos
Foto polos abdomen (tegak/supine, setengah duduk dan lateral dekubitus)
adalah pemeriksaan radiologis utama yang paling sering dilakukan pada
penderita dengan kecurigaan peritonitis. Ditemukannya gambaran udara bebas
sering ditemukan pada perforasi gaster dan duodenum, tetapi jarang ditemukan
pada perforasi kolon dan juga appendiks. Posisi setengah duduk berguna untuk
mengidentifikasi udara bebas di bawag diafragma (seringkali pada sebelah
kanan) yang merupakan indikasi adanya perforasi organ.
o USG
USG abdomen dapat membantu dalam evaluasi pada kuadran kanan atas
(abses perihepatik, kolesistitis, dll), kuadran kanan bawah dan kelainan di
daerah pelvis. Tetapi kadang pemeriksaan akan terganggu karena penderita
merasa tidak nyaman, adanya distensi abdomen dan gangguan distribusi gas
abdomen.
USG juga dapat mendeteksi peningkatan jumalah cairan peritoneum (asites),
tetapi kemampuan mendeteksi jumlah cairan < 100 ml sangat terbatas. Area
sentral dari rongga abdomen tidak dapat divisualisasikan dengan baik dengan
USG tranabdominal. Pemeriksaan melalui daerah flank atau punggung bisa
meningkatkan ketajaman diagnostik. USG dapat dijadikan penuntun untuk
dilakukannya aspirasi dan penempatan drain yang termasuk sebagai salah satu
diagnosis dan terapi pada peritonitis. (7)
o CT Scan
Jika diagnosa peritonitis dapat ditegakkan secara klinis, maka CT Scam tidak
lagi diperlukan. CT Scan abdomen dan pelvis lebih sering digunakan pada
kasus intraabdominal abses atau penyakita pada organ dalam lainnya. Jika
memungkinkan, CT Scan dilakukan dengan menggunakan kontra ntravena.
CT Scan dapat mendeteksi cairan dalam jumlah yang sangat minimal, area
inflamasi dan kelainan patologi GIT lainnya dengan akurasi mendekati 100%.
Abses peritoneal dan pengumpulan cairan bisa dilakukan aspirasi dan drain
dengan panduan CT Scan.
C. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang
hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai,
dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal,
pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila
mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan
nyeri.
Konservatif
Indikasi terapi konservatif, antara lain:
Infeksi terlokalisisr, mis: massa appendiks
Penyebab peritonitis tidak memerlukan pembedahan (pankreatitis akut)
Penderita tidak cukup baik untuk dilakukan general anestesi; pada orang tua
dan komorbid
Fasilitas tidak memungkinkan dilakukannya terapi pembedahan
Laparotomi
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan
operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah
yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta
ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi.
Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung
pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya,
kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup,
mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi. Pemberian antibiotik
diteruskan samapai dengan 5 hari post operasi terutama pada peritonitis
generalisata.
Laparoskopi
Laparoskopi terbukti efektif dalam manajemen appendisitis akut dan
perforasi ulkus duodenal. Dan dapat juga dilakukan pada kasus perforasi
kolon, tetapi lebih sering dilakukan laparotomi. Kontraindikasi pada penderita
dengan syok dan ileus
Terapi post-operatif
Tercapainya stabilitas hemodinamik dan perfusi organ yang baik dalam
hal ini perlu diperhatikan pemberian cairan dan suplai darah. Pemberian
antibiotik dilanjutkan 10 14 hari post operasi, tergantung pada tingkat
keparahan peritonitis. (LNG) Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk
ngt minimal, peristaltic usus pulih, dan tidak ada distensi abdomen.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. Identitas
1. Nama pasien
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Suku /Bangsa
5. Pendidikan
6. Pekerjaan
7. Alamat
8. Keluhan utama:
Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut sebelah kanan dan
menjalar ke pinggang.
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia, peritoneal diawali
terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus, dan sirosis
hepatis dengan asites.
Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi, operasi
yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa dan
ruptur hati.
Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan oleh
bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan diturunkan ada.
1. Pemeriksaan Fisik
Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan serta
menggunakan otot bantu pernafasan.
Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular karena
anoreksia dan vomit. Didapatkan irama jantung irregular akibat pasien syok (neurogenik,
hipovolemik atau septik), akral : dingin, basah, dan pucat.
Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya mengalami
penurunan kesadaran.
Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul akibat proses ptologis
organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu
terjadi distensi abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun
(<12x/menit).
1. Pengkajian Spiritual
2. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
1. Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen
menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ L) dengan adanya pergerakan ke
bentuk immatur pada differential cell count. Namun pada pasien
dengan immunocompromised dan pasien dengan beberapa tipe infeksi (seperti fungal
dan CMV) keadaan leukositosis dapat tidak ditemukan atau malah leucopenia
6. Cairan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial dapat ditunjukan dari pH dan
glukosa yang rendah serta peningkatan protein dan nilai LDH
2) Pemeriksaan Radiologi
1. Foto polos
2. USG
4. Scintigraphy
5. MRI
3) X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
1. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
3.2 Diagnosa
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan muntah.
3.3 Intervensi
Intervensi Keperawatan
Tindakan/Intervensi Rasional
\is
Mandiri:
2. Memudahkan drainase
1. Pertahankan posisi semi cairan/luka karena gravutasi
Fowler sesuai indikasi dan membantu meminimalkan
nyeri karena gerakan.
Kolaborasi:
Berikan obat sesuai indikasi: Menurunkan laju metabolik dan iritasi
usus karena toksin sirkulasi/lokal, yang
1. Analgesik, narkotik membantu menghilangkan nyeri dan
meningkatkan penyembuhan.
2. Antiemetik, contoh Catatan: Nyeri biasanya berat dan
hidroksin (Vistaril) memerlukan pengontrol nyeri narkotik,
analgesik dihindari dari proses
3. Antipiretik, contoh diagnosis karena dapat menutupi
asetaminofen (Tylenol) gejala.
Menurunkan mual/munta, yang dapt
meningkatkan nyeri abdomen
Menurunkan ketidaknyamanan
sehubungan dengan demam atau
menggigil.
berhubungan dengan trauma jaringan.
Tujuan: Mengurangi infeksi yang terjadi, meningkatkan kenyamanan pasien.
Kriteria hasil:
Intervensi Keperawatan:
Tindakan Intervensi Rasional
Mandiri:
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan dapat timbul kembali
dan status nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil:
Intervensi Keperawatan :
Tindakan Intervensi Rasional
Mandiri:
Kolaborasi:
Intervensi keperawatan:
Tindakan Intervensi Rasional
Mandiri:
Kolaborasi:
2. Menurunkan hiperaktivitas
usus dan kehilangan dari
diare.
Tujuan: Pola nafas efektif, ditandai bunyi nafas normal, tekanan O2 dan saturasi O2normal.
Kriteria Hasil:
Intervensi:
Tindakan/Intervensi Rasional
3. Dapat membantu
memperbaiki beberapa
1. Berikan kesempatan untuk perasaan kontrol/kemandirian
bertanya dan jawab dengan pada klien yang merasa tak
jujur. Yakinkan bahwa klien berdaya dalam menerima
dan perawat mempunyai diagnosa dan pengobatan
pemahaman yang sama.
4. Klien sulit berfikir dengan
2. Terima penyangkalan klien baik bila berada dalam
tetapi jangan dikuatkan. kondisi yang tidak nyaman
1. Catat komentar perilaku yang
menunjukkan menerima
dan/atau mengurangi strategi
efektif menerima situasi
3. Dukungan memampukan
klien mulai
membuka/menerima
kenyataan infeksi peritonium
dan pengobatannya. Klien
mungkin perlu waktu untuk
mengidentifikasi perasaan
maupun mengekspresikannya.