Anda di halaman 1dari 2

Minggu 25 Okt 09 Pamulang

Penjelasan Tes Fungsi Hati

Tes laboratorium sering kali digunakan untuk memastikan diagnosis (bersama-sama dengan
riwayat kesehatan dan pemeriksaan jasmani) serta untuk memantau penyakit dan pengobatan.
Banyak tes laboratorium untuk mengukur kadar enzim. Ini karena bila jaringan rusak, sel mati
dan enzim dilepas ke dalam darah. Kadar enzim ini diukur, dan tes ini sering kali disebut tes
fungsi hati. Sistem organ yang serumit hati akan sering dinilai dengan menggunakan beberapa
tes. Ini karena lebih dari satu sistem dapat melepaskan enzim yang sama bila jaringan rusak.
Oleh karena itu, untuk menentukan bagaimana hati bekerja, dan apa yang mungkin menyebabkan
masalah, ada beberapa tes yang mungkin dilakukan bersama dan secara kolektif yang disebut
tes fungsi hati.

Tes fungsi hati yang umum adalah AST (aspartate transaminase), yang di Indonesia lebih sering
disebut sebagai SGOT (serum glutamic-oxaloacetic transaminase), dan ALT (alanine
transaminase) yang biasanya di Indonesia disebut sebagai SGPT (serum glutamic-pyruvic
transaminase). SGOT dan SGPT akan menunjukkan jika terjadi kerusakan atau radang pada
jaringan hati. SGPT lebih spesifik terhadap kerusakan hati dibanding SGOT. Adalah hal yang
biasa bila terjadi sedikit peningkatan (hingga dua kali angka normal) kadar SGOT dan SGPT.
Namun, kadar SGOT dan SGPT lebih dari dua kali angka normal, umumnya dianggap bermakna
dan membutuhkan pemeriksaan lebih jauh.

Alkaline phosphatase adalah tes lain yang mungkin dilakukan jika ada perhatian mengenai hati,
dan dapat menunjukkan sumbatan dalam sistem saluran pembuangan dari empedu.

LDH (lactic acid dehydrogenase) adalah enzim non-spesifik yang dapat meningkat bila hati
rusak.

GGT (gamma glutamyl transferase) adalah enzim yang kadarnya diukur untuk skrining penyakit
hati dan untuk memantau sirosis (pengerasan atau parut/sikatrik pada hati, terutama akibat
kecanduan alkohol). Ini juga bermanfaat untuk mendiagnosis sumbatan pada saluran yang
mengalirkan cairan empedu dari hati ke usus.

Selain itu, bilirubin juga dipakai untuk menilai hati. Bilirubin bukanlah enzim. Senyawa ini
adalah hasil penguraian sel darah merah oleh hati. Kadar bilirubin dapat meningkat jika hati
tidak berfungsi atau ada kelebihan sel darah merah yang dihancurkan. Kadarnya juga dapat
meningkat jika ada sumbatan pada saluran yang mengalirkan cairan empedu dari hati. Tes air
seni terhadap urobilinogen, hasil sampingan dari metabolisme bilirubin dalam saluran
pencernaan, dapat bermanfaat untuk menentukan apakah gejala yang dirasakan berhubungan
dengan penghancuran sel darah merah, penyakit hati atau saluran yang tersumbat.

Tes virus hepatitis (A, B, C dan D) dapat dilakukan untuk menyingkirkan infeksi virus. Tes ini
mencari virus dan antibodi dalam darah. Sementara tes laboratorium melihat apa yang terjadi
dalam sel, tes pemotretan digunakan untuk melihat anatomi organ.
Ultrasonografi (memotret dengan memakai getaran bunyi di atas batas pendengaran manusia)
sering kali digunakan untuk mencari batu empedu dan radang hati dan kantung empedu. Ini juga
dapat mendeteksi gumpalan yang mungkin ada dalam atau di sekitar hati. Demikian pula, CT
(computerized tomography) memberikan gambaran di dalam tubuh.

Biopsi digunakan untuk memeriksa jaringan secara langsung dengan mengambil potongan kecil
dan memeriksanya dengan mikroskop.

Ada pola yang muncul dari hasil tes ini yang digunakan untuk menentukan bagaimana hati
berfungsi, dan apa saja yang mungkin menjadi penyebab masalah. Jangan ragu untuk berbicara
dengan dokter Anda mengenai tes apa pun yang dilakukan, atau untuk menanyakan apa
maksudnya, (pemantauan atau diagnosis), apa hasilnya, dan bagaimana hasil itu ditafsirkan.

Sumber: Seattle Treatment Education Project STEP Ezine, 1 November 2000


Diterjemahkan oleh WartaAIDS #95 Juli 2001, diterbitkan oleh Yayasan Spiritia

Edit terakhir: 30 Agustus 2006

Anda mungkin juga menyukai