Anda di halaman 1dari 15

tentang artikel umum dan keperawatan..

2013 (1)
2012 (1)
2011 (81)
o Mei (6)
o April (11)
o Maret (44)
Interaksi Dini dengan Anak Penyandang Buta Tuli/Tu...
INFEKSI
INFEKSI PADA NEONATUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN
HIPERTENSI
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA ANAK USIA
SEKOLAH...
Kamus M-N
Kamus
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA ANAK USIA
SEKOLAH...
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA ANAK USIA
SEKOLAH...
Contoh Askep Keluarga
makanan
DISIPLIN BERBAHASA INDONESIA SEBAGAI PENUNJANG
DIS...
Diabetes melitus
Nifedipine
DEXTAMINE dexamethasone dexchlorpheniramine maleat...
USAHA KESEHATAN BERSUMBER MASYARAKAT DAN
PERAN MAS...
SANITASI MAKANAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN DEMAM BERDARAH
SATUAN ACARA PENYULUHAN HIV/AIDS
INTERNATIONAL WOMEN'S DAY (8 March)
PENGUJIAN KUALITAS AIR SECARA SEDERHANA
ASKEP DHF
HEMOFILIA
ASUHAN KEPERAWATAN LEUKEMIA
MASALAH DAN DAMPAK KESEHATAN LINGKUNGAN DI
INDONE...
ASKEP KELUARGA BARU MENIKAH
BIOLOGI MOLEKULER DAN TEORI PROSES PENUAAN
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA ANAK USIA
SEKOLAH...
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN PENYAKIT
TBC
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN
PERSALINAN...
Diare
Kebersihan Kamar Pengaruhi Kualitas Hidup
Diet
Pola hidup sebagai sumber penyakit
Pola hidup
Makan teratur kunci pola hidup sehat
FORMAT PENGKAJIAN PADA KELUARGA
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA
PRAS...
FORMAT PENGKAJIAN PADA KELUARGA
Manfaat Coklat bagi Kesehatan
Manfaat Minum Susu Untuk Menurunkan Resiko Kanker ...
Ramuan Alami Pereda Sakit Kepala
Tips Cantik untuk Wanita Malas Dandan
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
o Februari (20)
2010 (6)

Ada kesalahan di dalam gadget ini


Rabu, 16 Maret 2011
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang
bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah
sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Lanjut
usia adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari dari usia manusia sebagai makhluk
hidup yang terbatas oleh suatu putaran alam dengan batas usia 55 tahun / lebih.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran
darah yang sering terdapat pada usia pertengahan atau lebih, yang ditandai dengan tekanan
darah lebih dari normal. Hipertensi menyebabkan perubahan pada pembuluh darah yang
mengakibatkan makin meningkatnya tekanan darah.
Dari banyak penelitian epidemiologi didapatkan bahwa dengan meningkatnya umur
hipertensi menjadi masalah pada lansia karena sering ditemukan pada lansia. Pada lansia
hipertensi menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit jantung koroner. Lebih dari
separuh kematian di atas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskular.
Secara nyata kematian akibat stroke dan morbiditas penyakit kardiovaskuler menurun dengan
pengobatan hipertensi

1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui definisi dari hipertensi pada lansia
1.2.2 Dapat menjelaskan penyebab terjadinya hipertensi pada lansia.
1.2.3 Mampu menjelaskan patofisiologi hipertensi pada lansia
1.2.4 Mengetahui askep lansia dengan hipertensi

1.3 Manfaat
1.3.1 Memahami definisi dari hipertensi pada lansia
1.3.2 Memahami penyebab terjadinya hipertensi pada lansia.
1.3.3 Memahami patofisiologi hipertensi pada lansia
1.3.4 Memahami askep lansia dengan hipertensi

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Hipertensi merupakan gangguan kesehatan yang ditandai adanya tekanan sistolik
>140 mmHg dan tekanan diastolik >90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.
(Smeltzer,2001). Menurut WHO (1978), tekanan darah 160/95 mmHg dinyatakan sebagai
hipertensi.

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2
golongan besar yaitu :
Hipertensi essensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas :
Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan
diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan
tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.

2.3 Etiologi
Hipertensi pada lansia dapat disebabkan oleh interaksi bermacam-macam faktor,
antara lain:
Kelelahan
Proses penuaan
Keturunan
Diet yang tidak seimbang
Stress
Sosial budaya
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan
perubahan pada :
Elastisitas dinding aorta menurun
Katub jantung menebal dan menjadi kaku
Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun.
Kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya.
Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data
penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi.
Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
Faktor keturunan
Menurut data dari statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar
untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
a. Umur (jika umur bertambah maka TD meningkat)
b. Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan)
c. Ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih)
Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
a. Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
b. Kegemukan atau makan berlebihan
c. Stress
d. Merokok
e. Minum alcohol
f. Minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin)

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :


Glomerulonefritis
Pielonefritis
Nekrosis tubular akut
Tumor
Vascular
Aterosklerosis
Hiperplasia
Trombosis
Aneurisma
Emboli kolestrol
Vaskulitis
Kelainan endokrin
DM
Hipertiroidisme
Hipotiroidisme
Saraf
Stroke
Ensepalitis
SGB
Obatobatan
Kontrasepsi oral
Kortikosteroid

2.4 Tanda dan gejala


Tanda dan gejala hipertensi pada lansia secara umum adalah :
Sakit kepala
Perdarahan hidung
Vertigo
Mual muntah
Perubahan penglihatan
Kesemutan pada kaki dan tangan
Sesak nafas
Kejang atau koma
Nyeri dada
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah,
selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial
tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan
kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan
pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu : mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual
muntah, epistaksis, kesadaran menurun.

2.5 Patofisiologi
2.6 Komplikasi
Akibat atau komplikasi dari penyakit hipertensi yang dapat terjadi pada lansia adalah
:
gagal jantung
gagal ginjal
stroke (kerusakan otak)
kelumpuhan.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari selsel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan faktorfaktor resiko seperti hiperkoagulabilitas dan anemia
BUN
Memberikan informasi tentang perfusi ginjal
Glukosa
Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi)
Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek
samping terapi diuretik.
Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk adanya pembentukan plak
ateromatosa (efek kardiovaskuler)
Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab)
Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal atau adanya diabetes.
Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
Steroid urin
Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu
ginjal/ureter.
Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi

2.8 Penatalaksanaan
Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya hipertensi pada
anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan konsumsi garam yang berlebihan
dianjurkan untuk:
1. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi
hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
2. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
3. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
4. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita hipertensi berupa:
1. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun dengan tindakan-
tindakan seperti pada pencegahan primer.
2. Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan stabil
mungkin.
3. Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
4. Batasi aktivitas.
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan
darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan
suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
1. Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
2. Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
3. Penurunan berat badan
4. Penurunan asupan etanol
5. Menghentikan merokok
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah dianjurkan untuk penderita hipertensi.
Macam olah raganya yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan
lain-lain
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi
maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 25 menit berada dalam
zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu
c. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
1. Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda
mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal. Penerapan
biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain,
juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
2. Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau
kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh
menjadi rileks
d. Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan)
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit
hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah
komplikasi lebih lanjut.
Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat.
Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (JOINT NATIONAL
COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD
PRESSURE, USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium,
atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan
keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
a. Dosis obat pertama dinaikkan.
b. Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama.
c. Ditambah obat ke 2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa
blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
Step 3 :
Alternatif yang bisa ditempuh :
a. Obat ke-2 diganti
b. Ditambah obat ke-3 jenis lain
Step 4
Alternatif pemberian obatnya :
Ditambah obat ke-3 dan ke-4
Re-evaluasi dan konsultasi
Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang
baik antara pasien dan petugas kesehatan (perawat, dokter) dengan cara pemberian
pendidikan kesehatan.

2.9 Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Aktifitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner aterosklerosis.
Tanda : Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disrythmia, denyutan nadi jelas, bunyi jantung murmur,
distensi vena jugularis
Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor stress multiple
(hubungan, keuangan, pekerjaan)
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang meledak, otot
muka tegang (khususnya sekitar mata), peningkatan pola bicara
Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat penyakit ginjal ),
obstruksi.
Makanan/ cairan
Gejala : Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol), mual, muntah,
perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat penggunaan diuretik.
Tanda : Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.
Neurosensori
Gejala : Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan penglihatan.
Tanda : Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori, perubahan retina optik. Respon
motorik : penurunan kekuatan genggaman tangan.
Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.
Pernafasan
Gejala : Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk dengan/ tanpa sputum,
riwayat merokok.
Tanda : Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat bantu pernafasan.
Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara brejalan.
B. Pemeriksaan Diagnostik
Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel terhadap volume cairan (viskositas).
BUN: memberi informasi tentang fungsi ginjal.

Glukosa: mengkaji hiperglikemi yang dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar


katekolamin (meningkatkan hipertensi).
Kalsium serum
Kalium serum
Kolesterol dan trygliserid
Urin analisa
Foto dada
CT Scan
EKG
C. Kemungkinan Diagosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri (sakit kepala) b/d peningkatan tekanan vaskuler serebral.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
inadekuat
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2.
4. Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif, harapan
yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangn
6. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh
darah.
7. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang, motorik
atau persepsi.
D. Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman nyeri (sakit kepala) b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan : Menghilangkan rasa nyeri
Kriteria hasil :
Melaporkan ketidanyamanan hilang atau terkontrol.
Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.
Intervensi :
Pertahankan tirah baring selama fase akut.
R/ Meminimalkan stimulasi dan meningkatkan relaksasi.
Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misalnya kompres dingin
pada dahi, pijat punggung dan leher.
R/ Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral,efektif dalam menghilangkan sakit
kepala dan komplikasinya.
Hilangkan/minimalkan aktifitas vasokontraksi yang dapat meningkatkan sakit kepala,
misalnya batuk panjang, mengejan saat BAB.
R/ Aktifitas yang meningkatkan vasokontraksi menyebabkan sakit kepala pada adanya
peningkatan vaskuler serebral.
Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
R/ Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang berlebihan yang memperberat
kondisi klien.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas, diazepam dll.
R/ Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf simpatis.

2. G3 pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhb.d intake nutrisi inadekuat
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
Klien menunjukkan peningkatan berat badan
Menunjukkan perilaku meningkatkan atau mempertahankan berat badan ideal
Intervensi
Bicarakan pentingnya menurunkan masukan lemak, garam dan gula sesuai indikasi.
R/ Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya aterosklerosis, kelebihan masukan
garam memperbanyak volume cairan intra vaskuler dan dapat merusak ginjal yang lebih
memperburuk hipertensi.

Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.


R/ Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program diit terakhir..
Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk kapan dan dimana
makan dilakukan, lingkungan dan perasaan sekitar saat makanan dimakan.
R/ Memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang dimakan dan kondisi emosi
saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian pada factor mana pasien telah/dapat
mengontrol perubahan.
Intruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari makanan dengan kejenuhan
lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll) dan kolesterol (daging berlemak,
kuning telur, produk kalengan,jeroan).
R/ Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam mencegah
perkembangan aterogenesis.
Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.
R/ Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual.

3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
O2.
Tujuan : tidak terjadi intoleransi aktivitas
Kriteria Hasil :
Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan atau diperlukan
Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi
Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter : frekwensi nadi 20
x/menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan TD, dipsnea, atau nyeri dada, kelelahan
berat dan kelemahan, berkeringat, pusing atau pingsan.
R/ Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stress, aktivitas dan indikator
derajat pengaruh kelebihan kerja jantung.
Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan/kelelahan, TD
stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.
R/ Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas
individual.
Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.
R/ Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah
oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja
jantung.
Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat
gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
R/ Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.
R/ Jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.

4. Inefektif koping individu b.d mekanisme koping tidak efektif, harapan yang tidak
terpenuhi, persepsi tidak realistik.
Tujuan : klien menunjukkan tidak ada tanda-tanda inefektif koping
Kriteria Hasil :
Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya
menyatakan kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi
mengidentifikasi potensial situasi stress dan mengambil langkah untuk menghindari dan
mengubahnya.

Intervensi
Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku, Misalnya : kemampuan
menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan.
R/ Mekanisme adaptif perlu untuk megubah pola hidup seorang, mengatasi hipertensi
kronik dan mengintegrasikan terapi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari.
Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka
rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak mampuan untuk
mengatasi/menyelesaikan masalah.
R/ Manifestasi mekanisme koping maladaptif mungkin merupakan indicator marah yang
ditekan dan diketahui telah menjadi penentu utama TD diastolic.
Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi untuk
mengatasinya.
R/ Pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama dalam mengubah respon
seseorang terhadap stressor.
Libatkan klien dalam perencanaan perwatan dan beri dorongan partisipasi maksimum dalam
rencana pengobatan.
R/ Keterlibatan memberikan klien perasaan kontrol diri yang berkelanjutan. Memperbaiki
keterampilan koping, dan dapat menigkatkan kerjasama dalam regiment teraupetik.
Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan hidup yang perlu.
Bantu untuk menyesuaikan ketimbang membatalkan tujuan diri / keluarga.
R/ Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara realistic untuk menghindari rasa tidak
menentu dan tidak berdaya.

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangnya


informasi mengenai penyakitnya.
Tujuan : Klien menunjukkan peningkatan pengetahuan mengenai penyakitnya
Kriteria hasil
Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regiment pengobatan.
Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu diperhatikan.
Mempertahankan TD dalam parameter normal.
Intervensi
Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan,
pengobatan, dan akibat lanjut.
R/ Mengidentifikasi tingkat pegetahuan tentang proses penyakit hipertensi dan
mempermudah dalam menentukan intervensi.
Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardivaskuler yang dapat diubah,
misalnya : obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol, pola hidup monoton, merokok,
pola hidup penuh stress dan minum alcohol (lebih dari 60 cc/hari dengan teratur).
R/ Faktor-faktor resiko ini telah menunjukan hubungan dalam menunjang hipertensi dan
penyakit kardiovaskuler serta ginjal.
Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
R/ Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera yang sudah
lama dinikmati mempengaruhi minimal klien/orang terdekat untuk mempelajari penyakit,
kemajuan dan prognosis. Bila klien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan pengobatan
kontinyu, maka perubahan perilaku tidak akan dipertahankan.
Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi (pengertian,penyebab,tanda dan
gejala,pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut) melalui penkes.
R/ Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien tentang proses penyakit hipertensi.
6. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh
darah.
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung
Kriteria Hasil :
Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah/beban kerja jantung
Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima,
Memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang normal pasien.
Intervensi
Observasi tekanan darah
R/ Perbandingan dari tekanan darah memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang
keterlibatan vaskuler.
Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
R/ Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati saat palpasi.
Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi dan kongesti
vena.
Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
R/ S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium,
perkembangan S3 menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels, mengi
dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik.
Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
R/ Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mencerminkan
dekompensasi/penurunan curah jantung.
Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas atau keributan ligkungan, batasi
jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
R/ Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi.
Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.
R/ Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang,
sehingga akan menurunkan tekanan darah.
Kolaborasi dengan dokter dalam pembrian terapi anti hipertensi dan diuretik.
R/ Menurunkan tekanan darah.

7. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang, motorik
atau persepsi.
Tujuan : Tidak terjadi cidera
Kriteria hasil:
Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap cedera.
Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.
Meminta bantuan bila diperlukan.
Intervensi:
Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.
R/ Membantu menurunkan cedera.
Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan klien untuk melakukan:
o Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan.
o Kaji ekstremitas setiap hari terhadap cedera yang tak terdeteksi.
o Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion emoltion.
R/ Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien terhadap suhu.
Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan dengan pengunaan alat bantu.
R/ Penggunaan alat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat meyebabkan regangan atau
jatuh.
Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah.
R/ Keamanan yang baik meminimalkan terjadinya cidera
E. Evaluasi
1. Apakah rasa nyeri pasien / sakit kepala berkurang ?
2. Apakah pasien sudah bisa beraktifitas sendiri / mandiri ?
3. Apakah pola nutrisi pasien seimbang atau normal ?

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan
tekanan diastolik 90 mmHg
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas
o Hipertensi
o Hipertensi sistolik terisolasi
Hipertensi pada lansia dapat disebabkan oleh interaksi bermacam-macam faktor
Komplikasi hipertensi pada lansia adalah
o gagal jantung
o gagal ginjal
o stroke (kerusakan otak)
o kelumpuhan.
Penatalaksanaan hipertensi pada lansia terdiri atas
o Pencegahan primer
o Pencegahan sekunder

3.2 Saran
Diharapkan perawat lebih mengerti tentang konsep hipertensi pada lansia dan
disarankan perawat lebih banyak lagi mencari informasi tentang hipertensipada lansia
sehingga bisa menambah wawasan yang lebih maksimal dan dapat melaksanakan asuhan
keperawatan pada lansia dengan baik dan benar

DAFTAR PUSTAKA
http://www.adsense.com
http://zieshila.wordpress.com
http://nurse87.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai