Anda di halaman 1dari 63

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit infeksi di Indonesia yang banyak menimbulkan kematian adalah
penyakit infeksi saluran pernafasan baik itu pernafasan atas maupun bawah,
yang bersifat akut atau kronis. Infeksi saluran nafas akut (ISPA) ialah infeksi
akut yang dapat terjadi disertai tempat disepanjang saluran nafas.
(Ngastiyah,2005)
Penyakit saluran nafas yang menjadi wabah di Indonesia antara lain
adalah penyakit flu burung, SARS dan swine flu. Di Indonesia telah
ditemukan kasus flu burung pada manusia, dengan demikian Indonesia
merupakan negara ke lima di Asia setelah Hongkong, Thailand, Vietnam dan
Kamboja yang terkena flu burung pada manusia. (Sudoyo, 2006)
Hingga 5 Agustus 2005, WHO melaporkan 112 kasus A (H5N1) pada
manusia yang terbukti secara pemeriksaan mikrobiologi berupa biakan atau
PCR. Kasus terbanyak dari Vietnam, disusul Thailand, Kamboja, dan terakhir
dari Indonesia. (Sudoyo, 2006)
Sebagian besar kasus konfirmasi WHO di atas, sebelumnya
mempunyai riwayat kontak yang jelas dengan unggas atau produk unggas.
Disimpulkan sementara bahwa jalur paling mungkin terjadinya infeksi
avian influenza pada manusia adalah dari unggas ke manusia. Mengenai
penularan dari manusia ke manusia masih mungkin didasarkan adanya
laporan 3 kasus konfirmasi avian influenza pada satu negara Thailand. Hanya 1
kasus yang mempunyai riwayat kontak dengan unggas yaitu mengubur ayam
mati. Dua kasus lainnya sama sekali tidak mempunyai riwayat kontak dengan
unggas, namun hanya berhubungan dengan kasus pertama. (Sudoyo, 2006)
Hingga Agustus 2005, sudah jutaan ternak mati akibat avian influenza.
Sudah terjadi ribuan kontak antar petugas peternak dengan unggas yang
terkena wabah. Ternyata kasus avian influenza pada manusia yang
terkonfirmasi hanya sedikit di atas seratus. Dengan demikian walau
terbukti adanya penularan dari unggas ke manusia, proses ini tidak terjadi
2

dengan mudah. Terlebih lagi penularan antar manusia, kemungkinan


terjadinya lebih kecil lagi. (Sudoyo, 2006)
Severe acute respiratory syndrome (SARS) adalah penyakit infeksi virus
yang baru muncul di awal tahun 2003. Pada beberapa data epidemiologik
SARS di Indonesia, di mana antara periode 1 Maret sampai 9 Juli 2003 tercatat
2 kasus probable dan 7 kasus suspek SARS, dan tidak ada lagi kasus SARS
setelah saat itu. Bagaimana perkembangan SARS di masa datang masih akan
jadi kajian para ahli, dan kita harus bersiap untuk menghadapi berbagai
kemungkinan di masa datang. (Med J Indones 2004; 14: 59-63)
Pada tanggal 29 April 2009, WHO menyatakan bahwa dunia sudah
memasuki fase 5 pandemi yaitu terjadi penularan antar manusia untuk virus
influenza baru yaitu Swine Flu H1N1 (Flu Meksiko). Negara-negara yang
sudah terinfeksi sampai tanggal 30 April 2009 adalah Meksiko, Amerika
Serikat ( California, Texas, New York, Ohio, Kansas, Massachusetts, Michigan,
Nevada , Indiana, Arizona), Israel, Selandia Baru, Spanyol, United Kingdom,
Austria dan Jerman. Jumlah kasus yang konfirmasi yang dilaporkan ke WHO
adalah 148 kasus dengan 8 kematian. Kondisi tersebut memerlukan
kewaspadaan dan kesiapan yang tinggi dari semua negara di dunia termasuk
Indonesia dalam menghadapi penyebaran virus Swine Influenza H1N1
tersebut.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Menjelaskan macam penyakit yang menjadi wabah gangguan saluran
napas
2. Menjelaskan penatalaksanaan kasus wabah secara komprehensif

1.3 Manfaat Penulisan


Dari pembuatan referat ini penulis berharap pembaca dan khususnya untuk
penulis dapat mendapatkan pengetahuan yang baru tentang wabah gangguan
saluran napas. Sehingga penulis dan pembaca dapt menambah wawasannya
untuk bekal kedepannya
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. INFLUENZA BURUNG (AVIAN INFLUENZA)

Influenza burung atau avian influenza, merupakan penyakit infeksi


akibat virus influenza tipe A yaag biasa mengenai unggas. Virus influenza
sendiri termasuk dalam famili orthomyxovimses yang terdiri dari 3 tipe yaitu A,
B, dan C. Virus influenza tipe B dan C dapat menyebabkan penyakit pada
manusia dengan gejala yang ringan dan tidak fatal gehingga tidak terlalu
menjadi masalah. Viruss influenza A dibedakan menjadi banyak subtipe
berdasarkan petanda berupa tonjolan protein pada permukaan sel virus. Ada 2
protein petanda virus influenza A yaitu protein hemaglutinin dilambangkan dengan
H dan protein neuraminidase dilambangkan dengan N. Ada 15 macam protein
H. HI hingga HI5, sedangkan N terdiri dari sembilan macam, N1 hingga N9,
Kombinasi dari kedua protein ini bisa menghasilkan banyak sekali varian subtype
dari virus influenza tipe A. (Sudoyo, 2006)
Semua subtipe dari virus influenza A ini dapat menginfeksi burung
unggas yang merapakan pejamu alaminya, sehingga virus influenza tipe A
disebut juga sebagai influenza burung atau avian influenza. Di lain pihak, tidak
semua subtipe virus influenza tipe A menyerang manusia. Subtipe yang lazim
dijumpai pada manusia adalah dari kelompok HI, H2, H3, serta Nl dan N2 dan
disebut sebagai human influenza, Penyebab kehebohan avian influenza atau flu
burung ini adalah virus influenza A subtipe H5N1 yang secara ringkas disebut
virus H5N1. Untuk selanjutnya yang dimaksud virus avian influenza adadah virus
A (H5N1) ini. Virus avian influenza ini digolongkaa dalam Highly Pathogenic
Avian Influenza (HPAI). (Sudoyo, 2006)

I. Sifat- Sifat Virus Influenza


Virus influenza pada unggas mempunyai sifat dapat bertahan hidup di
4

air sampai 4 hari pada suhu 22C dan lebih dari 30 hari pada suhu 0C. Di dalam
tinja unggas dan dalam tubuh unggas sakit dapat hidup lama, tetapi mati pada
pemanasan 60 C selama 30 menit atau 56C selama 3 jam dari pemanasan
80C selama 1 menit. Virus akan mati dengan sinar ultraviolet, deterjen,
disinfektan misalnya formalin, cairan yang mengandung iodin dan alkohol
70%. (Sudoyo, 2006)
Menurut Pakar virologi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM
Jogjakarta Prof Widya Asmara, mengatakan untuk mengatasi penyebaran virus
yang meluas, langkah yang dapat dilakukan peternak adalah menjaga kebersihan
kandang itik. Selain itu kandang itik juga harus cukup terkena sinar matahari pagi.
Acara tersebut cukup ampuh untuk membunuh bakteri/penyakit pada kandang.
Lakukan penjemuran burung secara rutin dan konsisten. Burung wajib
dijemur minimal 15 menit setiap pagi. Waktu penjemuran burung terbaik mulai
jam 07.00-10.00, kehangatan pagi dan sinar ultraviolet dari penjemuran tersebut
sangat membantu tubuh burung untuk mengekstrak Pro Vitamin D3 yang ada di
tubuh burung menjadi Vitamin D3. Sinar ultraviolet, Alpha, Gamma, Beta, Theta
dan lainnya sangat diperlukan tubuh burung untuk membentuk dan memproduksi
hormon-hormon vital.
Salah satu ciri yang penting dari virus influenza adalah kemampuannya
untuk mengubah antigen permukaannya (H dan N) baik secara cepat/ mendadak
maupun lambat (bertahun-tahun). Peristiwa terjadinya perubahan besar dari
struktur antigen permukaan yang terjadi secara singkat disebut antigenic shift.
Bila perubahan antigen permukaan yang terjadi hanya sedikit, disebut antigenic
drift. Antigenic shift hanya terjadi pada virus influenza A sedangkan antigenic
drift terjadi pada virus influenza B, sedangkan viras influenza C relatif stabil.
Teori yang mendasari terjadinya antigenic shift adalah adanya penyusunan
kembali dari gen-gen pada H dan N diantara human dan avian influenza viruses
melalui perantara host ketiga. Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa adanya
proses amigenic shift akan memungkinkan terbentuknya virus baru yang lebih
ganas, sehingga keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya infeksi sistemik yang
berat karena sistem imun host baik seluler maupun humoral belum sempat
terbentuk. (Sudoyo, 2006)
5

Sejak dulu diduga kondisi yang memudahkan terjadinya antigenic


shift adalah adanya penduduk yang bermukim di dekat daerah peternakan
unggas dan babi, karena babi bersifat rentan terhadap infeksi baik oleh avian
maupun human virus maka hewan tersebut dapat berperan sebagai lahan
pencampur (mixing vessel) untuk penyusunan kembali gen-gen yang berasal dari
kedua virus tersebut, sehingga menyebabkan terbentuknya subtipe virus yang
baru. Akhir-akhir ini diketahui adanya kemungkinan mekanisme sekunder
untuk terjadinya perubahan ini. Bukti yang ada menunjukkan bahwa setidaknya
ada beberapa dari 15 subtipe viras influenza yang terdapat pada populasi
burung di mana manusia dapat berfungsi sebagai lahan pencampur. Bukti nyata
peristiwa ini adalah terjadinya pandemi pada tahun 1957 oleh subtipe virus
H2N2, dan tahun 1968 oleh pandemi virus H3N2. (Sudoyo, 2006)

II. Penularan Ke Manusia

Di Indonesia telah ditemukan kasus flu burung pada manusia, dengan


demikian Indonesia merupakan negara ke lima di Asia setelah Hongkong,
Thailand, Vietnam dan Kamboja yang terkena flu burung pada manusia. (Sudoyo,
2006)
Hingga 5 Agustus 2005, WHO melaporkan 112 kasus A (H5N1) pada
manusia yang terbukti secara pemeriksaan mikrobiologi berupa biakan atau PCR.
Kasus terbanyak dari Vietnam, disusul Thailand, Kamboja, dan terakhir dari
Indonesia. (Sudoyo, 2006)
Sebagian besar kasus konfirmasi WHO di atas, sebelumnya
mempunyai riwayat kontak yang jelas dengan unggas atau produk unggas.
Disimpulkan sementara bahwa jalur paling mungkin terjadinya infeksi avian
influenza pada manusia adalah dari unggas ke manusia. Mengenai penularan
dari manusia ke manusia masih mungkin didasarkan adanya laporan 3 kasus
konfirmasi avian influenza pada satu keluarga Thailand. Hanya 1 kasus yang
mempunyai riwayat kontak dengan unggas yaitu mengubur ayam mati. Dua
kasus lainnya sama sekali tidak mempunyai riwayat kontak dengan unggas, namun
hanya berhubungan dengan kasus pertama. (Sudoyo, 2006)
6

Hingga Agustus 2005, sudah jutaan ternak mati akibat avian influenza.
Sudah terjadi ribuan kontak antar petugas peternak dengan unggas yang
terkena wabah. Ternyata kasus avian influenza pada manusia yang
terkonfirmasi hanya sedikit di atas seratus. Dengan demikian walau terbukti
adanya penularan dari unggas ke manusia, proses ini tidak terjadi dengan
mudah. Terlebih lagi penularan antar manusia, kemungkinan terjadinya lebih
kecil lagi. (Sudoyo, 2006)

Tabel . Distribusi Kasus Flu Burung Pada Manusia di Indonesia (MENKES,


2012)

Table . Distribusi Kasus Flu Burung Menurut Kelompok Umur (MENKES, 2012)
7

Table . Distribusi Kasus Flu Burung Menurut Jenis Kelamin


(MENKES,2012)

Tabel. Daerah Dengan Kasus Manusia dikonfirmasi Flu Burung (WHO,


2012)
8

Tabel. Epidemiologi Kurva Kasus Flu Burung Pada Manusia di Beberapa


Negara (WHO, 2012)

Tabel. Dstrbusi Kasus Flu Burung Menurut PaparanFaktor Resiko ( DEPKES RI,
2012)

III. Patogenesis

Penyebaran virus Avian Influenza (AI) terjadi melalui udara (droplet


infection) di mana virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi
saluran napas atau langsung memasuki alveoli (tergantung dari ukuran
droplet). Virus yang tertanam pada membran mukosa akan terpajan mukoprotein
yang mengandung asam sialat yang dapat mengikat virus. Reseptor spesifik
yang dapat berikatan dengan virus influenza berkaitan dengan spesies darimana
virus berasal. Virus avian influenza manusia (Human influenza viruses) dapat
9

berikatan dengan alpha 2,6 sialiloligosakarida yang berasal dari membran sel di
mana didapatkan residu asam sialat yang dapat berikatan dengan residu galaktosa
melalui ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat berikatan dengan membran sel mukosa
melalui ikatan yang berbeda yaitu ikatan 2,3 linkage. Adanya perbedaan pada
reseptor yang terdapat pada membran mukosa diduga sebagai penyebab mengapa
virus AI tidak dapat mengadakan replikasi secara efisien pada manusia.
Mukoprotein yang mengandung reseptor ini akan mengikat virus sehingga
perlekatan virus dengan sel epitel saluran napas dapat dicegah. Tetapi virus
yang mengandung protein neuraminidase pada permukaannya dapat memecah
ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran
napas untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi
selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat viras dapat menyebar ke sel-sel
didekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi
yaitu pada sel-sel kolumnar yang bersilia. Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak
dan intinya mengkerut dan kemudian mengalami piknosis. Bersamaan dengan
terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan
inklusi. (Sudoyo, 2006)

IV. Manifestasi Klinis Avian Influenza

Masa inkubasi avian influenza sangat pendek yaitu 3 hari, dengan


rentang 2-4 hari. Manifestasi klinis avian influenza pada manusia terutama
terjadi di sistem respiratorik mulai dari yang ringan sampai berat.
Manisfestasi klinis avian influenza secara umum sama dengan gejala ILI
(Influenza Like Illness), yaitu batuk, pilek, dan demam. Demam biasanya cukup
tinggi yaitu >38C. Gejala lain berupa sefalgia, nyeri tenggorokan, mialgia, dan
malaise. (Sudoyo, 2006)
Adapun keluhan gastrointestinal berupa diare dan keluhan lain berupa
konjungtivitis. Spektrum klinis bisa sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik, flu
ringan hingga berat, pneumonia, dan banyak yang berakhir dengan ARDS (Acute
Respiratory Distress Syndrome). Perjalanan klinis avian influenza umumnya
berlangsung sangat progresif dan fatal, sehingga sebelum sempat terfikir tentang
10

avian influenza, pasien sudah meninggal. Mortalitas penyakit ini hingga laporan
terakhir sekitar 50%. (Sudoyo, 2006)

Tabel. Angka kematian (CFR) kasus flu burung menurut provinsi


(DEPKES RI, 2008)

Kelainan laboratorium hematologi yang hampir selalu dijumpai adalah


lekopenia, limfopenia dan trombositopenia. Cukup banyak kasus yang mengalami
gangguan ginjal berupa peningkatan ureum dan kreatinin. Kelainan gambaran
radiologis toraks berlangsung sangat progresif dan sesuai dengan manifestasi
klinisnya namun tidak ada gambaran yang khas. Kelainan foto toraks bisa berupa
infiltrat bilateral luas infiltrat difus, multilokal, atau tersebar (patchy) atau dapat
berupa kolaps lobar. (Sudoyo, 2006)

V. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

Diagnostik
Uji Konfirmasi:
kultur dan identifikasi virus H5N1.
uji Real Time Nested PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk H5.
uji Serologi :
- imunofluorescence (IFA) test: ditemukan antigen positif dengan
menggunakan antibodi monoklonal Influeasa A H5N1.
- uji netralisasi: Didapakan kenaikan titer antibody spesifik influenza
11

A/HSN1 sebanyak 4 kali data paired serum dengan uji netralisasi.


- uji Penapisan : a). Rapid Test untuk mendeteksi Influensa A, b).HI Test
dengan darah kuda untuk mendeteksi H5N1, c). Enzyme Immunossay
(ELISA) uatuk mendeteksi H5N1, (Sudoyo, 2006)

Pameriksaan Lain

Hematologi : Hemoglobin, leukosit, trembosit, hittung jenis leukosit, total


limfosit. Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopenia atau limfostosis
relatif dan trombositopeni.

Kmia : Albumin/Globulin, SGOT/SGPT, Ureum, Kreatinin, kreatin Kinase, Analisa


Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan
SGOT/SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan kreatin kinase,
analisa gas darah dapat normal atau abnormal. Kelainan laboratorium sesuai
dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditemukan.
Pemeriksaan radiologi: Pemeriksaan foto toraks PA dan lateral (bila diperlukan).
Dapat ditemukan gambaran infiltrat di paru yang menunjukkan bahwa kasus ini
adalah pneumonia. (Sudoyo, 2006)

DEFINISI KASUS
Departemen Kesehatan RI membuat kriteria diagnosis flu burung sebagai berikut:

Pasien dalam Observasi


Seseorang yang menderita demam/ panas > 38 C disertai satu atau lebih
gejala di bawah ini : a), batuk, b). sakit tenggorokan, c).pilek, d). napas
pendek /sesak napas (pneumonia) di mana belum jelas ada atau tidaknya kontak
dengan unggas sakit/mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan
produk mentahnya. (Sudoyo, 2006)

Pasien masih dalam observasi klinis, epidemiologis dan pemeriksaan


laboratorium. Kasus Suspek Al HS N1 (Under Investigation atau Dalam Pengawasan)
Seseorang yaag menderita demam/panas 38C disertai satu atau lebih gejala di
bawah ini : a), batuk, b). sakit tenggorokan, c). pilek, d). napas pendek/sesak
12

napas, e).pneumonia dan diikuti satu atau lebih keadaan di bawah ini: 1), pernah
kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) sakit/mati mendadak ysag belum
diketahui penyebabnya dan prodek mentahnya dalam 7 hari terakhir sebelum timbul
gejala di atas; 2), pernah tinggal di daerah yang terdapat kematian unggas yang
fidak biasa dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala di atas; 3). pemah kontak
dengan. penderita AI konfirmasi dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala di
atas; 4). pernah kontak dengan spesimen AI H5N1 dalam 7 hari terakhir sebelum
timbul gejala di atas (bekerja di laboratorium untuk AI); 5), ditemukan lekopenia
3000/l atau mm ; 6). ditemukan adanya titer antibodi terhadap H5 dengan
pemeriksaan HI test menggunakan eritrosit kuda atau tes ELISA untuk influeusa
A tanpa subtipe. (Sudoyo, 2006)
Kamatian akibaf Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang di
tandai dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini: (Sudoyo, 2006)
Lekopenia atau limfopenia (Relatif/Diff.count) dengan atau tanpa
trombositopenia (trombosit < 150.000)
Foto toraks menggambarkan pneumonia atipikal atau infiltrat di kedua sisi
paru yang makin meluas pada serial.

Kasus Probabel AI H5N1


Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini:
Ditemukan adanya kenaikan titer antibodi minimum 4 kali terhadap H5
dengan pemeriksaan HI test menggunakan eritrosit kuda atau ELISA Test.
Hasil laboratorium terbatas untuk Influenza H5 (dideteksi antibodi spesifik
H5 dalam spesimen serum tunggal) menggunakan neutralisasi tes. (Dikirim ke
referensi Laboratorium).
Dalam waktu singkat menjadi pneumonia berat/gagal napas/meninggal dan
terbukti tidak ada penyebab lain. (Sudoyo, 2006)

Kasus Konfirmasi Influenza A/H5N1


Kasus suspek atau probabel dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini:
Kultur virus positif lnfluensa A/H5N1,
PCR positif Influenza A/H5N1.
Pada Imunofluorescence (IFA) test ditemukan antigen positif dengan
13

menggunakan antibodi monoclonal Influensa A H5N1,


Kenaikan titer antibodi spesifik Influensa A/H5N1 sebanyak 4 kali dalam
paired serum dengan uji netralisasi. (Sudoyo, 2006)

VI. Kelompok Resiko Tinggi

Kelompok yang perlu diwaspadai dan berisiko tinggi terinfeksi flu burung
adalah: (Sudoyo, 2006)
Pekerja peternakan/pemrosesan unggas (termasuk dokter hewan/ insinyur
Perternakan).
Pekerja laboratorium yang memproses sampel pasien/ unggas terjangkit.
Pengunjung perternakan/pemrosesan unggas (1 minggu terakhir).
Pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) sakit / mati mendadak yang
belum diketahui penyebabnya dan atau babi serta produk mentahnya dalam 7
hari terakhir..
Pemah kontak dengan penderita AI konfirmasi dalam 7 hari terakhir.

Kriteria Rawat
Suspek flu burung dengan gejala klinis berat yaitu: 1) sesak napas dengan
frekuensi napas > 30 kali/menit, 2). Nadi> 100 kali/menit ada gangguan
kesadaran, 3). Kondisi umum lemah.
Suspek dengan leukopeni.
Suspek dengan gambaran radiologi pneumoni.
Kasus probable dan confirm. (Sudoyo, 2006)

VII. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah: istirahat, peningkatan


daya tahan tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotik, perawatan
14

respirasi, anti inflamasi, imunomodulators. (Sudoyo, 2006)

Mengenai antiviral maka antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi


yakni pada 48 jam pertama. Adapun pilihan obat: (Sudoyo, 2006)
1. penghambat M2: a). Amantadin (symadine), b). Rimantidin (flu-
madine). Dengan dosis 2x/hari 100 mg atau 5 mg/kgBB selama 3-5 hari
2. penghambatan neuramidase (WHO) : a). Zanamivir (relenza), b). Oseltamivir
(tami-flu). Dengan dosis 2 x 75 mg selama 1 minggu
Departemen Kesehatan RI dalam pedomannya memberikan petunjuk sebagai
berikut:
pada kasus suspek flu burung diberikan Oseltamivir 2 x 75mg 5 hari, simptomatik
dan antibiotik jika ada indikasi.
pada kasus probable flu burung diberikan Oseltamivir 2x75 mg selama 5 hari,
antibiotik spektrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid jika
perlu seperti pada kasus pneumonia berat, ARDS. Respiratory Care di ICU
sesuai indikasi.

Sebagai profilaksis, bagi mereka yang berisiko tinggi, digunakan oseltamivir


dengan dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dan 7 hari (hingga 6 minggu).
(Sudoyo, 2006)

VIII. Tanda Klinis Terjadi Wabah Flu Burung

Anda harus mencurigai Flu Burung bila anda melihat kematian yang tinggi dan
cepat pada ternak unggas anda
o Tanda-tanda klinis sangat bervariasi, dan dipengaruhi oleh faktor lain seperti
jenis virus yang menginfeksinya, jenis unggas yang terinfeksi, umur unggas,
penyakit-penyakit lain yang ada pada saat itu, dan lingkungannya.
o Penyakit-penyakit muncul tiba-tiba pada sekelompok ternak, dan banyak
unggas yang mati:
Bisa dengan sangat cepat tanpa menunjukkan tanda-tanda sakit.
Atau dengan hanya menunjukkan sedikit depresi, tidak nafsu
makan, bulu rontok dan suhu badan tinggi.
o Unggas lainnya menunjukkan kondisi yang lemah dan jalannya sempoyongan.
15

Unggas yang sakit seringkali duduk atau berdiri dalam keadaan setengah tidur
atau mengantuk dengan kepala menyentuh tanah.
o Beberapa hewan, khususnya unggas yang masih muda memperlihatkan tanda-
tanda sakit pada syaraf.
o Ayam betina yang mulai bertelur, cangkang telurnya tipis, dan kemudian
segera berhenti bertelur.
o Jengger dan pial berwarna merah kehitaman sampai biru dan bengkak, dan
dapat juga disertai pendarahan yang kental diujung-ujungnya.
o Diare banyak dan seringkali muncul, dan unggas merasa haus luar biasa.
o Nafas cepat dan sulit.
o Pendarahan bisa terjadi pada daerah kulit yang tidak ditumbuhi bulu,
khususnya tulang kering pada kaki.
o Laju kematian bervariasi, dari 50% sampai 100%: sedikitnya setengah dari
ternak unggas mati.
o Pada ayam kalkun, penyakitnya mirip dengan yang menyerang pada ayam
petelur, tetapi berlangsung 2 atau 3 hari lebih lama. Kadang-kadang kelopak
mata dan rongga hidung bengkak.
o Pada itik dan angsa peliharaan, tanda-tanda depresi, sedikit makan dan diare
yang terjadi, mirip dengan yang terjadi pada ayam petelur, walaupun
seringkali dikaitkan dengan pembengkakan sinus/rongga hidung.
o Itik yang terinfeksi Flu Burung dan mengeluarkan kotoran yang mengandung
virus bisa tidak menunjukkan tanda-tanda klinis atau luka. (Buku Petunjuk
bagi Paramedik Veteriner, 2005.)

Patologi:
o Pada unggas yang mati dengan sangat cepat akibat dari penyakit ini, hanya
sedikit luka saja dapat terlihat:
Dehidrasi, penyumbatan organ-organ dalam dan otot.
o Pada unggas yang tidak mati secara cepat:
Pendarahan pada seluruh tubuh, khususnya di pangkal
tenggorokan, trakea dan disekitar hati, dll.
o Keluarnya cairan di bawah kulit yang sangat banyak, khususnya disekitar
16

kepala dan lutut kaki.


o Karkas bisa mengalami dehidrasi.
o Bintil-bintil berwarna kuning atau abu-abu dapat muncul di limpa, hati, ginjal
dan paru-paru.
o Kantong udara dapat berisi cairan kental.
o Limpa dapat membesar, berwarna gelap dan mengalami pendarahan.
(Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner, 2005.)

Diagnosa yang berbeda:


Flu Burung yang Highly Pathogenic (HPAI) sulit sekali dibedakan dario
Penyakit lain yang menyebabkan kematian tinggi yang tiba-tiba:
Penyakit Newcastle/ND/Tetelo yang ganas;
Wabah penyakit pada itik;
Keracunan yang akut;
Penyakit lain yang menyebabkan pembengkakan pada jengger dan pial: Kolera
unggas akut dan penyakit infeksi lainnya; infeksi bakteri pada jengger dan pial.
Flu Burung harus dicurigai pada saat terjadi wabah penyakit ternak unggas yang
secara terus menerus bertahan walaupun telah dilakukan tindakan pencegahan dan
penyembuhan terhadap penyakit lainnya yang mungkin dapat menjadi sumbernya.
: (Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner, 2005.)

Diagnosa Laboratorium:
Flu burung sulit dibedakan dari penyakit lainnya tanpa tes laboratorium,
tetapi para Paramedik Veteriner tidak boleh menunggu hasil dari laboratorium
untuk melakukan beberapa tindakan pengendalian [dijelaskan lebih lanjut pada
Buku Petunjuk ini]. Tehnik mengumpulkan specimen tidak dijelaskan di dalam
Buku Petunjuk ini. Hanya para dokter hewan yang pernah mendapat pelatihan
yang memadai mengenai tehnik pengambilan spesimen yang bisa melakukan
pengumpulan spesimen. Mereka mengambil sampel secara normal dari hewan
yang sakit tetapi juga dari hewan yang sehat. Mereka harus mengambil sampel
sedikitnya 6 ekor hewan per peternakan.
Perlakuan
17

Tidak ada perlakuan untuk Flu Burung.


Vaksinasi
Vaksinasi terhadap Flu Burung sudah ada dan sedang
dikembangkan. Keputusan untuk membuat vaksin ini tersedia di suatu
negara hanya bisa dilakukan oleh Direktorat Kesehatan Hewan. Akan
tetapi, vaksinasi hanyalah salah satu metode untuk pencegahan dan
pengendalian, dan metode serta prinsip-prinsip lainnya (misal, yang
dijelaskan dalam Buku Petunjuk ini) tetap masih harus diterapkan,
walaupun vaksinasi tersebut tersedia dan digunakan.
Zoonosis (Penyakit hewan yang dapat menular ke manusia)
Flu Burung merupakan penyakit hewan yang dapat menular ke
manusia: setiap orang dapat terjangkit dan meninggal jika kontak dengan
beberapa jenis tertentu virus ini. (Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner,
2005.)

Apa yang harus dilakukan untuk melindungi peternakan pada saat tidak
terjadi wabah penyakit di wilayah propinsi atau di tanah air?
Pada Flu Burung, hampir tidak pernah tidak menimbulkan resiko dari
Avian Influenza walaupun penyakit dinyatakan nol. Walaupun anda belum
mendengar laporan mewabahnya penyakit tersebut di provinsi atau di
tanah air, tetap saja ada resiko penjangkitan penyakit. Resiko ini mulai dari
rendah sampai sedang.
Ketika anda mendengar kabar Flu Burung mewabah di provinsi tetangga,
hal ini bukan berarti bahwa peternakan yang dekat peternakan milik anda
maupun peternakan anda belum terinfeksi. Ternak unggas dan manusia
mungkin saja telah menempuh perjalanan dari daerah terinfeksi penyakit
ke areal peternakan anda sebelum penyakit ditemukan dan dilaporkan
mewabah. (Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner, 2005.)

Waspadalah selalu bahwa Flu Burung mungkin saja datang


18

Dengan mengikuti prinsip-prinsip dasar, peternakan akan tetap bebas dari


penyakit. Prinsip-prinsip tersebut adalah: (Buku Petunjuk bagi Paramedik
Veteriner, 2005.)

Persiapkan diri anda untuk menjaga peternakan bebas dari penyakit


PRINSIP No. 1: Jagalah agar ternak unggas dalam kondisi baik.
o Ternak dalam kondisi baik akan lebih tahan terhadap penyakit. Ternak
unggas pada kondisi yang baik:
Mempunyai akses ke air bersih dan makanan yang memadai.
Mempunyai akses ke kandang yang memadai.
Menerima produk-produk yang bebas cacing dan sudah
divaksinasi.
o Jika ternak unggas anda tidak dalam kondisi yang baik
Mereka lebih mudah terserang penyakit.
Mereka menghasilkan lebih sedikit telur, sedikit daging. Akibatnya:
keluarga anda lebih sedikit ketersediaan pangan dan kurang
pendapatan. (Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner, 2005.)

PRINSIP No. 2: Jagalah ternak agar selalu berada di lingkungan yang


terlindung.
o Sebaiknya, ternak harus dipelihara di tempat yang terlindung. Tetapi pada
produksi skala kecil, hal ini terkadang tidak praktis. Pada gambar di bawah
ini, beberapa kondisi digambarkan dan dikelompokkan menurut tingkat
biosekuriti yang diberikan.
o Sistem apakah yang terbaik?
Kondisi A jauh lebih baik melindungi ternak daripada Kondisi E,
sebab kontak antara ternak unggas dan hewan yang terinfeksi atau tempat
yang terkontaminasi kemungkinan terjadi lebih kecil dibandingkan jika
ternak unggas dipelihara di ruang tertutup dibandingkan bila mereka bebas
berkeliaran di areal persawahan. (Buku Petunjuk bagi Paramedik
19

Veteriner, 2005.)

o Membiarkan itik-itik mencari makanannya sendiri di lahan persawahan padi


merupakan cara yang mudah untuk memperoleh pendapatan tanpa
mengeluarkan biaya yang besar TETAPI hal ini juga merupakan tindakan
yang beresiko. Akan lebih baik bila dibuatkan kolam yang dipagar.
Kandang yang tertutup untuk malam hari dan pelataran yang berpagar
(jika perlu dilengkapi dengan kolam) untuk siang hari merupakan solusi
yang praktis. (Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner, 2005.)

Gambar 3: Itik dipelihara di dalam areal yang dilengkapi dengan kolam dan
berpagar.
20

Jika ternak anda diperbolehkan pergi ke pekarangan rumah, jagalah


kebersihan lahan pekarangan tersebut.
Bila anda melihat satu atau lebih unggas tampak sakit, keluarkan unggas
ini dari kelompoknya dan tempatkan di kandang yang tertutup. Mereka
tidak boleh kontak dengan hewan lain. (Buku Petunjuk bagi Paramedik
Veteriner, 2005.)

Gambar 4: Pemisahan ternak yang sakit dari kelompoknya.


Ketika anda mengamati atau melakukan tindakan penyelamatan ternak
anda, selalu dimulai dari kelompok ternak yang sehat kemudian baru ke
kelompok ternak yang sakit.
21

Gambar 5 : Penanganan usaha ternak yang Buruk dan Salah (kiri) dan yang Baik
dan Benar (kanan).

PRINSIP No. 3: Periksalah barang-barang yang masuk kedalam peternakan


anda.
a. Apa saja yang perlu diperiksa?
o Setiap orang yang datang dari areal peternakan yang terjangkit penyakit,
dapat membawa virus dibaju, di sandalnya:
Anggota Keluarga: yang datang dari tempat tetangga, dari pasar
setempat,dari sawah.
Sanak famili: datang untuk acara khusus (pernikahan, tahun baru)
Tetangga
Pedagang perantara yang datang untuk membeli atau menjual ternak
unggas, babi, hasil ternak atau pertanian lainnya.
Paramedik Veteriner yang berkunjung untuk mengobati atau
memvaksinasi hewan anda. Mereka boleh jadi baru saja mengunjungi
peternakan yang terinfeksi penyakit.
o Anak ayam, anak itik, anak babi yang dibeli dari pedagang perantara, dari
peternakan tetangga, dari pasar.
o Pembelian pakan ternak, peralatan, dll.
o Sepeda motor, sepeda atau kendaran lain yang masuk ke peternakan.
o Anjing atau kucing yang membawa binatang mati.
o Pupuk kandang yang dibeli dari peternakan lain.
(Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner, 2005.)

Apa yang harus dilakukan untuk melindungi suatu usaha peternakan bila
dilaporkan terjadi wabah di tanah air atau di provinsi anda?
Bila anda mendengar Flu Burung dilaporkan sedang mewabah di tanah air
atau di provinsi anda, ada kemungkinan bahwa penyakit tersebut sudah
sangat dekat dengan areal peternakan anda. Ternak dan manusia bisa jadi
telah berpindah dari daerah terjangkit ke daerah anda, sebelum penyakit
tersebut diketahui keberadaannya dan wabah berjangkit.
22

Kondisi ini mempunyai resiko yang tinggi!


Waspadalah bahwa Flu Burung bisa jadi ada di dekat anda!
Dengan mengikuti beberapa prinsip-prinsip dasar, peternakan anda akan
tetap bebas dari penyakit. Prinsip-prinisip tersebut adalah:

Yakinkan diri anda agar menjaga peternakan bebas dari penyakit


(Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner, 2005.)

PRINSIP No. 1: Peliharalah ternak di tempat yang terlindung.


o Sebagaimana disebutkan sebelumnya, pada produksi ternak skala kecil, ternak
unggas biasanya dibiarkan berkeliaran mencari pakanannya sendiri. Bila
wabah terjadi disekitarnya, anggapan bahwa ternak unggas anda bebas dari
penyakit, merupakan hal yang sangat beresiko.
o Kandang yang tertutup pada malam hari dan berpagar (dengan kolam jika
diperlukan) untuk siang hari merupakan solusi yang praktis.
o Jangan melepas itik-itik tersebut ke sawah lagi.
o Jangan biarkan ternak unggas berkeliaran di pekarangan. Peliharalah ternak
anda di tempat yang terlindung: halaman yang bepagar, kolong rumah yang
dikelilingi jaring/jala, kandang. Pastikan bahwa mereka mendapat pakan dan
air bersih.
Lakukan pemberian pakan pada ternak anda sendiri (sekalipun anda perlu
membeli butiran jagung atau pakan ternak lain) daripada membiarkan
ternak anda bebas berkeliaran. (Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner,
2005.)
23

Gambar 8 : Tiga jenis tempat yang terlindung (halaman yang berpagar; kandang
ternak; ternak dipelihara di kolong rumah yang diberi jaring ikan)

PRINSIP No. 2: Jangan membeli atau menerima hewan baru kedalam


peternakan anda.
o Sekalipun hewan baru tersebut telah diisolasi dari yang lain (dikarantina),
resiko terkena virus sangat besar.
Jangan memasukkan hewan baru walaupun sementara.
Jangan membawa ternak hidup ke rumah untuk dipotong dan
dimasak. Jika diperlukan, potonglah di tempat yang terpisah yang
dapat dibersihkan dengan sempurna. Bakar atau kubur bulu-bulunya
dan limbah lainnya jauh dari peternakan.
Hindari membawa kembali ternak unggas anda yang tidak terjual di
pasar ke areal peternakan anda. Jika anda membawanya kembali,
maka pisahkan dari yang lainnya.
Jangan mengikuti adu ayam.
(Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner, 2005.)

PRINSIP No. 3: Batasi dan kendalikan orang yang masuk ke peternakan


o Hanya anggota keluarga saja yang diizinkan untuk masuk ke peternakan.
o Setiap orang, termasuk anggota keluarga, harus membersihkan diri dengan
sabun, menyikat dan mensucihamakan tangan, sepatu, roda sepeda
motor/sepeda di pintu gerbang sebelum masuk ke peternakan.
o Hanya satu anggota keluarga saja yang boleh menangani ternak tersebut.
(Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner, 2005.)
24

PRINSIP No. 4: Sapu pekarangan, bersihkan kandang, peralatan, sepeda


motor secara berkala.
o Pekaranganan harus disapu setiap hari (gunakan masker ketika menyapu)
o Pelataran yang berpagar dan kandang harus disapu dan disikat setiap hari bila
memungkinkan.
o Ambil kotoran dan sisa pakan yang tidak termakan. Musnahkan atau simpan di
tempat yang terlindung.
o Cuci, sikat dan sucihamakan peralatan yang kecil-kecil secara berkala.
(Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner, 2005.)

PRINSIP No. 5: Simpan pupuk kandang.


o Virus dapat tetap hidup pada pupuk kandang selama berminggu-minggu. Jika
pupuk tersebut digunakan terlalu cepat di lahan pertanian, virus bisa
mengkontaminasi ternak unggas.
o Peembuatan kompos memungkinkan:
Bakteri dan virus terbunuh.
Meningkatnya kualitas pupuk kandang untuk pemupukan.
o Metode:
Jauhkan pupuk kandang dari ternak tiap hari.
Simpan pupuk (jauh dari kolam, sumur, dll):
Di dalam kantong plastik,
Di atas tanah di bawah plastik,
Di lobang tanah yang sengaja digali.
Bila anda mempunyai 10 kilo gram atau lebih, tambahkan air kedalam
pupuk (2,5 liter untuk 10 kilo gram pupuk)
Tambahkan kapur (setengah kilo gram untuk 10 kilo gram pupuk)
Balikkan dua kali seminggu pada 2 minggu pertama, dan selanjutnya
cukup sekali saja dalam seminggu
o Waktu yang diperlukan untuk proses pembusukan sangat bervariasi dari
kompos satu ke kompos lainnya (tergantung pada volume, ukuran partikel,
frekuensi pembalikan, kelembaban, temperature udara, dll).
25

o Kompos siap dipakai bila temperatur sudah menurun, bila warnanya berubah
menjadi coklat kehitam-hitaman dan tercium bau humus. (Buku Petunjuk
bagi Paramedik Veteriner, 2005.)

Apa yang harus dilakukan bila terjadi tingkat kematian yang tinggi
pada usaha peternakan?
Pada produksi ternak, kematian beberapa unggas dapat dikatakan sebagai
masalah yang biasa. Ternak mati karena beberapa alasan, termasuk
penyakit. Beberapa penyakit tidak begitu berbahaya karena hanya
berpengaruh terhadap sebagian kecil hewan saja.
Flu burung berbeda: akibatnya sangat parah. Artinya kalau anda temukan
kematian ternak yang tinggi, anda harus berfikir bahwa hal itu hampir
pasti diakibatkan oleh Flu Burung

Gambar 10 : Unggas yang mati dan sakit

Bagi peternak dan Paramedik Veteriner, tidak mungkin memastikan bahwa


kematian unggas adalah karena Flu Burung. Tetapi mereka harus bertindak
seolah-olah itu diakibatkan oleh Flu Burung. Itulah sebabnya dalam bab
ini, kami menjelaskan tentang kecurigaan (penyebab) kematian.
Apa yang dimaksud dengan kecurigaan (penyebab) kematian?
Kematian ternak anda yang tiba-tiba (artinya ayam/ternak anda
yang tadinya sehatsehat saja mendadak mati dalam waktu kurang dari 24
jam) dan tingkat kematian harian mencapai 5% dalam kelompoknya
selama beberapa hari.
Misalnya, jika anda mempunyai 50 ayam, hari pertama ayam anda
26

mati 3 ekor, tanpa gejala, dan di hari kedua mati lagi 3 ekor, ayam dan
hari ketiga mati lagi 4 ekor .
Bila anda mempunyai kecurigaan (penyebab) kematian di suatu
peternakan:
Hanya laboratorium yang bisa mengkonfirmasi bahwa itu Flu
Burung atau bukan.
Walaupun belum diperoleh kepastian hasil laboratorium, namun
peternak dan paramedik veteriner harus bertindak sebelumnya.
Jika menunggu hasil dari laboratorium, maka keadan akan sulit
dikendalikan.
Bila anda mengamati kematian yang mencurigakan pada ternak unggas
anda, peternak dan paramedik veteriner harus bekerja bahu membahu.
Tujuan-tujuannya adalah:
o Menghilangkan virus dari peternakan yang terinfeksi sesegera mungkin.
o Mencegah kontaminasi kepada peternakan lain.
o Mencegah infeksi kepada manusia.
o Melaporkan segera kepada Kepala Desa dan Pemuka Dusun/Kampung serta
Dinas Peternakan Kabupaten
o Menulis informasi mengenai kejadian tersebut. (Buku Petunjuk bagi
Paramedik Veteriner, 2005.)

Peternak harus menginformasikan sesegera mungkin kepada Paramedik


Veteriner.
o Biasanya, sebagian besar dari para produsen ternak usaha skala kecil tidak
memanfaatkan layanan paramedik veteriner dalam penanganan ternaknya
tersebut. Salah satu alasannya adalah karena nilai ekonomi dari beberapa jenis
ternak tidak memadai dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan
untuk paramedik veteriner atau tindakan perawatannya.
o Walaupun demikian, ketika terjadi kematian ternak yang mencurigakan tadi,
sangat penting menginformasikannya kepada paramedik veteriner atau dokter
hewan kabupaten. Ini merupakan hukumnya, tetapi hal ini bukan hukum
semata, melainkan untuk kepentingan para peternak. Mengapa?
27

Paramedik veteriner akan membantu menghilangkan virus dari peternakan:


Hal ini akan lebih aman bagi peternak dan keluarganya, dan akan
mengurangi resiko ekonomis peternak, dan resiko anggota keluarga yang
jatuh sakit.
Peternak akan dapat memulai kembali usaha ternaknya dengan lebih cepat.
Hal ini akan membantu pencegahan penyakit menular ke peternakan
tetangga anda. Jika peternakan milik tetangga dijaga bebas dari penyakit,
sangat memungkinkan bagi anda membeli ternak dari tetangga anda
tersebut untuk memulai kembali aktivitas peternakan yang baru.
o Hal ini memungkinkan bahwa peternak untuk menerima dana kompensasi atas
kerugian dari pemerintah. (Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner, 2005.)

Paramedik veteriner harus:


o Segara mengunjungi peternakan dan memberikan saran yang tepat untuk
mencegah penyebaran penyakit.
Kemudian memberikan informasi kepada Dinas Peternakan Kabupaten
sesegera mungkin.

Gambar 11 : Paremedik veteriner yang sedang melakukan kontak dengan Dinas


28

Peternakan Kabupaten (dengan telepon atau kunjungan langsung ke kantor


Dinas).
o Jangan menunggu hasil dari laboratorium sebelum betindak.
Pada situasi seperti ini, hasil laboratorium disini hanya membantu Dinas
Peternakan Kabupaten dan paramedik veteriner untuk mengambil keputusan
untuk mempertahankan/memperluas tindakan pengendalian (jika specimen
menunjukkan positf Flu Burung) atau menghentikan (jika spesimen negatif).
Hasil-hasil laboratorium akan membantu anda memahami lebih baik
permasalahan yang terjadi. Tindakan pengendalian harus dimulai sesegera
mungkin dengan kunjungan oleh paramedik veteriner. Jika anda menunggu
dikawatirkan akan terlambat. (Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner,
2005.)

o Ambillah tindakan tanpa harus menunggu petugas Dinas Peternakan


Kabupaten datang.
o Jika dipastikan penyakit tersebut adalah Flu Burung, Dokter Hewan kabupaten
dan Paramedik Veteriner harus memastikan bahwa tindakan pengendalian
dipertahankan/diperluas sesuai dengan keputusan Dinas Peternakan
Kabupaten (disarankan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Dinas
Peternakan Provinsi). (Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner, 2005.)

Apa yang harus dilakukan terhadap unggas yang mati dan benda-benda lain
yang terkontaminasi?
o Jangan pernah membuang unggas mati ke sungai.
o Jangan pernah memakannya.
o Unggas yang mati harus segera dimasukkan ke dalam kantong.
29

Gambar 12 : Menempatkan
unggas yang mati ke dalam
kantong (tindakan yang baik dan
benar)

Gambar 13 : Membuang unggas


mati ke sungai (tindakan yang
buruk dan salah)

o Petugas Dinas Peternakan Kabupaten datang dan mengambil beberapa


spesimen dari unggas tersebut. Setelah Dinas Peternakan Kabupaten datang
atau setelah satu hari berikutnya, unggas-unggas tersebut harus dimusnahkan
sebagaimana dijelaskan di bawah ini.
o Seluruh unggas yang mati dan benda-benda lain yang terkontaminasi [misalnya,
pupuk kandang, telur, darah, bulu, tempat telur] harus dimusnahkan dengan
tepat dan sesegera mungkin pada hari itu juga: (Buku Petunjuk bagi
Paramedik Veteriner, 2005.)

Membakar
Masukkan semua burung dan objekobjek lain yang dicurigai sebagai
30

sumber penyakit ke dalam tong, siram dengan bensin, dan kemudian bakar.

Mengubur
Gali lubang [jauh dari sumur, kolam, hewan], tebarkan kapur pada dasar
lubang, di seluruh permukaan pinggiran lubang; masukkan semua unggas dan
benda-benda lain kedalam lubang; tutup dengan kapur; tutup dengan tanah.

Apa yang harus dilakukan dengan unggas yang sakit?


o Jangan pernah makan unggas yang sakit.
o Unggas yang sakit harus di tempatkan di ruangan yang tertutup sepenuhnya
tanpa kontak dengan hewan lain. Petugas Dinas Peternakan Kabupaten boleh
jadi datang dan mengambil specimen dari unggas tersebut. Setelah Dinas
Peternakan Kabupaten datang atau setelah satu hari berikutnya, unggas
tersebut harus segera disingkirkan/diafkir (sebab dalam keadaan hidup, ternak
31

tersebut kan terus menerus memproduksi virus dan kemungkinan besar akan
mati). (Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner, 2005.)
o Pemusnahan: pada produksi unggas skala kecil, bisa jadi tidak ada metode
lain yang tersedia dalam pengafkiran selain dengan menggunakan tangan dan
pisau (pemenggalan). Disini penting diperhatikan bahwa orang yang
melakukan itu dalam kondisi sehat dan melindungi dirinya (dengan masker,
kaca mata, sarung tangan, sepatu bot, dll) sejak dari awal pengafkiran sampai
selesai membersihkan areal dan peralatan yang digunakan. Darah dan limbah
lainnya harus dikumpulkan dan dimusnahkan (lihat atas). Pemusnahan harus
dilakukan jauh dari sumber air (kolam, sumur). Pemusnahan harus dilakukan
secepat mungkin untuk menghindari penyebaran bulu-bulu yang
terkontaminasi pada lingkungan sekitarnya, dan untuk mengurangi
penderitaan ternak akibat rasa sakit sebelum mati. (Buku Petunjuk bagi
Paramedik Veteriner, 2005.)

Apa yang harus dilakukan terhadap unggas yang sehat?


o Unggas yang tampak sehat dapat dibiarkan tetap hidup sepanjang mereka
ditempatkan di kandang yang tertutup, tanpa kontak dengan hewan lain.
o Paramedik veteriner dan petugas Dinas Peternakan Kabupaten mungkin saja
menyarankan untuk mengafkir unggas tersebut secepat mungkin jika
resikonya terlalu tinggi, tanpa menunggu hasil tes laboratorium.
o Jika tes laboratorium menunjukkan positif Flu Burung, maka unggas tersebut
harus dimusnahkan segera (jika mereka masih hidup), sebagaimana di jelaskan
diatas. Peternak tidak boleh menjual atau memberikan unggas tersebut atau
telur-telurnya walaupun mereka terlihat sehat!! Ia membuat dirinya dan orang
lain dalam bahaya akibat penyakit ini. Ia membuat ternak unggas dalam
bahaya karena penyakit tersebut. (Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner,
2005.)

Pembersihan dan pensucihamaan lokasi dan peralatan


o Virus dapat berada pada banyak benda, bahan-bahan dan tempat-tempat yang
32

pernah kontak dengan ternak yang terinfeksi atau yang telah digunakan selama
pengamatan, pemusnahan dan penghancuran hewan.
o Kantong plastik, pakan ternak, keranjang kayu/beton, dll dapat mudah dibakar.
Pupuk dapat dibuat kompos atau dikubur.
o Bangunan kandang baik yang dibuat dari batu bata maupun kayu harus:
DICUCI => DIsikat => DISEMPROT dengan anti hama.
o Tanah tempat hewan ternak bekeliaran harus dibersihkan (dengan sapu)
kemudian disemprot dengan anti hama.
o Kapur merupakan bahan anti hama termurah dan harus digunakan di tanah dan
di kandang. (Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner, 2005.)

Hal-hal lainnya
o Jangan mengunjungi peternakan lain; anda bisa membawa virus kesana.
o Jangan meminjamkan peralatan anda (misalnya, sepeda, rak telur) kepada
orang lain.
o Jangan menjual atau memberikan hewan apapun, telur, pupuk kandang
o Bila peternak dan anggota keluarga meninggalkan peternakan, mereka harus
mencuci dan menyikat sepatu/sandalnya dan roda sepeda motor/seperda, dan
menyemprotnya dengan anti hama. (Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner,
2005.)

Jangka waktu sebelum pengisian kembali unggas baru


o Setelah semua ternak dimusnahkan dan setelah semua bahan-bahan, dan
permukaannya dicuci, disikat dan disemprot dengan anti hama, anda tidak
boleh membawa masuk ternak-ternak baru.
o Pembersihan lain + penghapushamaan berikutnya harus dilakukan lagi 1 atau
2 minggu kemudian.
33

o Jika pembersihan telah dilakukan secara tepat, sekurang-kurangnya diperlukan


21 hari untuk memasukkan ternak baru. Kebanyakan virus tidak bisa bertahan
setelah 21 hari di udara bila mereka tidak melakukan kontak dengan hewan.
(Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner, 2005.)

Perlindungan terhadap Manusia


Ketika dilaporkan terjadi wabah di provinsi atau di seluruh tanah air, setiap
orang harus menyadari bahwa mereka bisa terkena virus tersebut. Flu
Burung dapat dipindahkan kepada manusia terutama melalui kotoran atau
dengan menghirup virus yang disebarkan oleh unggas yang terinfeksi
ketika sedang bernafas.
Di areal peternakan yang tidak terinfeksi, hanya satu orang yang boleh
menangani ternak tersebut. Orang tersebut harus orang dewasa yang dalam
kondisi sehat. Wanita hamil dan anak kecil harus menghindari kontak
dengan hewan-hewan tersebut.
Jangan makan hewan mati berpenyakit, sebab anda beresiko terkena
infeksi Flu Burung ketika memasaknya.
34

Setiap kali anda harus menyentuh hewan atau produknya (daging, telur),
anda harus mencuci tangan dengan sabun setelah itu.
Kita tidak boleh makan darah mentah.
Paramedik veteriner, pedagang perantara, penjual di pasar, orang yang
membeli unggas hidup di pasar, orang yang menyiapkan makanan di
rumah atau restoran, dll. harus melindungi diri mereka ketika kontak
dengan hewan ternak. Mereka setidaknya harus menggunakan masker dan
jika perlu sarung tangan, kaca mata, dll. Mereka harus sering mencuci
tangan dengan sabun. Mereka harus mencuci pakaian, sepatu, dan sandal
sedikitnya sekali dalam sehari .
Pada area yang terinfeksi, setiap ada kontak dengan hewan ternak atau
produk ternak harus dihindari.
Orang yang harus melakukan kontak dengan ternak tersebut harus: para
peternak, paramedik veteriner, dan dokter hewan, dan mereka harus
menggunakan pelindung.
Saran-saran harus dicari dari perawat atau dokter setempat.
Ketika anda atau anggota keluarga anda, yang telah melakukan kontak
dengan hewan, khususnya burung yang sakit, kemudian menderita demam
tinggi atau mengalami masalah pernafasan, harus sesegera mungkin
dibawa ke PUSKESMAS dan memberitahu dokter bahwa yang
bersangkutan bekerja di peternakan. (Buku Petunjuk bagi Paramedik
Veteriner, 2005.)
35

B. Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)

Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) adalah penyakit infeksi


saluran napas yang disebabkan oleh virus Corona dengan sekumpulan gejala
klinis yang berat. SARS berpotensi untuk menyebar dengan sangat cepat sehingga
menimbulkan implikasi yang besar bagi para tenaga kesehatan. Selanjutnya,
dengan meningkatnya jumlah penerbangan internasional selama beberapa dekade
terakhir, memungkinkan terjadinya penyebaran infeksi SARS yang luas hingga
lintas benua dan menjadi suatu ancaman internasional.

I. Etiologi

Saat SARS muncul pada Maret 2003 di Guangzhou, SARS digambarkan


sebagai suatu pneumonia yang atipik. Pada saat itu, etiologi penyakit ini masih
belum diketahui, sehingga pemeriksaan diagnostik yang sesuai pun belum
tersedia. Satu-satunya alat penunjang diagnostik yang tersedia dan digunakan
sebagai pedoman definisi kasus oleh World Health Organization (WHO) dan
Center for Disease Control (CDC) hanyalah dari tampilan gejala klinis dan riwayat
kontak dengan pasien SARS. Saat ini penyebab SARS sudah berhasil diketahui,
yaitu berupa infeksi virus yang tergolong ke dalam Genus Coronavirus (CoV).
CoV SARS biasanya bersifat tidak stabil bila berada di lingkungan. Namun virus
ini mampu bertahan selama berhari-hari pada suhu kamar.Virus ini juga mampu
36

mempertahankan viabilitasnya dengan baik bila masih berada di dalam feses.


(Sudoyo, 2008)
Genus Coronavirus berasal dari ordo Nidovirales, yaitu golongan
virus yang memiliki selubung kapsul dan genom RNA rantai tunggal. Berdasarkan
studi genetik dan antigenisitas, CoV terbagi ke dalam 3 kelompok besar yaitu; 1).
Kelompok 1, human CoV 229E dan porcine transmissible gastroenteritis virus; 2).
Kelompok 2, human CoV OC34, bovine coronavirus, mice hepatitis virus; dan 3).
Kelompok 3, virus bronkhitis infeksiosa. Menurut berbagai penelitian yang telah
dilakukan, CoV SARS diketahui memiliki reaktivitas silang dengan anti serum
yang diproduksi oleh CoV 229E. Namun pada analisa sequences genom, CoV
SARS memiliki struktur genom yang berbeda dengan genom CoV yang ada.
Sehingga disimpulkan, bahwa CoV yang muncul baru-baru ini dan menyebabkan
outbreak SARS pada tahun 2003 adalah jenis baru yang sama sekali belum
pernah muncul sebelumnya (novel coronavirus). Cara penularan CoV SARS yang
utama ialah melalui kontak langsung membran mukosa (mata , hidung dan mulut)
dengan droplet pasien yang terinfeksi. Kasus-kasus SARS terutama dilaporkan
pada orang-orang yang memiliki riwayat kontak langsung dengan pasien SARS
yang sakit berat, sehingga kelompok yang memiliki risiko terbesar untuk tertular
virus ini ialah para tenaga medis yang bekerja di rumah sakit. Kenyataan ini
mengharuskan pemberlakuan pengendalian infeksi yang optimal di seluruh rumah
sakit sebagai proteksi bagi para tenaga medis dan pengendalian infeksi di
komunitas untuk mengurangi terjadinya penularan di masyarakat. Selain
kontak langsung dengan droplet pasien yang terinfeksi, berbagai prosedur
aerosolisasi di rumah sakit (intubasi, nebulisasi, suction dan ventilasi) dapat
meningkatkan risiko penularan SARS oleh karena kontaminasi alat yang
digunakan, baik droplet, maupun materi infeksius lainnya seperti partikel feses
dan urin. Selain itu, kemungkinan penularan virus melalui benda-benda yang
menyerap debu dan sulit untuk dibersihkan, seperti karpet, juga masih perlu
diselidiki lebih lanjut. Peran jalur fekal-oral dalam penularan CoV SARS masih
belum diketahui. Saat terjadinya outbreak SARS di Hong Kong, dilaporkan 20%-
73% kasus SARS memberikan gejala diare. Begitu juga dengan kasus SARS yang
terjadi di Vietnam, Guangzhou, hingga Ontario, diare pada SARS telah
37

dilaporkan di masing-masing daerah dengan prevalensi yang bervariasi.


Meskipun demikian, masih belum ada laporan yang menguatkan bilamana
diare tersebut muncul sebagai akibat dari penularan melalui jalur fekal oral,
sehingga rute ini tetap menjadi tanda tanya besar di dalam penularan CoV
SARS. Namun dengan diketahuinya jumlah virus yang banyak terdapat di
dalam feses pasien-pasien SARS, serta dengan kemungkinan munculnya diare,
maka kedua hal tersebut tetap harus menjadi perhatian khusus para tenaga medis
di dalam alternatif penularan CoV SARS selama belum ada hasil evidence based
yang menyangkal.(Sudoyo, 2008)

II. Patogenesis

SARS secara klinis lebih banyak melibatkan saluran napas bagian bawah,
dibandingkan dengan saluran napas bagian atas. Pada saluran napas bawah, sel-
sel asinus adalah sasaran yang lebih banyak terkena daripada trakea ataupun
bronkus. Menurut hasil pemeriksaan post mortem yang dilakukan, diketahui
bahwa SARS memiliki 2 fase di dalam patogenesisnya. Fase awal terjadi selama 10
hari pertama penyakit, pada fase ini terjadi proses akut yang mengakibatkan
diffuse alveolar damage (DAD) yang eksudatif. Fase ini dicirikan dengan adanya
infiltrasi dari campuran sel-sel inflamasi serta edema dan pembentukan membran
hialin. Membran hialin terbentuk dari endapan protein plasma serta debris nukleus
dan sitoplasma sel-sel epitel paru (pneumosit) yang rusak. Dengan adanya
nekrosis sei-sel epitel paru maka barrier antara sirkulasi darah dan jalan udara
menjadi hilang sehingga cairan yang berasal dari pembuluh darah kapiler paru
menjadi bebas untuk masuk ke dalam ruang alveolus. Namun demikian,
karena keterbatasan jumlah pasien SARS yang meninggal untuk diautopsi, maka
masih belum dapat dibuktikan apakah kerusakan sel epitel paru tersebut
disebabkan oleh efek toksik virus secara langsung atau sebagai akibat dari
respon imun tubuh. Pada tahap eksudatif ini, RNA dan antigen virus dapat
diidentifikasi dari makrofag alveolar dan sel epitel paru dengan menggunakan
mikroskop elektron. Fase selanjutnya dimulai tepat setelah 10 hari perjalanan
penyakit dan ditandai dengan perubahan pada DAD eksudatif menjadi DAD
yang terorganisir. Pada periode ini, terdapat metaplasia sel epitel skuamosa
38

bronkial, bertambahnya ragam sel dan fibrosis pada dinding dan lumen alveolus.
Pada fase ini tampak dominasi pneumosit tipe 2 dengan pembesaran nukleus, serta
nukleoli yang eosinofilik. Selanjutnya, seringkali ditemukan sel raksasa dengan
banyak nukleus {multinucleated giant cells) di dalam rongga alveoli. Seperti
infeksi CoV lainnya, maka sel raksasa tersebut awalnya diduga sebagai akibat
langsung dari CoV SARS. Tetapi setelah dilakukan pemeriksaan
imunoperoksidase dan hibridisasi in situ, didapatkan bahwa CoV SARS justru
berada di dalam jumlah yang rendah. Maka disimpulkan, bahwa pada fase ini
berbagai proses patologis yang terjadi tidak diakibatkan langsung oleh karena
replikasi virus yang terus menerus, melainkan karena beratnya kerusakan sel epitel
paru yang terjadi pada tahap DAD eksudatif dan diperberat dengan penggunaan
ventilator.(Sudoyo, 2008)

III. Gejala Klinik

Gejala prodromal SARS, memiliki masa inkubasi antara 1 sampai 14 hari


dengan rata-rata waktu sekitar 4 hari.Gejala prodromal SARS dimulai dari gejala
infeksi sistemik yang tidak spesifik seperti demam, myalgia, menggigil dan rasa
kaku-kaku di tubuh, batuk non-produktif, nyeri kepala dan pusing. Demam dengan
suhu tubuh >38 C termasuk dalam definisi kasus awal {initial case
definition).Gejala ini tergolong gejala tipikal yang dilaporkan pada hampir
seluruh pasien SARS. Meskipun demikian, tidak semua pasien SARS
menunjukkan gejala demam. Misalnya pada pasien-pasien usia lanjut, demam
mungkin menjadi gejala yang tidak menonjol. Demam tinggi yang naik turun
seringkali berhubungan dengan rasa menggigil dan kaku-kaku di tubuh. Selain itu
pasien juga sering merasa sangat lelah disertai dengan nyeri otot yang dirasakan
di sekujur tubuh. Pada beberapa kasus, demam menghilang dengan sendirinya
pada hari ke-4 hingga ke-7, tetapi ini tidak mengindikasikan adanya perbaikan dari
gejala-gejala yang ada. Kenaikan ulang suhu tubuh dan perburukan dari gejala-gejala
penyakit seringkali muncul. Gejala penyakit yang tidak spesifik lainnya seperti
pusing, nyeri kepala dan malaise juga umum ditemukan pada pasien-pasien SARS.
Gejala pusing yang sangat berat telah dilaporkan pada pasien-pasien yang berusia
muda, diantaranya bahkan mengalami pingsan saat mencoba bangun dari tempat
39

tidur. Hal ini mungkin berkaitan dengan munculnya hipotensi pada pasien-pasien
tersebut. Banyak pasien mengalami batuk-batuk kering saat fase awal penyakit.
Nyeri tenggorok dan sekresi lendir hidung yang berlebih (coryza) jarang
ditemukan pada minggu ke-2. Pada fase ini suara nafas akan terdengar jernih pada
saat auskultasi. Tergantung dari waktu kedatangan, 80% pasien SARS
menunjukkan gambaran radiologis foto dada yang normal pada saat kunjungan
pertama. Namun hal ini tentunya tidak dapat digunakan untuk mengeksklusi
diagnosis SARS dan foto radiologis ulangan perlu dilakukan.(Sudoyo, 2008)

Manifestasi pernapasan. Penyakit paru adalah manifestasi klinis yang


utama dari SARS. Gejala berupa batuk-batuk kering, terdapat pada 60-85% kasus
dan biasanya pasien akan merasa sesak ketika batuk. Pada auskultasi sering
didapatkan ronki di basal paru. Mengi biasanya tidak ditemukan. Sekitar akhir
minggu pertama dan awal minggu kedua, gejala-gejala tersebut dapat mengalami
perburukan. Pasien akan mengalami sesak napas yang semakin lama semakin
berat, dan pada akhirnya dapat membatasi kemampuan aktivitas fisik mereka.
Saturasi oksigen darah didapatkan semakin berkurang seiring dengan perjalanan
penyakit. Pada pencitraan terdapat konsolidasi ruang udara yang fokal dan
unilateral pada tahap awal penyakit, yang kemudian segera berlanjut menjadi
multifokal dan semakin meluas pada minggu kedua. Meskipun proses ini dapat
mengenai seluruh lapang paru, namun terdapat kecenderungan predileksi di
daerah lobus bawah. Kadang-kadang didapatkan gambaran infiltrat paru yang
berpindah dari satu lokasi ke lokasi yang lain dalam satu atau dua had. Perubahan
gambaran radiologis tersebut, sehubungan dengan penurunan viral load, dapat
digunakan sebagai dugaan kerusakan paru yang lebih cenderung disebabkan oleh
imunitas tubuh dibandingkan efek sitolisis virus secara langsung. Gambaran CT
scan toraks menunjukkan gambaran bronchiolitis obliterans organizing
pneumonia (BOOP), yakni suatu penyakit yang diperantarai oleh sistem
imunitas dan bersifat responsif terhadap terapi kortikosteroid. Sekitar 20-25%
pasien mengalami progresi yang buruk ke arah gagal napas berat dan acute
respiratory distress syndrome (ARDS) sehingga mengharuskan perawatan ICU.
Ventilasi mekanik dibutuhkan ketika suplementasi oksigen dengan aliran tinggi
tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan saturasi oksigen tubuh. Pasien-pasien
40

yang memerlukan bantuan ventilasi mekanik memiliki angka mortalitas yang


lebih tinggi bila dibandingkan dengan pasien-pasien yang tidak menggunakan.
Kemudian, faktor-faktor lain yang berkaitan dengan keluaran klinis yang buruk
adalah usia lanjut, riwayat penyakit kardio-pulmoner, infiltrat paru bilateral,
jumlah netrofil yang tinggi, peningkatan kreatinin kinase serum (CPK) dan
peningkatan laktat dehidrogenase. Pada saat terjadinya outbreak SARS,
kebanyakan pasien-pasien SARS meninggal di tempat perawatan ICU. Penyebab
dari kematian tersebut adalah ARDS berat, kegagalan fungsi multiorgan, infeksi
sekunder dan septikemia, serta komplikasi tromboembolik. (Sudoyo, 2008)
Pneumotoraks dan pneumomediastinum telah banyak dilaporkan pada
kasus-kasus SARS yang berat. Hal ini dapat muncul spontan sebanyak 12%, atau
sebagai akibat dari penggunaan ventilator di ICU pada 20% lainnya.
Manifestasi pencernaan. Selain keluhan pernapasan, diare adalah gejala
yang penting dan paling sering dikeluhkan. Sebanyak 20% dari pasien-pasien
SARS mengalami diare pada saat kedatangan pertama dan 70% menunjukkan
gejala ini selama masa perjalanan penyakitnya. Biasanya diare yang terjadi ialah
cair dengan volume yang banyak tanpa disertai lendir maupun darah. Pada kasus
yang berat banyaknya cairan yang keluar mengakibatkan ketidakseimbangan
elektrolit dan deplesi cairan tubuh yang berlebih. Pada beberapa kasus yang tidak
disertai pneumonia, diare dan demam adalah satu-satunya gejala yang tampak.
Sementara, pada kasus-kasus yang lain, diare mulai terjadi pada minggu kedua sakit,
bersamaan dengan gejala demam yang rekurens dan perburukan di paru. Namun
demikian, diare pada SARS umumnya swasirna {self limiting) sehingga belum
pernah ditemukan kasus SARS yang meninggal karena diare. (Sudoyo, 2008)
Manifestasi hematologis. Berbagai kelainan yang ditemukan dari
darah pasien SARS penting untuk digunakan di dalam penegakkan diagnosis
penyakit. Limfopenia (<1000/mm3) ditemukan pada hampir semua pasien SARS,
dan pada kebanyakan kasus lebih sering mencapai kadar terendah pada minggu
ke dua sakit. Manifestasi limfopenia ini menjadi sangat penting, bahkan tanpa
disertai limfopenia yang progresif, maka diagnosis SARS dipertanyakan.
Peningkatan kadar limfosit umumnya terjadi pada minggu ketiga dan hal ini dapat
mencerminkan perbaikan keadaan klinis pasien. Namun demikian 30% pasien
41

SARS tetap mengalami keadaan limfopenik sampai dengan minggu kelima sakit.
(Sudoyo, 2008)
Leukositosis, yang terutama disebabkan oleh neutrofilia, juga
sering ditemukan pada pasien SARS. Neutrofilia kemungkinan berhubungan
dengan terapi kortikosteroid, namun pada pemeriksaan darah perifer beberapa
pasien lainnya, neutrofilia sudah didapatkan saat kedatangan pertama. Tatalaksana
sepsis hams dilakukan segera pada pasien-pasien SARS dengan neutrofilia dan
pemberian antibiotika spektrum luas secara empiris harus dipertimbangkan.
Kerusakan jaringan paru yang luas juga diduga sebagai penyebab lain dari
neutrofilia. Pasien-pasien yang datang sudah dengan keadaan neutrofilia
memiliki keluaran klinis yang lebih buruk. Trombositopenia didapatkan pada
lebih dari 50% kasus-kasus SARS. Tidak seperti demam berdarah, diatesis
hemoragik oleh karena rendahnya kadar trombosit sangat jarang terjadi. Kadar
trombosit akan kembali meningkat pada fase pemulihan. Trombositopenia ini
dapat disebabkan oleh mekanisme imunologis atau sebagai efek langsung virus
pada megakariosit. Kadang-kadang trombositopenia muncul sebagai akibat
dari DIC. Dari tampilan klinis, petekie dan ekimosis dapat ditemukan. (Sudoyo,
2008)

Meskipun manifestasi perdarahan sangat jarang terjadi, sebaliknya


trombosis vena tenyata lebih sering ditemukan. Kelainan ini paling banyak
bermanifestasi sebagai trombosis vena dalam pada tungkai, yang semakin
diperkuat oleh pemeriksaan postmortem dengan ditemukannya
tromboemboli. (Sudoyo, 2008)

Manifestasi hati. Sebanyak 25% dari pasien-pasien SARS mengalami


peningkatan SGPT pada saat kedatangan pertama dan 70% mengalami
peningkatan tersebut selama perjalanan penyakit. Pada kebanyakan pasien,
peningkatan SGPT mulai terjadi hingga akhir minggu pertama sakit dan mencapai
puncak pada akhir minggu kedua. Tingginya kadar SGPT dapat digunakan untuk
menduga kemungkinan keluaran klinis yang lebih buruk dan derajat penyakit yang
lebih berat. Mayoritas pasien mengalami peningkatan SGPT secara bertahap dan
kembali secara spontan ke kadaryang normal seiring dengan pemulihan dari
penyakit. Penyebab dari peningkatan kadar SGPT ini tidak diketahui dengan pasti.
42

Namun, nampaknya peningkatan enzim hati ini merupakan respon terhadap infeksi
CoV SARS pada tubuh manusia dan bukan diakibatkan oleh infeksi CoV yang
spesifik di hepar (hepatitis). (Sudoyo, 2008)

Manifestasi kardiovaskular. Gejala-gejala yang terkait dengan sistem


kardiovaskular jarang ditemukan. Dari seri kasus yang didapatkan di Hong Kong,
kurang lebih 50% dari pasien SARS mengalami hipotensi (sistolik <100 mmHg
dengan atau tanpa distolik < 50 mmHg) selama masa perawatan di rumah sakit.
Rendahnya tekanan darah ini berakibat timbulnya rasa pusing pada banyak
pasien. Takikardia yang persisten didapatkan pada 40% pasien SARS. Manifestasi
kardiovaskular yang terjadi pada pasien SARS umumnya tidak memerlukan
pengobatan dan bersifat asimtomatik. Hanya sebagian kecil pasien SARS yang
mengalami peningkatan kadar CK, dan kenaikan kadar enzim ini ternyata tidak
berhubungan dengan organ jantung. (Sudoyo, 2008)

Manifestasi neurologis. Keluhan pada sistem saraf juga jarang


ditemukan pada SARS. Kasus epilepsi dan disorientasi yang ditemukan pada
SARS pernah dilaporkan. Defisit neurologis fokal tidak pernah ditemukan, sementara
dari CT-Scan dan MRI juga tidak didapatkan gambaran abnormalitas struktur.
Pada pungsi lumbal dan analisa cairan serebrospinal juga tidak didapatkan
kelainan. Sehingga, sangat sulit untuk menentukan bila manifestasi pada sistem
saraf memang berhubungan langsung dengan CoV SARS atau oleh karena terapi
yang diberikan. (misal: kortikosteroid atau antibiotika). (Sudoyo, 2008)
Namun tenaga medis tetap harus waspada terhadap kemungkinan
manifestasi SARS pada sistem saraf, sebab pernah dilaporkan satu kasus SARS
yang menunjukkan status epileptikus selama perjalanan penyakitnya. Pada kasus
tersebut CoV SARS ditemukan di dalam CSS dan serum darah dalam kadar
yang cukup signifikan. Selanjutnya menurut hasil pemeriksaan lebih lanjut, CoV
SARS diketahui dapat menyebabkan demyelinisasi dari saraf otak.
Manifestasi atipik. SARS dapat memberikan gejala-gejala yang atipik
terutama pada pasien-pasien usia lanjut dan pasien-pasien imunokompromais,
sehingga membuat diagnosis SARS semakin sulit ditentukan. Sebagai contoh,
demam tinggi yang naik turun sebagai gejala yang paling sering ditemukan pada
pasien SARS, mungkin sulit didapatkan pada pasien usia lanjut meskipun mereka
43

sudah terkena pneumonia yang progresif. Pasien usia lanjut memiliki masa
inkubasi yang lebih lama sekitar 14-21 hari. Lebih lamanya rentang waktu inkubasi,
disebabkan oleh kesulitan dalam mendeteksi gejala sewaktu onset karena gejala
yang muncul tidak khas. Selain itu, pasien-pasien usia lanjut seringkali
memiliki berbagai macam permasalahan infeksi yang muncul bersamaan
sehingga semakin mengacaukan gejala SARS sendiri. Hal ini menimbulkan
berbagai kesulitan dalam diagnostik, penelusuran riwayat kontak, pencegahan
transmisi virus, dan pengendalian infeksi baik di rumah sakit maupun komunitas.
Oleh karena berbagai permasalahan tersebut, maka diagnosis SARS pada pasien
usia lanjut dan pasien imunokompromais sangat membutuhkan kewaspadaan dan
ketelitian tenaga medis terhadap kemungkinan SARS dan riwayat kontak, disertai
dengan pengetahuan yang baik mengenai permasalahan infeksi pada geriatri
dan imunokompromais. Selain itu mutlak diperlukan pengetahuan
menyeluruh mengenai korelasi usia dengan berbagai perubahan yang terjadi
pada fisik dan kemampuan fungsi tubuh, serta pengetahuan terkini yang terus
berkembang mengenai SARS. (Sudoyo, 2008)

IV. Prosedur Pemberantasan SARS


a) Cara Cara Pencegahan

1) Lakukan identifikasi segera terhadap semua penderita suspect dan


probable sesuai dengan definisi kasus menurut WHO.
Setiap orang sakit yang datang ke fasilitas kesehatan (RS,
Puskesmas, Klinik di Bandara dan lain-lain) yang akan dinilai terhadap
kemungkinan menderita SARS dimasukkan ke ruang triage dan disini
segera dilakukan pemisahan untuk mengurangi risiko penularan. Untuk
penderita yang masuk katagori probable segera dipasangi masker,
sebaiknya masker yang dapat menyaring udara ekspirasi untuk
mencegah percikan ludah keudara.
Petugas triage harus memakai masker penutup muka (face mask
jenis N/R/P 95/99/100 atau FFP 2/3 atau sejenis dan memenuhi standar
yang ditetapkan) yang dapat melindungi mata dari percikan. Petugas
44

hendaknya selalu mencuci tangan dengan air mengalir sesuai dengan


prosedur sebelum dan sesudah kontak dengan penderita, setelah
melakukan kegiatan yang diduga dapat menyebabkan kontaminasi, dan
setelah melepaskan sarung tangan.
Sarung tangan yang tercemar, stethoscope dan peralatan lain
harus ditangani dengan benar, dicuci dengan disinfektan untuk
mencegah penularan. Disinfektan seperti larutan bahan pemutih (fresh
bleach solution) dalam konsentrasi yang cukup harus selalu tersedia.
2) Lakukan tindakan isolasi terhadap kasus probable.
Setiap penderita probable harus segera diisolasi dan dirawat
dengan cara dan fasilitas dengan urut-urutan preferensi sebagai berikut :
diisolasi diruangan bertekanan negatif dengan pintu yang selalu ditutup,
kamar tersendiri dengan kamar mandi sendiri, ditempatkan dalam
ruangan kohort pada daerah dengan ventilasi udara tersendiri dan
memiliki sistem pembuangan udara (exhaust system) serta kamar mandi
sendiri. Apabila tidak tersedia sistem supply udara tersendiri, maka
semua AC (mesin pendingin udara) dimatikan dan jendela dibuka untuk
mendapakan ventilasi udara yang baik (catatan : jendela harus yang tidak
mengarah ketempat umum).
Prosedur kewaspadaan universal untuk mencegah infeksi harus
diterapkan dengan ketat sekali terhadap kemungkinan terjadinya
penyebaran melalui udara, melalui percikan dan kontak langsung.
Seluruh staf medis dan tenaga pembantu harus dilatih tentang cara-cara
pencegahan infeksi dan cara-cara penggunaan Personal Protective
Equipment (PPE) alat-alat perlingdungan diri berikut ini :
Pengunaan penutup muka/face mask untuk melingdungi penularan
melalui saluran pernafasan. Jenis face mask yang dianjurkan
adalah NRP 95/99/100 atau FFP 2/3 atau jenis yang sama sesuai
dengan standar nasional negara yang bersangkutan.
Penggunaan sepasang sarung tangan
Penggunaan pelindung mata
Penggunaan jas sekali pakai
45

Penggunaan apron
Alas kaki yang dapat didekontaminasi
Pada waktu merawat dan mengobati penderita SARS sedapat
mungkin digunakan peralatan dan bahan-bahan sekali pakai (disposable)
dan setelah dipakai bahan atau peralatan tersebut dibuang sebagaimana
mestinya.
Apabila peralatan yang telah digunakan akan dipakai lagi,
hendaknya disterilkan terlebih dahulu sesuai dengan petunjuk dari pabrik
pembuatnya. Alat-alat tersebut hendaknya dibersihkan dengan
disinfektan yang mempunyai efek antiviral.
Hindari pemindahan penderita SARS dari ruang isolasi ketempat
lain. Kalau penderita SARS ini karena sesuatu dan lain hal harus
dipindahkan ketempat lain penderita harus diberi cungkup muka (face
mask).
Visite dibatasi seminimal mungkin dan petugas harus
menggunakan pakaian pelindung (PPE = Personal Preventive
Equipment) dengan supervisi yang ketat. Mencuci tangan mutlak harus
dilakukan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita, sesudah
melakukan kegiatan yang memungkinkan terjadi kontaminasi, sesudah
melepaskan sarung tangan. Oleh karena itu harus tersedia fasilitas air
bersih yang mengalir dalam jumlah yang memadai. Untuk disinfeksi
cukup digunakan alkohol apabila tidak ada riwayat kontak dengan
bahan-bahan organik yang infeksius.
Perhatian khusus harus diberikan kepada petugas apabila
melakukan tindakan-tindakan seperti pada pemberian fisioterapi thorax,
pada tindakan bronkoskopi atau gastroskopi, nebulizer dan tindakan-
tindakan lain pada saluran pernafasan serta tindakan yang menempatkan
petugas kesehatan kontak sangat dekat dengan penderita dan dengan
sekret infeksius, sehingga kemungkinan tertular sangat besar.
Seluruh instrumen tajam harus ditangani dengan tepat dan ketat.
Linen penderita harus dikemas ditempat oleh petugas, ditempatkan
didalam kantong khusus (biohazard bags) sebelum dikirim ke
46

laundry/binatu.
3) Pelacakan terhadap kontak (contact persons)
Kontak secara epidemiologis adalah mereka yang merawat dan
atau tinggal dengan atau mereka yang kontak dengan sekret saluran
nafas, cairan tubuh atau tinja penderita suspect atau probable SARS.
Pelacakan kontak harus dilakukan secara sistematis. Periode
waktu seseorang dianggap sebagai kontak harus disepakati terlebih
dahulu. Kesepakatan ini menyangkut berapa harikah sebelum timbul
gejala seseorang dianggap sebagai kontak apabila mereka terpajan
dengan penderita suspect atau probable SARS.

b) Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan Sekitarnya


1) Menjenguk penderita
- Semua penderita suspect dan probable SARS harus dirawat diruang
isolasi atau ruangan kohort. Penderita suspect dan probable harus
dirawat dalam ruangan terpisah
- Ambil spesimen (spuntum, darah, serum dan urine) untuk pemeriksaan
laboratorium, tujuannya adalah untuk menyingkirkan penyebab
pneumonia yang umum, termasuk yang atipik; selalu pikirkan
kemungkinan koinfeksi SARS dan lakukan pemeriksaan foto thorax
dengan cara yang tepat.
- Ambil sampel untuk pemeriksaan laboratorium penunjang diagnosis
SARS seperti : hitung lekosit, hitung trombosit, pemeriksaan creatinine
phosphokinase, pemeriksaan fungsi hati, pemeriksaan urea dan
elektrolit, pemeriksaan C-reactive protein dan sera ganda.
- Petugas yang melakukan pengambilan sampel untuk pemeriksaan
laboratorium dan petugas yang melakukan perawatan dan pengobatan
penderita SARS serta yang melakukan tindakan yang dapat
menimbulkan aerosolisasi seperti : melakukan nebulizer, fisioterapi
thorax, bronkoskopi, gastroskopi dan tindakan-tindakan lain pada
saluran nafas, petugas tersebut harus mengenakan PPE lengkap.
47

- Pada saat penderita masuk ruang perawatan segera diberikan


antibiotika yang umum diberikan kepada penderita pneumonia sampai
dengan diagnosa terhadap Respiratory Distress Syndrome (RDS) yang
penyebabnya diketahui dan umum terjadi dimasyarakat dapat
dikesampingkan. Berbagai jenis antibiotika telah dicoba diberikan
kepada penderita SARS tanpa hasil yang jelas. Pada beberapa penderita
SARS tertentu diberikan Ribavirin dengan atau tanpa steroid,
efektivitasnya tidak jelas dan ditemukan banyak efek samping yang
berat.
- Diusulkan untuk melakukan penelitian efektivitas pemberian terapi
ribavirin dan tindakan lain secara terkoordinasikan dengan penderita
secara multicenter.
2) Manajemen kontak :
Berikan penjelasan kepada kontak tentang gejala-gejala dan
tanda-tanda serrta cara-cara penularan SARS. Lakukan pengamatan ketat
terhadap kontak selama 10 hari, anjurkan kepada mereka untuk tetap
tinggal dirumah tidak pergi kemana-mana. Catat suhu badan mereka
setiap hari, tekankan kepada mereka bahwa gejala SARS pertama yang
muncul adalah demam.
Pastikan bahwa petugas surveilans selalu mengunjungi atau
menghubungi kontak melalui telpon untuk melihat apakah ada kenaikan
suhu badan atau tanda-tanda dan gejala lainnya muncul. Apabila ada
kenaikan suhu badan dan muncul tanda-tanda dan gejala-gejala kearah
SARS, rujuk dan lakukan pemeriksaan lanjutan difasilitas kesehatan
yang telah ditunjuk dan disiapkan dengan fasilitas yang memadai untuk
menangani penderita SARS.
Apabila penderita suspect atau probable SARS sudah dapat
disingkirkan dari diagnosa SARS karena telah ditemukan diagnosa lain
maka kontak ini dapat dikeluarkan dari surveilans dan dipulangkan atau
dirawat sebagai penderita penyakit biasa.
c) Tindakan Penanggulangan Wabah
Saat terjadi wabah SARS pada tahun 2003, persepsi masyarakat
48

awam bahwa penularan terjadi ditempat-tempat umum ternyata jauh dari


kenyataan. Oleh karena itu pada saat terjadi KLB/wabah SARS,
masyarakat agar diberikan penjelasan yang memadai supaya tidak terjadi
kepanikan dimasyarakat.
Segera bentuk panitia penanggulangan KLB/wabah SARS
ditingkat nasional yang terdiri dari instansi lintas sektor untuk
mengawasi dan mengarahkan upaya penanggulangan KLB/wabah
SARS yang sedang terjadi. Evaluasi dilakukan terhadap upaya atau
tindakan epidemiologis dan terhadap manajemen penderita difasilitas
kesehatan dan evaluasi juga dilakukan terhadap upaya lain untuk
memperoleh informasi lebih jelas.
Berikan penyuluhan kepada masyarakat tentang risiko penularan
SARS, tentang definisi kontak, tentang tanda-tanda dan gejala klinis
SARS. Berikan penjelasan melalui media massa tentang cara-cara
menghindari kontak dengan penderita SARS. Buka jaringan telepon
hotline dan cara-cara lain yang dapat menjawab berbagai pertanyaan
masyarakat tentang SARS. Pastikan bahwa masyarakat tahu kemana
mereka harus mencari informasi tentang SARS. Siapkan fasilitas
triage yang memadai dan pastikan bahwa mesyarakat tahu lokasi
fasilitas tersebut dan cara mencapainya.

V. Implikasi Bencana

Sama halnya dengan berbagai penyakit emerging disease lainnya,


maka SARS memberikan dampak yang sangat buruk terhadap sosial
ekonomi dan perdagangan suatu negara.

VI. Tindakan Internasional

WHO menyelenggarakan surveilans global secara terus menerus


terhadap kasus klinis SARS baik yang suspect maupun probable. Saat
ini sedang dilakukan survei serologis terhadap kontak dan survei
serologis di masyarakat (community based survey) sebagai bagian dari
49

studi epidemiologis. Studi epidemiologis ini nantinya akan mengubah


pandangan kita tentang transmisi SARS. (Catatan : mereka yang dalam
studi ini dinyatakan positif SARS Co V pada pemeriksaan
laboratorium, tidak dilaporkan sebagai kasus SARS ke WHO).

WHO selalu menyediakan informasi mutahir yang teratur tentang


SARS dan memberikan rekomendasi perjalanan berdasarkan data dan
fakta (evidence based travel recommendation). Cara cara ini sangat
efektif untuk mencegah penyebaran virus SARS melalui lalu lintas dan
perjalanan manusia lintas negara. Catatan : Prosedur dan cara-cara
pencegahan penyebaran penyakit menular termasuk bioterorisme, nuklir
dan penggunaan bahan kimia yang dapat menimbulkan Public Health
Emergency of International Concern/kedaruratan kesehatan masyarakat
berdampak global, diatur dalam International Health Regulation yang
sudah direvisi dan disahkan dalam sidang WHA ke 58 tanggal 25 Mei
2005 di Geneva melalui resolusi no WHA 56.29.

Respons global dalam bentuk jejaring tukar menukar informasi


diantara para ahli klinis dan pakar kesehatan masyarakat telah terbukti
sangat efektif dalam menyediakan informasi yang cepat dan akurat dan
sangat bermanfaat dalam pembuatan kebijakan dan strategi berbasis
fakta. (D. Heymann)

C. SWINE FLU (H1N1)


I. Definisi

Flu babi atau swine flu adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HlNl
dan menyerang pada binatang babi. Flu babi merupakan penyakit zoonosis,
yaitu dapat menular dari hewan ke manusia. Gejala yang umum dapat
menyerang manusia yaitu demam lebih dari 38C, disertai dengan batuk, pilek,
nyeri otot, nyeri tenggorokan dan memiliki riwayat pernah kontak dengan
binatang tersebut dalam tujuh hari terakhir. Virus HlNl dapat menvebabkan
terjadinya pnuemonia sehngga dapat terjadi respiratory distress yang
merupakan suatu keadaan gagal nafas yang ditunjukan oleh keadaan klinis
50

seperti sesak napas, sianosis, penurunan kesadaran, syok, dan pada


pemeriksaan analisa gas darah rnenunjukkan tekanan partikel O 2 (PaO2) kurang
dari 50mmHg dan tekanan partiel Co2 (PaCo2) kurang dari 50 mmHg. (Biswas,
2009)
Seperti pada semua virus influenza, virus flu babi pun berubah secara
konstan. Babi bisa terinfeksi virus avian influenza (virus flu burung) dan virus
flu manusia. Jika berbagai virus ini menyerang babi, maka virus ini akan
mampu membentuk spesimen-spesimen virus baru, yang merupakan gabungan
virus avian, manusia dan swine. Sampai saat ini sudah berhasil diisolasi
sebanyak empat sub-type A, yaitu: HlNl, H1N2, H3N2, dan H3N1. HlNl yang
merupakan virus jenis baru yang baru saja ditemukan pada babi. (Biswas,
2009)

II.Epidemiologi
Flu babi merupakan virus pertama kali yang berhubungan dengan
influenza pada manusia yang menyebabkan flu pandemik pada sekitar tahun
1918, dimana saat itu ditemukan babi sakit atau menderita flu dan kemudian
saat yang bersamaan manusia juga mengalaminya. Identifikasi virus influenza
yang menyebabkan penyakit pada babi baru diketemukan 10 tahun kemudian
yaitu tahun 1930, dan hampir selama 60 tahun virus flu babi di kenal dengan
strain H1N1. Kemudian pada tahun 1997 dan 2002, strain baru dengan tiga
subtipe dan lima genotipe baru yang menyebabkan influenza pada babi di
Amerika Utara. Saat ini flu babi merebak di beberapa negara, lalu masuk ke
Indonesia. (CDC, 2009)
51

Gambar : Distribusi Pandemik Virus H1N1 (WHO, 2009)

Penyebaran flu babi diawali dari Mexico City dan dikhawatirkan banyak
pihak akan menjadi pandemik ke seluruh dunia. Saat ini saja, sudah sejumlah
negara diduga sudah tercemar flu babi, antara lain Amerika Serikat, Kanada,
Perancis, Israel, Australia dan New Zealand. Hingga bulan April 2009, di
Mexico dilaporkan sudah 150 orang tewas, 400 orang dirawat di rumali sakit
serta 1.600 lainnya diduga terjangkit virus Flu Babi. Penyebaran flu babi
berasal dari hewan ternak babi yang terinfeksi virus H1N1, sehingga sejumlah
negara sudah menghentikan impor babi terutama yang berasal dari Meksiko.
(CDC, 2009)
Dahulu CDC menerima laporan hanya satu sampai dengan dua kasus flu
babi setiap satu sampai dengan dua tahun. Tetapi sejak Desember 2005 sampai
dengan Februari 2009, 12 kasus telah dilaporkan. Bahkan dalam bulan April
2009 dilaporkan telah terjadi kejadian luar biasa (out break). (CDC, 2009)

III. Etiologi
Virus swine flu sesungguhnya secara normal tidak menginfeksi manusia.
Namun secara sporadis dilaporkan adanya infeksi virus ini pada manusia
seperti yang teriadi di United State dan Mexico. Seringnya orang yang terkena
adalah orang-orang yang bekerja pada peternakan atau industri yang
behubungan dengan babi. Juga dilaporkan adanya penyebaran antar manusia.
(Bouvier, 2008)
52

Penyebab flu babi adalah virus influenza Type A subtype H1N1 dan
familia Orthomyxoviridae. Flu atau Influenza ada 2 Type yaitu :
1. Type A : menular pada unggas (ayarn, itik dan burung) dan Babi 2
2. Type B dan Type C : menular pada manusia.

Sedangkan nama Influenza berasal dari bahasa Italia yang berarti


"pengaruh". Virus Influenza Type A ini pertama kali diisolasi pada tahun 1980.
Saat ini ada subtype flu babi yang teridentifikasi ada empat yaitu : H1N1
H1N2, H3N1 dan H2N2. Selain pada manusia, penyakit ini juga berjangkit
pada unggas, babi, anjing, kucing dan kuda. (Bouvier, 2008)

Gambar : Virus H1N1 (Bouvier, 2008)

Virus influenza A sebenarnya sejak dulu sangat menarik perhatian para


dokter hewan, peneliti kesehatan dan ilmuwan karena seringkali menyebabkan
kasus flu yang dapat dan pernah menimbulkan pandemik. Sebut saja flu babi
dan flu burung, kedua penyakit ini ditimbulkan oleh virus influenza tipe A
tersebut dan selain itu karena jalur virus yang berbeda menyebabkan influenza
pada babi, kuda, unggas dan manusia. Virus influenza mamalia menyebabkan
infeksi lokal, biasanya terbatas pada saluran pernafasan, sedangkan infeksi oleh
virus influenza unggas menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan. Virus
influenza B dan C menyebabkan penyakit pada manusia tetapi tidak pada
spesies ternak yang penting. Virus influenza babi diisolasi pada tahun 1931 dan
virus influenza manusia tahun 1933. Sedangkan virus influenza pada unggas
baru berhasil diidentifikasi pada tahun 1955. (Bouvier, 2008)\
53

IV. Cara Penularan


Penularan flu babi dapat terjadi dalam beberapa cara, yaitu :
1. Melalui Human to Human infection,
2. Orang yang terinfeksi flu babi dapat menyebarkan germ flu (Basil
Kuman) sehari sebelum gejala flu mereka muncul hingga tujuh hari
setelah mereka sakit.
3. Penularan melalui udara,
4. Penularan melalui kontak tangan dengan selaput lendir, misalnya kita
menyentuh objek yang dipegang oleh orang yang terinfeksi Swine Flu,
tanpa kita sadari kita menyentuh mata kita sendiri karena gatal atau
kucek mata, hidung & mulut,
5. Pada daerah subtropis (daerah yang mempunyai empat musim). Tetapi
kita yang berada di daerah tropis tidak boleh lengah begitu saja.
(Bouvier, 2008)

V. Patogenesis
Transmisi virus influenza lewat partikel udara dan lokalisasinya pada
traktus respiratorius. Penularan bergantung pada ukuran partikel (droplet) yang
membawa virus tersebut masuk ke dalam saluran napas. Pada dosis infeksius,
10 virus/droplet, maka 50% orang-orang yang terserang dosis ini akan
menderita influenza. Virus akan melekat pada epitel sel di hidung dan bronkus.
Setelah virus berhasil menerobos masuk kedalam sel, dalam beberapa jam
sudah mengalami replikasi. Partikel-partikel virus baru ini kemudian akan
menggabungkan diri dekat permukaan sel dan langsung dapat meninggalkan
sel untuk pindah sel lain. Virus influenza dapat mengakibatkan demam tetapi
tidak sehebat efek pirogen lipopoli-sakarida kuan Gram negatif. (Bouvier,
2008)
Masa inkubasi dari penyakit ini yakni satu hingga empat hari (rata-rata
dua hari). Pada orang dewasa, sudah mulai terinfeksi sejak satu hari sebelum
timbulnya gejala influenza hingga lima hari setelah mulainya penyakit ini.
Anak-anak dapat menyebarkan virus ini sampai lebih dari sepuluh hari dan
54

anak-anak yang lebih kecil dapat menyebarkan virus influenza kira-kira enam
hari sebelum tampak gejala pertama penyakit ini. Para penderita
imunocompromise dapat menebarkan virus ini hingga berminggu-minggu dan
bahkan berbulan-bulan. (Bouvier, 2008)
Patogenesis dari infeksi virus influenza babi dan kuda mirip dengan
manusia. Infeksi terjadi melalui saluran pernapasan melalui butir air yang
keluar pada waktu batuk dan bersin. Virus melekat pada silia sel epitel hidung,
trakea dan bronkus, atau dapat dimasukkan secara langsung ke dalam alveoli.
Dalam waktu dua jam antigen virus dapat ditemukan dalam sel tersebut. Virus
menyebar ke seluruh saluran pernapasan dalam waktu satu sampai dengan tiga
hari. Viremia sementara dapat ditemukan pada influenza kuda tetap dampaknya
jarang terjadi. Nekrosis sel epitel timbul bersamaan dengan tanda klinis
terparah, demam dan pneumonia. Infeksi virus influenza menurunkan daya
tahan terhadap infeksi bakteri sekunder yang dapat menyebabkan
bronkopneumonia. (Bouvier, 2008)
55

Gambar : Patogenesa Flu Babi (Bouvier, 2008)

VI. Manifestasi Klinis


Manifestasi dari influenza H1N1 yang mirip dengan influenza musiman.
Pasien datang dengan gejala penyakit pernapasan akut yaitu hal berikut:

1. Demam lebih dari 37,7 derajat


2. Rasa Capek
3. Kurangnya nafsu makan
4. Batuk dan pilek (rhinnorhea)
5. Sakit tenggorokan
6. Mual, muntah serta diare
7. Nyeri tubuh
8. Sakit kepala
9. Menggigil dan kelelahan (Biswas, 2009)

Pada anak-anak, tanda-tanda penyakit parah termasuk apnea, tachypnea,


dyspnea, sianosis, dehidrasi, perubahan status mental, dan lekas marah yang
ekstrim. (Biswas, 2009)
56

Gambar : Gejala flu babi pada Manusia

VII. Kriteria Diagnosis

Tanda-Tanda Kondisi Emergency di rumah :


1. Penderita mengeluh sakit dada dan atau kesulitan bernapas.
2. Daerah di sekitar bibir menjadi biru atau keunguan.
3. Muntah dan diare yang berlanjut
4. Tanda-tanda dehidrasi (kekurangan cairan)
5. Respon lebih lambat dari biasanya, kebingungan atau penurunan
kesadaran. (Bouvier, 2008)

Kelompok yang beresiko terkena penyakit lebih berat (cepat beralih ke


kondisi Emergency) :
1. Penderita berumur 65 tahun keatas
2. Semua golongan yang mempunyai penyakit kronik ataupun metabolik
3. Penderita penyakit paru, jantung dan immune system
57

4. Trimester ke-3 dari kehamilan atau setelah melahirkan (Bouvier, 2008)

Kriteria diagnosis berdasarkan klasifikasi kasus


Kasus Observasi
Panas 38C
Disertai satu dari gejala berikut : batuk radang tengorokan sesak
napas, yang pemeriksaan laboratorium dan foto rontgen sedang
berlangsung.
Kasus Tersangka (Posible)
Demam 38C dan satu atau lebih gejala batuk, nyeri tengorokan dan
sesak nafas dan salah satu gejala berikut hasil tes laboratorium positif
untuk virus influenza A tanpa mengetahui subtipenya.
Kontak satu minggu sebelum timbul gejala dengan penderita yang
dipastikan sudah terinfeksi. Selain itu kontak satu minggu sebelum
timbul gejala dengan babi yang mati karena sakit
Bekerja di laboratorium satu minggu sebelum gejala timbul, yang
memproses sampel orang atau binatang yang di sangka terinfeksi
Kasus Probable
Kasus Posible dan hasil laboratorium tertentu positif untuk virus
influenza A seperti tes antibody spesifik pada 1 spesimen serum
Kasus Confirmed
Hasil biakan positif untuk virus influenza A
Hasil dengan pemeriksaan PCR positif untuk influenza H5N1
atau peningkatan titer antibody spesifik H5N1 sebesar lebih dari 4
kali
Hasil dengan IFA positif untuk antigen H5N1 (Bouvier, 2008)

VIII. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium
58

Petugas laboratorium telah melakukan standar universal precaution


Spesimen darah (EDTA, beku atau serum) dapat diambil ditriage instalasi
gawat darurat atau diruangan , spesimen darah, usap tengorok dikirim
oleh petugas laboratorium atau oleh petugas yang ditunjuk ke badan
Litbangkes untuk konfirmasi diagnosis.
Rutin : darah lengkap, hemoglobin, hitung leukosit, trombosit dan laju
endap darah (LED), albumin, globulin, SGOT, SGPT, ureum, kreatinin,
kreatinin kinase, analisa gas darah.
Mikrobiologi : pemeriksaan gram dan basil tahan asam, kultur sputum /
usap tenggorok.
Pemeriksaan serologi : dapat dilakukan rapid test, terhadap virus
influenza, walaupun mungkin hasilnya tidak terlalu tepat, dan deteksi
antibody (ELIZA), serta deteksi antigen (HI,IF/FA). (Bouvier, 2008)
2. Radiologi
Petugas instasi radiologi telah mempersiapkan diri dengan universal
precaution sebelum melaksanakan tugas.
Pemeriksaan akan dilakukan dalam 24 jam dengan mengunakan dua
pesawat radiologi, satu pada ruang instalasi radiologi, dan satu lagi
adalah unit yang bergerak didalam ruang perawatan.
Pemeriksaan foto thorax dengan infiltrate yang tersebar adalah
menunjukan kasus ini adalah pneumonia. (Bouvier, 2008)

3. Pemeriksaan Mikrobiologi
Semua virus influenza bereplikasi dengan sempurna pada telur ayam
bertunas berembrio umur 10 hari, melalui inokulasi lewat amnion atau
alantois dan diinkubasi pada 35 sampai dengan 37C selama tiga sampai
dengan empat hari. Replikasi virus dapat diketahui melalui adanya aktivitas
hemaglutinasi dalam zalir amnion atau alantois yang diambil untuk tujuan
tersebut. Sistem biakan sel yang digunakan untuk riset meliputi fibroblast
embrio ayam dan sel lestari ginjal anjing Madin-Darby (Madin-Darby
canine kidney cell line-MDCK). Bahan terbaik untuk pengisolasian virus
dari babi dan kuda adalah lendir hidung yang diambil pada saat infeksi dini,
59

atau bahan paru-paru yang didapatkan melalui nekropsi. Diagnosis serologis


retrospeksi dapat dilakukan pada babi, kuda dan manusia dengan
menggunakan uji hambatan hemaglutinasi menggunakan serum sepasang.
(Bouvier, 2008)

IX. Penatalaksanaan

Triage instanasi rawat darurat antara lain :


Rawat darurat adalah suatu keadaan dimana penderita memerlukan
pemeriksaan dan tindakan medis segera dan apabila tidak segera dilakukan
dapat menimbulkan hal yang fatal bagi penderita.
Triage adalah ruangan yang mempunyai fungsi untuk melakukan seleksi
terhadap penderita flu babi dan di mana semua petugas setelah melakukan
standar universal precaution.
Seleksi pertama dilakukan oleh perawat yang terlatih dengan berpedoman
terhadap gejala-gejala flu babi dan faktor resikonya sekaligus melakukan
pemeriksaa awal sebelum dokter yang bertugas melakukan pemeriksaan
lebih lanjut.
Seleksi yang kedua adalah yang dilakukan oleh dokter triage yang
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai standar pelayanan
medis terhadap flu burung.
Jika diperlukan pemeriksaan diagnostik yang menunjang maka dokter
harus segera memerintahkan untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium
sederhana dan foto thorax terhadap penderita tersebut
Dari hasil pemeriksaan diagnostik fisik dan penunjang tersebut, dokter
dapat memulangkan atau segera merawat pasien tersebut sesuai
dengan indikasi. (Bouvier, 2008)

X. Pengobatan
Obat-obatan antivirus digunakan untuk mencegah virus bereproduksi.
60

Efektif apabila diberikan dalam 48 jam setelah gejala awal muncul


Obat-obatan flu dapat rnempersingkat durasi selama 1-2 hari apabila
diberikan pada periode awal.
Ada dua jenis obat-obatan flu, yaitu:
1. Adamantanes (amantadine dan reniantadine)
2. Inhibitors of influenza neuraminidase (oseltamivir dan zanamivir)
Oseltamivir atau tamiflu direkomendasikan dalam pengobatan dan
profilaksis influenza
Dosis yang direkomendasikan untuk pengobatan influenza, yaitu:
- Dewasa : 75 mg, 2x1 selama 5 hari.
- Anak-anak > 1 tahun : dosis tergantung berat badan.
30 mg, 2x1 15 kg
45 mg, 2x1 15 - 23 kg
60 mg, 2x1 23 - 40kg
75 mg, 2x1 40kg
Dosis yang direkomendasikan untuk profilaksis influenza, yaitu:
- Dewasa dan remaja > 13 tahun : 75 mg, 1x1 selama 7 hari.
- Anak-anak 1 sampai dengan 13 tahun. Anank-anak < 1 tahun tidak
dianjurkan untuk mengkonsumsi obat-obat influenza sebagai therapy
profilaksis. (Bouvier, 2008)
61

BAB III

KESIMPULAN

A. KESIMPULAN
B. SARAN
62

DAFTAR PUSTAKA

Biswas, Kuntal. 2009. Swine Flu Approaching Pandemic Problem. Medical


Collage & Hospital, Kolkata. Diakses dari http://www.scribd.com
Bouvier NM, Palese P. 2008. The Biology of Influenza viruses. Diakses dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
CDC article. 2009. Influenza Swine Flu and You. Department of Health and
Human Service, Center For Disease Control and Prevention. Diakses dari
http://www.cdc.gov/flu/swine/
Depkes RI. 2008. Pedoman Kebijakan dan Pengendalian Flu Burung.
Menteri Kesehatan. 2012. Perkembangan Flu Burung pada Manusia dan
Langkah-Langkah Pengendaliannya. Jakarta
Sudoyo A. W., Setiyohadi B., Alwi Idrus, Simadibrata M., Setiati S. 2009. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid III. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Faktas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2786-2796
63

Anda mungkin juga menyukai