Anda di halaman 1dari 2

ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN BAB 8

MALPRAKTIK KEDOKTERAN

A. Terminologi Malpraktik Kedokteran


Dalam perundang-undangan di Indonesia, belum ada satu pun pembatasan yang jelas
mengenai terminology malpraktik. Dalam UU No.23 tahun 1992 tentang keseehatan, UU N. 29
tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No. 36 tentang kesehatan maupun UU No.44
tentang Rumah Sakit belum dimuat jelas mengenai istilah malpraktik.
Kelalaian medik (negligence) dari aspek hokum merupakan suatu sikap kurang hati-hati
menurut ukuran yang wajar, acuh tak acuh, dan ceroboh. Kelalaian terdiri dari :
Malfeasance : melakukan tindakan tidak layak, atau lalai membuat keputusan.
Misfeasance : melakukan pilihan yang tidak tepat, atau lalai melaksanakan putusan atau
eksekusi.
Nonfeasance : tidak melakukan kewajiba.
Kelalaian menurut J. Guwandi, adalah tidak melakukan apa yang seseorang yang wajar akan
lakukan, atau melakukan yang tidak sewajarnya tidak dilakukan. Guawandi juga membagi
kelalain menjadi kelalaian yang bersifat ringan (slinght negligence) yang dapat di ajukan gugatan
perdata atau ganti rugi, dan yang bersifat berat (gross negligence) yang dapat di ajukan gugatan
pidana.

B. Pengertian Malpraktik
Malpraktik dalam bahasa Inggris disebut mal practice yang berarti wrongdoing atau
neglect of duty (dari The Advanced Learners Dictionery of Current English Hornby Cs. 2nd
edition, Oxford University Press , London). DALAM Coughlins Dictionary of Law terdapat
perumusan Malpractice yang dikaitkan dengan kesalahan profewsi sebagai berikut:

Malpractice is Profesional misconduct on the part of the professional person, such as a


physician, dentist, veterinarian. Malpractice may be result of ignorance, neglect, or
lack of skill or fidelity in the performance of professional duties; internasional
wrongdoing; or illegal unethical practice.

Dalam arti umum, malpractice adalah praktik jahat atau buruk, yang tidak memenuhi standar
yang ditentukan oleh profesi, dilihat dari sudut pasien yang dirugikan itu, meliputi kesalahan
pemberian diagnosa, selama tindakan, dan sesudah perawatan.

C. Teori-teori Malpraktik
Teori Sumber Perbuatan Malpraktik
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN BAB 8

Dalam buku: The Law of Hospital and Health Care Administration yang ditulis oleh Artur F.
Southwi dikemukakan adanya tiga teori menyebutkan sumber dari suatu perbuatan malpraktik,
yaitu:
a. pelanggaran kontrak (Breach of Contract)
b. Teori perbuatan yang disengaja (International Tort)
c. Teori kelalaian (Negligence)
D. Tanggung jawab pelayanan bidan/ perawat
Untuk penentuan tanggung jawabnya, harus dilihat proses pendelegasiannya. Ini bersifat
independen, perawat atau bidan tidak bertanggung jawab sepenuhnya. Syarat pendelegasian
adalah :
1. Untuk penentuan diagnosa/ terapi tidak boleh didelegasikan.
2. Pemberian pendelegasian harus yakin akan kemampuan yang akan didelegasikan.
3. Pendelegasian harus tertulis secara rinci/ jelas.
4. Harus ada bimbingan teknis dari pemberian pendelegasian.
5. Bila penerima merasa yakin tidak mampu , maka ia wajib menolak.
E. Perikatan pasien dan dokter
Terdapat dua bentuk perikatan antara pasien dan dokter yaitu :
1. Perikatan hasil (resultaats verbintenis)
Perikatan hasil apabila pemberi pelayanan kesehatan berkewajiban menghasilkan
suatu hasil. Contohnya sebagai berikut: apabila pergi ke dokter gigi menambal gigi yang
berlubang, diharapkan adanya suatu hasil gigi yang ditambal. Apabila tenaga kesehatan
menyatakan pembelaan, biasanya karena ada daya paksa. (overmacht)
2. Perikatan usaha (inspannings verbintenis)
Pada pasal 39 UU NO. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran menyatakan
bahwa praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan kesepakatan antara dokter dan
pasien, sehingga dapat disimpulkan hubungan dokter dan pasien terjasdi cukup dengan
adanya kesepakatan.
Berdasarkan undang - undang hubungan antara tenaga kesehatan mengacu
kepada pasal 1365, pasal 1366 dan pasal 1367 Kitab Undang Hukum Perdata. Pasal 1365
mengatur tentang perbuatan melawan hukum yang menyatakan setiap perbuatan yang
melanggar hukum sehinngga membawa kerugian kepada orang lain, maka si pelaku
menyebabkan kerugian tersebut berkewajiban untuk mengganti kerugian tersebut.
Pasal 1366, seseorang tidak saja bertanggung jawab terhadap kerugian yang
ditimbulkan oleh dirinya sendiri, tetapi juga bertanggung jawab terhadap tindakan dari
orang orang yang berada di bawah tanggung jawabnya atau disebabkan oleh barang-
barang yang berada di bawah pengawasannya.
Sedangkan pasal 1367 digunakan pertanggungjawaban dokter bagi orang-orang yang
berada dibawah pengawasannya.
PERTANYAAN:
1. Apa yang melatarbelakangi terjadinya mallpraktik dalam bidang kedokteran?
2. Bagaimana pertanggungjawaban seorang dokter apabila ia diduga telah melakukan
malpraktik terhadap pasiennya.

Anda mungkin juga menyukai