Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH OTITIS MEDIA

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera
pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan
pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui
bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara
adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan
tinggi karena kompresi (pemampatan)molekul-molekul udara yang berselang seling
dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut.
(Sherwood, 2001).
Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu
gelombang tekanan di telinga dalam. Gelombang tekanan menyebabkan
perpindahan mirip-gelombang pada membran basilaris terhadap membrana
tektorium. Sewaktu menggesek membrana tektorium, sel-sel rambut tertekuk. Hal
ini menyebabkan terbentuknya potensial aksi. Apabila deformitasnya cukup
signifikan, maka saraf-saraf aferen yang bersinaps dengan sel-sel rambut akan
terangsang untuk melepaskan potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak (Corwin,
2001).
Proses mendengar pada anak atau orang dewasa normal merupakan proses
yang alami, timbul tanpa usaha tertentu dari individu dan sepertinya terjadi secara
otomatis dan tanpa kita sadari, padahal untuk dapat mendengar bunyi atau suara
percakapan harus melalui suatu tahapan atau proses.
Proses mendengar sebenarnya sudah terjadi segera setelah bayi dilahirkan
normal ke dunia, bahkan organ pendengaran sudah berfungsi seperti layaknya
orang dewasa tatkala janin berusia 20 minggu kehamilan. Janin sudah dapat
memberikan reaksi ketika diberikan stimulus berupa nada murni berfrekwensi tinggi
melalui microphone yang ditempatkan pada perut ibu seperti yang dilaporkan
pertama kali oleh seorang peneliti yang bernama Johansson et al pada tahun 1964.
Kemudian dalam perjalanan hidupnya sejak dilahirkan, bayi akan mendapat
input suara-suara yang ada dilingkungan sekitarnya sehari-hari secara terus
menerus. Dalam keadaan pendengaran normal, rangsangan suara tadi akan
direkam dan dipersepsikan dipusat sensorik diotak sehingga anak dapat mengenal
suara yang pernah didengarnya.
Pendengaran sebagai salah satu indera, memegang peranan yang sangat
penting karena perkembangan bicara sebagai komponen utama komunikasi pada
manusia sangat tergantung pada fungsi pendengaran.
Dari uraian diatas sangatlah jelas hubungan antara kemampuan anak untuk
mendengar dan kemampuan untuk berbicara. Apabila terjadi gangguan
pendengaran sejak dini maka akan terjadi pula gangguan perkembangan bicara

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami masalah dengan kasus gangguan
persepsi dan sensori pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal
dan etis.
2. Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu memahami anatomi fisiologi system persepsi dan sensori
pendengaran.
2. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi pada gangguan sistem persepsi dan
sensori pendengaran pada berbagai tingkat usia.
3. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian dengan gangguan system persepsi dan
sensori pendengaran pada berbagai tingkat usia.
4. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dengan gangguan system
persepsi dan sensori pendengaran pada berbagai tingkat usia
5. Mahasiswa mampu memahami system pelayanan kesehatan untuk pasien dengan
gangguan system persepsi dan sensori pendengaran.
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pencegahan primer, sekunder,
dan tersier pada masalah system persepsi dan sensori pendengaran
7. Mahasiswa mampu mengklasifikasi kasus dan mampu memprioritaskan masalah
keperawatan dengan gangguan system persepsi dan sensori pendengaran
8. Mahasiswa mampu melakukan fungsi advocacy pada kasus gangguan system
pendengaran
9. Mahasiswa mampu menggunakan hasil-hasil penelitian dalam mengatasi masalah
system persepsi dan sensori pendengaran.
10. Mahasiswa mampu mendemonstrasikan intervensi keperawatan pada kasus
dengan gangguan system persepsi dan sensori pendengaran pada berbagai tingkat
usia dengan standar yang berlaku dengan berfikir kreatif dan inovasi sehingga
menghasilkan pelayanan yang efisien dan efektif dengan memperhatikan aspek
legal dan etik.

C. Rumusan masalah
Dilihat dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimana melakukan simulasi asuhan keperawatan, pendidikan kesehatan,
pengelolaan asuhan keperawatan, nursing advokasi, mengidentifikasi masalah
penelitian dan mengatasi masalah keperawatan dengan kasus system persepsi dan
sensori pendengaran pada berbagai tingkat usia dengan tetap memperhatikan
aspek legal dan etis ?
D. Metode penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah pengumpulan
data, yaitu studi kepustakaan untuk mendapatkan sumber-sumber teoritis
yang berhubungan dengan asuhan keperawatan dengan kasus gangguan system
persepsi sensori.
Sistematika Penulisan digunakan untuk menyusun urutan makalah secara lebih
rinci dan jelas, untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari penulisan
makalah ini,maka penulis menguraikan sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan, meliputi Latar Belakang, Tujuan, Rumusan Masalah,
Metode Penulisan.
BAB II Tinjauan Teoritis, meliputi Anatomi dan Fisiologi System Pendengaran,
Konsep Dasar Penyakit Otitis Media (OM), Asuhan Keperawatan
BAB III Pembahasan Kasus, meliputi Scenario Kasus 1 dan Jawaban Scenario.
BAB IV Penutup.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi Sistem Pendengaran / Sistem Auditoria

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks


(pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera
pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan
pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui
bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan otologik sangat penting. Di antara
mereka yang dapat membantu diagnosis dan atau menangani kelainan otologik
adalah ahli otolaringologi, pediatrisian, internis, perawat, ahli audiologi, ahli patologi
wicara dan pendidik. Perawat yang terlibat dalam spesialisasi otolaringologi, saat ini
dapat raemperoleh sertifikat di bidang keperawatan otorinolaringologi leher dan
kepala (CORLN= cerificate in otorhinolaringology-head and neck nursing).
1. Bagian bagian telinga terdiri dari :
a. Auris Externa / Telinga luar (PINNA)

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus,
dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan
membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala
kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun
terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga.
Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang
kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah
sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan
ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut.
Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral
mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga
medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus
berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus,
glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen.
Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke
bagian luar tetinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan
memberikan perlindungan bagi kulit.
Bagian-bagian telinga luar terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1) Daun telinga (Auricula) mengandung cartilago elastic
a) Concha Auricula
Cymba Conchae
Cavum Conchae
b) Lobulus Aurikula (lembek, tidak mengandung cartilago, mengandung jaringan ikat
fibrosa dan lemak)
c) Helix, bagian pangkal dibatasi oleh crus helicis, sedangkan crus helicis menjadi
pembatas antara cymba conchae dan cavum conchae
d) Anti helix, mengandung fossa triangularis/tulang rawan dengan bagian pangkal
dibatasi oleh crura anti helix. Helix dan anti helix dibatasi oleh scapha
e) Tragus
2) Liang telinga luar (Meatus acusticus externus) = MAE

Pembagian :

a) Meatus acusticus cartilageus


Berambut
Mengandung glandula sebasea dan seruminosa yang mengeluarkan secret seperti
lilin
Posisi 1/3 lateral
b) Meatus acusticus asseus terdapat di Posisi 2/3 medial
b. Auris medial / Telinga tengah
Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral
dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua
Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai
batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya
berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi
udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan
tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di
bagian mastoid tulang temporal.
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes.
Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang
membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial
telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian
dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah.
Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh
membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau
struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah
mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran
ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm,
menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun
dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva
atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan
menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.
Bagian-bagian dari telinga tengah terdiri dari :
1) Cavitas tympatica
2) Membrana tympatica
3) Ossicula auditoria tulang telinga
Maleus : Terdapat Tuba auditorius
Incus : Eustachius berhubungan
Stapes : Dengan nasopharinx dan membuka pada saat menelan
4) Tuba Auditoria / Tuba Auditorius / Tuba Eustachius

c. Auris Interna / Telinga dalam

Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk
pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga
kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya
merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama
menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral
erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang
berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh
perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang.
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua
setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran,
dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna
mengisinya,Labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe,
yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui
aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan
kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin membranosa
memegang cairan yang dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang
sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan
telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular
menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-
sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang
berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi
kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga
mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus
kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk), yang
muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari
kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus
kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius
internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus
mem-bawa nervus tersebut dan asupan darah ke batang otak
Bagian-bagian dari telinga dalam terdiri atas :
1) Labirinthus osseus / Tulang labirin
a) Cochlea
Berisi duktus cochlear
Teridiri dari :
Skala vestibule
Skala medial
Skala tympani

Skala vestibule dan media dipisahkan oleh membrane vestibularis.

Skala media dan tympani dipisahkan oleh membrane basilaris, dibagian permukaan
terdapat organ corti (sel rambut).

b) Canalis semicircularis yaitu berisi ductus semicircularis dengan berujung pada


ampula
c) Vestibula merupakan organ keseimbangan tubuh.
Terdiri atas :
Sacculus
Utriculus
2) Labirynthus membranaceus / Labirin membranosa
Terdiri dari :
a) Labirynthus vestibularis
b) Labirynthus cochlearis

Mengandung :

a) Cairan
Perilimfe (kaya ion Natrium)
Endolimfe (kaya ion Kalium)
b) Sel rambut
c) Masa gelatinosa (mempengaruhi terhadap kecepatan impuls saraf)
Terdapat beberapa system yang berkaitan dengan system pendengaran antara lain:
1) Musculus / Otot
a) Otot ekstrinsik
Musculus Auricularis Anterior
Musculus Auricularis posterior
Musculus Auricularis Superior
b) Otot intrinsic
Musculus elicis mayor
Musculus helicis minor
Musculus tragicus
Musculus anti tragicus
Musculus obliqus auricularis
Musculus tranversus auricularis
Musculus auricularis / auriculare
2) Vaskuler / Pembuluh darah
a) Rami Auriculares arteri temporal Superficiale
b) Rami Auriculares arteri auriculars posterior
3) Os Temporal
a) Pars Squamosa
Terdapat tonjolan kea rah depan ( Processus zygomaticus Ossis Tempolaris
Bagian caudal ( Tuberculum articulare)
Lekukan di caudal ( Fossa mandibularis)
b) Pars Tympatica
c) Pars Styloidea (tonjolan memanjang )
d) Pars mastoidea (bagian caudal dari Os temporal)
Tonjolan kearah caudal ( Processus Mastoideus)
e) Pars Petrosa ( berbentuk pyramid besisi 3 dengan puncak petromedial)
4) Persarafan
a) Nervus Vagus R Auricularis : sebelah luar, peremukaan luar membran timpani
b) Nervus Auricularis magnus R posterior : di belakang daun telinga
c) Nervus auricularis magnum R anterior : di permukaan depan daun telinga
d) Nervus Mandibularis
e) Nervus auriculo temporalis
f) Nervus meatus acustici eksterni 3-5 berada di akar depan daun telinga, dasar,
dinding depan dan atap saluran pendengaran luar, lapisan luar membran
tympani, dan membrane tympatic
g) Nervus facialis
h) Nervus auricularis posterior R auricularis berada di semua otot daun telinga
2. Fisiologi fungsional jendela oval dan bulat

Memegang peran yang penting. Jendela oval dibatasi olehj anulare fieksibel dari
stapes dan membran yang sangat lentur, memungkinkan gerakan penting,dan
berlawanan selama stimulasi bunyi, getaran stapes menerima impuls dari
membrana timpani bulat yang membuka pada sisi berlawanan duktus koklearis
dilindungi dari gelombang bunyi oleh menbran timpani yang utuh, jadi
memungkinkan gerakan cairan telinga dalam oleh stimulasi gelombang suara. pada
membran timpani utuh yang normal, suara merangsang jendela oval dulu, dan
terjadi jedai sebelum efek terminal stimulasi mencapai jendela bulat. namun waktu
jeda akan berubah bila ada perforasi pada membran timpani yang cukup besar
yang memungkinkan gelombang bunyi merangsang kedua jendela oval dan bulat
bersamaan. Ini mengakibatkan hilangnya jeda dan menghambat gerakan maksimal
motilitas cairan telinga dalam dan rangsangan terhadap sel-sel rambut pada organ
Corti. Akibatnya terjadi penurunan kemampuan pendengaran.

Gelombang bunyi dihantarkan oleh membrana timpani ke osikuius telinga


tengah yang akan dipindahkan ke koklea, organ pendengaran, yang terletak dalam
labirin di telinga dalam. Osikel yang penting, stapes, yang menggo dan memulai
getaran (gelombang) dalam cairan yang berada dalam telinga dalam. Gelombang
cairan ini, pada gilirannya, mengakibatkan terjadinya gerakan membrana basilaris
yang akan merangsang sel-sel rambut organ Corti, dalam koklea, bergerak seperti
gelombang.

Gerakan membrana akan menimbulkan arus listrik yang akan merangsang


berbagai daerah koklea. Sel rambut akan memulai impuls saraf yang telah dikode
dan kemudian dihantarkan ke korteks auditorius dalam otak, dan kernudian
didekode menjadi pesan bunyi.

Pendengaran dapat terjadi dalam dua cara. Bunyi yang dihantarkan melalui
telinga luar dan tengah yang terisi udara berjalan melalui konduksi udara. Suara
yang dihantararkan melalui tulang secara langsung ke telinga dalam dengan cara
konduksi tulang. Normalnya, konduksi udara merupakan jalur yang lebih efisien;
namun adanya defek pada membrana timpani atau terputusnya rantai osikulus
akan memutuskan konduksi udara normal dan mengakibatkan hilangnya rasio
tekanan-suara dan kehilangan pendengaran konduktif.

3. Prinsip Fisiologi yang Mendasari Konduksi Bunyi


Bunyi memasuki telinga melalui kanalis auditorius ekternus dan menyebabkan
membrana timpani bergetar Getaran menghantarkan suara, dalam bentukm energi
mekanis, melalui gerakan pengungkit osikulus oval. Energi mekanis ini kemudian
dihantarkan cairan telinga dalam ke koklea, di mana akani menjadi energi elektris.
Energi elektris ini berjalan melalui nervus vestibulokoklearis ke nervus sentral, di
mana akan dianalisis dan diterjemahkan dalam bentuk akhir sebagai suara.
Selama proses penghantaran,gelombang suara menghadapi masa yang jauh lebih
kecil, dari aurikulus yang berukuran sampai jendela oval yang sangat kecil, yang
meng batkan peningkatan amplitudo bunyi.
4. Kehilangan Pendengaran
Ada dua jenis kehilangan pendengaran, yaitu:
a. Kehilangan konduktif
biasanya terjadi akibat kelainan telinga luar, seperti infeksi serumen, atau kelainan
telinga tengah, seperti otitis media atau otosklerosis. Pada keadaan seperti itu,
hantaran suara efisien suara melalui udara ke telinga dalam terputus.
b. kehilangan sensoris
melibatkan kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear. Selain kehilangan
konduktsi dan sensori neural, dapat juga terjadi kehilangan pendengaran campuran
begitu juga kehilangan pendengaran fungsional. Pasien dengan kehilangan suara
campuran mengalami kehilangan baik konduktif maupun sensori neural akibat
disfungsi konduksi udara maupun konduksi tulang. Kehilangan suara fungsional
(atau psikogenik) bersifat inorganik dan tidak berhubungan dengan perubahan
struktural mekanisme pendengaran yang dapat dideteksi biasanya sebagai
manifestasi gangguan emosional.

5. Pendekatan Psikososial
Gangguan pendengaran dapat menyebabkan perubahan kepribadian dan sikap,
kemampuan berkomunikasi, kepekaan terhadap lingkungan dan bahkan
kemampuan untuk melindungi diri sendiri. Di dalam ruang kelas, pelajar dengan
gangguan pendengaran dapat menunjukkan tingkat ketidaktertarikan, kurang
perhatian dan kegagalan. Orang akan merasa terasing di rumah karena ketidak
mampuannya mendengar bunyi lonceng, dengungan, suara burung berkicau, atau
kendaraan yang melintas.
Pejalan kaki yang menderita gangguan pendengaran dapat menyeberang jalan
pada saat yang tidak tepat karena tak mampu mendengar mobil yang mendekat.
Individu yang menderita kehilangan pendengaran dapat melewatkan sebagian
percakapan dan merasa yakin bahwa orang lain membicarakan dirinya. Banyak
individu bahkan tidak menyadari bahwa pendengarannya secara bertahap mulai
terganggu. Sering kali bukan mereka yang menderita gangguan tetapi orang yang
berkomunikasi dengan mereka yang pertama kali mengenali adanya gangguan
ter-sebut.
Tidak jarang individu dengan gangguan pendengaran menolak mencari
pertolongan medis. Oleh karena rasa takut bahwa kehilangan pendengarannya
merupakan tanda usia lanjut, banyak orang menolak mengenakan alat bantu
dengar. Sedangkan orang lain merasa kurang percaya diri bila mengenakan alat
bantu. Pasien yang mampu melakukan introspeksi diri biasanya akan menanyakan
kepada orang yang diajaknya berkomunikasi untuk memberi tahu. ketika melakukan
penyuluhan pasien yang memerlukan bantuan pendengaran. Perawat harus ingat
bahwa keputusan mengenakan alat bantu dengar adalah sangat pribadi dan sangat
dipengaruhi oleh sikap dan perilaku orang tersebut.
6. Pendekatan Gerontologik
Bersama proses penuaan, dapat terjadi perubahan telinga yang kemudian dapat
mengarah ke defisit pendengaran. Beberapa perubahan terjadi pada telinga
kecuali bila serumen cenderung menjadi lebih keras danj lebih kering sehingga
terjadi peningkatan kemungkinan imfeksi.
Pada telinga tengah, membrana timpani menjadi atrofi atau menjadi sklerotik.
Telinga tengah dapat mengalarni degenerasi sel pada dasar koklea. Tampaknya ada
predisposisi familier pada terjadinya kehilangan pendengaran sensorineural.
Manifestasinya berupa kehilangan kemampuan suara berfrekuensi tinggi, kemudian
oleh kehilangan frekuensi menengah dan rendah. Istilah presbikusis dipakai untuk
menerangkanl kehilangan pendengaran yang progresif. Namu presbikusis
merupakan diagnosis eksklusi, sehingga kehilangan pendengaran sensorineural
harus dah disingkirkan.
Tanda awal kehilangan pendengaran bisa meliputi tinitus, peningkatan
ketidakmampuan mendengar pertemuan kelompok, dan perlu mengeraskan volume
televisi.
7. Factor-faktor yang mempengaruhi pendengaran
Pada populasi manula dapat mempengaruhi proses pendengaran antara lain:
a. pemajanan sepanjang terhadap suara keras (mis. jet, senjata api, mesin gergaji
mesin),
b. Beberapa obat, seperti aminoglik dan bahkan aspirin, mempunyai efek ototoksik
gangguan ginjal dapat menyebabkan perlambatan ek obat pada manula. Banyak
manula menelan quinin untuk mengatasi kram tungkai, yang dapat mengakib
hilangnya pendengaran.
c. Faktor psikogenik dan pn penyakit lainnya (mis. diabetes) juga sebagian
menimbulkan kehilangan pendengaran sensorineural.
8. Gejala Kehilangan Pendengaran
a. Deterlorisasi wicara
Individu yang bicara dengan bagian akhir kata tldak jelas atau dihllangkan, atau
mengeluarkan kata-kata bernada datar, mungkin karena tidak mendengar dengan
baik, Telinga memandu suara, baik kekerasan maupun ucapannya.
b. Keletihan
Bila Individu merasa mudah lelah ketika mendengarkan percakapan atau pidato,
keletihan bisa disebabkan oleh usaha keras untuk mendengarkan. Pada keadaan ini,
Iridividu tersebut menjadl mudah tersinggung.
c. Acuh
individu yang tak bisa mendengar perkataan orang lain mudah mengalami depresi
dan ketidaktertarikan terhadap kehidupan secara umum. Menarik dlri dari sosial
Karena tak mampu rnendengar apa yang terjadi di sekitarnya menyebabkan
individu dengan gangguan pendengaran menarlk diri dari situasi yang dapat
memalukannya.
d. Rasa taka man
Kehilangan rasa percaya diri dan takut berbuat salah menclptakan suatu perasaan
tak aman pada kebanyakan orang dengan gangguan pendengaran. Tak ada
seorang pun yang menginglnkan untuk mengatakan atau melakukan hal yang salah
yang cenderung membuatnya nampak bodoh.
e. Tak mampu membuat keputusan-prokrastinal
Kehilangan kepercayaan diri membuat seseorang dengan gangguan pendengaran
sangat kesulitan untuk membuat keputusan.
f. Kecurigaan
Individu dengan kerusakan pendengaran, yang sering hanya mendengar sebagian
dari yang dikatakan, bisa merasa curiga bahwa orang lain membicarakan dirinya
atau bagian percakapan yang berhubungan dengannya sengaja diucapkan dengan
lirih sehingga la tak dapat mandengarkan
g. Kebanggaan semu
Individu dengan kerusakan pendengaran berusaha menyembunyikan kehilangan
pendengarannya. Konsekwensinya, ia sering berpura-pura mendengar padahal
sebenarnya tidak.
Kesepian dan ketldak bahaglaan Meskipun setiap orang selalu menginginkan
ketenangan, namun kesunyian yang dipaksakan dapat membosankan bahkan
kadang menakutkan. Individu dengan kehilangan pendengaran sering merasa
(terasing)
h. Kecenderungan untuk mendominasi pembicaran
Banyak Individu dengan kerusakan pendengaran cenderung mendominasi
percakapan, mengetahui bahwa selama pembicaraan terpusat padanya sehingga ia
dapat mengontrol maka la tidak akan melakukan kesalahan yang memalukan.
(Seizin Maico Hearing Instruments.)
9. Pengkajian Kemampuan Mendengar
a. Pemeriksaan Telinga .
Telinga luar diperiksa dengan inspeksi dan palpasi lang-sung sementara membrana
timpani diinspeksi, seperti telinga tengah dengan otoskop dan palpasi tak langsung
dengan menggunakan otoskop pneumatic
b. Pengkajian fisik
Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering
terlewat.
Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya :
1) deformitas, lesi,
2) cairan begitu pula ukuran,
3) simetris dan sudut penempelan ke kepala.

Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri,
harus dicurigai adanya otitis eksterna akut. Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah
mastoid dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus auri-kula
posterior. Terkadang, kista sebaseus dan tofus (de-posit mineral subkutan) terdapat
pada pinna. Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus biasanya menunjukkan
adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat pula di kulit kepala dan struktur
wajah.

Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana timpani, kepala


pasien sedikit dijauhkan dari pemeriksa.

1) Otoskop dipegang dengan satu tangan sementara aurikulus dipegang dengan


tangan lainnya dengan mantap dan ditarik ke atas, ke belakang dan sedikit ke luar.
Cara ini akan membuat lurus kanal pada orang dewasa, sehingga memungkinkan
pemeriksa melihat lebih jelas membrana timpani.
2) Spekulum dimasukkan dengan lembut dan perlahan ke kanalis telinga, dan mata
didekatkan ke lensa pembesar otoskop untuk melihat kanalis dan membrana
timpani. Spekulum terbesar yang dapat dimasukkan ke telinga (biasanya 5 mm
pada orang dewasa) dipandu dengan lembut ke bawah ke kanal dan agak ke depan.
Karena bagian distal kanalis adalah tulang dan ditutupi selapis epitel yang sensitif,
maka tekanan harus benar-benar ringan agar tidak menimbulkan nyeri.
GAMBAR: Teknik untuk menggunakan otoskop.
3) Setiap adanya cairan, inflamasi, atau benda asing; dalam kanalis auditorius
eksternus dicatat.
4) Setiap adanya cairan, inflamasi, atau benda asing; dalam kanalis auditorius
eksternus dicatat.
5) Membrana, timpani sehat berwarna mutiara keabuan
pada dasar kanalis. Penanda harus dttihat mungkin pars tensa dan kerucut
cahaya.umbo, manubrium mallei, dan prosesus brevis.
6) Gerakan memutar lambat spekulum memungkinkan penglihat lebih jauh pada
Hpatan malleus dan daerah perifer. dan warna membran begitu juga tanda yang tak
biasa at! deviasi kerucut cahaya dicatat. Adanya cairan, gele bung udara, atau
masa di telinga tengah harus dicatat.
7) Pemeriksaan otoskop kanalis auditorius eksternus membrana timpani yang baik
hanya dapat dilakukan bi kanalis tidak terisi serumen yang besar. Serumen not nya
terdapat di kanalis eksternus, dan bila jumla sedikit tidak akan mengganggu
pemeriksaan otoskop.
8) Bila serumen sangat lengket maka sedikit minyak mineral atau pelunak serumen
dapat diteteskan dalam kanalis telinga dan pasien diinstruksikan kembali lagi.
c. Ketajaman Auditorius.
1) Dengan perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan
mengkaji kemampuan pasien mendengarkan bisikan kata atau detakan jam tangan.
2) Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan
ekshalasi penuh. Masing-masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang
satunya tak mendengar,
3) pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak tangan. Dari jarak 1
sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar batas penglihatan, pasien
dengan ketajaman normal dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila
yang digunakan detak jam tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci
dari telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa mempunyai pendengaran
normal) dan kemudian memegang jam tangan pada jarak yang sama dari aurikulus
pasien. Karena jam tangan menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi
daripada suara bisikan, maka kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai
sebagai satu-satunya cara mengkaji ketajaman auditorius.
B. Konsep penyakit otitis media kronik
1. Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Gangguan telinga yang paling
sering adalah infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-anak dan juga
pada orang dewasa (Soepardi, 1998).
Otitis media perforata (OMP) atau otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah
infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang
keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul, sekret mungkin encer
atau kental, bening atau bernanah.(Kapita selekta kedokteran, 1999)
Otitis media koronik adalah perforasi pada gendang telinga ( warmasif, 2009)
Otitis media kronis adalah peradangan teliga tengah yang gigih, secara khas
untuk sedikitnya satu bulan serta orang awam biasanya menyebut congek (Alfatih,
2007)
Otitis media kronik adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan
struktur tulang di dalam kavum timpani. Otitis media sering dijumpai pada anak
anak di bawah usia 15 tahun.
Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi
jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media
akut yang tak tertangani.
2. Manifestasi klinis
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan
terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada
nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi
nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak
menyebabkan nyeri.
Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan
kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membrane timpani
atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi. Kolesteatoma dapat juga
tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometric pada kasus
kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau
campuran.
3. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi
kronis antara lain:
a. Gangguan fungsi tuba eustacius yang kronis akibat:
1) Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis dan berulang
2) Obstruksi anatomik tuba eustacius parsial atau total
3) Perforasi membran timpani yang menetap.
b. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya pada
telinga tengah.
c. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini
dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulai
atau timpano-sklerosis.
d. Terdapat daerah-daerah osteomielitis persisten di mastoid.
e. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan
mekanisme pertahanan tubuh.
4. Patofisiologi
Otitis media supuratif kronis lebih sering merupakan penyakit kambuhan
daripada menetap. Keadaan kronis lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada
keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman ini disebabkan karena proses
peradangan yang menetap atau kambuhan ini ditambah dengan efek kerusakan
jaringan, penyembuhan dan pembentukan jaringan parut.
OMP terutama pada masa anak-anak akan terjadi otitis media nekrotikans
dapat menimbulkan perforasi yang besar pada gendang telinga. Setelah penyakit
akut berlalu gendang telinga tetap berlubang atau sembuh dengan membran atropi
kemudian kolps ke dalam telinga tengah memberi gambaran optitis media
atelektasis.
5. Pemeriksaan diagnostic
a. Audiometrik untuk mengetahui tuli konduktif
b. Foto rontgent untuk mengetahui patologi mastoid
c. Otoskop untuk melihat perforasi membran timpani
6. Penatalaksanaan medis
a. Timpanoplasti dengan pendekatan Ganda (Combined Approach Tympanoplasty).
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus
OMSK tipe maligna atau OMSK tipe benigna dengan jaringan granulasi yang luas.
Tujuan operasi ini untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran
tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding
posterior liang telinga).
b. Perawatan otitis media kronik dengan memberikan obat antibiotik-antibiotik
menghilangkan infeksi. Jika perlubangan gendang telinga juga hadir, obat-obat
tetes antibiotik topical dapat digunakan. Jika luka parut gendang telinga atau
ossicle telah terjadi ,itu tidak akan dikembalikan dengan antibiotik-antibiotik saja.
Tetapi sudah indikasi untuk operasi
7. Komplikasi
Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik
yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang
efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi
didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau
suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat
menyebabkan komplikasi.
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasiakut dari
OMSK berhubungan dengan kolesteatom.
Komplikasi ditelinga tengah :
a. Perforasi persisten membrane timpani
b. Erosi tulang pendengaran
c. Paralisis nervus fasial
C. Asuhan keperawatan otitis media kronik
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Keluhan utama dapat berupa :
1) Gangguan pendengaran / pekak.

Bila ada keluhan gangguan pendengaran, perlu ditanyakan :

a) Apakah keluhan tsb. pada satu telinga atau kedua telinga, timbul tiba-tiba atau
bertambah secara bertahap dan sudah berapa lamanya.
b) Apakah ada riwayat trauma kepala, telinga tertampar, trauma akustik atau
pemakaian obat ototoksik sebelumnya.
c) Apakah sebelumnya pernah menderita penyakit infeksi virus seperti parotitis,
influensa berat dan meningitis.
d) Apakah gangguan pendengaran ini diderita sejak bayi , atau pada tempat yang
bising atau pada tempat yang tenang.
2) Suara berdenging / berdengung (tinitus)
a) Keluhan telinga berbunyi dapat berupa suara berdengung atau berdenging yang
dirasakan di kepala atau di telinga, pada satu sisi atau kedua telinga.
b) Apakah tinitus ini menyertai gangguan pendengaran.
3) Rasa pusing yang berputar (vertigo).
Dapat sebagai keluhan gangguan keseimbangan dan rasa ingin jatuh.
a) Apakah keluhan ini timbul pada posisi kepala tertentu dan berkurang bila pasien
berbaring dan timbul lagi bila bangun dnegan gerakan cepat.
b) Apakah keluhan vertigo ini disertai mual, muntah, rasa penuh di telinga dan
telinga berdenging yang mungkin kelainannya terdapat di labirin atau disertai
keluhan neurologis seperti disentri, gangguan penglihatan yang mungkin letak
kelainannya di sentral. Kadang-kadang keluhan vertigo akan timbul bila ada
kekakuan pergerakan otot-oto leher. Penyakit DM, hipertensi, arteriosklerosis,
penyakit jantung, anemia, kanker, sifilis, dapat menimbulkan keluhan vertigo dan
tinitus.
4) Rasa nyeri di dalam telinga (Otalgia)
a) Apakah pada telinga kiri /kanan dan sudah berapa lama.
b) Nyeri alihan ke telinga dapat berasal dari rasa nyeri gigi, sendi mulut, tonsil, atau
tulang servikal karena telinga di sarafi oleh saraf sensoris yang berasal dari organ-
organ tersebut.
5) Keluar cairan dari telinga (otore)
a) Apakah sekret keluar dari satu atau kedua telinga, disertai rasa sakit atau tidak
dan sudah berapa lama.
b) Sekret yang sedikit biasanya berasal dari infeksi telinga luar dan sekret yang
banyak dan bersifat mukoid umumnya berasal dari telinga tengah. Bila berbau
busuk menandakan adanya kolesteatom. Bila bercampur darah harus dicurigai
adanya infeksi akut yang berat atau tumor. Bila cairan yang keluar seperti air jernih
harus waspada adanya cairan liquor serebrospinal.
b. Tes audiometrik.
Merupakan pemeriksaan fungsi untuk mengetahui sensitivitas (mampu mendengar
suara) dan perbedaan kata-kata (kemampuan membedakan bunyi kata-kata),
dilaksanakan dengan bantuan audiometrik.
Tujuan :
1) Menentukan apakah seseorang tidak mendengar.
2) Untuk mengetahui tingkatan kehilangan pendengaran.
3) Tingkat kemampuan menangkap pembicaraan.
4) Mengetahui sumber penyebab gangguan pada telinga media (gangguan konduktif)
dari telinga tengah (sistem neurologi).

Pendengaran dapat diidentifikasikan pada saat nol desibel naik sebelum seseorang
mendengar suara frekuensi yang spesifik. Bunyi pada titik nol terdengar oleh orang
yang pendengarannya normal. Sampai ke-20 db dianggap dalam tingkat normal.

2. Diagnosis
a. Nyeri berhubungaan dengan proses peradangan
b. Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran
c. Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga
tengah atau kerusakan di saraf pendengaran.
d. Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi,
nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah
operasi.
e. Resiko tinggi trauma berhubungaan dengan gangguan presepsi pendengaran
f. Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan
3. Intervensi
a. Nyeri berhubungaan dengan proses peradangan
Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien berkurang
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapkan bahwa rasa nyeri berkurang.
- Klien mampu melakukan metode pengalihan suasana.

Intervensi Keperawatan :

- Ajarkan Klien untuk mengalihkan suasana dengan melakukan metode relaksasi


saat nyeri yang teramat sangat muncul, relaksasi yang seperti menarik nafas
panjang.
Rasional : Metode pengalihan suasana dengan melakukan relaksasi bisa
mengurangi nyeri yang diderita klien.
- Kompres dingin di sekitar area telinga
Rasional : Kompres dingin bertujuan untuk mengurangi nyeri karena rasa nyeri
teralihkan oleh rasa dingin disekitar area telinga.
- Atur posisi klien
Rasional : Posisi yang sesuai akan membuat klien merasa lebih nyaman.
- Untuk kolaborasi, beri aspirin/analgesik sesuai instruki, beri sedatif sesuai indikasi
Rasional : Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien untuk
mengurangi sensasi nyeri dari dalam.
b. Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran
Tujuan : Gangguan komunikasi berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
Klien akan memakai alat bantu dengar (jika sesuai).
Menerima pesan melalui metoda pilihan (misal : komunikasi tulisan, bahasa
lambang, berbicara dengan jelas pada telinga yang baik.
Intervensi Keperawatan :
- Dapatkan apa metode komunikasi yang diinginkan dan catat pada rencana
perawatan metode yang digunakan oleh staf dan klien, seperti : tulisan, berbicara,
bahasa isyarat.
Rasional : Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh klien maka
metode yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan
keterbatasan klien.
- Kaji kemampuan untuk menerima pesan secara verbal.
Jika ia dapat mendengar pada satu telinga, berbicara dengan perlahan dan dengan
jelas langsung ke telinga yang baik (hal ini lebih baik daripada berbicara dengan
keras):
Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan pintu.
Dekati klien dari sisi telinga yang baik.
Jika klien dapat membaca ucapan :
Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat dan jelas.
Hindari berdiri di depan cahaya karena dapat menyebabkan klien tidak dapat
membaca bibi anda.
Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien.
Minimalkan percakapan jika klien kelelahan atau gunakan komunikasi tertulis.
Tegaskan komunikasi penting dengan menuliskannya.
Jika ia hanya mampu bahasa isyarat, sediakan penerjemah. Alamatkan semua
komunikasi pada klien, tidak kepada penerjemah. Jadi seolah-olah perawat sendiri
yang langsung berbicara kepada klien dnegan mengabaikan keberadaan
penerjemah.
Rasional : Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien dapat diterima
dengan baik oleh klien.

- Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan pemahaman.


Bicara dengan jelas, menghadap individu.
Ulangi jika klien tidak memahami seluruh isi pembicaraan.
Gunakan rabaan dan isyarat untuk meningkatkan komunikasi.
Validasi pemahaman individu dengan mengajukan pertanyaan yang memerlukan
jawaban lebih dari ya dan tidak.

Rasional : Memungkinkan komunikasi dua arah anatara perawat dengan klien dapat
berjalan dnegan baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.

c. Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga


tengah atau kerusakan di saraf pendengaran.
Tujuan : Persepsi / sensoris baik.
Kriteria hasil :
Klien akan mengalami peningkatan persepsi/sensoris pendengaran sampai pada
tingkat fungsional.
Intervensi Keperawatan :
- Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat.
Rasional : Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan/ketulian,
pemakaian serta perawatannya yang tepat.
- Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman sehingga dapat
mencegah terjadinya ketulian lebih jauh.
Rasional : Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran
yang tersisa sensitif terhadap trauma dan infeksi sehingga harus dilindungi.
- Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.
Rasional : Diagnosa dini terhadap keadaan telinga atau terhadap masalah-masalah
pendengaran rusak secara permanen.
- Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan
(baik itu antibiotik sistemik maupun lokal).
Rasional : Penghentian terapi antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan
organisme sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut.
d. Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi,
nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah
operasi.
Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekhawatirannya.
Intervensi Keperawatan :
- Mengatakan hal sejujurnya kepada klien ketika mendiskusikan mengenai
kemungkinan kemajuan dari fungsi pendengarannya untuk mempertahankan
harapan klien dalam berkomunikasi.
Rasional : Harapan-harapan yang tidak realistik tiak dapat mengurangi kecemasan,
justru malah menimbulkan ketidak percayaan klien terhadap perawat. Menunjukkan
kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa menggunakan
alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya.
- Berikan informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami gangguan
seperti yang dialami klien untuk memberikan dukungan kepada klien.
Rasional : Dukungan dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yang sama
akan sangat membantu klien.
- Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-lat yang tersedia yang dapat
membantu klien.
Rasional : Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada disekitarnya
yang dapat mendukung dia untuk berkomunikasi.

D. Simulasi pendidikan kesehatan


1. Pencegahan pada masalah system respirasi terutama pada penyakit otitis media
kronik :
a. Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan factor resiko terhadap
kejadian pneumonia.
b. Pencegahan sekunder merupakan tingkat pencegahan kedua ini, merupakan upaya
manusia untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat
progresifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan.
c. Pencegahan tertier dengan tujuan utama dari pencagahan tertier adalah
mencegah agar tidak munculnya penyakit lain atau kondisi lain yang akan
memperburuk kondisi pasien, mengurangi kematian serta usaha rehabilitasinya.
Pada pencegahan tingkat ini dilakukan upaya untuk mencagah proses penyakit
lebih lanjut seperti perawatan dan pengobatan. Upaya yang dapat dilakukan antara
lain :
E. Hasil penelitian tentang otitis media kronik
Abstrak
Untuk mempelajari efektivitas adenoidectomy dan penempatan tabung
tympanostomy dalam pengobatan otitis media dengan efusi kronis, kami secara
acak 578 anak, usia empat sampai delapan tahun, untuk menerima miringotomi
bilateral dan tidak ada pengobatan tambahan (Kelompok 1), penempatan
tympanostomy tabung (Kelompok 2), adenoidectomy (Grup 3), atau adenoidectomy
dan penempatan tabung tympanostomy (Kelompok 4). Para 491 anak yang
menjalani salah satu perawatan ini diperiksa pada interval enam minggu sampai
dua tahun.
Sementara itu dihabiskan dengan efusi dari jenis apa pun di kedua telinga selama
dua tahun tindak lanjut dalam empat kelompok adalah 51, 36, 31, dan 27 minggu,
masing-masing (P <0,0001), membandingkan Kelompok 1 dengan masing-masing
lain kelompok. Mendengar itu setara di Grup 2, 3, dan 4, dan secara signifikan lebih
baik daripada di Grup 1. Para sequela paling sering, otorrhea bernanah, terjadi satu
kali atau lebih di 22,, 29 11, dan 24 persen dari subyek di Grup 1, 2, 3, dan 4,
masing-masing (P <0,001).
Adenoidectomy ditambah miringotomi bilateral menurunkan morbiditas pasca
perawatan secara keseluruhan (diukur dengan ketajaman pendengaran di telinga
terkena dampak paling parah [P = 0,0174] dan jumlah ulangan bedah diperlukan [P
= 0,009]) lebih daripada tabung tympanostomy sendirian dan dengan tingkat yang
sama seperti yang dilakukan adenoidectomy dan tabung tympanostomy. Kami
menyimpulkan adenoidectomy yang harus dipertimbangkan ketika terapi bedah
diindikasikan pada anak 4-8 tahun yang terkena dampak parah oleh otitis media
dengan efusi kronis.

F. Prinsip legal dan etis pada otitis media kronik


1. Otonomi
Memberikan hak kemandirian dan kebebasan kepada klien untuk mengambil
keputusan untuk tindakan yang akan diberikan kepadanya.
2. Beneficience
Memberikan pelayanan kesehatan yang dapat meningkatkan derajat kesehatannya,
misalnya memberikan perawatan yang maksimal.
3. Justice
Memberikan pelayanan kesehatan kepada klien dengan tidak memandang status
ekonomi, usia, maupun jenis kelamin.
4. Non maleficience
Menjaga keamanan lingkungan klien atau berhati-hati dalam memberikan tindakan
untuk mengindari kelalaian atau kecerobohan yang dapat mengakibatkan kerugian
pada pasien.
5. Veracity
Memberikan informasi yang sesungguhnya tenang penyakitnya kepada klien jika
klien bertanya-tanya mengenai penyakit yang dideritanya.
6. Fidelity
Memberikan pelayanan kesehatan sesuai janji yang telah dilakukan dengan klien
dari waktu tertentu, dan tindakan yang akan dilakuakan.
7. Confidentiality
Merahasiakan segala sesuatu yang terjadi pada klien bila klin meminta tidak
memberitahukan tentang penyakit yang diderita kepada keluarganya.
8. Acoountability
Perawat memberikan pelayanan secara professional kepada klien sehingga klien
puas.
9. Loyalitas
Dengan bersimpati, peduli, dan membina hubungan timbale balik terhadap pihak
yang secara professional berhubungan dengan perawat. Hubungan professional
dipertahankan dengan cara menyusun tujuan bersama, menepati janji, menentukan
masalah dan prioritas, serta mengupayakan pencapaian keputusan bersama.
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

A. Skenario Kasus
Seorang anak laki-laki usia 7 tahun saat ini sedang menjalani perawatan di
RSU di Ruang Perawatan Kelas III sejak 3 hari yang lalu dan saat ini dalam persiapan
operasi. Anak tersebut masuk ke RS dengan keluhan mengalami penurunan
pendengaran disertai nyeri dan bengkak pada belakang telinga dan keluarnya
cairan kental kuning kehijauan serta berbau. Berdasarkan pengkajian yang
dilakukan perawat didapatkan data : anak memiliki riwayat sering menderita ISPA,
TB = 120 cm BB = 15 kg, kadar leukosit 13.000 mmk. Saat diwawancarai dengan
ibunya didapatkan informasi bahwa anak tersebut adalah anak pertama dari 2
bersaudara yang saat ini masih menyusui sehingga tidak memungkinkan setiap
malam menungguinya, selama ini prestasi sekolahnya menurun sejak dia mengeluh
sakit telinganya. Selama 3 hari perawatan, pasien mendapatkan terafi cairan
ditambah dengan obat penurun panas, pereda nyeri, obat tetes telinga, dan
antibiotik yang diharus diminum. Dokter merencanakan operasi pada 2 hari
mendatang setelah ada perbaikan kondisi umum. Pihak keluarga merasa khawatir
terhadap rencana tindakan operasi terutama terkait masalah biaya dan
keberhasilan operasi untuk memulihkan kondisi anak.

Pertanyaan Kasus
1. Setelah membaca dan menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dari kasus
diatas, coba diskusikan sistem organ apa yang terkait masalah diatas? Jelaskan
dengan menggunakan peta konsep struktur anatomi organ yang terkait serta
mekanisme fisiologis sistem organ itu bekerja!
2. Coba identifikasi diagnosis keperawatan utama pada pasien dalam kasus tersebut!
3. Coba saudara buat clinical fathway dari masalah keperawatan utama pada kasus
diatas?
4. Tindakan-tindakan dan intervensi keperawatan apa saja yang seharusnya
dilakukan seorang perawat untuk mengatasi masalah keperawatan utama pasien
dan keluarga pasien di atas ?
B. Jawaban scenario
1. Organ yang terkait pada kasus diatas adalah organ pendengaran yang terdiri dari :

Bagian bagian telinga terdiri dari :

a. Auris Externa / Telinga luar (PINNA)


Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus,
dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan
membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala
kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun
terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga.
Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang
kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah
sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan
ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut.
Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral
mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga
medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus
berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus,
glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen.
Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke
bagian luar tetinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan
memberikan perlindungan bagi kulit.
Bagian-bagian telinga luar terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1) Daun telinga (Auricula) mengandung cartilago elastic
a) Concha Auricula
Cymba Conchae
Cavum Conchae
b) Lobulus Aurikula (lembek, tidak mengandung cartilago, mengandung jaringan ikat
fibrosa dan lemak)
c) Helix, bagian pangkal dibatasi oleh crus helicis, sedangkan crus helicis menjadi
pembatas antara cymba conchae dan cavum conchae
d) Anti helix, mengandung fossa triangularis/tulang rawan dengan bagian pangkal
dibatasi oleh crura anti helix. Helix dan anti helix dibatasi oleh scapha
e) Tragus
2) Liang telinga luar (Meatus acusticus externus) = MAE

Pembagian :

c) Meatus acusticus cartilageus


Berambut
Mengandung glandula sebasea dan seruminosa yang mengeluarkan secret seperti
lilin
Posisi 1/3 lateral
d) Meatus acusticus asseus terdapat di Posisi 2/3 medial
b. Auris medial / Telinga tengah
Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral
dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua
Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai
batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya
berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi
udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan
tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di
bagian mastoid tulang temporal.
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes.
Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang
membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial
telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian
dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah.
Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh
membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau
struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah
mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran
ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm,
menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun
dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva
atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan
menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.
Bagian-bagian dari telinga tengah terdiri dari :
5) Cavitas tympatica
6) Membrana tympatica
7) Ossicula auditoria tulang telinga
Maleus : Terdapat Tuba auditorius
Incus : Eustachius berhubungan
Stapes : Dengan nasopharinx dan membuka pada saat menelan
8) Tuba Auditoria / Tuba Auditorius / Tuba Eustachius
c. Auris Interna / Telinga dalam
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk
pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga
kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya
merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama
menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral
erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang
berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh
perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang.
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua
setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran,
dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna
mengisinya,Labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe,
yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui
aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan
kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin membranosa
memegang cairan yang dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang
sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan
telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular
menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-
sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang
berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi
kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga
mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus
kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk), yang
muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari
kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus
kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius
internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus
mem-bawa nervus tersebut dan asupan darah ke batang otak
Bagian-bagian dari telinga dalam terdiri atas :
3) Labirinthus osseus / Tulang labirin
d) Cochlea
Berisi duktus cochlear
Teridiri dari :
Skala vestibule
Skala medial
Skala tympani

Skala vestibule dan media dipisahkan oleh membrane vestibularis.

Skala media dan tympani dipisahkan oleh membrane basilaris, dibagian permukaan
terdapat organ corti (sel rambut).
e) Canalis semicircularis yaitu berisi ductus semicircularis dengan berujung pada
ampula
f) Vestibula merupakan organ keseimbangan tubuh.
Terdiri atas :
Sacculus
Utriculus
4) Labirynthus membranaceus / Labirin membranosa
Terdiri dari :
c) Labirynthus vestibularis
d) Labirynthus cochlearis

Mengandung :

d) Cairan
Perilimfe (kaya ion Natrium)
Endolimfe (kaya ion Kalium)
e) Sel rambut
f) Masa gelatinosa (mempengaruhi terhadap kecepatan impuls saraf)
Mekanisme fisiologi system pendengaran adalah melalui beberapa proses, yaitu :
a. Pertama di mulai dari daun telinga (outer Ear) yang fungsinya menangkap suara-
suara di sekitar dan memasukkan nya ke canal/ lubang telinga.
b. Proses kedua suara yang masuk melalui lubang telinga di terima oleh gendang
telinga yang berakibat bergetarnya tiga tulang pendengaran yaitu maleus,inkus dan
stapes(middle Ear). Dan menyalurkan ke cohlea / rumah siput.
c. Proses ke tiga di dalam cohlea / Rumah siput terdapat hear sell yang yang
bergetar akibat suara dan getarannya menghasilkan getaran listrik yang dihasilkan
dari energy kinestetik. Sehingga aliran listrik itu menjadikan sinyal yang
menyalurkan ke otak, yang di aliri oleh syaraf pendengaran, untuk selanjutnya otak
yang bekerja mengartikan semua suara-suara yang masuk tadi.
2. Diagnosis keperawatan utama pada kasus diatas adalah kebutuhan rasa nyaman
dan nyeri berhubungan dengan adanya proses inflamasi ditandai dengan :
DS :
Pasien mengeluh nyeri dibagian telinga
DO :
Pasien terlihat dibelakang telinga dan keluarnya cairan kental kuning kehijauan
serta berbau.
3. Pathway masalah keperawatan utama pada kasus diatas adalah :

Infeksi sekunder (ISPA) Trauma, benda Asing


Bakteri Streptococcus,

Hemophylus influenza
Ruptur gendang telinga

Invasi bakteri

Infeksi telinga tengah


(kavum timpani, tuba eustachius)

Proses peradangan

Nyeri
4. Dx: Nyeri berhubungaan dengan proses peradangan
Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien berkurang
Kriteria hasil :
-Klien mengungkapkan bahwa rasa nyeri berkurang.
-Klien mampu melakukan metode pengalihan suasana.

Intervensi Keperawatan :

- Ajarkan Klien untuk mengalihkan suasana dengan melakukan metode relaksasi


saat nyeri yang teramat sangat muncul, relaksasi yang seperti menarik nafas
panjang.
Rasional : Metode pengalihan suasana dengan melakukan relaksasi bisa
mengurangi nyeri yang diderita klien.
- Kompres dingin di sekitar area telinga
Rasional : Kompres dingin bertujuan untuk mengurangi nyeri karena rasa nyeri
teralihkan oleh rasa dingin disekitar area telinga.
- Atur posisi klien
Rasional : Posisi yang sesuai akan membuat klien merasa lebih nyaman.
- Untuk kolaborasi, beri aspirin/analgesik sesuai instruki, beri sedatif sesuai indikasi
Rasional : Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien untuk
mengurangi sensasi nyeri dari dalam.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendengaran sebagai salah satu indera, memegang peranan yang sangat penting
karena perkembangan bicara sebagai komponen utama komunikasi pada manusia
sangat tergantung pada fungsi pendengaran. Apabila pendengaran mengalami
gangguan pada telinga seperti otitis media yang tekait dengan kasus ini.

B. Saran
Sebaiknya tidak mencoba pemindahan serumen telinga di rumah dengan cotton
bud, jepit rambut, pensil, atau peralatan lain apa pun. Tindakan seperti itu biasanya
hanya memasukkan lilin lebih banyak dan bisa merusakkan gendang pendengar
dan akan mengalami penyumbatan pada bagian telinga dalam.Sabun dan air di
atas sehelai waslap menyediakan higienis telinga eksternal yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC. Jakarta.
George L, Adams. 1997. BOEIS : Buku ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC. Jakarta.
Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorokan RSUD Dr Soetomo Surabaya

Rukmin, Sri; Herawati, Sri. 1999. Teknik Pemeriksaan THT. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai