BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera
pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan
pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui
bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara
adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan
tinggi karena kompresi (pemampatan)molekul-molekul udara yang berselang seling
dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut.
(Sherwood, 2001).
Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu
gelombang tekanan di telinga dalam. Gelombang tekanan menyebabkan
perpindahan mirip-gelombang pada membran basilaris terhadap membrana
tektorium. Sewaktu menggesek membrana tektorium, sel-sel rambut tertekuk. Hal
ini menyebabkan terbentuknya potensial aksi. Apabila deformitasnya cukup
signifikan, maka saraf-saraf aferen yang bersinaps dengan sel-sel rambut akan
terangsang untuk melepaskan potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak (Corwin,
2001).
Proses mendengar pada anak atau orang dewasa normal merupakan proses
yang alami, timbul tanpa usaha tertentu dari individu dan sepertinya terjadi secara
otomatis dan tanpa kita sadari, padahal untuk dapat mendengar bunyi atau suara
percakapan harus melalui suatu tahapan atau proses.
Proses mendengar sebenarnya sudah terjadi segera setelah bayi dilahirkan
normal ke dunia, bahkan organ pendengaran sudah berfungsi seperti layaknya
orang dewasa tatkala janin berusia 20 minggu kehamilan. Janin sudah dapat
memberikan reaksi ketika diberikan stimulus berupa nada murni berfrekwensi tinggi
melalui microphone yang ditempatkan pada perut ibu seperti yang dilaporkan
pertama kali oleh seorang peneliti yang bernama Johansson et al pada tahun 1964.
Kemudian dalam perjalanan hidupnya sejak dilahirkan, bayi akan mendapat
input suara-suara yang ada dilingkungan sekitarnya sehari-hari secara terus
menerus. Dalam keadaan pendengaran normal, rangsangan suara tadi akan
direkam dan dipersepsikan dipusat sensorik diotak sehingga anak dapat mengenal
suara yang pernah didengarnya.
Pendengaran sebagai salah satu indera, memegang peranan yang sangat
penting karena perkembangan bicara sebagai komponen utama komunikasi pada
manusia sangat tergantung pada fungsi pendengaran.
Dari uraian diatas sangatlah jelas hubungan antara kemampuan anak untuk
mendengar dan kemampuan untuk berbicara. Apabila terjadi gangguan
pendengaran sejak dini maka akan terjadi pula gangguan perkembangan bicara
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami masalah dengan kasus gangguan
persepsi dan sensori pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal
dan etis.
2. Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu memahami anatomi fisiologi system persepsi dan sensori
pendengaran.
2. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi pada gangguan sistem persepsi dan
sensori pendengaran pada berbagai tingkat usia.
3. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian dengan gangguan system persepsi dan
sensori pendengaran pada berbagai tingkat usia.
4. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dengan gangguan system
persepsi dan sensori pendengaran pada berbagai tingkat usia
5. Mahasiswa mampu memahami system pelayanan kesehatan untuk pasien dengan
gangguan system persepsi dan sensori pendengaran.
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pencegahan primer, sekunder,
dan tersier pada masalah system persepsi dan sensori pendengaran
7. Mahasiswa mampu mengklasifikasi kasus dan mampu memprioritaskan masalah
keperawatan dengan gangguan system persepsi dan sensori pendengaran
8. Mahasiswa mampu melakukan fungsi advocacy pada kasus gangguan system
pendengaran
9. Mahasiswa mampu menggunakan hasil-hasil penelitian dalam mengatasi masalah
system persepsi dan sensori pendengaran.
10. Mahasiswa mampu mendemonstrasikan intervensi keperawatan pada kasus
dengan gangguan system persepsi dan sensori pendengaran pada berbagai tingkat
usia dengan standar yang berlaku dengan berfikir kreatif dan inovasi sehingga
menghasilkan pelayanan yang efisien dan efektif dengan memperhatikan aspek
legal dan etik.
C. Rumusan masalah
Dilihat dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimana melakukan simulasi asuhan keperawatan, pendidikan kesehatan,
pengelolaan asuhan keperawatan, nursing advokasi, mengidentifikasi masalah
penelitian dan mengatasi masalah keperawatan dengan kasus system persepsi dan
sensori pendengaran pada berbagai tingkat usia dengan tetap memperhatikan
aspek legal dan etis ?
D. Metode penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah pengumpulan
data, yaitu studi kepustakaan untuk mendapatkan sumber-sumber teoritis
yang berhubungan dengan asuhan keperawatan dengan kasus gangguan system
persepsi sensori.
Sistematika Penulisan digunakan untuk menyusun urutan makalah secara lebih
rinci dan jelas, untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari penulisan
makalah ini,maka penulis menguraikan sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan, meliputi Latar Belakang, Tujuan, Rumusan Masalah,
Metode Penulisan.
BAB II Tinjauan Teoritis, meliputi Anatomi dan Fisiologi System Pendengaran,
Konsep Dasar Penyakit Otitis Media (OM), Asuhan Keperawatan
BAB III Pembahasan Kasus, meliputi Scenario Kasus 1 dan Jawaban Scenario.
BAB IV Penutup.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus,
dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan
membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala
kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun
terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga.
Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang
kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah
sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan
ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut.
Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral
mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga
medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus
berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus,
glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen.
Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke
bagian luar tetinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan
memberikan perlindungan bagi kulit.
Bagian-bagian telinga luar terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1) Daun telinga (Auricula) mengandung cartilago elastic
a) Concha Auricula
Cymba Conchae
Cavum Conchae
b) Lobulus Aurikula (lembek, tidak mengandung cartilago, mengandung jaringan ikat
fibrosa dan lemak)
c) Helix, bagian pangkal dibatasi oleh crus helicis, sedangkan crus helicis menjadi
pembatas antara cymba conchae dan cavum conchae
d) Anti helix, mengandung fossa triangularis/tulang rawan dengan bagian pangkal
dibatasi oleh crura anti helix. Helix dan anti helix dibatasi oleh scapha
e) Tragus
2) Liang telinga luar (Meatus acusticus externus) = MAE
Pembagian :
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk
pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga
kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya
merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama
menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral
erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang
berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh
perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang.
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua
setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran,
dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna
mengisinya,Labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe,
yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui
aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan
kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin membranosa
memegang cairan yang dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang
sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan
telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular
menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-
sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang
berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi
kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga
mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus
kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk), yang
muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari
kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus
kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius
internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus
mem-bawa nervus tersebut dan asupan darah ke batang otak
Bagian-bagian dari telinga dalam terdiri atas :
1) Labirinthus osseus / Tulang labirin
a) Cochlea
Berisi duktus cochlear
Teridiri dari :
Skala vestibule
Skala medial
Skala tympani
Skala media dan tympani dipisahkan oleh membrane basilaris, dibagian permukaan
terdapat organ corti (sel rambut).
Mengandung :
a) Cairan
Perilimfe (kaya ion Natrium)
Endolimfe (kaya ion Kalium)
b) Sel rambut
c) Masa gelatinosa (mempengaruhi terhadap kecepatan impuls saraf)
Terdapat beberapa system yang berkaitan dengan system pendengaran antara lain:
1) Musculus / Otot
a) Otot ekstrinsik
Musculus Auricularis Anterior
Musculus Auricularis posterior
Musculus Auricularis Superior
b) Otot intrinsic
Musculus elicis mayor
Musculus helicis minor
Musculus tragicus
Musculus anti tragicus
Musculus obliqus auricularis
Musculus tranversus auricularis
Musculus auricularis / auriculare
2) Vaskuler / Pembuluh darah
a) Rami Auriculares arteri temporal Superficiale
b) Rami Auriculares arteri auriculars posterior
3) Os Temporal
a) Pars Squamosa
Terdapat tonjolan kea rah depan ( Processus zygomaticus Ossis Tempolaris
Bagian caudal ( Tuberculum articulare)
Lekukan di caudal ( Fossa mandibularis)
b) Pars Tympatica
c) Pars Styloidea (tonjolan memanjang )
d) Pars mastoidea (bagian caudal dari Os temporal)
Tonjolan kearah caudal ( Processus Mastoideus)
e) Pars Petrosa ( berbentuk pyramid besisi 3 dengan puncak petromedial)
4) Persarafan
a) Nervus Vagus R Auricularis : sebelah luar, peremukaan luar membran timpani
b) Nervus Auricularis magnus R posterior : di belakang daun telinga
c) Nervus auricularis magnum R anterior : di permukaan depan daun telinga
d) Nervus Mandibularis
e) Nervus auriculo temporalis
f) Nervus meatus acustici eksterni 3-5 berada di akar depan daun telinga, dasar,
dinding depan dan atap saluran pendengaran luar, lapisan luar membran
tympani, dan membrane tympatic
g) Nervus facialis
h) Nervus auricularis posterior R auricularis berada di semua otot daun telinga
2. Fisiologi fungsional jendela oval dan bulat
Memegang peran yang penting. Jendela oval dibatasi olehj anulare fieksibel dari
stapes dan membran yang sangat lentur, memungkinkan gerakan penting,dan
berlawanan selama stimulasi bunyi, getaran stapes menerima impuls dari
membrana timpani bulat yang membuka pada sisi berlawanan duktus koklearis
dilindungi dari gelombang bunyi oleh menbran timpani yang utuh, jadi
memungkinkan gerakan cairan telinga dalam oleh stimulasi gelombang suara. pada
membran timpani utuh yang normal, suara merangsang jendela oval dulu, dan
terjadi jedai sebelum efek terminal stimulasi mencapai jendela bulat. namun waktu
jeda akan berubah bila ada perforasi pada membran timpani yang cukup besar
yang memungkinkan gelombang bunyi merangsang kedua jendela oval dan bulat
bersamaan. Ini mengakibatkan hilangnya jeda dan menghambat gerakan maksimal
motilitas cairan telinga dalam dan rangsangan terhadap sel-sel rambut pada organ
Corti. Akibatnya terjadi penurunan kemampuan pendengaran.
Pendengaran dapat terjadi dalam dua cara. Bunyi yang dihantarkan melalui
telinga luar dan tengah yang terisi udara berjalan melalui konduksi udara. Suara
yang dihantararkan melalui tulang secara langsung ke telinga dalam dengan cara
konduksi tulang. Normalnya, konduksi udara merupakan jalur yang lebih efisien;
namun adanya defek pada membrana timpani atau terputusnya rantai osikulus
akan memutuskan konduksi udara normal dan mengakibatkan hilangnya rasio
tekanan-suara dan kehilangan pendengaran konduktif.
5. Pendekatan Psikososial
Gangguan pendengaran dapat menyebabkan perubahan kepribadian dan sikap,
kemampuan berkomunikasi, kepekaan terhadap lingkungan dan bahkan
kemampuan untuk melindungi diri sendiri. Di dalam ruang kelas, pelajar dengan
gangguan pendengaran dapat menunjukkan tingkat ketidaktertarikan, kurang
perhatian dan kegagalan. Orang akan merasa terasing di rumah karena ketidak
mampuannya mendengar bunyi lonceng, dengungan, suara burung berkicau, atau
kendaraan yang melintas.
Pejalan kaki yang menderita gangguan pendengaran dapat menyeberang jalan
pada saat yang tidak tepat karena tak mampu mendengar mobil yang mendekat.
Individu yang menderita kehilangan pendengaran dapat melewatkan sebagian
percakapan dan merasa yakin bahwa orang lain membicarakan dirinya. Banyak
individu bahkan tidak menyadari bahwa pendengarannya secara bertahap mulai
terganggu. Sering kali bukan mereka yang menderita gangguan tetapi orang yang
berkomunikasi dengan mereka yang pertama kali mengenali adanya gangguan
ter-sebut.
Tidak jarang individu dengan gangguan pendengaran menolak mencari
pertolongan medis. Oleh karena rasa takut bahwa kehilangan pendengarannya
merupakan tanda usia lanjut, banyak orang menolak mengenakan alat bantu
dengar. Sedangkan orang lain merasa kurang percaya diri bila mengenakan alat
bantu. Pasien yang mampu melakukan introspeksi diri biasanya akan menanyakan
kepada orang yang diajaknya berkomunikasi untuk memberi tahu. ketika melakukan
penyuluhan pasien yang memerlukan bantuan pendengaran. Perawat harus ingat
bahwa keputusan mengenakan alat bantu dengar adalah sangat pribadi dan sangat
dipengaruhi oleh sikap dan perilaku orang tersebut.
6. Pendekatan Gerontologik
Bersama proses penuaan, dapat terjadi perubahan telinga yang kemudian dapat
mengarah ke defisit pendengaran. Beberapa perubahan terjadi pada telinga
kecuali bila serumen cenderung menjadi lebih keras danj lebih kering sehingga
terjadi peningkatan kemungkinan imfeksi.
Pada telinga tengah, membrana timpani menjadi atrofi atau menjadi sklerotik.
Telinga tengah dapat mengalarni degenerasi sel pada dasar koklea. Tampaknya ada
predisposisi familier pada terjadinya kehilangan pendengaran sensorineural.
Manifestasinya berupa kehilangan kemampuan suara berfrekuensi tinggi, kemudian
oleh kehilangan frekuensi menengah dan rendah. Istilah presbikusis dipakai untuk
menerangkanl kehilangan pendengaran yang progresif. Namu presbikusis
merupakan diagnosis eksklusi, sehingga kehilangan pendengaran sensorineural
harus dah disingkirkan.
Tanda awal kehilangan pendengaran bisa meliputi tinitus, peningkatan
ketidakmampuan mendengar pertemuan kelompok, dan perlu mengeraskan volume
televisi.
7. Factor-faktor yang mempengaruhi pendengaran
Pada populasi manula dapat mempengaruhi proses pendengaran antara lain:
a. pemajanan sepanjang terhadap suara keras (mis. jet, senjata api, mesin gergaji
mesin),
b. Beberapa obat, seperti aminoglik dan bahkan aspirin, mempunyai efek ototoksik
gangguan ginjal dapat menyebabkan perlambatan ek obat pada manula. Banyak
manula menelan quinin untuk mengatasi kram tungkai, yang dapat mengakib
hilangnya pendengaran.
c. Faktor psikogenik dan pn penyakit lainnya (mis. diabetes) juga sebagian
menimbulkan kehilangan pendengaran sensorineural.
8. Gejala Kehilangan Pendengaran
a. Deterlorisasi wicara
Individu yang bicara dengan bagian akhir kata tldak jelas atau dihllangkan, atau
mengeluarkan kata-kata bernada datar, mungkin karena tidak mendengar dengan
baik, Telinga memandu suara, baik kekerasan maupun ucapannya.
b. Keletihan
Bila Individu merasa mudah lelah ketika mendengarkan percakapan atau pidato,
keletihan bisa disebabkan oleh usaha keras untuk mendengarkan. Pada keadaan ini,
Iridividu tersebut menjadl mudah tersinggung.
c. Acuh
individu yang tak bisa mendengar perkataan orang lain mudah mengalami depresi
dan ketidaktertarikan terhadap kehidupan secara umum. Menarik dlri dari sosial
Karena tak mampu rnendengar apa yang terjadi di sekitarnya menyebabkan
individu dengan gangguan pendengaran menarlk diri dari situasi yang dapat
memalukannya.
d. Rasa taka man
Kehilangan rasa percaya diri dan takut berbuat salah menclptakan suatu perasaan
tak aman pada kebanyakan orang dengan gangguan pendengaran. Tak ada
seorang pun yang menginglnkan untuk mengatakan atau melakukan hal yang salah
yang cenderung membuatnya nampak bodoh.
e. Tak mampu membuat keputusan-prokrastinal
Kehilangan kepercayaan diri membuat seseorang dengan gangguan pendengaran
sangat kesulitan untuk membuat keputusan.
f. Kecurigaan
Individu dengan kerusakan pendengaran, yang sering hanya mendengar sebagian
dari yang dikatakan, bisa merasa curiga bahwa orang lain membicarakan dirinya
atau bagian percakapan yang berhubungan dengannya sengaja diucapkan dengan
lirih sehingga la tak dapat mandengarkan
g. Kebanggaan semu
Individu dengan kerusakan pendengaran berusaha menyembunyikan kehilangan
pendengarannya. Konsekwensinya, ia sering berpura-pura mendengar padahal
sebenarnya tidak.
Kesepian dan ketldak bahaglaan Meskipun setiap orang selalu menginginkan
ketenangan, namun kesunyian yang dipaksakan dapat membosankan bahkan
kadang menakutkan. Individu dengan kehilangan pendengaran sering merasa
(terasing)
h. Kecenderungan untuk mendominasi pembicaran
Banyak Individu dengan kerusakan pendengaran cenderung mendominasi
percakapan, mengetahui bahwa selama pembicaraan terpusat padanya sehingga ia
dapat mengontrol maka la tidak akan melakukan kesalahan yang memalukan.
(Seizin Maico Hearing Instruments.)
9. Pengkajian Kemampuan Mendengar
a. Pemeriksaan Telinga .
Telinga luar diperiksa dengan inspeksi dan palpasi lang-sung sementara membrana
timpani diinspeksi, seperti telinga tengah dengan otoskop dan palpasi tak langsung
dengan menggunakan otoskop pneumatic
b. Pengkajian fisik
Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering
terlewat.
Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya :
1) deformitas, lesi,
2) cairan begitu pula ukuran,
3) simetris dan sudut penempelan ke kepala.
Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri,
harus dicurigai adanya otitis eksterna akut. Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah
mastoid dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus auri-kula
posterior. Terkadang, kista sebaseus dan tofus (de-posit mineral subkutan) terdapat
pada pinna. Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus biasanya menunjukkan
adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat pula di kulit kepala dan struktur
wajah.
a) Apakah keluhan tsb. pada satu telinga atau kedua telinga, timbul tiba-tiba atau
bertambah secara bertahap dan sudah berapa lamanya.
b) Apakah ada riwayat trauma kepala, telinga tertampar, trauma akustik atau
pemakaian obat ototoksik sebelumnya.
c) Apakah sebelumnya pernah menderita penyakit infeksi virus seperti parotitis,
influensa berat dan meningitis.
d) Apakah gangguan pendengaran ini diderita sejak bayi , atau pada tempat yang
bising atau pada tempat yang tenang.
2) Suara berdenging / berdengung (tinitus)
a) Keluhan telinga berbunyi dapat berupa suara berdengung atau berdenging yang
dirasakan di kepala atau di telinga, pada satu sisi atau kedua telinga.
b) Apakah tinitus ini menyertai gangguan pendengaran.
3) Rasa pusing yang berputar (vertigo).
Dapat sebagai keluhan gangguan keseimbangan dan rasa ingin jatuh.
a) Apakah keluhan ini timbul pada posisi kepala tertentu dan berkurang bila pasien
berbaring dan timbul lagi bila bangun dnegan gerakan cepat.
b) Apakah keluhan vertigo ini disertai mual, muntah, rasa penuh di telinga dan
telinga berdenging yang mungkin kelainannya terdapat di labirin atau disertai
keluhan neurologis seperti disentri, gangguan penglihatan yang mungkin letak
kelainannya di sentral. Kadang-kadang keluhan vertigo akan timbul bila ada
kekakuan pergerakan otot-oto leher. Penyakit DM, hipertensi, arteriosklerosis,
penyakit jantung, anemia, kanker, sifilis, dapat menimbulkan keluhan vertigo dan
tinitus.
4) Rasa nyeri di dalam telinga (Otalgia)
a) Apakah pada telinga kiri /kanan dan sudah berapa lama.
b) Nyeri alihan ke telinga dapat berasal dari rasa nyeri gigi, sendi mulut, tonsil, atau
tulang servikal karena telinga di sarafi oleh saraf sensoris yang berasal dari organ-
organ tersebut.
5) Keluar cairan dari telinga (otore)
a) Apakah sekret keluar dari satu atau kedua telinga, disertai rasa sakit atau tidak
dan sudah berapa lama.
b) Sekret yang sedikit biasanya berasal dari infeksi telinga luar dan sekret yang
banyak dan bersifat mukoid umumnya berasal dari telinga tengah. Bila berbau
busuk menandakan adanya kolesteatom. Bila bercampur darah harus dicurigai
adanya infeksi akut yang berat atau tumor. Bila cairan yang keluar seperti air jernih
harus waspada adanya cairan liquor serebrospinal.
b. Tes audiometrik.
Merupakan pemeriksaan fungsi untuk mengetahui sensitivitas (mampu mendengar
suara) dan perbedaan kata-kata (kemampuan membedakan bunyi kata-kata),
dilaksanakan dengan bantuan audiometrik.
Tujuan :
1) Menentukan apakah seseorang tidak mendengar.
2) Untuk mengetahui tingkatan kehilangan pendengaran.
3) Tingkat kemampuan menangkap pembicaraan.
4) Mengetahui sumber penyebab gangguan pada telinga media (gangguan konduktif)
dari telinga tengah (sistem neurologi).
Pendengaran dapat diidentifikasikan pada saat nol desibel naik sebelum seseorang
mendengar suara frekuensi yang spesifik. Bunyi pada titik nol terdengar oleh orang
yang pendengarannya normal. Sampai ke-20 db dianggap dalam tingkat normal.
2. Diagnosis
a. Nyeri berhubungaan dengan proses peradangan
b. Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran
c. Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga
tengah atau kerusakan di saraf pendengaran.
d. Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi,
nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah
operasi.
e. Resiko tinggi trauma berhubungaan dengan gangguan presepsi pendengaran
f. Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan
3. Intervensi
a. Nyeri berhubungaan dengan proses peradangan
Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien berkurang
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapkan bahwa rasa nyeri berkurang.
- Klien mampu melakukan metode pengalihan suasana.
Intervensi Keperawatan :
Rasional : Memungkinkan komunikasi dua arah anatara perawat dengan klien dapat
berjalan dnegan baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.
PEMBAHASAN KASUS
A. Skenario Kasus
Seorang anak laki-laki usia 7 tahun saat ini sedang menjalani perawatan di
RSU di Ruang Perawatan Kelas III sejak 3 hari yang lalu dan saat ini dalam persiapan
operasi. Anak tersebut masuk ke RS dengan keluhan mengalami penurunan
pendengaran disertai nyeri dan bengkak pada belakang telinga dan keluarnya
cairan kental kuning kehijauan serta berbau. Berdasarkan pengkajian yang
dilakukan perawat didapatkan data : anak memiliki riwayat sering menderita ISPA,
TB = 120 cm BB = 15 kg, kadar leukosit 13.000 mmk. Saat diwawancarai dengan
ibunya didapatkan informasi bahwa anak tersebut adalah anak pertama dari 2
bersaudara yang saat ini masih menyusui sehingga tidak memungkinkan setiap
malam menungguinya, selama ini prestasi sekolahnya menurun sejak dia mengeluh
sakit telinganya. Selama 3 hari perawatan, pasien mendapatkan terafi cairan
ditambah dengan obat penurun panas, pereda nyeri, obat tetes telinga, dan
antibiotik yang diharus diminum. Dokter merencanakan operasi pada 2 hari
mendatang setelah ada perbaikan kondisi umum. Pihak keluarga merasa khawatir
terhadap rencana tindakan operasi terutama terkait masalah biaya dan
keberhasilan operasi untuk memulihkan kondisi anak.
Pertanyaan Kasus
1. Setelah membaca dan menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dari kasus
diatas, coba diskusikan sistem organ apa yang terkait masalah diatas? Jelaskan
dengan menggunakan peta konsep struktur anatomi organ yang terkait serta
mekanisme fisiologis sistem organ itu bekerja!
2. Coba identifikasi diagnosis keperawatan utama pada pasien dalam kasus tersebut!
3. Coba saudara buat clinical fathway dari masalah keperawatan utama pada kasus
diatas?
4. Tindakan-tindakan dan intervensi keperawatan apa saja yang seharusnya
dilakukan seorang perawat untuk mengatasi masalah keperawatan utama pasien
dan keluarga pasien di atas ?
B. Jawaban scenario
1. Organ yang terkait pada kasus diatas adalah organ pendengaran yang terdiri dari :
Pembagian :
Skala media dan tympani dipisahkan oleh membrane basilaris, dibagian permukaan
terdapat organ corti (sel rambut).
e) Canalis semicircularis yaitu berisi ductus semicircularis dengan berujung pada
ampula
f) Vestibula merupakan organ keseimbangan tubuh.
Terdiri atas :
Sacculus
Utriculus
4) Labirynthus membranaceus / Labirin membranosa
Terdiri dari :
c) Labirynthus vestibularis
d) Labirynthus cochlearis
Mengandung :
d) Cairan
Perilimfe (kaya ion Natrium)
Endolimfe (kaya ion Kalium)
e) Sel rambut
f) Masa gelatinosa (mempengaruhi terhadap kecepatan impuls saraf)
Mekanisme fisiologi system pendengaran adalah melalui beberapa proses, yaitu :
a. Pertama di mulai dari daun telinga (outer Ear) yang fungsinya menangkap suara-
suara di sekitar dan memasukkan nya ke canal/ lubang telinga.
b. Proses kedua suara yang masuk melalui lubang telinga di terima oleh gendang
telinga yang berakibat bergetarnya tiga tulang pendengaran yaitu maleus,inkus dan
stapes(middle Ear). Dan menyalurkan ke cohlea / rumah siput.
c. Proses ke tiga di dalam cohlea / Rumah siput terdapat hear sell yang yang
bergetar akibat suara dan getarannya menghasilkan getaran listrik yang dihasilkan
dari energy kinestetik. Sehingga aliran listrik itu menjadikan sinyal yang
menyalurkan ke otak, yang di aliri oleh syaraf pendengaran, untuk selanjutnya otak
yang bekerja mengartikan semua suara-suara yang masuk tadi.
2. Diagnosis keperawatan utama pada kasus diatas adalah kebutuhan rasa nyaman
dan nyeri berhubungan dengan adanya proses inflamasi ditandai dengan :
DS :
Pasien mengeluh nyeri dibagian telinga
DO :
Pasien terlihat dibelakang telinga dan keluarnya cairan kental kuning kehijauan
serta berbau.
3. Pathway masalah keperawatan utama pada kasus diatas adalah :
Hemophylus influenza
Ruptur gendang telinga
Invasi bakteri
Proses peradangan
Nyeri
4. Dx: Nyeri berhubungaan dengan proses peradangan
Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien berkurang
Kriteria hasil :
-Klien mengungkapkan bahwa rasa nyeri berkurang.
-Klien mampu melakukan metode pengalihan suasana.
Intervensi Keperawatan :
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendengaran sebagai salah satu indera, memegang peranan yang sangat penting
karena perkembangan bicara sebagai komponen utama komunikasi pada manusia
sangat tergantung pada fungsi pendengaran. Apabila pendengaran mengalami
gangguan pada telinga seperti otitis media yang tekait dengan kasus ini.
B. Saran
Sebaiknya tidak mencoba pemindahan serumen telinga di rumah dengan cotton
bud, jepit rambut, pensil, atau peralatan lain apa pun. Tindakan seperti itu biasanya
hanya memasukkan lilin lebih banyak dan bisa merusakkan gendang pendengar
dan akan mengalami penyumbatan pada bagian telinga dalam.Sabun dan air di
atas sehelai waslap menyediakan higienis telinga eksternal yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC. Jakarta.
George L, Adams. 1997. BOEIS : Buku ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC. Jakarta.
Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorokan RSUD Dr Soetomo Surabaya
Rukmin, Sri; Herawati, Sri. 1999. Teknik Pemeriksaan THT. EGC. Jakarta