Anda di halaman 1dari 16

PENGARUH PERAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH

DAN RASIO CAMEL TERHADAP PRAKTIK MANAJEMEN LABA


DI BANK UMUM SYARIAH

SKRIPSI BAB I dan BAB II


Diajukan sebagai Ujian Akhir Semester dalam mata kuliah
Bahasa Indonesia

Disusun Oleh :
RIMA ROSIANA
8335141625

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
JAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sistem keuangan memiliki peran utama yairu mendorong alokasi efisien
sumber daya keuangan dan sumber daya riil untuk berbagai tujuan dan sasaran
yang beraneka ragam. Sistem keuangan ini jika berfungsi dengan baik akan
menciptakan investasi, memobilisasi simpanan, menonitor kinerja manajer,
memicu perdagangan, dan memfasilitasi pertukaran barang dan jasa (Mirakhor,
dkk., 2008). Informasi akuntansi digunakan oleh manajer dalam mengambil
keputusan ekonomik, seperti penilsi kinerja perusahaan, alat bantu pengambilan
keputusan operasional taktis strategic manajerial, alat prediksi kinerja ekonomi di
masa depan dan lain-lain (Suhardito., 2000 dalam Setiawati., 2010).
Dalam agency theory, menurut Jensen dan Meckling (1976 : 5) terdapat
kontrak antara pemegang saham dan manajer sebagai suatu hubungan keagenan
(agency relationship), dimana pemegang saham adalah principal yang
memberikan wewenang kepada manajer sebagai agent untuk mengelola
perusahaan atas nama pemegang saham. Manajer diasumsikan memperoleh
kepuasan dalam bentuk uang (pecuniary benefits) dan kepuasan dalam bentuk non
keuangan (nonpecuniary benefits), misal bersantai-santai dalam pekerjaan,
memboroskan keuangan perusahaan untuk kepentingan pribadinya. Kepuasan non
keuangan sifatnya non produktif, maka kegiatan tersebut akan mengakibatkan
nilai perusahaan turun dan tentu saja dalam hal ini pemegang saham dirugikan.
Pemegang saham eksternal (outside equity) menyadari adanya
kemungkinan penurunan nilai perusahaan sebagai akibat tindakan non produktif
manajer. Oleh karena itu investor hanya akan mau membeli saham dengan harga
yang lebih rendah dibandingkan dengan jika tidak ada tindakan manajer yang
nonproduktif. Penurunan kepuasan dari agen yang timbul dari hubungan keagenan
manajer dengan pemegang saham eksternal oleh Jansen dan Mekling (1976 : 6)
disebut sebagai biaya keagenan (agency cost). Biaya keagenan adalah merupakan
jumlah dari: (1) monitoring expenditure by the principal; (2) bonding expenditures
by the agent; dan (3) residual cost.
Bentuk konflik yang lain adalah konflik antara pemegang saham dan
kreditur. Kreditur sebagai principal meminjamkan sejumlah uang kepada
pemegang saham sebagai agen, dimana agen diberi wewenang untuk
menggunakan dana pinjaman guna menjalankan kegiatan operasinya. Dalam hal
ini, pemegang saham dapat melakukan tindakan yang dapat meningkatkan
kesejahteraannya, tetapi pada saat yang sama akan merugikan kreditur. Sebagai
contoh, pemegang saham menggunakan uang pinjaman tersebut untuk
pembayaran dividen. Disebabkan adanya kemungkinan risiko tindakan pemegang
saham tersebut maka dalam hal ini biaya keagenan direfleksikan dengan adanya
kenaikan tingkat bunga yang harus ditanggung pemegang saham.
Keterkaitan agency theory dengan penelitian ini adalah karena manajemen
laba merupakan salah satu bentuk agency problem. Manajemen laba terjadi karena
adanya assimetric informationantara manajer selaku agent dan pemilik perusahaan
selaku principle. Dalam hal ini manajer mempunyai informasi tentang perusahaan
secara lebih mendalam dibandingkan pemiliknya. Kesenjangan informasi ini
sering mendorong perilaku oportunistic (oportunistic behaviour) dari manajer
guna memaksimalkan keuntungan pada dirinya. Salah satu bentuk perilaku
oportunistic ini dilakukan dengan menyajikan laporan keuangan secara curang
(fraudulent financial reporting). Penyajian laporan secara curang dimaksudkan
oleh pelakuknya untuk mendapatkan keuntungan bagi kepentingannya, misalnya
saja dengan melakukan manajemen laba (earning management), manajer ingin
dinilai kinerjanya baik oleh pemilik, sehingga akan mendapatkan bonus dari
kinerjanya tersebut.
Rahmawati, dkk., (2007) dalam Setiawati (2010) mendefinisikan
manajemen laba sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja dalam
batasan General Accepted Accounting Principles (GAAP) untuk mengarah
pada tingkatan laba yang dilaporkan. Sedangkan Halim, dkk, (2005) dalam
Setiawati (2010) mendefinisikan manajemen laba adalah Pilihan metode akuntansi
yang secara sengaja dipilih manajemen untuk suatu tujuan tertentu.
Manajemen laba dilakukan oleh manajer dengan merekayasa laba
perusahaannya menjadi lebih tinggi, rendah ataupun selalu sama selama
beberapa periode dengan memanfaatkan fakta terkait kelemahan yang tidak
bisa kita pungkiri, yaitu fleksibilitas dalam menyusun laporan keuangan.
Fleksibilitas dalam pelaporan keuangan merupakan hal penting, karena
memungkinkan manajer untuk menggunakan pengukuran akuntansi yang paling
mencerminkan operasi perusahaan, namun hal ini dapat digunakan untuk
mendistorsikan kenyataan operasi dengan menggunakan diskresi akuntansi yang
dimiliki. Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat
mengurangi kredibilitas laporan keuangan, menambah bias dalam laporan
keuangan, serta mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai
angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa (Setiawati
dan Naim, 2000 dalam Setiawati, 2010). Manajemen laba sebenarnya tidak
menyalahi prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum, namun praktek ini
dapat menurunkan kualitas laporan keuangan suatu perusahaan, sehingga
merugikan pihak eksternal dan investor.
Menurut peneliti perbankan syariah mempunyai karakteristik yang
berbeda dengan perbankan konvensional. Sesuai dengan undang-undang no 21
tahun 2008 tentang perbankan syariah, bank syariah adalah perbankan yang dalam
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah (syari`a compliance),
sehingga bank syariah tidak hanya teregulasi undang-undang perbankan namun
juga prinsip syariah yang kaitannya dengan agama. Bila di kaitkan dengan praktik
manajemen laba, sejatinya manajemen laba tidak terjadi di perbankan syariah
karena adanya prinsip syariah yang melekat pada bank ini. Selain itu adanya
kebijakan dual banking system di industri perbankan konvensional sesuai undang-
undang No. 21 tahun 2008, dimana bank konvensional boleh membuka unit usaha
syariah yang merupakan cikal bakal berdirinya bank umum syariah pada
umumnya, sehingga dimungkinkan praktik manajemen laba dapat terjadi di bank
syariah, karena dalam beberapa penelitian yang dilakukan di bank konvensional,
terbukti bank tersebut melakukan praktik manajemen laba.
Indikasi adanya manajemen laba ini dapat dikaitkan dengan rasio CAMEL
(Zahara dan Veronica, 2009). Rasio CAMEL adalah rasio keuangan yang
terdiri dari capital, asset quality, management, earnings dan liquidity (Zahara
dan Veronica, 2009). Rasio ini sering digunakan untuk penelitian industri
perbankan. Nasser (2003) dalam Setiawati (2010), menggunakan rasio
CAMEL untuk membandingkan kinerja bank pemerintah dengan bank swasta
serta melihat pengaruhnya terhadap harga saham.
Rasio CAMEL juga digunakan oleh Bank Indonesia untuk
menentukan tingkat kesehatan bank yang layak beroperasi. Peraturan Bank
Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia No. 9/1/PBI/2007 tentang Sistem
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah pasal 3
menyebutkan bahwa Penilaian Tingkat Kesehatan Bank mencakup penilaian
terhadap faktor-faktor permodalan (capital), kualitas aset (asset quality),
manajemen (management), rentabilitas (earning), likuiditas (liquidity) ditambah
dengan sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk). Rasio ini
sering disebut juga dengan rasio CAMELS oleh para peneliti, karena adanya
tambahan komponen sensivitas.
Sedangkan Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tentang
Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum pasal 2 menyebutkan bahwa; (1)
Bank wajib melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip kehati-hatian
dalam rangka menjaga atau meningkatkan Tingkat Kesehatan Bank dan (2)
Komisaris dan Direksi Bank wajib memantau dan mengambil langkah-
langkah yang diperlukan agar Tingkat Kesehatan Bank sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat dipenuhi.
Penelitian Nasution dan Setiawan (2007) dengan sampel perusahaan
perbankan yang telah go public di BEJ selama periode 2000-2004
mengungkapkan bahwa mekanisme corporate governance yang diajukan melalui
keberadaan pihak independen dalam dewan komisaris mampu mengurangi tindak
manajemen laba yang terjadi dalam perusahaan perbankan. Anwar et. al (2011)
meneliti tentang corporate governanceperusahaan perbankan dengan sampel 82
Bank islam yang dilakukan di 11 negara, yaitu Bahrain, Mesir, Iran, Yordania,
Kuwait, Libanon, Qatar, Arab Saudi, Sudan, Turki, dan Uni Emirat Arab,
menemukan bahwa beberapa karakteristik Dewan Pengawas Syariah dan
karakteristik dewan komisaris merupakan penentu penting dalam mengurangi
manajemen laba bagi bank Islam. Menurut Ghayad (2008) dalam Suryanto (2014)
bank Islam harus memiliki dewan penasehat syariah dengan pengetahuan yang
baik dalam keuangan untuk membantu pihak manajemen bank mengembangkan
produk baru sesuai dengan prinsip syariah. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Wardani dan Joseph (2010) pada perusahann yang listing di IDX, meneliti tentang
pengaruh mekanisme corporate governaceyang di ajukan melalui karakteristik
komite audit, seperti latar belakang akuntansi dan keuangan, mampu mengurangi
tindakan manajemen laba.
Praktik manajemen laba mungkin dilakukan oleh manajer yang
berperan sebagai pengelola meskipun pada perbankan syariah yang telah
melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah, maka dari itu penulis tertarik
untuk mengangkat judul: Pengaruh Peran Dewan Pengawas Syariah dan Rasio
CAMEL terhadap Praktik Manajemen Laba di Bank Umum Syariah.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka peneliti
mengidentifikasi masalah-masalah yang mempengaruhi manajemen laba, yaitu
sebagai berikut:
1. Adanya hubungan pemegang saham dan manager (teori agensi atau
kepentingan) yang meningkatkan adanya kemungkinan manajemen laba.
2. Peran Dewan Pengawas Syariah yang meminimalisir adanya kemungkinan
manajemen laba.
3. Kurangnya efisiensi penggunaan metode CAMEL yang diterapkan Bank
Indonesia dalam meminimalisir adanya manajemen laba.
4. Kemungkinan terjadinya kasus manajemen laba di bank umum syariah

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, terlihat
beberapa permasalahan yang mempengaruhi terjadinya manajemen laba di bank
umum syariah. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu :
1. Peneliti menggunakan populasi dan sampel Bank Umum Syariah yang
terdaftar di Bank Indonesia.
2. Periode pengamatan selama 5 tahun yaitu tahun 2010-2015.
3. Variabel independen yang diuji yaitu peranan Dewan Pengawas Syariah
dan Rasio CAMEL, dengan variabel dependen praktik manajemen laba di
Bank Umum Syariah.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan pokok yang telah disebutkan sebelumnya pada
latar belakang, maka peneliti dapat merumuskan beberapa permasalahan
yang terjadi, yaitu :
1. Apakah peranan Dewan Pengawas Syariah berpengaruh terhadap praktik
manajemen laba di Bank Umum Syariah ?
2. Apakah Rasio Camel berpengaruh terhadap praktik manajemen laba di
Bank Umum Syariah ?

E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut :
1. Kegunaan Teoritis
a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan
mengenai manajemen laba di Bank Umum Syariah bagi para peneliti
selanjutnya.
2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan praktis
baik bagi perbankan syariah, investor maupun nasabah. Adapun
kegunaan praktis yang diharapkan dapat diberikan sebagai berikut :
a) Perbankan Syariah
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
yang bermanfaat bagi Bank Umum Syariah sebagai bahan
masukan agar tidak terjadinya praktik manajemen laba di Bank
Umum Syariah.
b) Investor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para investor
untuk mengambil keputusan apakah akan berinvestasi pada Bank
Umum Syariah tersebut.
c) Nasabah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam memilih Bank Umum Syariah yang bersih dan
tidak terjadi praktik manajemen laba.

F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh atau diharapkan dari hasil penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi mahasiswa atau akademisi, penelitian ini diharapkan dapat
menambah literatur dalam bidang manajemen dan akuntansi perbankan
syariah,
2. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi pada pengembangan kajian teoritis, terutama yang berkaitan
dengan bidang akuntansi perbankan syariah,
3. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk penelitian
berikutnya dan menjadi masukan untuk perbaikan regulasi sistem
perbankan syariah di Indonesia.
BAB II
KAJIAN TEORITIK

A. Deskripsi Konseptual
1. Agency Theory
Hal yang mempengaruhi terjadinya ketidakseimbangan informasi atau
yang sering disebut asimetri informasi antara dan konflik kepentingan
antara principal dan agent adalah moral hazard (kekacauan moral) yang
mendorong agent untuk menyajikan informasi perusahaan yang tidak
sebenarnya kepada principal terutama mengenai pengukuran kinerja agent
itu sendiri (Setiawati, 2010).
Dari ketidakseimbangan informasi tersebut memberikan kesempatan
bagi manajemen untuk melakukan praktik manajemen laba dalam rangka
menyesatkan pemilik mengenai kinerja ekonomi perusahaan (Suryanto,
2014)
Menurut Jensen and Meckling (1976) dalam Suryanto (2014) ada
permasalahan yang terjadi antara principal dan agent, yaitu sebagai
berikut:
a. Moral hazard
Merupakan permasalahan yang timbul jika agen tidak
melaksanakan hal-hal yang disepakati bersama dalam kontrak
kerja, atau menyeleweng dari kesepakan yang telah ditetapkan.
b. Adverse selection
Merupakan suatu tindakan dimana prinsipal tidak dapat
mengetahui apakah suatu kepentingan yang diambil oleh agen
benar-benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya atau
terjadi sebagai sebuah kesalahan tugas.

2. Dewan Pengawas Syariah


Bagi bank umum syariah yang notabennya melakukan kegiatan
perbankan berdasarkan prinsip syariah, harus ada badan yang mengawasai
nya yaitu dewan pengawas syariah. Dewan pengawas syariah yaitu badan
independen yang bertugas melakukan pengarahan (directing), pemberian
konsultasi (consulting), melakukan evaluasi (evaluating), dan pengawasan
(supervising) kegiatan bank syariah dalam rangka memastikan kegiatan
usaha bank syariah tersebut mematuhi (compliance) terhadap prinsip
syariah sebagaimana telah ditentukan oleh fatwa dan syariah islam.
Dalam Prasetyoningrum (2010) dijelaskan bahwa Dewan Pengawas
Syariah adalah badan independen yang ditempatkan oleh dewan syariah
nasional (DSN) pada lembaga keuangan syariah salah satu contohnya
disini adalah perbankan syariah. Anggota DPS terdiri dari para pakar di
bidang syariah muamalah yang memiliki pengetahuan umum di bidang
per bankan. Sedangkan menurut Peraturan Bank Indonesia No.
06/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dalam pasal 1 ayat 10 Dewan
Pengawas Syariah adalah dewan yang melakukan pengawasan terhadap
prinsip syariah dalam kegiatan usaha bank.
DPS merupakan badan yang hanya dimiliki oleh
perusahaan/organisasi yang dijalankan sesuai syariah Islam.
Keanggotaan Dewan Pengawas Syariah terdiri dari ahli syariah, yang
sedikitnya banyak menguasai hukum dagang positif dan cukup terbiasa
dengan kontrak-kontrak bisnis (Prabowo, 2000). Harahap (2002)
memberikan definisi DPS sebagai lembaga Independen atau hakim khusus
dalam fikih muamalat ( fiqh almuamalat ).
Namun DPS bisa juga anggota diluar fikih tetapi ahli juga didalam
bidang lembaga keuangan Islam dalam fikih muamalat. DPS
merupakan suatu lembaga keuangan yang berkewajiban mengarahkan,
mereview dan mengawasi aktivitas lembaga keuangan agar dapat diyakini
bahwa mereka mematuhi aturan dan prinsip syariah Islam, fatwa
anggota DPS akan mengikat lembaga keuangan Islam.

3. Rasio CAMEL
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tentang
Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum pasal 2
menyebutkan bahwa
(1) Bank wajib melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
kehati-hatian dalam rangka menjaga atau meningkatkan tingkat
kesehatan bank, dan
(2) Komisaris dan Direksi Bank wajib memantau dan mengambil
langkah-langkah yang diperlukan agar tingkat kesehatan bank
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dipenuhi.
Pasal 8 Peraturan Gubernur Bank Indonesia No. 6/10/2004 tahun
2004 menjelaskan bahwa bank wajib melakukan penilaian tingkat
kesehatan bank sesuai dengan peraturan Bank Indonesia secara
triwulanan untuk posisi bulan Maret, Juni, September dan Desember.
Menurut Kasmir (2002 : 185-186) dalam Said (2012) , Analisis
rasio CAMEL digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan Bank. Unsur
yang digunakan dalam rasio CAMEL tersebut adalah :
1. Capital
Penilaian didasarkan kepada permodalan yang dimiliki oleh salah
satu Bank. Salah satu penilaian adalah dengan metode CAR (Capital
Adequacy Rasio) yaitu dengan cara membandingkan modal terhadap
aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR).
2. Assets
Penilaian didasarkan kepada kualitas aktiva yang dimiliki Bank.
Rasio yang diukur ada 2 macam yaitu :
a. Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva
produktif
b. Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva
produktif yang diklasifikasikan.
3. Management
Penilaian didasarkan kepada manajemen permodalan, manajemen
aktiva, manajemen rentabilitas, manajemen likuiditas dan
manajemen umum. Manajemen bank dinilai atas dasar 250
pertanyaan yang diajukan.
4. Earning
Penilaian didasarkan kepada rentabilitas suatu bank yaitu melihat
kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam
unsur ini didasarkan kepada 2 macam yaitu :
a. Rasio laba terhadap total asset (Return on Assets)
b. Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional
(BOPO).
5. Liquidity
Yaitu untuk menilai likuiditas bank. Penilaian likuiditas bank
didasarkan kepada 2 macam rasio yaitu :
a. Rasio jumlah kewajiban bersih Call Money terhadap aktiva lancar
dan yang termasuk aktiva lancar adalah Kas, Giro pada BI,
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar
Uang (SBPU) yang sudah diendos oleh bank lain.
b. Rasio antara kredit terhadap dana yang diterima oleh Bank.

4. Manajemen Laba
Manajemen laba terjadi ketika manajemen suatu badan usaha
menggunakan kedudukannya untuk mengubah laporan keuangan yang
telah ia susun. Tujuan dari pengolahan data fiktif tersebut adalah
memanipulasi besaran laba yang dilaporkan kepada para pemegang saham
dan mempengaruhi hasil perjanjian yang bergantung pada angka-angka
akuntansi yang dilaporkan.
Manajemen laba (earnings management) sebagai serangkaian
langkah yang dilakukan manajer untuk meningkatkan atau
menurunkan jumlah laba yang dilaporkan dalam tahun berjalan yang
merupakan tanggung jawabnya tanpa menyebabkan penurunan atau
peningkatan keuntungan yang dicapai suatu badan usaha dalam
jangka panjang. Pandangan ini tidak saja terbatas pada perilaku manajer
tetapi lebih luas yaitu mencakup seluruh tindakan yang dilakukan
manajemen dalam mengelola earnings, yang meliputi pemilihan
kebijakan akuntansi serta keputusan operasi perusahaan (Rokhlinasari,
2014).
Rokhlinasari (2014) menyebutkan bahwa ada dua konsep dalam
memahami manajemen laba, yaitu :
1. Manajemen laba dipandang sebagai opportunistic behavior
perspective jika manajer memaksimumkan kepentingannya dalam
menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan kos politis.
Perspektif oportunistik juga disebut ex-post karena pemilihan
metode akuntansi dilakukan setelah faktanya diketahui.
2. Manajemen laba dipandang dari sisi efficiency contracting
perspective bila dalam kontrak kompensasi, perusahaan akan
mengantisipasi insentif manajer untuk mengelola earnings melalui
jumlah kompensasi yang ditawarkan. Lender juga akan melakukan hal
yang sama dalam memutuskan tingkat bunga yang diminta.
Dalam pandangan ini earnings management memberikan
fleksibilitas kepada manajer untuk melindungi diri mereka dan
perusahaan dalam menghadapi realisasi keadaan yang tidak dapat
diantisipasi untuk menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam
kontrak.

B. Hasil Penelitian Relevan


Hasil penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan acuan peneliti
tercantum dalam tabel hasil penelitian relevan sebagai berikut :
No Peneliti Penelitian Variabel Hasil Penelitian
.
1 Tulus Suryanto Manajemen Laba Manajemen Laba, Peran komite audit
(2014) Pada Bank Syariah Komite Audit, dalam mencegah
di Indonesia : Dewan Pengawas tindakan manajemen
Peran Komite Syariah laba di bank syariah
Audit dan Dewan berpengaruh negatif
Pengawas Syariah namun berdasarkan
hasil pengujian
hipotesis tidak
signifikan.
Keberadaan dewan
pengawas syariah
ternyata mampu
mengurangi tindakan
manajemen laba di
bank syariah.
Berdasarkan hasil
pengujian hipotesis
diketahui bahwa
variabel dewan
pengawas syariah
berpengaruh negatif
secara signifikan
2 Khaerunnisa Analisis Tingkat Camel, CAR, Berdasarkan kriteria
Said (2012) Kesehatan Bank KAP, PPAP, penilaian tersebut
Dengan NPM, BOPO, maka hasil penilaian
Menggunakan ROA, LDR aspek CAMEL PT
Metode Camel Bank Syariah Mandiri
Pada Pt.Bank dari tahun 2001 adalah
Syariah Mandiri SEHAT, tahun 2002
(Periode 2001- adalah SEHAT, tahun
2010) 2003 adalah SEHAT,
tahun 2004 adalah
CUKUP SEHAT,
tahun 2005 adalah
CUKUP SEHAT, tahun
2006 adalah CUKUP
SEHAT, tahun 2007
adalah CUKUP
SEHAT, tahun 2008
adalah CUKUP
SEHAT, tahun 2009
adalah CUKUP
SEHAT, dan tahun
2010 adalah CUKUP
SEHAT.
3 Prasetyoningru Analisis Pengaruh Independensi, Faktor ekonomi dan
m (2010) Independensi dan Profesionalisme, faktor religiusitas
Profesionalisme DPS, BPRS secara bersama-sama
Dewan Pengawas berpengaruh signifikan
Syariah terhadap terhadap independensi
Kinerja Bank DPS pada BPR
Perkreditan Rakyat Syariah di Jawa
Syariah di Jawa Tengah.
Tengah Independensi DPS
mempunyai pengaruh
yang signifikan
terhadap
profesionalisme DPS
dengan arah hubungan
negatif.
Profesionalisme DPS
tidak signifikan dalam
mempengaruhi Kinerja
BPRS.
Independensi DPS dan
profesionalisme DPS
tidak signifikan
mempengaruhi Kinerja
BPRS.
4 Marihot Pengaruh Corporate Komposisi dewan
Nasution, Corporate Governance, komisaris berpengaruh
Doddy Setiawan Governance Komite Audit, negatif terhadap
(2007) terhadap Manajemen Laba praktek manajemen
Manajemen Laba laba di perusahaan.
Di Industri
Perbankan
Indonesia
5 Sri Rokhlinasari Perbankan Syariah Bank Syariah, Pada bank syariah
(2013) dan Manajemen Manajemen Laba melakukan manajemen
Laba laba dalam laporan
keuangan. Hal ini
dibuktikan dengan
hasil Discretionary
Accrual selama dua
tahun yang
bernilai positif dan
negatif. Hal ini berarti
bank syariah
melakukan
manajemen laba dengan
cara menurunkan laba.
Nilai Discretionary
Accrual yang telah
dianalisis dalam 11
bank syariah tersebut
masih berkisar dibawah
angka 0 (nol).
6 Luh Gede Pengaruh Rasio BPR, CAMEL, Variabel rasio CAR,
Kusuma Dewi, I Camel Pada Manajemen Laba ROA, dan NPM
Wayan Suartana, Praktik Manajemen berpengaruh negatif
IB Putra Astika Laba di tidak signifikan pada
(2012) BPR Provinsi Bali manajemen laba di
BPR Provinsi Bali.
Variabel rasio RORA
dan LDR berpengaruh
signifikan pada
manajemen laba di
BPR Provinsi Bali.
Dapat disimpulkan ada
indikasi praktik
manajemen laba
di BPR Provinsi bali.
7 Fricilia & Analisis Faktor- Manajemen Laba, Hasil penilitian bahwa
Hendro Lukman Faktor Yang CAR, LDR, NPL, Capital Adequacy Ratio
(2015) Memengaruhi Audit Reputation, (CAR), Non Perfoming
Praktik Audit Loan (NPL), Loan to
Manajemen Laba Tenure Deposit Ratio Loan to
Pada Indsutri Deposit Ratio (LDR),
Perbankan Growth, Reputasi
Di Indonesia auditor dan Audit
tenure sebagai variabel
independen yang
diproses dengan
menggunakan SPSS,
ternyata CAR, LDR
dan Growth yang
mempengaruhi
terhadap praktik
manajemen laba di
industri perbankan,
sedangkan (NPL),
Reputasi Auditor dan
Audit Tenure tidak
mempengaruhi.

C. Kerangka Teoritik
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dirangkum dalam
tabel diatas ternyata masih terjadi research gap yang menunjukkan adanya
ketidakkonsistenan dari hasil penelitian sehingga perlu dilakukan penelitian
lanjutan dengan variabel peranan dewan pengawas syariah serta rasio camel.
Dari beberapa uraian tersebut kerangka berfikir digambarkan dengan
bagan sebagai berikut :

Peranan Dewan
Pengawas Syariah Manajemen Laba di
Bank Umum Syariah

Rasio CAMEL
D. Perumusan Hipotesis
Dari dasar kerangka teoretik dan hasil penelitian yang relevan ini,
maka penelitian ini merumuskan hipotesis sebagai berikut :
H1: Peran Dewan Pengawas Syariah (X1) berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba di Bank Umum Syariah
H2: Rasio Camel (X2) berpengaruh negatif terhadap manajemen laba di Bank
Umum Syariah (Y)

Anda mungkin juga menyukai