LP Fraktur Femur
LP Fraktur Femur
A. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price & Wilson, 2006).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2002).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi
akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih
banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok
(http://cinehel.wordpress.com/2012/12/12/laporan-pendahuluan-fraktur/).
B. Etiologi
Penyebab fraktur dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Cedera Traumatik, pada tulang disebabkan oleh :
a) Cedera langsung, yang berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
b) Cedera tidak langsung, yang berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan farktur
klavikula.
c) Fraktur disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik. Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dan dapat juga terjadi pada
berbagai keadaan berikut :
a) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
b) Infeksi deperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi
diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbs vitamin D atau
oleh asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus-menerus, misalnya pada
penyakit folio dan orang yang bertugas di kemiliteran.
KLASIFIKASI
2) Fraktur segmental: bila garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan
satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk sembuh
dan keadaan ini perlu terapi bedah
3) Fraktur multipel: garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang
berlainan tempatnya. Seperti fraktur femur, cruris dan vertebra.
Derajat II: luka lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan sedang, potensial infeksi
lebih besar, fraktur merobek kulit dan otot.
Fraktur tidak kompleks, integritas kulit masih utuh, tidak ada gambaran tulang
yang keluar dari kulit.
3) Fraktur spiral; trauma rotasi : Fraktur ini timbul akibat torsi pada ekstrimitas,
menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh
dengan imobilisasi luar.
4) Fraktur kompresi; trauma axial flexi pada tulang spongiosa : Fraktur terjadi
karena ketika dua tulang menumpuk tulang ketiga yang berada diantaranya
seperti satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.
f) Fraktur patologi
Terjadi pada daerah yang menjadi lemah oleh karena tumor atau prose patologik
lainnya.
Fraktur batang femur mempunyai insidens yang cukup tinggi di antara jenis jenis
patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah.
Fraktur di daerah kaput, kolum, trokanter, subtrokanter, suprakondilus biasanya
memerlukan tindakan operatif.
Dapat terjadi akibat trauma langsung, pasien terjatuh dengan posisi miring dan
trokanter mayor langsung terbentur pada benda keras seperti jalanan. Pada trauma
tidak langsung, fraktur kolum femur terjadi karena gerakan eksorotasi yang
mendadak dari tungkai bawah. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada wanita tua yang
tulangnya sudah mengalami osteoroporosis. Fraktur kurang stabil bila arah sudut
garis patah lebih besar dari 30 (tipe II atau tipe III menurut Pauwel). Fraktur
subkapital yang kurang stabil atau fraktur pada pasien tua lebih besar
kemungkinannya untuk terjadinya nekrosis avaskular.
C. Anatomi Fisiologi Organ Terkait
1. Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses Osteogenesis menjadi tulang.
Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut Osteoblast. Proses mengerasnya
tulang akibat penimbunan garam kalsium.
Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang disebut
diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis
terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang
tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang
tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan
oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang
dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone
(cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis,
lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan,
estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen,
bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang
panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi
sumsum tulang.
2. Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
a) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
b) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan
lunak.
c) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
d) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis).
e) Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
D. Concept Map
E. Tanda dan Gejala
1. Deformitas : daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragment tulang berpindah dari
tempatnya. Perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a) Rotasi pemendekan tulang
b) Penekanan tulang
2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3. Echumosis dari perdarahan subculaneous
4. Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness / keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur didaerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitasi
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung dan mengetahui
tempat serta tipe fraktur, biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi
dan selama proses penyembuhan secara periodik.
2. Skor tulang tomography, skor C1, MRI : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
3. Artelogram, dicurigai bila ada kerusakan vaskuler.
4. Hitung darah lengkap, Hb mungkin menurun akibat perdarahan, HT mungkin
meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur
atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan jumlah WBC adalah respon stress
normal setelah trauma.
5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah tranfusi multiple atau
cedera hati.
G. Komplikasi
1. Komplikasi awal
d) Infeksi. Fraktur terbuka: kontaminasi infeksi sehingga perlu monitor tanda infeksi
dan terapi antibiotic
2. Komplikasi lambat
a) Delayed union : Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang diharapkan
biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini berhubungan dengan proses infeksi.
Distraksi/tarikan bagian fragmen tulang
b) Non union : Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi pengobatan. Hal
ini disebabkan oleh fobrous union atau pseudoarthrosis
c) Mal union : Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada perubahan
bentuk)
Tindakan Pembedahan
1. ORIF (OPEN REDUCTION AND INTERNAL FIXATION)
- Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cidera dan diteruskan sepanjang
bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur
- Fraktur diperiksa dan diteliti
- Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka
- Fraktur di reposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali
- Sesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat ortopedik
berupa; pin, sekrup, plate, dan paku
Keuntungan:
- Reduksi akurat
- Stabilitas reduksi tinggi
- Pemeriksaan struktu neurovaskuler
- Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal
- Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi lebih cepat
- Rawat inap lebih singkat
- Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal
Kerugian :
- Kemungkinan terjadi infeksi
- Osteomielitis
2. OREF (OPEN REDUCTION AND EKSTERNAL FIXATION)
- Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal, biasanya pada
ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama
- Post eksternal fiksasi, dianjurkan penggunaan gips.
- Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan untuk implantasi pen ke tulang
- Lubang kecil dibuat dari pen metal melewati tulang dan dikuatkan pennya.
- Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus, antara lain:
Obsevasi letak pen dan area
Observasi kemerahan, basah dan rembes
Observasi status neurovaskuler distal fraktur
I. Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas
Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena(mungkin
segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan,
nyeri)
2. Sirkulasi
Tanda :
a) Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri, ansietas)
b) Hipotensi (kehilangan darah)
c) Takikardia (respon stres, hipovolemia)
d) Penurunan/tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera
e) Pengisian kapiler lambat
f) Pucat pada bagian yang terkena
g) Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera
3. Neurosensori
Gejala :
a) Hilangnya gerakan/sensasi
b) Spasme otot
c) Kebas/kesemutan (parestesis)
Tanda :
a) Deformitas local
b) Angulasi abnormal
c) Pemendekan
d) Rotasi
e) Krepitasi
f) Spame otot
g) Terlihat kelemahan/hilang fungsi
h) Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ ansietas/trauma)
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala :
a) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang dengan imobilisasi)
b) Tidak ada nyeri karena kerusakan syaraf
c) Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
5. Keamanan
Tanda :
a) Laserasi kulit
b) Avulsi jaringan
c) Perdarahan
d) Perubahan warna
e) Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)
J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri
2. Hambatan mobilitas fisik
3. Resiko kekurangan volume cairan
4. Ansietas
5. Resiko infeksi
K. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1 Nyeri Pain level 1. Kaji nyeri secara
Pain control komprehensif (lokasi,
Comfort level karakteristik, durasi,
Kriteria hasil : frekuensi, kualitas, dan
1. Mampu mengontrol nyeri factor presipitasi)
dengan teknik 2. Kaji tanda-tanda vital
nonfarmakologi 3. Monitor penerimaan pasien
2. Mampu mengenali nyeri tentang manajemen nyeri
(skala, intensitas, frekuensi 4. Tingkatkan istirahat
dan tanda nyeri ) 5. Berikan analgetik tepat
3. Menyatakan rasa nyaman waktu terutama saat nyeri
setelah nyeri berkurang hebat
6. Ajarkan tentang teknin
nonfarmakologi dalam
mengurangi nyeri
7. Kolaborasi dalam
pemberian nyeri
Price dan Wilson, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volume 2, Edisi 6.
Jakarta : EGC.
Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC, 2013
http://ukhtihuda.blogspot.com/2012/05/anatomi-dan-fisiologi-tulang.html
http://jfikriamrullah.wordpress.com/2011/03/08/laporan-pendahuluan-fraktur-patofisiologi-
definisi-etiologi-klasifikasi-manifestasi-klinik/
http://wikimed.blogbeken.com/fraktur-femur
http://cinehel.wordpress.com/2012/12/12/laporan-pendahuluan-fraktur/
Klaten, 30 Oktober 2013
Mengetahui,
Wawan, S. Kep,.Ns
Mahasiswa
Marleni Rovana
(13160055)