TINJAUAN PUSTAKA
2006)1,3
1. Malaria serebral
penilaian GCS (Glasgow Coma Skale), <7 atau dengan keadaan klinis
soporous, atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang yang tidak
lebih ringan seperti apatis, somnolen, delirium dan perubahan tingkah laku
(penderita tidak mau bicara). Penurunan kesadaran menetap > 30 menit tidak
panas atau hipoglikemi. Kejang, kaku kuduk dan hemiparese dapat terjadi
pupil ukuran normal dan reaktif. Papiledema jarang, refleks kornea normal
pada orang dewasa sedangkan anal refleks dapat hilang. Refleks abdomen dan
keadaan berat, penderita dapat mengalami dekortikasi (lengan flexi dan tungkai
otak sehingga terjadi anoksia otak, karena eritrosit yang mengandung parasit
sulit melalui pembuluh kapiler. Kadar laktat pada cairan serebrospinal (CSS)
prognosis yaitu bila kadar laktat >6 mmol/l mempunya prognosa buruk (ad
CT Scan biasanya normal, edema serebri hanya dijumpai pada kasus yang
agonal. Dapat disertai gangguan fungsi organ lain seperti ikterik, gagal ginjal,
2. Anemia berat (Hb < 5 g/dl atau hematokit < 15%) pada hitung parasit
lainya.1,3
3. Gagal ginjal akut (urin <400 ml/ 24 jam pada orang dewasa atau < 12 ml/kg BB
pada anak setelah dilakukan rehidrasi dan kreatinin >3 mg). Gangguan ginjal
Secara klinis dapat terjadi oliguria atau poliuria. Apabila BJ urin < 1.010
1,015,rasio urea urin: darah >4:1, natrium urin <20 mmol/l menunjukan adanya
dehidrasi.1,3
metabolik dari parasit telah menghabiskan cadangan glikogen dalam hati dan
6. Gagal sirkulasi atau Syok (Malaria Algid), tekanan sistolik <70 mmHg (anak 1-
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, traktus disgestivus atau disertai kelainan
9. Asidemia atau asidosis pH <7.25, plasma bikarbonat <15 mmol/L, kadar laktat
kusmaul.
10. Makroskopik hemoglobinuri (black water fever) oleh karena infeksi pada
malaria akut (bukan karena obat anti malaria pada kekurangan G-6-PD,
Pada kriteria WHO 2006 telah dimasukkan ke dalam kriteria malaria berat
hiperlaktemia.
Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai malaria berat sesuai
malaria
2.2 Etiologi
2.3 Patogenesis
selanjutnya akan masuk ke dalam sel hati (hepatosit) dan kemudian terjadi
skizogoni ekstra ertrositer. Skizon hati yang matang selanjutnya akan pecah
(ruptur) dan selanjutnya merozoit akan menginvasi sel eritrosit dan terjadi
skizogoni intra eritrositer, menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit (EP)
matang akan pecah, melepaskan toksin malaria yang akan menstimulasi sistem
RES dengan dilepaskannya sitokin proinflamasi seperti TNF- dan sitokin lainnya
vital. Faktor lain seperti induksi sitokin TNF- dan sitokin-sitokin lainnya oleh
toksin parasit malaria dan produksi nitrik oksid (NO) juga diduga mempunyai
1. Anamnesis
dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, mialgia. Pada anamnesis juga
sakit malaria.
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Laboratorium
DNA
Selain pemeriksaan diatas, pada malaria berat pemeriksaan penunjang yang
perlu dilakukan :
1. Pengukuran hemoglobin dan hematokrit
2. Hitung jumlah leukosit, trombosit
3. Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT, SGPT, alkali
2.6 Penatalaksanaan
Pada setiap malaria berat maka tindakan penanganan dan pengobatan yang
1. Tindakan umum/suportif
2. Pengobatan simptomatik
3. Pemberian Obat Anti Malaria (OAM)
4. Pengobatan Komplikasi
2.5.1 Tindakan umum/suportif
tindakan perlu dilakukan pada penderita dengan dugaan malaria berat berupa
kebutuhan oksigen.
9.Diet : porsi kecil & sering, cukup kalori, karbohidrat dan garam