Anda di halaman 1dari 51

METODE GEOLOGI LAPANGAN

OLEH : IR. WARTONO RAHARDJO

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2007
METODA GEOLOGI LAPANGAN

PENDAHULUAN

1. Ahli geologi dan pekerjaan lapangan


Ahli geologi adalah seseorang yang dengan bekal ilmunya, yakni geologi,
mampu memberikan evaluasi tentang kondisi suatu wilayah, menyangkut
tentang :
a. Gejala dan proses geologi saat diteliti : Gejala dan proses geologi apa
saja yang ada dan terjadi atau masih berlangsung di wilayah tersebut pada
waktu evaluasi dilakukan. Apakah daerah tersebut masih dalam proses
terbentuk, misalnya daerah bantaran sungai, delta, ataukah daerah tersebut
telah tererosi sehingga terbentuk lembah-lembah curam, gua di bawah
tanah dsb . Apakah ada kegunungapian akfif, kegempaan aktif, banjir
musiman. Apakah daerah tersusun oleh batuan yang homogen, heterogen
atau kompleks dan apakah di daerah tersebut terdapat rekahan, sesar,
lipatan.
b. Gejala dan proses geologi di masa lalu : Gejala dan proses geologi apa
saja yang pernah ada dan pernah terjadi di wilayah tersebut sepanjang
waktu geologi, semenjak waktu pernbentukan batuan yang tertua di daerah
tersebut hingga saat evaluasi dilakukan. Misalnya saja apakah daerah
tersebut pernah menjadi laut, laut dalam atau dangkal, proses pengendapan
apa yang terjadi. Pernahkah terjadi genanglaut atau susutlaut. Berapa kali
peristiwa tektonik bekerja di daerah tersebut, apakah tektonik yang pernah
ada bersifat regangan atau tekanan atau berulang dan berganti-ganti.
Apakah pernah terjadi kegiatan magma atau kegiatan kegunungapian
ditempat itu. Apakah pernah terjadi pengangkatan dan erosi, berapa kali
dan apa yang terlibat. Kapan terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut.
c. Potensi geologi daerah tersebut : Potensi geologi apa saja yang dimiliki
oleh wilayah tersebut, baik potensi positip maupun potensi negatip.
Potensi positip berupa sumberdaya geologi, misalnya bahan tambang
yang sudah atau belum digali, air tanah yang sudah dan belum
dimanfaatkan, tanah yang dapat berfungsi sebagai lahan pertanian,
perkebunan, pemukiman atau sebagai bahan urugan, baik yang sudah
digali maupun yang belum dsb. Sedangkan potensi negatip berupa
potensi bencana alam, misalnya : tingkat kegempaan, daerah yang sudah
maupun yang belum pernah tetapi berpotensi terjadinya tanah longsor,
daerah mana yang rentan akan bahaya banjir, daerah mana yang sudah
pernah atau berpotensi terkena akibat aktifitas gunung api misalnya aliran
awan panas, aliran lahar, aliran lava.
Berdasar kondisi geologinya tersebut, maka wilayah tersebut dapat
dikembangkan dan ditata secara bijaksana, sehingga secara optimal dapat
memberikan kesejahteraan, keamanan dan kenyamanan kepada para
penghuninya, baik manusia maupun makhluk hidup yang lain secara
berkesinambungan.
Untuk dapat mengetahui kondisi geologi di suatu daerah, ahli
geologi harus memiliki dasar geologi yang kuat, menyeluruh dan
terintegrasi, serta mampu memanfaatkan pengetahuan dasar tersebut untuk
melakukan pemetaan geologi. Kemahiran dalam melakukan pemetaan
geologi hanya dapat dicapai apabila yang bersangkutan mengerti dan
memahami Metode Geologi Lapangan (MGL).
2. Maksud dan Tujuan Kuliah Metoda Geologi Lapangan.
Maksud Kuliah MGL adalah memberikan uraian tentang:
a. Teknik penggunaan peralatan lapangan baku.
b. Teknik dan metoda lapangan yang diperlukan untuk pembuatan peta
geologi.
c. Macam-macam peta geologi dan prosedur penyusunannya.
d. Metoda pemetaan pada berbagai macam batuan.
Tujuan Kuliah MGL
Setelah menyelesaikan kuliah ini mahasiswa dapat :
a. Menguasai penggunaan peralatan lapangan baku.
b. Menguasai teknik geologi lapangan yang terpenting.
c. Merencanakan dan melakukan pemetaan geologi.
d. Menyiapkan laporan sesuai dengan peta geologi yang dihasilkan dengan
mengikuti pembakuan.
3. Kaitan matakuliah MGL dengan matakuliah lainnya.
MGL membutuhkan penguasaan yang baik dari :
a. Mineralogi/Petrologi/Petrografi.
b. Geomorfologi/Geologi Foto Udara.
c. Paleontologi Makro & Mikro.
d. Stratigrafi/Sedimentologi.
e. Geologi Struktur/Tektonik.
f. Geologi Teknik/Lingkungan.
MGL merupakan dasar untuk :
a. Kuliah Kerja Lapangan.
b. Eksplorasi Mineral.
c. Geologi Tata Lingkungan.
d. Studi Cekungan.
4. Peta Geologi dan Pemetaan Geologi
Peta Geologi adalah peta yang menggambarkan kondisi geologi suatu
daerah dan berujud suatu proyeksi dan pelamparan Satuan / Kelompok batuan
yang ada, urutan penumpukan dari satuan-satuan tersebut serta susunan atau
arsitektur perlapisan batuan yang ada pada daerah yang terwakili oleh peta
geologi tersebut.
Kerja lapangan yang memanfaatkan metoda geologi lapangan dengan
tujuan menghasilkan peta geologi disebut pekerjaan pemetaan geologi.
5. Hakekat pemetaan geoiogi
Hakekat pernetaan geologi adalah menampilkan segala macarn kondisi
geologi yang ada di lapangan (yang bersifat tiga dimensionil) ke dalam peta
(yang bersifat dua dimensionil). Gejala geologi yang nampak di lapangan
terutama adalah batuan, urutan batuan, struktur batuan serta bangun bentang
alam yang dibangun oleh batuan tersebut.
a. Pengelompokan atau Penyatuan
Pengelompokan dan penyatuan aneka ragam batuan yang ada di lapangan
(pengelompokan stratigrafis) didasarkan atas :
ciri khas batuan litostratigrafi
ciri khas kandungan fosilnya biostratigrafi
umur dari batuan kronostratigrafi
Pengelompokan yang paling sering digunakan dalam proses pemetaan
geologi : litostratigrafi. Pengelompokan juga dilakukan terhadap
kondisi morfologi yang nampak di lapangan, terutama berdasar pada
kondisi relief.
b. Pengurutan posisi Kelompok / Satuan :
Penentuan posisi dan hubungan stratigrafis antara satuan yang satu
terhadap yang lain, sehingga dapat diperoleh sejarah pembentukan
batuan yang ada di daerah pernetaan.
Posisi : apakah suatu satuan itu lebih muda, lebih tua, berumur sama
dengan satuan yang lain.
Hubungan selaras, tidak selaras, menyilang jari, intrusi.
c. Rekonstruksian struktur geologi
Rekonstruksi ini akan memberikan gambaran tentang struktur
geologi yang ada di daerah tersebut, hubungan antar struktur yang ada,
sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh sejarah tektonik yang pernah
terjadi di daerah pernetaan.
6. Metode dan Teknik Geologi Lapangan :
Metoda Geologi Lapangan : Pembahasan tentang teknik dan metoda
geologi yang terpakai untuk pelaksanaan pekerjaan lapangan yang disebut
sebagai pekerjaan yang menghasilkan peta geologi.
Metode : merupakan pendekatan sistematis berupa himpunan yang terdiri
dari serangkaian prosedur untuk mencapai tujuan tertentu.
Teknik (technique) : adalah prosedur, cara atau proses keda yang
menggunakan sarana atau alat, yang dimanfaatkan oleh suatu metoda untuk
mencapai tujuan.
PETA GEOLOGI DAN PERALATAN PEMETAAN GEOLOGI

1. Peta Geologi : Peta Geologi adalah suatu peta tematik yang menggambarkan
kondisi geologi suatu daerah. Peta tersebut merupakan hasil dari proses
pemetaan geologi. Pemetaan geologi adalah suatu kerja lapangan yang
memanfaatkan metode geologi lapangan untuk menghasilkan Peta Geologi
dari daerah tersebut.
2. Tujuan Umum Pemetaan Geologi :
a. Memberikan gambaran tentang Gejala dan Proses Geologi yang
ada/terjadi di daerah yang dipetakan pada saat pemetaan.
b. Memberikan tafsiran tentang Kondisi dan Proses Geologi apa saja
yang pernah terjadi di daerah yang dipetakan sepanjang waktu geologi
terhitung sejak terbentuknya batuan yang tertua di daerah pemetaan
sampai saat pemetaan berlangsung.
c. Memberikan evaluasi tentang Potensi Geologi yang bersifat positip
dan negatip yang ada atau mungkin ada.
3. Macam Peta Geologi : Berdasarkan atas tujuannya: tujuan ilmiah umum
untuk explorasi bahan galian untuk eksplorasi air tanah untuk explorasi
hidrokarbon untuk pengembangan wilayah.
a. Berdasarkan skalanya :
Skala kecil 1 : 250.000, 1 : 100.000
Skala sedang 1 :50.000
Skala besar 1 : 25.000
Skala detail 1: 10.000, 1 : 5000
b. Berdasarkan peta dasar yang digunakan :
Peta dasar peta topografi berkontur : geomorfologi ditampilkan.
Peta dasar peta planimetri : geomorfologi tidak dipentingkan.
c. Berdasarkan cara penggambarannya :
Penggambaran dengan warna.
Penggambaran dengan tanda.
4. Kelengkapan baku suatu Peta Geologi
Suatu Peta Geologi dibuat dengan berbagai variasi, sesuai dengan kondisi
medan, tujuan utama pemetaan serta ketentuan umum pemetaan yang berlaku
di instansi dimana pemeta bekerja. Walaupun variasi itu besar, namun dalam
suatu peta geologi ada komponen-komponen utama yang bersifat universil.
Komponen tersebut adalah :
a. Judul Peta
Judul Peta mencakup :
Nama daerah.
Skala peta, sebaiknya skala angka maupun skala grafis.
Nama penyusun Instansi penerbit.
Tahun penerbitan peta tersebut. Untuk peta yang tidak diterbitkan,
dicantumkan tahun dimana laporan pernetaan tersebut dianggap
selesai.
b. Penyebaran Satuan-Satuan Peta :
Umumnya adalah Satuan Batuan, baik resmi (Formasi, Anggauta)
maupun tak resmi (Satuan A, Satuan B).
Setiap Satuan diberi tanda atau warna atau kombinasi tanda dan warna
khusus, biasanya berkait dengan batuan penyusun utamanya.
Dua satuan yang berdekatan berbatasan yang dinyatakan dengan garis
batas, baik berupa batas tegas (garis menerus) maupun batas
diperkirakan (garis putus-putus).
c. Penyebaran unsur geologi yang berupa bidang :
Unsur geologi yang berupa bidang (batas Satuan Batuan, aliran lava,
sisipan batubara) yang mempunyai kedudukan mendatar (horisontal)
atau kemiringan yang kecil (kurang dari 9 ) pola penyebarannya akan
sejajar mengikuti garis kontur.
Unsur yang mempunyai kemiringan antara 10 hingga 79 , pada
daerah lembah penyebarannya akan membentuk huruf V dengan arah
meruncing mengikuti arah kemiringan perlapisan tersebut.
Unsur geologi yang berupa bidang (batas Satuan Batuan, dike, sesar,
urat kuarsa) yang mempunyai kedudukan tegak (vertikal) atau
kemiringan yang besar (lebih besar dari 80 ) pola penyebarannya akan
merupakan garis lurus, memotong garis kontur.
d. Penyebaran tanda-tanda struktur.
Tanda struktur disini dapat berupa :
Tanda jurus & kerniringan : perlapisan batuan sedimen, foliasi (pada
batuan metamorf).
Tanda jurus & kemiringan kekar dan sesar.
Tanda sesar, baik sesar turun, sesar naik, sesar sesar mendatar. Tanda
tersebut dapat bersifat sesar pasti (garis menerus), sesar diperkirakan
(garis putus-putus) maupun sesar tertimbun air atau sedimen muda
(titik-titik).
Tanda perlipatan antiklin dan sinklin, perlu disertakan arah
penunjamannya.
e. Legenda atau Keterangan
Legenda atau keterangan biasanya ditaruh disamping atau di bawah peta
geologi. Pada Legenda diberikan :
Penjelasan tentang warna atau tanda yang dipakai pada Peta Geologi.
Urutan stratigrafi dari satuan yang ada di peta disusun secara
superposisi.
Hubungan antar satuan, ditunjukkan terutama mana yang merupakan
hubungan tidak selaras.
Di bawah Legenda warna atau tanda diberikan Legenda tentang simbul
struktur maupun simbul gejala geologi lain yang ada di Peta Geologi.
f. Indeks lokasi daerah pemetaan :

Indeks geografis/administratif.

Indeks terhadap lembar peta yang berdampingan (adjoining sheets).
g. Beberapa profil :

Dibuat memotong Satuan Peta dan struktur terbanyak.

Arahnya sedapat mungkin tegak lurus jurus perlapisan atau sumbu
lipatan.

Sebaiknya lurus, kalau harus berbelok, sudut pembelokannya tidak
lebih dari 30.
5. Prinsip dasar Pemetaan Geologi :
a. Pengamatan, pengukuran dan perekaman unsur geologi secara teliti,
menyeluruh dan tepat.
b. Hasil pengamatan sejumlah titik dalam suatu lintasan dirangkai menjadi
peta geologi lintasan.
c. Sejumlah peta lintasan dihubungkan menjadi peta geologi areal.
PERALATAN PEMETAAN GEOLOGI

1. Peralatan Lapangan Baku dan Penggunaaannya : Untuk pekerjaan


lapangan, seorang pekerja geologi perlu melengkapi dirinya dengan peralatan
pokok dan pendukung, peta-peta topografi terbaru dan sebagainya. Untuk
pelaksanaan lapangan geologi, termasuk juga pelaksanaan Kuliah Kerja
Lapangan, diperlukan peralatan baku seperti tersebut di bawah ini :
1. Kompas geologi : jenis kuadran (4 x 900) maupun jenis azimuth (0 - 360).
2. Peralatan GPS, untuk penentuan koordinat secara otomatis.
3. Palu geologi : berupa jenis palu batuan beku dan palu batuan sedimen.
4. Komparator butir.
5. Kaca pembesar : usahakan yang berkekuatan ganda (lOx dan 15x) atau (Sx
dan 15x).
6. Peta topografi : usahakan dari edisi terbaru, dengan skala 1 : 12.500 atau
1 : 25.000.
7. Foto udara dan citra satelit yang meliput daerah yang akan dipetakan.
8. Clipboard. untuk menjepit peta lapangan, dilengkapi dengan plastik lebar
untuk melindungi peta dari air hujan.
9. Larutan asam chlorida (HCI Oj n) secukupnya isikan pada botol yang
praktis dipakai, tidak mudah pecah maupun tumpah, contohnya botol
plastik bekas tempat obat mata.
10. Pita ukur dari logam atau plastik 2 atau 3 meter.
11. Jacob Staff (1,5 m dengan klinometer).
12. Kantong-kantong plastik untuk tempat contoh batuan.
13. Tas lapangan yang tahan air.
2. Peralatan tulis dan sejenisnya, terdiri dari :
a. Buku Catatan Lapangan (Field Notes).
b. Pensil H dan HB Karet penghapus.
c. Pensil benvarna, sedapat mungkin lebih dari 12 warna.
d. Spidol besar waterproof, 1 atau 2 warna.
e. Penggaris segitiga.
f. Penggaris panjang (30 cm).
g. Busur derajat (siapkan sekurang-kurangnya 2 buah).
h. Jangka besar.
i. Peruncing pensil.
j. Kalkulator, usahakan yang memiliki kemampuan statistis clan
trigonometris.
k. Plester untuk memberi label pada contoh batuan.
3. Peralatan pribadi, terdiri dari :
a. Tas pinggang.
b. Peralatan makan : terdiri dari ompreng makan dan tempat air minum
(veldples atau botol plastik).
c. Pisau saku.
d. Jas hujan : sebaiknya tipe ponco.
e. Kotak PPPK kecil : berisi obat untuk untuk luka kecil atau gigitan
serangga di lapangan maupun obat-obat pribadi.
f. Kamera dengan film secukupnya.
g. Peralatan hiburan yang layak untuk Kerja Lapangan, misainya : radio
kecil, walkman dll.
4. Kompas Geologi dan penggunaannya.
Ada dua tipe kompas geologi yang dikenal, yaitu kompas empat
kuadran dimana lempengan skala dibagi menjadi empat kuadran, kuadaran
NE (North-East), NW (North-West), SW (South-West) dan SE (South-East),
masing-masing besamya 0 0 s/d 90 diukur dari North (Utara) dan South
(Selatan) balk ke arah East (Timur) maupun West (Barat). Sedangkan tipe
yang kedua adalah kompas tipe azimuth atau tipe 360 , dimana lempengan
skala dibagi menjadi 360 diukur dari North ke East.
a. Koreksi Deklinasi. Karena jarum kompas adalah jarum magnet, maka
arah utara yang ditunjukkan oleh jarum kompas adalah arah utara
magnetik. Arah utara magnetik ini tidak berimpit dengan arah utara
sebenarnya (arah utara geografis). Mereka membentuk sudut yang
besarnya berbeda -beda dari suatu lokasi geografis dengan lokasi geografis
lainnya, dan kadang berubah dari satu waktu ke lain waktu, meskipun
lokasi geografisnya tetap. Perbedaan suclut ini dinamakan deklinasi.
Supaya jarum kompas menunjukkan arah yang sesuai dengan arah utara
geografis maka harus dilakukan koreksi deklinasi. Misalkan, besamya
harga deklinasi di daerah Bojonegoro pada tahun 1930 adalah 2 15'E dan
bertambah 3' setiap tahun. Keterangan tersebut dapat dibaca pada peta
topografi yang digunakan. Jika kita akan bekerja di daerah itu pada tahun
1980, maka besarnya deklinasi adalah 2 15' + 50 x 3' = 4 45' E, artinya
arah utara magnetik tedetak 4 45' di sebelah timur dari utara sebenarnya
(true north). Jadi lingkaran harus kita putar sehingga index pin menunjuk
4 45' di sebelah timur dari titik 0.
b. Cara Membaca Arah.
Arah dari suatu titik ke titik lain dapat dinyatakan dengan dua cara,
tergantung jenis/tipe kompas geologi yang digunakan. Kedua cara tersebut
adalah :
Dengan hanya menggunakan satu mata angin yaitu North (N)
memutar melewati East (E). Setelah arah diukur dengan cara tersebut,
ditulis dengan notasi N E (misalnya N 45 E, N 100 E, N 286 E). Arah
yang diukur dengan metode ini disebut sebagai dinamakan Azimuth,
besarnya 0 s/d 360. Penulisan arah Azimuth dinyatakan dengan NE,
maksudnya pengukuran mulai dari arah North ke East, misainya N 160
E, N 340" E, N 150" E dan sebagainya. Perhatikan, NE disini tidak
menunjukkan kuadran North-East. Kompas geologi yang digunakan
juga disebut sebagai kompas tipe azimuth (360). Kompas geologi dari
Eropa dan Jepang pada umumnya dibuat mengikuti tipe ini.
Dengan menggunakan empat mata angin, yaitu North, East, South dan
West. Arah-arah diukur dari : North ke arah East untuk yang berada
pada kuadran NE, misalnya N 60 E, N 35 E dsb. , North ke arah West
untuk yang berada pada kuadran NW, misainya N 45 W, N 25 W
dsb. , South ke arah East untuk yang berada pada kuadran SE,
misalnya S 12 E, S 6 E, dsb., South ke arah West untuk yang berada
pada kuadran SW, misainya S 20 W, S 48 W.
Dengan cara ini maka besamya arah hanya akan berkisar dari 0 0 - 90
0 saja. Kompas geologi yang digunakan dalam cara ini adalah kompas
jenis empat kuadran, atau sering disebut sebagai kompas tipe Brunton.
Kompas geologi buatan Amerika kebanyakan menggunakan sistem
kuadran. Setiap ahli geologi harus dapat menggunakan kedua cara
tersebut di atas sama baiknya, tergantung dari jenis kompas geologi
yang digunakannya. Kedua cara tersebut tidak boleh dicampur aduk.
c. Cara Menentukan Arah dengan Menembak (Shooting)
Kalau kita berada di suatu tempat yang posisinya di peta tidak diketahui,
tetapi dari tempat kita berada kita dapat melihat 1 atau lebih titik yang
lokasinya di peta diketahui dengan tepat, misainya puncak bukit,
perpotongan dua sungai dan sebagainya, maka lokasi tempat kita berada
dapat ditentukan dengan jalan menembak (shooting) titik-titik yang sudah
diketahui posisinya tersebut (dalam hal ini disebut sebagai target). Cara
menembak dilakukan dengan jalan mengarahkan kompas ke target,
kemudian bacalah jarum selatan. Arah ini merupakan arah dari target ke
penembak.
d. Cara Mengukur Jurus dan Kemiringan.
Ada beberapa cara dalam pengukuran jurus dan kemiringan lapisan
batuan. Disini akan dijelaskan cara yang paling aman supaya tidak terbalik
dalam membaca kemiringan. Terbaliknya penggambaran kemiringan dapat
menimbulkan kesalahan yang serius. Cara pertama yang dibaca adalah
arah dari jurusnya, sedangkan cara kedua yang dibaca adalah arah dari
kemiringannya.
Pengukuran dilakukan dari bagian atas lapisan, kalau yang tersingkap
bagian bawah maka sambunglah bidang perlapisan tersebut dengan
clipboard saudara dan pengukuran dilakukan di atas clipboard.
Tempelkan sisi E dari kompas pada lapisan batuan sambil kompas
dihorisontalkan dengan cara gelembung horisontal (horizontal
bubble) diusahakan berada di tengah. Kalau kompas sudah horisontal
bacalah ujung utara, maka arah ini adalah arah jurus dari lapisan. Arah
kemiringannya adalah 90 dari arah ini searah jarum jam.
Ukurlah besar kemiringan dengan klinometer. Caranya : kompas
diletakkan miring pada sisinya yang ada skala klinorneter dalam arah
tegak lurus, kemudian bacalah besarnya sudut kemiringannya.
Jika arah kemiringannya yang dibaca maka:
Pengukuran tetap dilakukan pada bagian atas lapisan batuan.
Tempelkan sisi S dari kompas sambil kompas dihorisontalkan seperti
pada cara pertama.
Setelah kompas horisontal, bacalah ujung jarum utara, maka arah ini
adalah arah kemiringan dari lapisan.
Ukurlah besamya kemiringan dengan klinometer.
Arah jurusnya tentu saja tegak lurus arah kemiringan tersebut.

Kedua cara pengukuran jurus dan kemiringan yang telah diuraikan di atas
berlaku untuk kompas empat kuadran maupun kompas azimut
PETA TOPOGRAFl DAN KEGUNAANNYA DALAM PEMETAAN
GEOLOGI

1. Pengertian dasar peta topografi


Peta topografi adalah peta yang menunjukkan penyebaran, ukuran
dan bentuk kenampakkan roman muka bumi. Kenampakkan topografi
tersebut pada umumnya dikelompokkan menjadi tiga hal, yaitu relief,
penyaluran dan hasil budaya manusia. Relief dan penyaluran merupakan
manifestasi kondisi geologi daerah tersebut, sedangkan hasil budaya manusia
memberikan gambaran pemanfaatan dan pengembangan dari daerah tersebut.
Peta topografi Indonesia terdiri dari 2 macam, masing-masing :
a. Peta topografi yang disusun dan diterbitkan oleh Dinas Topografi Hindia
Belanda yang berdasarkan pada pengukuran teristris, terbit sebelum
tahun 1945. Peta-peta ini kemudian diteruskan penerbitannya oleh Dinas
Topografi Angkatan Darat.
b. Peta topografi yang disusun dan diterbitkan oleh Badan Koordinasi
Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), yang disebut
sebagai peta Rupa Bumi Indonesia (RBI). Peta ini disusun berdasarkan
pada analisa citra indra jauh yang dikombinasikan dengan pengecekan
teristris, terbit setelah tahun 1990.
2. Bagian-bagian peta topografi
a. Kode atau nama peta topografi.
b. Index ke peta-peta disekitamya (index to adjoining sheets).
c. Tahun pengukuran dan tahun penerbitan.
d. Skala, bisa berupa sekala perbandingan misalnya 1 : 25.000, 1 : 50.000 ;
atau skala Grafis dalam bentuk garis. Skala ini menunjukkan
perbandingan antara jarak di peta dengan keadaan sesungguhnya,
misaInya pada peta berskala 1 : 25.000, 1 cm di peta sama dengan 25.000
cm di alam , atau 250 m.
e. Garis kontur, yang merupakan tempat kedudukan titik-titik yang sama
ketinggiannya.
f. Kenampakan lapangan yang terbentuk oleh alam (nature) : misalnya
perbukitan, gunungapi, pegunungan, lembah, sungai, danau, pantai dsb.
g. Kenampakan lapangan yang dibangun oleh peradaban manusia (culture),
misalnya jalan kereta api, jalan raya, jalan setapak, saluran air, bendungan,
desa, kota, lapangan terbang dsb.
h. Legenda dari kenampakan yang ada di peta topografl.
i. Koordinat dari titik-titik sudut peta.
j. Deklinasi daerah peta serta perubahannya setiap tahun.
3. Beberapa sumber untuk update peta topografi
a. Peta yang diterbitkan oleh Bappeda Kabupaten atau Propinsi.
b. Peta Jalan Raya dari Dinas atau Proyek Pekerjaan Umum.
c. Peta Hutan dari Perhutani.
d. Peta turis.
4. Gejala geologi yang tampak pada peta topografi
a. Daerah deposisi atau agradasi berkontur jarang dan sungai berkelok-kelok.
b. Daerah erosi berkontur rapat dengan kelokan huruf V cukup banyak.
c. Daerah mengalami peremajaan, berkontur jarang, sungai berkelok tetapi
terdapat kontur rapat sepanjang aliran sungai.
d. Tubuh intrusi membentuk kontur relatif konsentris pada daerah dengan
pola kontur yang lain.
e. Daerah kars ditunjukkan oleh kumpulan kontur yang membentuk
lingkaran-lingkaran.
f. Monadnock ditunjukkan oleh kumpulan kontur konsentris, tidak begitu
luas ditengah-tengah daerah dengan kontur yang sangat renggang.
5. Penggunaan peta tografi untuk pemetaan geologi suatu daerah
a. Peta kontur menjadi peta dasar untuk mengeplotkan data geologi yang
dijumpai dilapangan.
b. Konfigurasi pola kontur menunjukkan gejala morfologi tempat tersebut.
Pengelompokan morfologi atas dasar pola kontur menghasilkan peta relief,
yang dalam banyak hal mencerminkan penyebaran batuan dan struktur
yang ada di daerah tersebut.
c. Aliran sungai menggambarkan arah umum kelerengan daerah, daerah yang
lemah akibat batuan yang lunak dan atau terpotong oleh struktur kekar
atau sesar.
Pada proses pernetaan geologi, peta topografi digunakan untuk peta dasar
dalam menggambarkan kondisi geologi daerah tersebut. Kondisi tersebut
terutama terdiri dari penyebaran macam batuan yang ada, kedudukan
setiap macam batuan serta struktur yang ada di daerah tersebut. Disamping
sebagai peta dasar, peta topografi juga digunakan untuk penentuan lokasi
dari titik-titik pengamatan di lapangan. Pada pekerjaan geologi lapangan
diperlukan sedikimya 3 lembar peta topografi, yaitu satu lembar dipakai
sebagi peta lapangan (field map atau working map), satu lembar dipakai
sebagai peta pangkalan (base sheet), dan satu lembar lagi sebagai peta
petunjuk lokasi pengamatan.
Peta topografi yang paling baik untuk dipakai dalam penyelidikan
geologi adalah peta kontur. Peta jenis ini dilengkapi dengan garis kontur,
yaitu garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang sama tingginya.
Garis kontur ini digambar dengan interval ketinggian tertentu yang
biasanya dinyatakan pada lembar peta yang bersangkutan. Dengan
demikian, dengan melihat lokasi suatu titik pada atau di antara garis kontur
dengan nilai ketinggian tertentu, ketinggian titik tersebut sangat mudah
ditentukan. Peta kontur ini menunjukkan sifat kuantitatif, artinya
disamping dapat untuk mengetahui ketinggian dapat pula digunakan untuk
mengetahui jarak sebenarnya antara ua titik, besarnya sudut lereng,
menghitung volume dsb.
Dalam pekerjaan geologi lapangan, salah satu kegunaan utama peta
topografi adalah untuk mengeplot lokasi pengamatan. Apabila di lapangan
ditemukan suatu singkapan atau stasiun pengamatan yang balk, maka
sangatlah penting lokasi tersebut diplot dengan benar (tepat) ke dalam peta
lapangan. Kesalahan dalam pengeplotan lokasi dapat menimbulkan
permasalahan yang serius.
Ada beberapa cara untuk mengeplot lokasi, antara lain sebagai berikut:
a. Dengan membaca medan berdasarkan landmark yang jelas, seperti muara
sungai, pinggir kali di kaki bukit dan sebagainya. Untuk memudahkan cara
ini peta sebaiknya diorientasikan dulu, artinya peta diletakkan menurut
mata angin yang sebenarnya, kemudian medan dibaca.
b. Dengan satu penembakan arah dan dipotongkan dengan landmark
misaInya sungai, contoh :
Lokasi 12, ditepi utara S. Kebo dl timur desa Gowok pada arah N
201 E dari gunung Jabalkat, ditemukon singkapan...dst.
c. Dengan dua atau lebih penembakan arah, contoh :
Lokasi 43 pada pinggir jalan desa, posisi N 160 E dari G. Sari
dan N 250 E dari G. Cakaran ditemukan singkapan...dst.
d. Dengan penggunaan koordinat yang dihitung dengan menggunakan GPS,
contoh :
Lokasi 43 pada alur sungai kecil dl utara desa Serut, koordinat S :
7 15'23,14 " E : 135 24'11, 7" di jumpai kontak antara...dst
PERSIAPAN UNTUK PEMETAAN GEOLOGI

1. Pemetaan Geologi sebagai pekerjaan Penelitian

a. Penelitian : Usaha bersistem dengan menggunakan perangkat dan kaidah


ilmiah untuk mengetahui sesuatu hal yang belum diketahui atau ingin tahu
lebih lanjut dari sesuatu yang secara garis besar sudah diketahui.

b. Pemetaan geologi : suatu usaha bersistem dengan menggunakan peralatan


dan hukum dasar geologi untuk mengetahui kondisi geologi di suatu
tempat.

c. Pemetaan geologi merupakan suatu pekerjaan penelitian yang bersifat


penelitian survey.

2. Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder yang diperlukan untuk merencanakan pemetaan berupa:

a. Data tentang daerah yang akan dipetakan tersebut


Data ini menyangkut peta geologi yang pernah dibuat orang lain di daerah
tersebut perlu dikumpulkan, walaupun yang ada dibuat pada skala yang
berbeda. Harus diusahakan diperoleh lebih dari satu sumber, sehingga bisa
diketahui perbedaan apa yang masih ada, sehingga masalah pemetaan apa
yang bakal dihadapi dapat diantisipasi.

b. Data tentang faktor atau masalah geologi yang ada di daerah tersebut

Setelah peta geologi yang pernah dibuat telah ditemukan, perlu ditelaah
apa yang ada di daerah tersebut. Misalnya dari pemeta terdahulu
disebutkan bahwa di daerah tersebut terdiri dari 5 Formasi batuan, masing-
masing breksi vulkanis, lempung hitam, batupasir, napal dan batugamping,
maka pemeta berkewajiban untuk mencari informasi yang terperinci
tentang breksi vulkanis dan batuan yang lain. Misalnya saja dalam breksi
vulkanis disebutkan adanya breksi autoklastik maka perlu dicari uraian
dalam buku-buku petrologi dan volkanologri tentang breksi autoklastik.
Misalnya batupasirnya merupakan distal turbidite, maka perlu dicari
informasi umum tentang apa itu turbidit dan apa yang dimaksud dengan
distal turbidite beserta ciri-cirinya. Selanjutnya misalnya batugampingnya
sebagian berupa batugamping terumbu, maka perlu dlikumpulkan
informasi tentang terumbu itu apa, apa bagian-bagiannya, apa penyusun
utamanya, apa cirri-cirinya dan bagaimana cara mengenalinya di lapangan.

3. Penyusunan Buku Pintar lapangan (Field Library)

Setelah data sekunder terkumpul, maka data tersebut perlu disalin,


dicopy, baik yang berupa gambar, tabel maupun uraian singkatnya. Kumpulan
tersebut supaya disatukan dalam bentuk yang sistematis, apakah dijilid atau
dimasukkan pada map khusus yang sedapat mungkin tahan air dan tidak
mudah rusak, sehingga akan praktis dan aman untuk dibawa ke lapangan.
Disamping kumpulan data sekunder, pada kumpulan tersebut supaya
ditambahkan copy dari gambar gambar hal-hal lain yang mungkin diperlukan
selama dilapangan, misalnya gambar tentang berbagai macam struktur
sedimen, fosil penciri umur, model pengendapan suatu .lingkungan dan lain-
lain yang relevan dengan pekerjaan pemetaan. Dengan demikian.
sebelum.pemeta berangkat ke lapangan telah terkumpul "senjata" yang siap
digunakan di lapangan nantinya.
4. Analisa Peta Topografi & Foto Udara
Sebelum berangkat kelapangan dan sesudah peta topografi kerja
diperoleh, maka perlu segera dibuat analisa yang berupa prakiraan-prakiraan
pada peta topografi. Analisa ini berupa pembuatan sejumlah overlay pada
kertas kalkir atau lebih balk lagi pada plastik transparensi dengan
menggunakan marker tahan air yang berukuran halus (F). Overlay yang perlu
dibuat adalah :
a. Peta jalan : menggambarkan seluruh lintasan jalan, mulai jalan raya , jalan
desa, jalan kampung hingga jalan setapak. Peta ini akan memberi
garnbaran kesampaian daerah tersebut.
b. Peta alur : menggambarkan semua jalur aliran air, baik yang berisi air
misalnya sungai besar, kecil kecil dan lembah-lembah kering, yang berisi
air hanya pada waktu hujan. Peta ini akan menggambarkan peta
pengetusan (drainage), juga memungkinkan untuk dapat terlihatnya suatu
pola aliran tertentu baik yang terkontrol struktur/litologi maupun yang
tidak, serta kerapatan aliran (drainage density) yang memberikan
garnbaran tentang intensif atau tidaknya penorehan (dissection) di daerah
tersebut. Bersama dengan Peta Jalan, Peta Alur ini dapat digunakan untuk
merencanakan lintasan pengamatan yang paling efisien di lapangan
nantinya.
c. Peta Satuan Relief : didasarkan pada perbedaan konfigurasi kontur. Oleh
karena relief salah satu pengontrolnya adalah ketahanan batuan terhadap
erosi, maka dengan melihat jumlah satuan relief dapat diduga berapa
satuan batuan yang bakal dihadapi di lapangan dan bagaimana perkiraan
batas-batasnya. Namun jumlah satuan dan batas-batas prakiraan ini masih
harus dicek kebenarannya di lapangan.
d. Peta Kelurusan : dibuat berdasarkan kenarnpakan kelurusan yang
ditunjukkan oleh aliran sungai, konfigurasi kontur. Peta ini mernberikan
gambaran kemungkinan adanya struktur sesar atau kekar, yang
kebenarannya masih harus dicek di lapangan pada waktu pemetaan
nantinya.
e. Peta Prakiraan Bencana, yang berupa peta yang menunjukkan daerah
yang berpotensi terkena bencana banjir maupun gerakan tanah. Untuk peta
daerah berpotensi banjir dapat dibuat dengan melihat dataran sekitar
sungai yang ketinggiannya tidak melebihi satu kontur diatas permukaan
sungai yang ada. Sedangkan untuk kemungkinan gerakan tanah dibuat
pada daerah yang menunjukkan kontur yang rapat.
5. Persiapan Administratif:
Persiapan administratif yang diperlukan untuk pernetaan geologi
adalah ijin dari instansi yang bersangkut paut. dengan kerja lapangan. Ijin
harus diurus ditingkat Propinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa (Kelurahan).
Pada waktu pengurusan ijin, disamping ke instansi yang langsung terkait
(Pernda Propinsi atau Kabupaten) supaya disempatkan untuk mencari
informasi tambahan ko Bappeda, Dinas PU, Dinas Kehtanan, Dinas Pariwisata
dan lain-lain yang berkaitan untuk memperoleh data sekunder.
RECONNAISSANCE DAN FUNGSINYA PADA PEMETAAN GEOLOGI

1. Pengertian dasar tentang Reconnaissance:


Pada awal pekerjaan lapangan geologi, terutama pada daerah baru,
sebelum suatu pekerjaan pemetaan detail dimulai, selalu dilakukan pekerjaan
orientasi atau pengenalan. Pekerjaan geologi yang disebut orientasi adalah
kegiatan yang bertujuan untuk mengenal dari dekat daerah yang akan
dipetakan atau diteliti, dilakukan dengan cara mengikuti jalur yang tertentu.
Pengenalan ini dilakukan dengan cara menjelajah dan mengamati kondisi
medan dan kondisi geologi secara umum dari daerah yang dilewati oleh jalur
tersebut.
Orientasi atau yang sering disebut sebagai survei pendahuluan
(reconnaissance survey) dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang
kondisi medan kerja, pencapaiannya serta kondisi geologi secara umum.
Setelah gambaran umum tersebut diperoleh, maka dapat segera diketahui
tingkat kesulitan pencapaian daerah serta tingkat kesulitan dalam pengamatan
singkapan. Pengetahuan ini sangat diperlukan agar dalam pekerjaan
sesungguhnya nanti dapat dipilih metode, teknik dan peralatan yang tepat,
sehingga pekerjaan pemetaan geologi di daerah tersebut dapat berlangsung
secara efektif dan efisien.
Adapun kondisi geologi yang perlu dikenali meliputi kondisi
morfologi, litologi & paleontologi, struktur serta potensi geologi positip
(sesumber geologi) dan potensi negatip (bencana alam). Pekerjaan orientasi
yang dilaksanakan dengan balk akan sangat berguna dalam :
a. Penentuan lintasan survei yang tepat dan mewakili kondisi daerah tersebut.
b. Penentuan cara yang paling tepat untuk mengatasi kesulitan yang mungkin
timbul dalam pengamatan singkapan.
c. Pemilihan peralatan lapangan maupun peralatan lain yang akan digunakan.
d. Pemilihan tempat-tempat yang bisa digunakan sebagai pangkalan kerja
utama (Base Camp) maupun pangkalan kerja tambahan (Flying Camp).
e. Perencanaan teknik penempuhan untuk lokasi yang jauh atau sulit,
misalnya apakah perlu dengan sepeda motor, mobil, bis, angkudes, naik
truk, naik sampan atau jalan kaki.
f. Perencanaan waktu kerja yang optimal agar dicapai hasil yang baik dengan
jalan membagi daerah menjadi beberapa daerah prioritas kerja.
g. Perencanaan biaya yang diperlukan guna penyelesaian pekerjaan tersebut.
h. Perencanaan hal-hal lain yang dipandang penting dan berkaitan dengan
pencapaian tujuan kerja lapangan tersebut.
2. Lintasan Reconnaissance
Reconnaissance atau orientasi dilaksanakan dengan jalan melakukan
perjalanan yang mengikuti lintasan tertentu. Agar pekerjaan memberikan hasil
yang optimal, maka beberapa kriteria penentuan lintasan di bawah ini perlu
diperhatikan dan sejauh mungkin diusahakan pelaksanaannya di lapangan
dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan medan yang ada. Kriteria
tersebut adalah :
a. Dengan mempertimbangkan kondisi morfologi, keamananan dan
keselamatkan kerja serta tersedianya jaringan jalan, jalur sungai yang bisa
dilalui, maka lintasan orientasi agar diusahakan untuk mewakill seluruh
batuan yang ada serta dapat diselesaikan dengan cepat. Oleh karena itu
untuk tahap orientasi sebaiknya jangan mengambil jalur yang sulit
penempuhannya.
b. Apabila batuan yang tersingkap menunjukkan kemiringan perlapisan yang
jelas, maka dengan memperhatikan jaringan jalan maupun sungai yang
ada, jalur lintasan agar diusahakan untuk melalui arah yang memotong
jurus umum dari perlapisan batuan, sehingga ketebalan dari setiap batuan
dapat ditentukan.
c. Lintasan agar diusahakan sedemikian rupa sehingga dalam waktu singkat
dapat dilalui semua jenis, macam dan variasi batuan yang ada. Untuk ini
diperlukan bantuan peta geologi regional yang meliputi daerah penelitian
sebagai garnbaran garis besar.
d. Lintasan agar diusahakan untuk rnelewati ternpat yang banyak
singkapannya, misalnya tebing sungai, perpotongan jalan dengan bukit dan
sebagainya. Untuk ini dapat dilihat pada peta topografi yang berskala besar
( 1:25.000 atau 1:12.500 ) serta kalau dimungkinkan ditetapkan berdasar
foto udara.
Suatu lintasan (traverse) merupakan rangkaian titik pengamatan di
lapangan. Arah lintasan ini sangat ditentukan oleh variasi kondisi geologi
dan kondisi medan setempat. Dalam praktek dikenal dua macam lintasan.
Pertama adalah jalur lintasan tertutup, dimana lintasan dibuat sedemikian
rupa sehingga jalur lintasan berakhir pada titik pertama. Yang kedua
adalah lintasan terbuka, dimana titik akhir berada di suatu tempat
tertentu dan tidak kembali ke titik awal. Untuk pekerjaan orientasi
sebaiknya diambil pola lintasan tertutup.
3. Base Camp dan Flying Camp:
a. Base Camp: pangkalan kerja utama tempat semua kegiatan utama berawal.
Base Camp yang baik memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :
Letaknya sedapat mungkin di tengah daerah kerja, sehingga
kesampaiannya ke segala penjuru daerah kerja kurang lebih sama.
Mudah dicapai oleh kendaraan bermotor, paling tidak kendaraan roda
dua.
Dekat dengan tempat pernbelanjaan (toko, warung, pasar) sehingga
kemungkinan untuk menambah perbekalan lebih dimungkinkan.
Mudah mencapai fasilitas kesehatan, Puskesmas, tempat praktek
Dokter.
Mudah mencapai fasilitas telekomunikasi misalnya adanya kiospon,
wartel atau daerah tersebut terjangkau oleh sinyal telepon seluler.
b. Flying Camp: pangkalan kerja sementara / darurat, yaitu pangkalan untuk
daerah yang terlalu jauh atau terlalu sulit dicapai dari pangkalan kerja
utama, misalnya daerah yang berupa pegunungan tinggi atau ber-relief
kuat, daerah yang terpisah dari daerah lain oleh sungai besar tanpa
jembatan, daerah yang sebagian besar merupakan hutan dsb.
PENGAMATAN DATA LAPANGAN

1. Maksud dan Tujuan Pengamatan


Pengamatan lapangan adalah suatu proses pekerjaan melihat secara
saksama, teliti dan menyeluruh dari gejala geoiogi di lapangan. Gejala geologi
ini tidak hanya berupa batuan di singkapan saja, melainkan juga gejala lain
misalnya : kenampakan bentang alam dari suatu wilayah dilihat dari suatu titik
ketinggian, erosi dari kaki bukit, pembentukan endapan point bar pada suatu
kelokan sungai, adanya proses longsoran atau gerakan tanah yang lain dan
sebagainya. Agar pengamatan menjadi efektif, dalam proses pengarnatan perlu
diingat dan dicari jawaban dari beberapa pertanyaan dasar yakni : dimana,
ada apa, dalam keadaan bagaimana, tersusun oleh apa, seberapa,
bagaimana dan kapan terjadinya, apa potensinya.
a. Dimana dilakukan pengamatan :
Ini merupakan pertanyaan tentang Lokasi pengamatan dan harus dijawab
dengan pemerian lokasi yang tepat dan teliti seperti contoh berikut ini :
Di kaki barat laut bukit. Jonggol, dipinggir jalan desa antara Kebon
dan Plombangan, 15 meter di selatan jembatan Sungai Tinalah :
terdapat...
Tebing barat Sungai Brantas. N 2-17 0 E dari puncak Gunung
Penanggungan dijumpai...
Di kaki selatan perbukitan Jiwo Timur, N 24' E dari puncak
Baturagung, terdapat...
53 meter arah N 325' E dari puncak Gunung Gambar terdapat...
Pada jalan setapak antara Dowo dan puncak Pendul, 53 m dari
pinggir utara desa Dowo terdapat...
b. Apa yang diamati
Ini merupakan gambaran garis besar dari obyek geologi utama yang ada di
tempat itu, misalnya
Singkapan batupasir...
Suatu daerah perbukitan...
Suatu gosong melintang (transversal bar), di tengah sungai...
Kenampakan sesar yang memisahkan tubuh andesit dengan batupasir.
c. Dalam keadaan bagaimana obyek yang diamati tersebut, misalnya :
Sebagian besar segar berlapis baik.
Lapuk lanjut menjadi soil berwarna coklat.
Singkapan batuan sebagian segar sebagian lapuk, berwarna hitam.
Segar berwarna abu-abu kecoklatan, terkekarkan.
Batuan terkekarkan dan terlipat kuat.
Sesar bersifat lurus, tertutup dan terisi gerusan halus.
Berpuncak runcing, terbiku kuat.
d. Tersusun oleh apa obyek tersebut :
Pertanyaan ini menyangkut tentang segi kualitatip komponen batuan atau
obyek geologi lain, misainya struktur, tekstur, kemas dan sebagainya,
sebagai contoh :
Tersusun oleh kuarsa dan ortoklas yang holokristalin
Tersusun oleh partikel meruncing yang bersifat grain-supported
Terdiri dari lanau gampingan dan napal berlapis baik dengan
foraminifera besar
Perulangan gradasi normal antara batupasir menjadi serpih
Tersusun oleh fragmen andesit, kuarsa dan filit yang membundar
tanggung.
e. Seberapa :
Pertanyaan ini menyangkut segi kuantitatip kornponen batuan atau obyek
geologi yang lain, misainya :

kuarsa 35 %, mika 25 %, partikel sebagian besar terdiri dari bioklast
(> 70 %) sedang sisanya berupa ooid dan litoklast.

Lebar singkdpan 60 m, sedang total ketebalan batuan 45 m.

Lereng dari perbukitan kerucut berkisar antara 35 di sebelah timur,
semakin ke arah barat semakin curam hingga mencapai 43.

Tebal perlapisan batupasir dibagian bawah rata-rata 45 cm, semakin
keatas menebal menjadi rata-rata 95 cm.
f. Bagaimana / kapan terjadinya :
Pertanyaan ini menyangkut waktu geologi nisbi terjadinya obyek geologi
tersebut dibandingkan dengan obyek lain yang berada di dekatnya,
misalnya :
Breksi menumpang secara tidak selaras di alas napal.

Batupasirnya menumpang selaras di atas balulempung.

Batugamping tufan diterobos oleh tubuh diorit porfir.

Napal merupakan xenolith dalam basalt.

g. Apa potensinya:
Potensi positip:
Bagian yang segar dan setengah lapuk dari breksi autoklastik di utara
Gejayan berpotensi untuk ditambang sebagai sumber batupecah.

Dataran di selatan desa Pengkol dikelilingi perbukitan di bagian


barat, utara dan timur, dengan kondisi airtanah dangkal (sumur gali
kedalaman airnya hanya berkisar dari 2 hingga 5 meter) yang
potensiil sebagai sumberdaya air irigasi.
Potensi negatip :
Bagian atas tebing jalan di selatan desa Cengklik tersusun oleh breksi
yang lapuk lanjut menjadi soil yang tebainya berkisar antara 5 hingga
7 meter, tanpa pelindung sehingga pada saat hujan sangat mudah
longsor.

Selain tujuh pertanyaan tersebut di atas tentu saja pengamat boleh


mengajukan pertanyaan yang lain yang berkaitan. Yang pasti adalah bahwa
semua bentuk aspek geologi dari obyek pengamatan harus tidak boleh
terlewatkan. Hal ini sangat memerlukan pengalaman teknik pengamatan,
seringnya melakukan pengamatan, serta sangat tergantung dari kelengkapan
dan tingkat pemahaman dasar ilmu geologi yang dimiliki oleh pengamat.
Kecermatan dari pengamatan sangat menentukan kelengkapan dari rekaman
dan catatan data lapangan tersebut.

2. Tempat yang layak untuk melakukan Pengamatan

Suatu lintasan diharapkan dapat memberikan data yang lengkap dan


teliti dari daerah yang diteliti. Untuk itu, setiap titik pengamatan atau stasiun
pengamatan perlu dipilih secara tepat pula. Adapun kriteria dari titik-titik di
lapangan yang layak untuk dijadikan Stasiun Pengamatan (STA) atau Lokasi
Pengamatan (LP = bagian dari suatu STA yang lokasinya masih terlalu dekat
dengan STA sehingga tidak bisa diberdirilkan sebagai suatu STA) adalah :

a. Tempat dimana dijumpai kontak antara dua macam/jenis batuan :


Kontak seperti ini boleh jadi merupakan kontak antara dua satuan batuan,
ataupun sekedar menunjukkan variasi yang dijumpai pada satu satuan
batuan.

b. Tempat. dimana dijumpai perubahan morfologi yang mendadak:


Tempat seperti ini boleh jadi merupakan kontak antara dua satuan batuan
(selaras, tidak selaras, intrusi) atau adanya strukrtur kekar atau sesar pada
daerah perubahan morfologi tersebut.

c. Tempat dimana dijumpai struktur yang cukup jeias, misalnya sesar, kekar,
lipatan dan sebagainya.

d. Tempat dimana dijumpai singkapan batuan yang jelas, walau tidak ada
kontak, perubahan morfologi maupun struktur.

e. Tempat dimana dijumpai proses alam atau kegiatan manusia yang


bersangkutan dengan potensi geologi.

Daerah teralterasi hydrotherrnal yang memungkinkan adanya


mineralisasi logam.
Daerah yang rentan longsor, walau belum terjadi.
Daerah yang tersusun seluruhnya oleh batugamping dengan kadar
kalsit tinggi.
f. Tempat dimana dari titik itu bisa diamati dan diukur kondisi bentang alam
sekitar tempat. seperri ini misalnya di puncak suatu bukit dimana justru
tidak ada singkapan batuan maupun struktur tetapi justru dari situ bisa
dibuat sketsa morfologi daerah sekitar.
g. Tempat yang letaknya di peta topografi yang digunakan sebagai dasar
kerja, sudah lebih dari 4 cm dari STA terdekat.
PROSEDUR KERJA PENGAMATAN DAN PEREKAMAN DATA

1. Prosedur Kerja di suatu tempat Pengamatan.


a. Penetapan tempat yang akan diamati.
Tentukan lokasi pengamatan di lapangan berdasar kenampakan yang ada
di sekitamya. Lokasi tersebut dicoba dicari letaknya di peta dasar kerja.
b. Tetapkan kriteria kelayakan titik tersebut.
Pastikan bahwa calon titik pengamatan tersebut memenuhi satu atau lebih
dari 7 kriteria kelayakan suatu titik pengamatan.
c. Dekati calon titik pengamatan tersebut.
Amati dengan seksama segala unsur, gejala dan proses geologi yang ada di
tempat itu, periksa apa yang ada di sekelilingnya untuk melihat
kemungkinan pelamparan gejala yang ada.
d. Jauhi calon titik pengamatan.
Kalau mungkin ke tempat yang lebih tinggi agar pandangan ke arah titik
tersebut serta daerah sekitamya menjadi lebih lapang/jelas. Dari jauh
perhatikan apakah titik yang dijauhi tersebut sudah merupakan lokasi yang
terbaik, ataukah ada titik lain yang labih baik atau lebih lengkap. Kalau
ada coba dari jauh diusahakan untuk menentukan hubungan antara apa
yang ada di titik pertama dan titik kedua.
e. Datangi titik kedua yang lebih baik tadi.
Amati dengan teliti sernua gejala geologi yang ada. Pengamatan ini harus
dilakukan secara menerus hingga mencapai titik pertama.
f. Kalau masih ada keraguan tentang gejala geologi yang ada, ulangi
prosedur menjauhi dan mendekati kembali tersebut, sehingga diperoleh
gambaran yang lengkap tentang apa yang sedang dihadapi.
g. Setelah diperoleh keyakinan, kembalilah ke titik pengamatan yang
terpilih, betulkan posisinya di peta topografi dan mulai melakukan
pengamatan dan pengukuran secara teliti dan cermat.
h. Amati semua fakta yang ada.
Dalam melakukan pengarnatan, amati sernua fakta geologi yang ada,
mulai dari gejala yang bersifat makro (umum dan hesar), kemudian secara
berangsur menuju bagian-bagian yang bersifat mikro (detail). Amati
pertautan antara kondisi makro dan mikro yang terlihat dan periksa
apakah kondisi seperti itu terjadi di seluruh bagian dari tempat
pengamatan ataukah terjadi perubahan-perubahan ke salah satu arah.
i. Pergunakan semua peralatan yang berkaitan dengan obyek yang
diamati. Lakukan pengetesan, pengukuran, perekaman serta
pengambilan contoh yang diperlukan. Buat catatan yang cermat namun
singkat (A, B, C) tentang apa yang dihadapi secara menyeluruh.
j. Lakukan pemerian lokasi Titik Pengamatan secara cermat.
Nilai suatu peta geologi sangat tergantung pada ketepatan pengeplotan
unsur-unsur geologi di lapangan pada peta topografi yang dipakai
sebagai dasar peta geologi tersebut. Pengeplotan yang tepat akan
memberi gambaran sebenarnya tentang kondisi geologi tempat tersebut.
Sedangkan pengeplotan yang salah, walau hanya beberapa centimeter
atau bahkan beberapa milimeter saja di peta, akan mernbuat peta
geologi yang dihasilkan menjadi kehilangan arti. Oleh karena itu
pengeplotan harus dilakukan dengan sangat teliti, sama sekali tidak
dibolehkan pengeplotan dengan cara kira-kira.
Apabila pemeta menggunakan peralatan GPS (Global Positioning
System), maka ketepatan lokasi di lapangan tidak terlalu menjadi
masalah karena semua dilakukan dengan menghitung koordinatnya.
Koordinat tersebut menjadi dasar dalam pengeplotan di peta topografi.
Namun apabila GPS tidak digunakan, maka unsur-unsur penanda di
lapangan (landmark) dan unsur-unsur yang ada di peta topografi harus
digunakan secara maksimal. Lokasi yang sudah dipilih di lapangan
harus segera diplot dan dilakukan pemerian secara teliti. Pemerian teliti
ini berguna untuk beberapa hal :
Untuk pengecekan kembali apakah pengeplotan di peta sudah tepat.
Untuk melakukan pengeplotan kernbali di peta baru / peta pindahan
(peta arsip yang disimpan di base camp dan tidak dibawa ke
lapangan).
Untuk menemukan kembali titik pengamatan tersebut di lapangan
apabila diperhikan data tambahan atau adanya interes khusus yang
timbul belakangan terhadap lokasi tersebut.
Penetapan Lokasi di lapangan sedapat mungkin dikaitkan dengan unsur-unsur
alami, rnisaInya sungai, puncak gunung atau bukit, maupun unsur buatan
manusia yang teramati baik di lapangan maupun di peta topografi, misainya
jalan raya, jalan setapak, selokan irigasi, batas desa dan sebagainya. Setelah
titik lokasi pengamatan ditetapkan, maka seyogyanya agar diusahakan untuk
dikaitkan dengan beberapa buah titik yang mudah dikenal baik di lapangan
maupun di peta. Di.bawah ini diberikan contoh :
STA. 34

Pada tebing timur jalan desa antara Desa Jimbung ke arah desa
Talunombo, 35 m di selatan jembatan S.Krendetan, N 123 E dari
puncak G. Seto dan N 47 E dari G. Munding.
2. Pencatatan Pengukuran data lapangan.
Pada pekerjaan lapangan pernetaan geologi, salah satu hal yang penting
dari proses pengumpulan data adalah pembuatan catatan lapangan. Catatan
lapangan ini nantiya akan menjadi sumber informasi serta sumber inspirasi utama
setelah pemeta kembali ke pangkalan kerja atau ke kantor dan mulai memilih,
memproses serta menafsirkan apa yang diamati dan diperoleh di lapangan. Oleh
karena itu pembuatan catatan yang lengkap, menyeluruh, tepat serta terorganisir
dengan baik merupakan suatu keharusan. Suatu catatan yang ala kadarnya, tidak
lengkap atau sulit dibaca akan menjadi tidak berguna sama sekali, bahkan
menimbulkan frustrasi manakala pemeta mulai melupakan bagaimana
kenampakan singkapan yang diamati dan dicatat tadi. Maksud yang
sesungguhnya dari pembuatan catatan lapangan yang baik adalah agar dalam
penelaahan data lapangan yang penting (critical field data), pemeta tidak
sekedar mengandalkan ingatannya saja.
Macam-macam informasi geologi yang umumnya perlu dicatat antara lain :
a. Lokasi yang tepat dari singkapan yang diamati, sehingga dengan catatan
tersebut lokasi akan mudah ditemukan di peta topografi yang menjadi dasar
kerja lapangan.
b. Kondisi geomorfologi tempat pencatatan serta daerah sekitarnya.
c. Keadaan umum dari batuan yang terdapat di tempat tersebut menyangkut
tentang macam batuan, tingkat homogenitas (masif, berselang-seling,
bersisipan, bergradasi dsb), kedudukan batuan, tingkat pelapukan,
warra (segar / lapuk), tekstur, kemas, komposisi, struktur, dan aspek
petrologi utama lainnya, termasuk kemungkinan adanya kecenderungan
perubahan vertikal maupun lateral.
d. Demensi singkapan secara parsial maupun total.
e. Kemungkinan adanya indikasi proses diagenesa, alterasi, mineralisasi,
dan atau metamorfisme pada sebagian atau seluruh batuan yang
tersingkap, intensitas maupun ekstensitas setiap proses yang ada.
f. Macam dan kedudukan dari indikator arus purba ( arah foreset, flute
cast, sumbu alur, punggungan gelembur dsb).
g. Macam, kedudukan, intensitas serta ekstensitas unsur struktur ( kekar,
foliasi, lineasi, belahan, slickenside dsb).
h. Sketsa singkapan atau bagian singkapan yang penting, denah lapangan,
sayatan, kolom dan skema atau diagram lain yang bersifat tabulatif,
disertai dengan perbandingan atau skala yang memadai.
i. Lokasi serta obyek dari foto, contoh batuan, contoh fosil, contoh soil,
contoh air dan contoh lain yang relevan dengan penelitian yang diambil
di lapangan.
j. Data lain yang relevan untuk penyempurnaan studi lapangan tersebut.
Semua hasil observasi data, bahkan termasuk data yang
membingungkan ataupun yang merupakan anomali, tetap harus dicatat
secara teliti dan menyeluruh. Seringkali, di kemudian hari, data-data yang
aneh inilah yang justru dapat membantu mernperbaiki dan meningkatkan
penafsiran.
Beberapa petunjuk membuat catatan yang baik :
a. Biasakan untuk memulai pada halaman baru pada notes setiap
pergantian hari. Pergantian halaman tersebut juga perlu dilakukan kalau
terjadi perubahan tugas pekerjaan, walaupun pada hari yang sama.
Untuk setiap pergantian tersebut berikan catatan pendek tentang tanggal
dan judul kerja yang harus dilakttkan (mis.: 19/07/1998, Pemetaan
penyebaran intrusi dasit di lereng timur G. Kebo, sekitar desa
Pandanan, .Iiwo Barat). Apabila pemetaan dilakukan di musim hujan,
keadaan cuaca pada awal kerja di pagi hari serta perubahan cuaca yang
terjadi pada jam-jam tertentu perlu dicatat dengan baik.
b. Tempat utama dimana dilakukan pengamatan (Stasiun Pengamatan - STA)
perlu dicatat secara menyeluruh dan lengkap. Catatan harus sedemikian
rupa sehingga hanya dengan membaca uraian dari STA tersebut, lokasinya
akan mudah ditentukan secara tepat di peta yang menjadi dasar kerja
lapangan.
c. Dalam melakukan pencatatan, gunakan pensil atau tinta (ballpoint) yang
tahan air, sehingga kalau kena air hujan tidak menjadi luntur.
d. Buat catatan secara rapi, ikuti prinsip ABC (Accurate, Brief, Clear).
e. Buat sketsa secara sederhana, jelas dan skematik. Sketsa harus dapat
dianggap lebih menyerupai diagram daripada suatu lukisan. Sketsa yang
dibuat harus, memiliki skala dan sedapat mungkin menunjukkan
kedudukan dari struktur (misalnya arah bidang perlapisan) atau gejala lain
yang ditunjukkan, serta arah yang dihadapi pada waktu membuat sketsa
tersebut.

PEMETAAN LINTASAN

1. Pemetaan Lintasan
Yang dimaksud dengan pemetaan lintasan adalah proses
pengamatan yang dilakukan pada sejumlah titik dan antar titik sepanjang
suatu lintasan, sehingga hasilnya akan menunjukkan kondisi geologi
sepanjang lintasan tersebut. Kondisi geologi tersebut nampak pada peta
geologi sepanjang lintasan yang berupa :
a. Macam satuan batuan yang ada dan kedudukannya sepanjang lintasan.
b. Penyebaran satuan tersebut sepanjang lintasan.
c. Lokasi, macam dan arah kontak antar satuan pada lintasan.
d. Macam dan lokasi unsur struktur geologi yang terdapat sepanjang
lintasan.
e. Macam dan lokasi potensi geologi yang ada pada lintasan.

2 . Pemilihan Jalur Lintasan.


Lintasan pemetaan agar. dipilih agar setelah jalur dilintasi dapat
diperoleh gambaran geologi yang bersifat menyeluruh dari daerah dimana
jalur tersebut berada. Gambaran geologi utama yang ingin dicari dan harus
ditemukan adalah :

a. Batuan atau Satuan Batuan apa yang ada di jalur lintasan tersebut.

Batuan apa saja yang ada dan dapat dikelompokkan menjadi berapa
Satuan Batuan.

Bagaimana sifat dan kondisi masing-masing Satuan Batuan.

b. Bagaimana macam dan jenis kontak antar Satuan Batuan dan di titik
mana pada lintasan kontak tersebut ditemukan serta, ke arah mana
larinya kontak tersebut keluar dari lintasan.
Macam kontak:
Kontak tegas : ditandai dengan garis kontak yang tegas
(menyambung).
Kontak diperkirakan : ditandai dengan garis kontak yang terputus-
putus.
Kontak tersembunyi / tertimbun ditandai dengan garis kontak
berupa titik-titik.
Jenis kontak :
Kontak selaras
Kontak tak selaras
Kontak intnisi
Kontak sesar

c. Apa dan bagaimana struktur yang mengenai batuan-batuan yang ada.

Struktur kekar, jenis, kedudukan, batuan yang terkena.


Struktur sesar, jenis, arah, kedudukan, batuan yang terkena,
morfologi yang terbentuk.
Struktur lipatan, jenis, kedudukan, penetapan sumbu, batuan yang
terkena.
Apakah ada struktur yang memotong yang lain, apa yang memotong
dan apa yang dipotong.
d. L i n t a s a n Ter t u t u p : lintasan yang dibuat dalam satu hari kerja yang
berawal dari satu titik (Base Camp), melingkar dan sore harinya kembali
ke titik yang sama melewati lintasan yang berbeda dengan lintasan waktu
berangkat.
e. L i n t a s a n Ter b u k a :

Lintasan yang dibuat dalam satu hari kerja yang berawal dari satu
titik (base camp), melingkar dan sore harinya diakhiri di titik yang
lain (Flying camp).

Lintasan yang dibuat dalam satu hari kerja yang berawal dari satu
titik (base camp), berakhir di titik yang cukup jauh atau sulit
ditempuh, clan kernbali melewati lintasan yang sama kernbali ke
base camp tanpa melakukan pengarnatan lagi.
f. L i n t a s a n S a m p i n g (Side Traverse) : lintasan yang merupakan
penyimpangan dari Lintasan Umum baik tertutup atau terbuka, yang
dilakukan di titik-titik yang mempunyai interes dengan jalan samping
baik. Lintasan menyamping tersebut bisa berupa lintasan terbuka maupun
tertutup. Setelah melakukan pengamatan ke samping kernudian kembali
lagi ke titik awal penyimpangan dan kemudian kembali mengikuti
Lintasan Utama.

3. Penyusunan Profil dan Kolom Lintasan.


Setelah selesai dilakukan pengamatan sepanjang lintasan, maka semua data
lapangan seyogyanya sudah diplotkan pada jaitu lintasan tersebut. Untuk
mendapatkan gambaran bagaimana urutan stratigrafis dari satuan batuan
yang menyusun lintasan yang telah diamati, perlu segera dibuat kolom
litologi yang mewakili lintasan terrsebut. Namun suatu kolom baru dapat
dibuat dengan baik kalau sudah tersedia profil yang mewakili lintasan. Oleh
karenanya perlu harus dibuat profil terlebih dahulu. Proses rekonstruksi profil
lintasan dapat dipelajari pada Pedoman Kuliah Lapangan 1 (1992) halaman 46
- 48. Dari profil yang dihasilkan kemudian semua satuan dikembalikan dalam
posisi horisontal. Perbandingan ketebalan satuan batuan yang ada disesuaikan
dengan perbandingan ketebalan dalam profil.

PENENTUAN SATUAN BATUAN DAN BATAS SATUAN

1. Konsep Satuan Pemetaan Litostratigrafi.


Tubuh batuan di alam dapat dikelompokkan atas dasar 3 pengelompokan utama
yaitu :
a. Satuan Litostratigrafi : apabila dasar penyatuannya adalah sifat
litologinya yang khas.
b. Satuan biostratigrafi : apabila dasar penyatuannya adalah sifat kandungan
fosiInya yang khas.
c. Satuan kronostratigrafi : apabila dasar penyatuannya adalah umur
geologi yang sama.
Pemetaan tingkat awal sebaiknya dilakukan dengan menggunakan pendekatan
litostratigrafi. Satuan litostratigrafi dapat berupa :
a. Satuan yang homogen dimana penyusunnya hanya satu macam batuan
saja, dimana satu macam batuan tersebut secara jelas dapat dibedakan dengan
satuan yang ada di bawah maupun di atasnya.
b. Satuan yang heterogen, terdiri dari lebih dari satu macam batuan :
Terdiri dari satu macam batuan lebih dominan dari batuan yang
lain Litologi yang dominan tersebut dapat dengan mudah dibedakan
terhadap batuan yang ada di bawah maupun di atasnya.
Terdiri dari perselang-selingan lebih dari satu macam batuan
tetapi tidak ada satu macam batuanpun yang lebih dominan dari batuan
yang lain. Perselang-selingan litologi tersebut menjadi penciri khas yang
dapat dengan mudah dibedakan dengan batuan yang ada di bawah
maupun di atasnya.
2. Prakiraan batas satuan :
a. Penetapan pada Peta Topografi.
Satuan Litostratigrafi yang satu berhubungan dengan satuan batuan yang lain
pada bidang batas atau bidang kontak. Prakiraan bidang kontak pada peta
topografi adalah dengan :
Mengikuti batas relief yang ditunjukkan dengan perbedaan kerapatan
garis kontur.
Mengikuti batas antara dua daerah dengan pola kontur yang berbeda
walau kerapatannya mungkin sama.
b. Penetapan batas di lapangan.
Di lapangan batas antara dua satuan batuan harus ditentukan apakah
jenisnya :
Jelas terlihat dilapangan sebagai kontak antara dua batuan yang
keduanya tersingkap baik.
Tidak jelas dilapangan sehingga harus ditafsirkan berdasarkan :
perubahan morfologi, perubahan soil, perubahan material yang
tererosi, tertimbun oleh endapan alluvial.
Status dari batas tersebut dapat berupa :
Kontak adalah batas antara dua satuan batuan.
Kontak adalah batas antara dua litologi penyusun dalarn satuan yang
sama Lokasi batas harus ditentukan dengan tepat, karena pemetaan
geologi pada hakekatnya adalah pemetaan batas.
Macam dari kontak ada beberapa kemungkinan yakni :
Kontak normal : selaras / tidak selaras.
Kontak sesar : turun, naik., mendatar.
Kontak intrusi.
Kontak metasomatisme.
c. Kedudukan dari bidang kontak tersebut dapat berupa :
Kontak berposisi horisontal.
Kontak berposisi tegak.
Kontak berposisi miring.
3. Perunutan batas di lapangan.
Setelah batas dapat ditentukan, batas harus diketahui pelamparan kesamping
dengan jalan mengetahui & mengukur kedudukan jurus dan kemiringan batas
tersebut. Beberapa hal yang menyangkut kemiringan batas adalah :
a. Untuk batas yang kedudukannya vertikal (kemiringan 90) pelamparan
batas kesamping akan lurus mengikuti jurus bidang batas tanpa
merperhatikan bentuk topografi di lapangan atau pola kontur di peta
topografi.
b. Untuk-batas yang berkedudukan miring, berlaku hukum V (lihat Compton,
1980).
c. Untuk batas yang berkedudukan horisontal atau hampir horisontal (kurang
dari 10), penggambaran batas di peta mengikuti arah / sejajar dengan garis
kontur.
d. Apabila kedudukan batas di titik pengamatan tidak diketahui, perlu dirunut
kearah samping untuk mengetahui apakah batas tersebut tegak, horisontal
atau miring. Setelah diperoleh kedudukannya, maka rekonstruksinya
supaya mengikuti prosedur a, b atau c.
PENYUSUNAN PETA GEOLOGI

1. Integrasi peta lintasan menjadi peta geologi


Setelah daerah pemetaan secara keseluruhan telah terliput oleh sejumlah
Lintasan, maka perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a. Tingkat kerapatan STA. Untuk daerah yang normal untuk setiap km2
daerah supaya sudah terdapat 4 sampai 5 STA (untuk peta 1 : 25. 000).
b. Apabila masih ada daerah-daerah yang kerapatan STA-nya rendah
sedangkan di daerah tersebut ada jalan atau alur sungai yang bisa
dilewati, maka perlu dibuat lintasan pengamatan baru pada daerah
kosong tersebut.
c. Mungkin perlu dipertimbangkan selain dibuat tambahan lintasan
tertutup, perlu dibuat lintasan samping untuk meningkatkan kerapatan
STA/km2 tersebut.
d. Apabila kerapatan STA sudah memadai atau cukup tinggi, peta geologi
bisa dimulai dibuat dengan mengintegrasikan peta peta lintasan yang
sudah ada.
2. Teknik interpolasi dan ekstrapolasi
a. Untuk daerah yang terletak diantara dua lintasan, digunakan teknik
interpolasi.
b. Untuk daerah di luar lintasan digunakan teknik ekstrapolasi.
c. Interpolasi dan ekstrapolasi tetap harus mengikuti hukum V dan
variannya.
3. Penyusunan profil sementara (selama masih berada di lapangan)
a. Tentukan 2 atau 3 jalur profil yang berbeda, yang melewati banyak
bidang perlapisan serta, memotong satuan batuan terbanyak.
b. Untuk setiap jalur, siapkan profil morfologinya.
c. Pasang kemiringan secara tepat, sesuai dengan hasil koreksi dan sesuai
dengan elevasi yang seharusnya, tanpa terlebih dahulu memasang
macam litologi yang ada.
d. Apabila sudah diketahui ada sesar, pasang sesar tersebut di tempatnya
secara tepat pada jalur profil tersebut terrnasuk jurus dan kemiringan
dari sesar tersebut.
e. Usahakan pembuatan profil dengan ketelitian yang tinggi, sedapat.
mungkin dengan menggunakan metoda busur. Metode free-hand hanya
boleh dilakukan untuk tempat-tempat yang kurang data, sehingga
metoda busur memang tidak dapat dilakukan. Apabila kekurangan data
tersebut memang terjadi pada daerah yang belum didatangi tetapi
mungkin untuk didatangi, pemeta agar menganggarkan waktu khusus
untuk mendatangi jalur pengamatan itu dan mencari data yang
diperlukan.
f. Profil dibuat berdasarkan pada kemiringan bidang-bidang
perlapisan bukan atas dasar batas satuan.
g. Apabila di daerah yang akan direkonstruksi strukturnya dijumpai suatu
sesar, pada waktu. melakukan rekonstruksi, jangan menghubungkan
kemiringan yang ada di sebelah menyebelah sesar. Rekonstruksi hanya
dilakukan terhadap kemiringan yang berada di salah satu sisi saja
dari sesar tersebut.
h. Setelah rekonstruksi se!esai dan pola struktur sudah terbentuk, baru
dipasang batas-batas litologi pada profil tersebut secara tepat.
i. Lakukan Rekonstruksi struktur dengan menggambarkan batas litoiogi
dengan mengikuti pola yang sudah dibentuk oleh rekonstruksi dari
bidang perlapisan.
j. Apabila kondisi struktur normal, maka satuan litologi akan mengikuti
profil dan kenampakan di profil akan sesuai dengan di peta geologi.
k. Apabila hasil rekonstruksi profil menghasilkan sesuatu yang berbeda
dengan data di peta geologi, misalnya berdasarkan atas rekonstruksi
profil disuatu titik harusnya ada litologi A tetapi ternyata di peta geologi
yang ada adalah litologi B, maka kemungkinan di titik itu telah terjadi
kelainan. Kelainan itu misalnya terdapat sesar atau hubungan menyiIang
jari (imerfingering) antara A clan B. Untuk itu supaya ditentukan secara
tepat tempat kelainan tersebut di dalam profil, dan dilakukan pengecekan
lapangan di tempat itu untuk memastikan apa yang terjadi.
l. Perhatikan morfologi tempat kelainan tersebut apakah ada diskontinuitas
(misaInya perubahan lereng yang menyolok) yang mungkin mengarah ke
terdapatnya sesar. Selain itu cari infotmasi dari tempat tersebut di catatan
lapangan, apakah ada gejala lapangan yang tercatat yang mengarah ke
terdapatnya sesar, misalnya breksiasi, adanya slickenside dan sebagainya.
m. Kalau pengecekan peta dan catatan ditempat kelainan tidak menemukan
tanda yang mengarah ke sesar, perlu diputuskan untuk melakukan
pengecekan lapangan di titik tersebut untuk mencari data tambahan
apakah ada sesar.
n. Seandainya temyata setelah di cek di lapangan ternyata ada sesar, maka
kelainan yang ada di profil tersebut supaya direkonstruksi sebagai sesar.
Namun bila tanda sesar di lapangan juga tidak dijumpai, maka dalam
rekonstruksi supaya dibuat sebagai hubungan menyilang jari.
4. Penyusunan kolom stratigrafi
Setelah profil-profil geologi terbentuk maka prosedur berikutnya adalah :
a. Dari setiap profil yang dihasilkan supaya dibentuk menjadi kolom
dengan ketebalan satuan litologi yang sebanding / sesuai dengan
ketebalan di profil.
b. Isikan litologi penyusun setiap satuan yang ada dengan mengambil data
litologi penyusun setiap STA atau LP yang terpotong oleh garis profil
atau yang letaknya paling dekat dengan garis profil. Kalau disekitar
daerah yang. dilalui profil telah dibuat MS, sarikan isi hasil MS tersebut
dan masukkan ringkasannya ke dalam kolom. Kolom litologi supaya
dibuat terhadap semua profil yang dibuat.
c. Korelasikan semua kolom yang terbentuk dengan memperhatikan lokasi
dari setiap profil yang menjadi dasar dengan menggunakan bidang
perlapisan sebagai datum korelasi.
d. Buat penampang stratigrafi dari hasil pengkorelasian tersebut, tentukan
mana satuan yang langsung berhubungan, menipis, membaji,
interfingering dan sebagainya.
e. Menempatkan penampang stratigrafi sehingga menjadi kolorn stratigrafi
yang belaku bagi seluruh daerah pemetaan.
5. Evaluasl kelengkapan data lapangan dan checking
Sebelum pemeta kembali ke Instansi induk di kampus atau kantor,
seyogyanya hal-hal ini sudah selesai dikerjakan di base camp dan siap untuk
dibawa ke kampus dan sebelumnya harus ditabulasi pada hari-hari terakhir
pemeta masih tinggal di base camp. Hal-hal tersebut adalah :
a. Isi Notes Lapangan untuk setiap STA sudah harus lengkap, menyangkut
tentang :
Ketepatan pemerian lokasi, yang sudah dicross-check dengan
penempatannya di peta lintasan.
Pencatan jurus/kemiringan unsur geologi sudah dicatat secara tepat dan
sudah di cross-check dengan yang diplot di peta lintasan.
Catatan tentang STA mana diambil foto, sampel dsb.
b. Peta Lintasan Lengkap berupa peta lintasan kerja (yang selalu dibawa ke
lapangan) dan arsip peta lintasan yang selalu ditinggal di camp.

c. Peta Geologi sementara (hasil rekonstruksi lapangan), yang dibuat pada


peta terpisah. Jangan dibuat diatas arsip peta lintasan.

d. Sejumlah Profil Geologi.

e. Peta Geornorfologi lengkap dengan profilnya.

f. Kolom Stratigrafi Sementara.

6. Tabulasi rekaman data geologi.

Untuk mempermudah analisa; maka sebelum meninggalkan lapangan perlu


dibuat tabulasi rekaman data geologi . Untuk itu perlu dibuat :
a. Daftar lokasi pengambilan contoh batuan dan contoh lain, masing-masing
dalam daftar yang berbeda.
b. Daftar lokasi pengambilan foto, termasuk arah hadapan lensa.
c. Daftar pengukuran jurus/kemiringan unsur struktur, misalnya sesar, kekar,
yang masing-masing dalarn daftar tersendiri untuk setiap unsur struktur
dari setiap lokasi.
PENYUSUNAN LAPORAN PEMETAAN GEOLOGI

1. Hakekat Laporan Pernetaan Geologi


Laporan Pemetaan Geologi pada hakekainya adalah Laporan yang
memberikan gambaran tentang :
a. Gejala dan proses geologi apa saja yang ada / bekerja / berlangsung di
daerah pemetaan pada saat pemetaan dilangsungkan dan diselesaikan.
b. Tafsiran tentang gejala dan proses geologi apa saja yang pemah ada /
bekerja / berlangsung di tempat pemetaan sepanjang waktu geologi
terhitung sejak waktu terbentuknya batuan yang tertua di daerah
tersebut hingga saat pemetaan diselesaikan.
c. Evaluasi potensi geologi yang dimiliki oleh daerah pemetaan, baik yang
berupa potensi yang bersifat positip (sumberdaya geologi) dan potensi
yang bersifat negatip (bencana alam).
2. Dasar yang digunakan untuk menyusun Laporan
a. Peta Lintasan dan Lokasi Pengamatan.
b. Peta Geologi.
c. Profil Geologi.
d. Kolom Stratigrafi.
e. Tabulasi hasil analisis data lapangan.
f. Tabel, Gambar, Foto dan ilustrasi lain.
3. Penyiapan kerangka laporan
a. Judul
Daerah mana yang dipetakan, lokasi geografis administratip.
Skala pemetaan.
Penyusun Laporan.
Untuk apa Laporan disusun.
Tempat dan tahun dimana Laporan diselesaikan.
b. Pengantar permasalahan
c. Isi Pokok
d. Penyimpulan
e. Penyerta
4. Laporan dalam bentuk Essay lengkap
a. Judul
b. Kata Pengantar
c. Sari
d. Daftar Isi
e. Daftar gambar
f. Daftar tabel
g. Daftar lampiran penyerta
h. Pendahuluan
i. Geomorfologi
j. Stratigrafi
k. Struktur Geologi
l. Potensi Geologi
m. Daflar Pustaka
n. Hasil pemrosesan data Paleontologi
o. Hasil pemrosesan data Geologi Struktur
p. Hasil pemrosesan data Petrografi
q. Hasil pemrosesan data geologi lain
5. Laporan dalam bentuk Poster
Pada hakekatnya laporan dalam bentuk poster adalah sama dengan Laporan
Pemetaan Geologi umumnya, namun mempunyai beberapa ciri tertentu,
dengan bentuk yang khusus:
a. Berupa sarana visual yang mengutarakan sesuatu permasalahan (geologi
suatu daerah) secara lengkap namun singkat.
b. Dibuat pada suatu kertas berukuran AO dengan panjang maksimum 125
cm.
c. Disusun dalam suatu lay-out yang sederhana namun sistematis,
mengacu pada pendekatan analitis-sintetis : dipecah menjadi unsur-
unsurnya namun kemudian pada akhirnya diintegrasikan kembali.
d. Mempunyai bentuk dan kenampakan yang serasi, indah, bersih, rapi dan
menarik, sehingga memancing perhatian orang lain untuk membaca dan
memperhatikannya.
e. Isinya terdiri dari :
f. Judul
Peta Index Lokasi daerah pemetaan
Peta Lintasan /Lokasi Pengamatan
Peta Geologi diserta beberapa profil
Peta Geomorfologi disertai beberapa profil
Tabel Kolom Stratigrafi lengkap
Uraian Sejarah Geologi
Foto, Diagram dan IIustrasi lain yang berkaitan
Lampiran hasil analisa
Daftar Pustaka
Kotak Pengesahan
Lampiran lain yang relevan
BAHAN, SUMBER INFORMASI DAN REFERENSI

Blyth, F. G. H., 1976, Geological Maps and their Interpretation, 2nd. Ed. ;
Edward Arnold, London, 48 p.
Compton, R R, 1985, Geology in the Field; John Wiley & Sons, New York,
398 p.
Fry, N., 1984, The Field Description of Metamorphic Rocks ; Geol. Soc.
London Handbook Series, The Open University Press, Milton Keynes &
Hallstead Press, John Wiley & Sons, New York, 110 p.
McClay, K., 1987, The Mapping of Geological Structures ; Geol. Soc. London
Handbook Series, The Open University Press, Milton Keynes &
Hallstead Press, John Wiley & Sons, New York, 161 p.
Roberts, J. L., 1984, Introduction to Geological Maps and Structures ;
Pergamon Press, London, 332 p.
Thorpe, R. and Brown, G., 1985, The Field Description o . f Igneous Rocks ;
Geol. Soc. London Handbook Series, The Open University Press, Milton
Keynes & Hallstead Press, John Wiley & Sons, New York, 154 p.
Tucker, M. E., 1982, The Field Description of Sedimentary Rocks ; Geol. Soc.
London Handbook Series, The Open University Press, Milton Keynes &
Hallstead Press, John Wiley & Sons, New York, 112 p.

Anda mungkin juga menyukai